14 - Confession

Unfathomable Friends

CONFESSION

 

Akhir pekan yang kurang menyenangkan, kejadian pengusiran oleh Baekhyun dari mobilnya telah berlalu selama 5 hari. Dan efeknya—sekarang aku seperti seseorang yang dalam perjalanan kemudian diserang derasnya hujan tanpa persiapan apa – apa—tak sempat berteduh karena hujan datang secepat kilat, tanpa payung maupun jas hujan yang dapat melindungiku dari air hujan, setelah basah kuyup aku terlalu malu untuk melanjutkan perjalanan dan enggan kembali karena menyayangkan perjalanananku yang sudah setengah jalan.

 

Stuck. Buruk.

 

Kemarin malam kami (Aku dan Baekhyun) sempat bertukar pesan singkat—benar – benar singkat sampai – sampai harus menyingkat jawaban ‘Ya’ menyadi ‘Y’—Baekhyun yang melakukannya. Pesan pertamanya berisi jika hari ini aku harus datang ke Aula Universitas karena akan ada pengumuman penampil terbaik Drama Musikal dengan hadiah tour ke New York—fantastis, Kyungsoo pasti sedang memanjatkan beribu doa agar tim kami menang, sebenarnya aku juga melakukannya, siapa yang tidak mau ke New York gratis?

Sebenarnya itu adalah doa keduaku setelah aku meminta jika Tuhan memberikan sedikit waktu agar aku dapat berbicara dengan Baekhyun tentang perasaanku.

 

Acara itu dimulai pukul  5 sore, sekarang masih pagi menurutku, aku bahkan belum mandi masih lengkap dengan baju tidurku. Baekhyun membuatku menjadi orang paling menyesal sedunia karena terlambat mengutarakan perasaaan, pikirku sekarang Baekhyun sudah melupakan semuanya, semua yang terjadi malam itu dan bukan tidak mungkin melupakan semua perasaannya padaku karena demi kuasa Tuhan Baekhyun tak lagi menghubungiku selain pesan singkat semalam. Rasanya berbeda ketika aku ditinggalkan Junmyun juga Luhan, ini lebih sakit—sakit sekali sampai – sampai rasa green tea latte favoritku pun menjadi tawar.

 

Kadang – kadang aku benci ada di apartemenku sendiri, disini aku banyak sekali menghabiskan waktu bersama Baekhyun. Seperti saat ini, aku memutuskan untuk menonton berita terkini di televisi, lalu aku ingat Baekhyun yang biasanya duduk disampingku sambil mengomentari setiap tayangan yang muncul. Aku menyerah sebelum wajah pembaca berita itu berubah menjadi wajah Baekhyun, aku melangkah menuju dapur hendak membuat sarapan, tapi ajaib sekali—aku melihat  Baekhyun berbalut hoodie berwarna hitam dan beanie merahnya sedang duduk di ruang makan menaruh roti panggang diatas piringnya, “Berikan aku selai coklat Min Gi,” pinta Baekhyun sambil memberikan senyuman mematikan yang membuat darahku nyaris berhenti mengalir, mulutku menganga mungkin satu butir telur rebus bisa langsung masuk, tetapi saat aku mengedipkan mata.....

 

Baekhyun hilang.

 

Tak ada Baekhyun disana, semua itu hanya halusinasiku tentang kebersamaanku dulu bersama Baekhyun.

 

Aku benar – benar gila.

 

Tidak peduli dengan sarapan, aku segera  meninggalkan dapur menuju kamar tidur, aku membanting pintunya keras – keras lalu menjatuhkan badan ke atas tempat tidur. Lebih baik aku tidur lagi sampai sore nanti mungkin saja Tuhan memberiku mimpi indah, misalnya berkencan dengan Kim Soo Hyun atau menjadi member ke-10 SNSD sehingga ada kemungkinan Baekhyun-pun akan menjadi fanboyku.

 

Baekhyun? Kenapa aku masih menyebut namanya? Aku harus berhenti memikirnya sebelum kepalaku meledak seperti bom atom.

 

Aku berbaring diatas tempat tidur memandang langit – langit kamar—Baekhyun suka membangunkanku dengan dengan senjata andalannya—bantal dan guling, ia akan memukulku dengan benda itu tanpa ampun, seharusnya aku dapat melakukan hal lain yang lebih produktif sialnya aku tidak dalam mood yang bagus, aku berguling ke samping menghadap nakas di samping tempat tidur—Damn! Fotoku bersama alien – alien, disana ada Baekhyun berdiri disampingku merangkul erat pundakku  wajahnya menghadapku sambil tertawa bahagia.

 

Seseorang tolong bawa aku ke psikiater atau apapun itu yang bisa menyembuhkan kondisi kejiwaanku, SEKARANG JUGA!

 

***

 

“Park Min Gi..”

“Park Chanyeol..”

“Park Min Gi..”

“Park Chanyeol..”

Kami berdua seperti orang bodoh saling bersahutan dibalik pintu apartemen. Aku membuka pintu apartemen hampir mebuat Chanyeol tersungkur ke depan karena sekali lagi ia akan menempekan bibirnya di permukaan pintu lalu mengulangi memanggilku. Kenapa Chanyeol bisa sebodoh itu di usianya?

 

Chanyeol datang untuk menjemputku, ya bisa dibilang begitu karena letak apartemennya jauh dari apartemenku dan aku sendiri yang memintanya.

 

“Padahal aku tadi menelepon Baekhyun agar dia saja yang pergi bersamamu, tapi dia menolak.” Tutur Chanyeol sambil melangkahkan kakinya menuju dapur. Wangi makaroni panggang yang kubuat mengundangnya datang kesana.

 

Sudah kuduga Baekhyun pasti menolak.

 

Aku ambil duduk di hadapan Chanyeol, “Sudah berapa lama kau tidak makan hah?” Tanyaku dengan nada sarkastik.

“Uhm-” Chanyeol menelan makaroninya, “Sejak aku sekolah dasar.” Jawabnya dengan mulut penuh.

“Kau pasti sudah mati sekarang.” Aku ikut mencicipi makaroni panggang buatanku, rasanya lezat aku harus menandai tanggal hari ini di kalender, hal ini sangat menakjubkan mungkin hanya terjadi 1 kali dalam setahun.

“Ada apa antara kau dan Baekhyun?” Tanya Chanyeol.

Aku berhenti mengunyah, “Uhm kka-mi baik – baik saja.” Jawabku tergagap.

“Kau yakin?” Chanyeol menaikkan alisnya curiga.

Aku tidak menjawab, tentu saja Chanyeol tahu betul saat aku berbohong dan tidak.

“Min Gi-ah..” Chanyeol meletakkan garpunya memberikanku tatapan peduli.

“Aku dan Baekhyun uhm, Baekhyun membenciku, mungkin..” Kataku dengan nada yang super menyedihkan.

“Apa yang kau lakukan?” Tanya Chanyeol penasaran. “Menyuruhnya berhenti menjadi fanboy SNSD? Memasukan mentimun ke dalam makanannya?” Park Chanyeol mengetahui apa saja yang membuat Baekhyun murka pada seseorang.

 

Bukan itu Chanyeol, Park Stupid Chanyeol!

 

“Baekhyun bilang ia menyukaiku,” Aku menghela nafas, Chanyeol membulatkan matanya—oke ia mirip Kyungsoo sekarang. “Lalu aku hanya diam dan terkejut setengah mati seperti orang bodoh yang baru saja melihat sadako keluar dari televisi, aku sempat bertanya jawaban apa yang ingin dia dengar dariku dan tentu saja itu adalah pertanyaan yang sangat mengecewakan bagi Baekhyun!” Lanjutku, mulut Chanyeol menganga sisa saus makaroni panggang tampak di gigi kelincinya. Chanyeol sangat jelek sekarang—serius jangan biarkan gadis manapun melihatnya. “Setelah itu dia pergi, pergi meninggalkanku! Kami bertemu lagi ketika aku kesusahan membawa tubuh raksasamu masuk kamar saat kau mabuk berat. Aku berusaha memperbaiki semuanya, aku sangat ingin bicara dengannya tapi ia mengusirku dari mobilnya, kuulangi MENGUSIRKU!” Nada bicaraku meninggi seiring emosi yang menuju puncak. Syukurlah Chanyeol menutup mulutnya lalu menelah ludah dan menatapku tak percaya. “Dan sekarang aku benar – benar gila karena merindukannya, dia menjauh dariku, dan ya tentu saja aku sangat menyukai Baekhyun. AKU MENYUKAI BAEKHYUN!” Aku mengubur wajahku diatas meja makan. Hatiku rasanya ingin meledak saat ini juga.

 

“Oke, Min Gi tetaplah bernafas oke?” Kata Chanyeol mencoba menenangkan setelah cerita panjangku. “Berita yang sangat mengejutkan, sahabat yang akhirnya jatuh cinta satu sama lain, oh aku sangat tersentuh-”

“Chanyeol!” Aku memukul meja dengan telapak tangan.

Chanyeol tersenyum, senyuman mengejek. Aku tahu ini akan terjadi, hal yang pertama Chanyeol lakukan adalah mengejekku lalu tunggu beberapa menit lagi ia akan memberi ide yang sesuai dengan kemampuan otaknya yang luar biasa.

Chanyeol melangkah menuju lemari es, diambilnya sekaleng cola dari sana. Ia kembali duduk dihadapanku, tanpa kusadari makaroni itu telah ludes, siapa lagi kalau bukan Chanyeol pelakunya, tidak mungkin ada makhluk lain yang menhabiskannya kan? Kaleng cola itu ia kocok sembarang arah, ia mengerutkan alis seolah memikirkan sesuatu, lalu ia membua kaleng colanya...

 

Busssssssssssshhhhhhh, cairan cola itu meluap dari kalengnya sebagian tumpah mengotori kemeja Chanyeol yang berwarna biru langit. Sudah kubilang kan kemampuan otak Chanyeol memang luar biasa.

 

“Baiklah, dengar sekarang kau bisa berbicara dengannya kau bisa meneriakan semua itu di depan Baekhyun.” Chanyeol berusaha membersihkan tumpahan cola itu dengan tangannya.

Aku hanya mengelus dada melihat kelakukannya. “Dia menghindariku Yeol, aku kira dia akan langsung pergi saat aku mendekatinya.”

Chanyeol beranjak lagi dari kursinya menuju konter dapur mengambil serbet yang menggantung disana.

“Sejak kapan saudara non-biologisku ini mudah menyerah.” Kata Chanyeol dengan suara nyaring. Kesamaan marga—itulah yang selalu Chanyeol jadikan alasan memanggilku sebagai saudara non-biologisnya. Siapa juga yang mau jadi saudara biologis pria aneh ini.

Kali ini Chanyeol duduk disebelahku dan merangkul bahuku penuh kasih sayang. “Cobalah, katakan dengan caramu, bukankah kau suka berteriak di depan Baekhyun huh?”

Aku memiringkan wajahku menatap Chanyeol, “Kau pikir aku harus berteriak jika aku menyukai seorang Byun Baekhyun di depan orang – orang di Universitas, saat di acara nanti? Oh kau gila Chanyeol!” Aku mendorongnya menjauh.

“Jika kau banyak basa – basi sebelum kau mengatakan maksud utamamu, Baekhyun akan langsung pergi meninggalkanmu.” Chanyeol memukul kepalaku ringan.

“Tidak! Kecuali jika ia yang lebih dulu menyatakan perasaannya padaku, aku masih punya harga diri Chanyeol!” Aku balas mencubit lengannya.

“Ah, benarkah?” Goda Chanyeol sambil memicingkan mata padaku.

“Hmm.” Aku mengangguk tanpa melihat wajahnya.

“Malaikat sudah menulis apa yang kau katakan. Jika itu benar – benar terjadi, kau harus memenuhi ucapanmu.” Ia tertawa keras dan menyeramkan sambil mengacak rambutku.

“Hmm.” Aku kembali mengangguk, kali ini lebih semangat. Chanyeol sendiri yang selalu menyarankan jika aku tidak boleh menjadi pengecut dan bukankah dia sendiri yang bilang jika aku tak mudah menyerah. Aku mengiyakan semua pertanyaan Chanyeol karena semua itu tidak mungkin terjadi, Baekhyun jauh lebih keras kepala dibanding aku, lihat saja aku sekarang yang mati – matian memikirkannya, tapi ia tetap kekeh dengan pendiriannya.

 

***

 

Tak perlu waktu lama  agar kami tiba di Universitas, Chanyeol mengendarai sepeda motor seperti Valentino Rossi, jarang sekali mendengar orang yang mabuk kendaraan  karena naik sepeda motor, tapi kali ini aku bersumpah burung – burung pipit dan bintang – bintang sedang menari – nari diatas kepalaku, Chanyeol keterlaluan.

“Kau baik – baik saja?” Seseorang memegang pundakku.

Aku masih menekan – nekan kepalaku yang pusing, aku menyipitkan mata melihat sosok disampingku, oh Kyungsoo.

“Ya, ya aku baik – baik saja.” Jawabku pura – pura tidak merasakan apa – apa.

Kyungsoo tersenyum. “Ayo segera masuk, acaranya akan segera dimulai.”

Aku mengangguk, mengikuti langkah Kyungsoo memasuki Aula. Orang – orang yang datang cukup banyak karena sebagian besar kursi telah terisi, mungkin hanya perwakilan dari beberapa tim. Aku tersenyum dan membungkuk pada orang – orang yang kulewati.

Disana—Hyemi melambaikan tangan, di barisan tengah kursi. Disana duduk berurutan Baekhyun, Chanyeol, Sehun, dan Hyemi. Dua kursi kosong di samping Hyemi—untukku dan Kyungsoo. Kyungsoo mengambil duduk disamping Hyemi sehingga aku terpilih sebagai penghuni kursi paling ujung, di sebelahku adalah jalan yang dilapisi karpet berwarna merah yang elegan, ya acara ini sedikit mirip acara awards yang diadakan berbagai stasiun televisi. Jarak sekitar 2 meter di seberangku adalah tim – tim dram musikal yang menjadi pesaing kami. Jarak aku dan Baekhyun sangat jauh, layaknya aku di belahan bumi utara dan Baekhyun di bagian selatan. Sedikit berlebihan, tapi beginilah kondisi orang yang sedang mengalami lovesick, sering berbicara berlebihan dalam mengibaratkan sesuatu.

 

Benarkah? Atau aku saja?

 

“Apa sutradara Kim tidak datang?” Tanyaku pada Kyungsoo.

“Aku tidak tahu.” Kyungsoo menggeleng.

Aku tidak melanjutkan pertanyaan, mungkin memang tidak datang, sosok sutradara Kim yang sedikit menyeramkan itu tak kulihat sedari tadi. Acaranya akan segera dimulai, beberapa petugas sedang mengecek soundnya diatas panggung. Ada sebuah piano di atas panggung, sedikit mencuri perhatianku lalu aku bertanya lagi pada Kyungsoo, “Bukankah ini hanya acara pengumuman saja? Untuk apa ada piano disana?”

“Hm?” Kyungsoo tak mendengar pertanyaanku karena suasana disini mulai berisik dengan cicitan orang – orang yang mengobrol dan tertawa ringan.

“Itu, untuk apa piano itu?” Tunjukku pada piano diatas panggung.

“Ah, itu katanya di acara pembuka Jonghyun sunbae akan menyanyi.” Jawab Kyungsoo. Aku mengangguk mengerti, sunbae yang satu itu memang memiliki suara emas.

“Kapan acaranya akan dimulai?” Tanyaku lagi.

“Sebentar lagi, Min Gi kenapa kau banyak bertanya sekali hari ini.” Protes Kyungsoo sambil memutar bola matanya.

“Eh, Kyungsoo aku hanya bertanya sedikit. Kenapa kau sangat pelit berbicara hari ini huh?”

“Kau bertanya lagi kan..” Sial, kenapa hari ini Kyungsoo juga menyebalkan. Aku benci hari ini.

 

Lampu di kursi penonton meredup. Beberapa lampu menyorot ke panggung memperlihatkan pembawa acara yang sedang membuka acara, Minah dan Jongdae ada disana. Acara dibuka dengan tepuk tangan yang meriah dari sekian banyak orang yang hadir, aku juga ikut serta karena terbawa Kyungsoo yang antusias di sebelahku. Acara dilanjutkan dengan lantunan suara merdu dari Jonghyun sunbae lalu sambutan dari beberapa penyelenggara acara, aku sendiri tidak mengenalnya, menurutku ini bukan bagian penting dari acara ini jadi tidak salah jika aku tidak memerhatikannya.

Beberapa menit berlalu kini tiba disaat yang paling dinanti – nantikan setiap orang yang datang. Pengumuman pemenang tim penampil terbaik drama musikal. Kyungsoo komat – kamit berdoa disampingku, aku juga berdoa di dalam hati. Minah dan Jongdae bertukar pandang dan tersenyum, lalu menyebutkan nama tim drama musikalku. Aku benar – benar tidak bermimpi kan? Jantungku rasanya akan meloncat sekarang juga. Lampu sorot menyorot posisi kami, kami saling berbagi pelukan kemenangan, aku dan Kyungsoo, Hyemi dan Sehun, Baekhyun dan Chanyeol. Oh, Baekhyun terlihat sangat bahagia disana. Syukurlah, aku bahagia melihatnya tersenyum seperti itu. Minah dan Jongdae memanggil Baekhyun ke atas panggung untuk memberikan pidato kemenangan.

Baekhyun merapikan kemejanya melangkah pasti menuju panggung. Ia berdiri disana diantara Jongdae dan Minah memegang mikrofon siap memberikan sambutannya. Chanyeol, Hyemi dan Sehun bersahutan berteriak memberi dukungan, Baekhyun melihat kearah mereka dan tersenyum.

“Uhm, terimakasih” Ia berdeham, “Ini sangat luar biasa aku tidak percaya jika timku yang akan memenangkan kompetisi ini karena tim yang lain juga memberikan penampilan yang sangat baik.” Ruangan ini riuh dengan sahutan, siulan dan tepuk tangan, Baekhyun tersenyum segi empat, ia tampak sangat bahagia, “Terimakasih banyak bagi semua pihak yang telah mendukung, dan tentu saja orang – orang yang selalu ada disampingku untuk mendukungku—Chanyeol, Sehun, Hyemi, dan Kyungsoo. Terimakasih.” Baekhyun berulang kali membungkuk dan memberikan mikrofon kembali pada Minah, lalu kembali menuju kursinya.

 

Chanyeol, Sehun, Hyemi, dan Kyungsoo?

 

Yang benar saja dia tidak menyebut namaku, tidak ada Min Gi, Park Min Gi.

 

TIDAK ADA.

 

Apa dia tidak melihat aku juga ada disini? Apa dia hilang ingatan? Siapa yang berperan menjadi Cinderella dan berlatih keras meskipun dengan Jongin—Jongin yang sangat dingin dan menyebalkan. Yang berlatih hingga tengah malam, mengorbankan waktu untuk merampungkan skripsi demi usaha untuk memberikan penampilan yang terbaik. Baekhyun kau pikir aku sudah tidak ada di dunia ini?

 

Tanpa terasa bulir – bulir air mata itu jatuh. Rasanya sakit sekali, Baekhyun bahkan sudah tak menganggap keberadaanku. Sebesar apakah kesalahanku? Mengapa Baekhyun sangat membenciku?

 

Aku bangkit dari kursiku, mengelap sisa – sisa air mata yang masih basah di pipi. Aku ingin pergi dari sini sekarang juga. Kyungsoo menahanku, ia segera menarik pergelangan tanganku, “Ada apa? Kau mau kemana?” Tanya Kyungsoo.

 

Haruskah aku menjawab pertanyaanmu Kyungsoo?

 

Aku melepaskan kasar genggaman Kyungsoo dan berjalan melewati karpet merah disampingku—karpet merah sialan yang juga digunakan sebagai alas saat Baekhyun menuju panggung tadi. Aku terus menggerutu sepanjang langkah. Beberapa langkah sebelum mencapai barisan kursi terdepan tepat sebelum tangga menuju panggung, tiba – tiba ruangan menjadi gelap gulita. Aku terkejut, beberapa orang mulai menjerit. Aku membeku di tempatku, aku tidak ingat dimana letak pintu keluar dan aku juga lupa posisiku sekarang.

 

Kesialan seperti apa lagi ini?

 

Lalu tiba – tiba suara jeritan itu lenyap. Ruangan ini menjadi sangat sepi, sepi sekali tidak ada suara apapun selain deru nafasku yang tidak beraturan. Kemana orang – orang? Rasa takut mulai menjalari seluruh tubuhku, Apakah ini merupakan pembunuhan berencana? Jangan – jangan kita semua akan dibakar hidup – hidup disini—aku mulai khawatir.

 

Aku melangkah dan merentangkan tangan berharap akan ada sesuatu yang dapat kujadikan pegangan. Seseorang menggenggam tanganku yang dingin dan berkeringat, aku tidak tahu siapa ini tapi tangannya kecil dan hangat, wangi parfumnya juga tak asing bagiku. “Hyemi?”

 

Ia tak menjawab menarikku mundur beberpa langkah. Bagaimana jika dia adalah penjahat itu? Apa yang harus aku lakukan? Aku semakin takut.

 

Kulepaskan genggamannya lebih kasar dari yang aku lakukan pada Kyungsoo tadi, “Lepaskan!” Teriakku.

 

Ia melepau dan pergi mejauh—kurasa, karena aku juga tak dapat melihatnya. Lalu perlahan satu – persatu lampu mulai menyala, meskipun cahaya redup tak seterang saat acara tadi. Tapi apa ini? Ruangannya tampak kosong, kursi itu tidak diisi siapa – siapa, kemana mereka pergi?

 

Tap – tap – tap.

 

Terdengar langkah seseorang menuju arahku dari belakang, lalu suara jentikan jari. Setelah itu pemutar musik dihidupkan suaranya mengalun melalui speaker, memainkan sebuah musik ballet. Orang – orang itu mulai muncul dari sudut ruangan yang masih gelap, memaki sebuah topeng mengkilap warna – warni yang menutupi matanya, lalu mereka menari sesuai irama dan ketukan musik ballet yang mengalun. Oh, aku seperti ada dalam sebuah drama musikal, aku merasa terkejut dan aneh, Ada apa ini?

 

Mulutku masih menganga saat salah satu penari dari belakang menggandengku menuju tengah—dekat tangga menuju panggung. Satu dari mereka berlutut di hadapanku memberikan sebuah kertas dan kertas itu tidak kosong.

 

  1. Park Min Gi, bagaimana kabarmu?

 

Aku mengangkat alis, apa – apaan ini! Siapa yang membuat semua ini?

Orang berikutnya datang membawa kertas kedua. Musik tetap mengalun, mereka berhenti menari dan diam seperti patung saat aku mulai membaca setiap kata yang tertulis di setiap kertas.

 

  1. Kau takut gelap?

 

Aku sama sekali tidak takut gelap, aku bahkan tidur dengan lampu yang dimatikan. Tapi kondisi ini berbeda karena aku berada di tempat yang tidak familiar denganku, aku hanya takut sesuatu yang buruk akan terjadi. Bukan tidak mungkin kan akan ada pembunuh? Atau semua pikiran itu karena aku terlalu banyak menonton film Thriller dan membaca cerita detektif? Ah entahlah..

Selanjutnya penari perempuan yang datang menghampiriku untuk memberikan kertas ketiga.

 

  1. Hey bodoh jangan berpikiran tidak – tidak, aku tidak akan membunuhmu.

 

Ah, tampaknya orang ini cukup pintar bahkan dapat membaca pikiranku. Selanjutnya para penari bergantian memberiku kertas selanjutnya.

 

  1. Jangan takut.

 

Aku tidak takut lagi sekarang, ada beberapa orang yang menari disini aku tidak sendiri lagi. Dasar bodoh!

 

  1. Aku mencoba membuat hal yang kau sukai dalam kegelapan.

 

Kau sok tahu sekali, memangnya apa yang aku suka?

 

  1. Bukankah kau suka melihat bintang? Kunang – kunang? Atau mungkin Peri Cahaya dari negeri dongeng?

 

Ah, dia benar – benar mengetahuinya. Stalker huh?

 

Lampu kembali mati,  jantungku benar – benar hampir copot sekarang. Orang ini, apa yang dia inginkan? Siapa dia?

 

Musik berhenti sejenak, lalu kembali mengalun, kali ini iramanya lebih lembut dan menyejukan hati. Kunang – kunang itu muncul, cahayanya berwarna putih jumlahnya cukup banyak tapi tidak menyilaukan mereka terbang dari setiap sudut ruangan lalu saling beterbangan menyilang secara teratur diatasku. Setelah menari – nari diatas saman kunang – kunang itu kembali ke tempatnya dan tentu saja berhasil memukau pengelihatanku. Sekarang giliran para peri bercahaya yang datang mengelilingiku, cahayanya juga berwarna putih, mereka menari ballet disekelilingku. Ini benar – benar seperti dalam mimpi, seperti dalam dongeng peri Disney. Mereka bercahaya, benar – benar  indah aku bersumpah tidak pernah melihatnya dimanapun, di dalam mimpipun tidak pernah, sampai – sampai aku tidak mau berkedip meskipun satu kali agar tidak kehilangan pemandangannya. Peri – peri  bercahaya itu adalah manusia—tentu saja aku mengetahuinya, mereka menggunakan kostum dan sayap berlampu, seperti pada adegan flashmob di museum dalam film Step Up 3D Revolution—film kesukaanku.

Lupakan sejenak tentang Step Up 3D Revolution karena peri – peri ini jauh lebih cantik dari penari ballet yang ada dalam film itu. Kemudian, dua orang peri mendekatiku dan menggenggam tanganku, masing - masing di bagian kiri dan kanan. Menuntunku menaiki tangga panggung. Aku sampai diatas panggung,  peri – peri itu kemudian terbang—ya seperti terbang, kembali ke tempatnya, sayang sekali sebenarnya aku masih ingin melihatnya.  Sekarang satu persatu bintang muncul tepat diatasku, di atap panggung—demi Tuhan ini sangat indah, seperti memandang luasnya angkasa raya dari sebuah bukit di malam hari. Bintang – bintang itu kerlap – kerlip seolah memberiku sebuah kedipan. Lalu, terdengar suara dentingan piano setelah musik berhenti berputasr, memainkan lagu kesukaanku—Into Your World. Jumlah bintang yang bersinar semakin banyak, memberi cahaya yang cukup sehingga aku bisa melihat sosok dibalik piano itu.

 

Baekhyun.

 

Kuulangi sekali lagi itu BAEKHYUN, BYUN BAEKHYUN.

 

Ia tersenyum sambil terus memainkan piano. Baekhyun adalah orang yang mengetahui segala hal yang kusukai termasuk kunang – kunang, peri bercahaya dan bintang – bintang itu.

Mengapa aku tak menyadarinya sejak awal? Bodoh! Pekikku pada diri sendiri.

Baekhyun membuat semuanya begitu nyata. Setiap alunan nada yang ia ciptakan melalui bilah piano itu menggema seisi ruangan, aku tidak tahu bagaimana aku menjelaskan betapa senangnya aku sekarang. Tuhan, aku ingin waktu berhenti saat ini juga—dan tetap seperti ini selamanya, aku tidak ingin sesuatu yang tidak aku inginkan terjadi setelah ini.

 

Permainannya selsesai, Baekhyun menatapku sekilas, lalu melangkahkan kakinya kearahku. Ia masih dengan pakaiannya yang tadi kemeja tipis berwarna putih yang membentuk tubuh bagian atasnya dengan sempurna, selain itu bagian tangan yang dilinting sampai dengan sikut. Aku tidak ingat jelas seperti apa rupanya tadi, tapi yang kulihat sekarang rambutnya sedikit berantakan seperti tertiup angin, di dalam ruangan ini tidak ada angin sebesar itu bukan?

Ia berhenti, dua langkah sebelum mencapai posisiku. Ia mencoba merapikan rambutnya, tapi apadaya ia semakin merusaknya, andai ia tahu meskipun dengan rambut seperti itu di masih menjadi pria paling tampan kedua di dunia ini setelah ayahku, menurutku.

 

“Baek..” Sapaku dengan nada lemah.

 

Ia tersenyum lalu menunduk sambil menggosok sebelah matanya. Baekhyun tidak mungkin kelilipan kan? Kita ada dalam ruangan tertutup bukan?

 

“Baekhyun..” Panggilku sekali lagi.

 

Baekhyun mengangkat wajahnya, “Hai.” Sapaan dengan nada ramah itu sedikit terdengar asing di telingaku mengingat hampir satu minggu aku kehilangan itu.

 

“Apa kau yang membuat semua ini Baek?” Tanyaku tanpa meninggalkan pandangan pada Baekhyun.

 

Baekhyun menggigit bagian bibir bawahnya dan mengangguk. “Apa kau menyukainya?” Tanyanya lanjut.

 

Aku ingin berteriak sekeras – kerasnya agar seluruh dunia tahu jika aku baru saja menyaksikan sesuatu yang sangat indah melebihi keajaiban dunia sekelas Menara Eiffel. Tapi yang keluar dari mulutku hanya.. “Aku menyukainya, terimakasih Baek.” Kataku sambil tersenyum malu – malu.

 

“Ada beberapa hal yang harus kau tahu.” Baekhyun mengambil nafas. Ia tampak sedikit gugup, aku pun begitu, kertas yang tadi di berikan para penari itu mungkin sekarang hampir hancur karena kujadikan pegangan yang terlampau erat. belum lagi terkena gesekan kuku-ku dan keringat dari telapak tanganku. Berlebihan? Memang.

 

“Oh- Uhm- tentu- ” Aku membuka mulutku ragu – ragu takut mengeluarkan kata – kata yang salah lagi.

 

“Kau tahu mengapa aku senang mengganggu dan mengejekmu?” Baekhyun memotong. Ia tersenyum lagi, kali ini lebih lebar mungkin melihat kegugupanku yang tidak dapat disembunyikan lagi.

 

Aku tak menjawab hanya menggeleng dan mencoba menghindari tatapannya—aku akan kehabisan nafas jika memandangnya terus menerus.

 

“Karena aku ingin berbicara banyak denganmu, lebih banyak dan lebih banyak lagi meskipun hanya sebuah lelucon atau pikiran gila sekalipun, aku senang mendengar suaramu.. tawamu..” Jelas Baekhyun. Aku spontan mengangkat kepalaku dan lurus menatapnya.  “Aku sangat peduli apapun tentang dirimu, bersamamu dalam keadaan apapun selalu membuatku bahagia. Aku tidak dapat menolak jika akhirnya perasaan itu muncul, dan aku sangat ingin menjadi kekasihmu saat itu juga, tapi aku takut.”  Baekhyun mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Ia kembali melanjutkan kata – katanya setelah mengambil nafas dalam – dalam,  “Aku takut kau tak mempunyai perasaan yang sama dan akhirnya membuat suasana yang buruk diantara kita, aku memang pengecut.” Ia membawa pandangannya pada ujung sepatu, sambil mendesah penuh kekecewaan.

 

Aku maju selangkah mendekatinya, meletakan satu tanganku di pundaknya, “Baek, kau bukan pengecut, percayalah.”

 

Baekhyun meraih tanganku yang masih menyampir di pundakknya, lalu menggenggamnya erat. “Sejujurnya, kau tidak terlalu cantik. Kau juga tidak terlalu menyolok. Pakaian yang kau kenakan tidak terlalu spesial. Dan  kadang – kadang rambutmu sedikit berantakan akibat kebiasaan burukmu bangun terlambat. Tapi,  setiap aku melihatmu...” Tuturnya, “Aku—ada gemuruh didalam dadaku dan mulutku mendadak kering seperti padang pasir.”

Apa? Sejak kapan Baekhyun menjadi cheesy-greasy seperti ini?

Ini adalah pertama kalinya Baekhyun mengatakan sesuatu yang cheesy padaku dan aku yakin ini bukanlah salah satu dari sejuta candaannya. Ia benar – benar serius, entah siapa yang membantu Baekhyun menyusun semua kata – kata itu, Chanyeol? Tidak mungkin, mungkin saja Sehun yang sudah berpengalaman. Meskipun semua itu terdengar cheesy, aku sangat menyukainya, jika boleh aku akan meminta Baekhyun mengulangnya hingga ratusan kali.

 

“Aku rasa aku sudah tumbuh besar meskipun tak sepenuhnya dewasa. Aku mencintaimu bukan karena kau cantik—sudah ku katakan kau tidak terlalu cantik,” Baekhyun sedikit tertawa. “Aku mencintai segala tentang dirimu, apapun itu.” Baekhyun sedikit mengeratkan genggamannya.

 

“Dan—bisakah  kau mencintaiku seperti aku mencintaimu?”

 

Aku benar – benar tidak bermimpi, karena aku ingat bagaimana sakitnya kepalaku saat Chanyeol memukulnya tadi siang. Apa yang kurasakan tidak dapat diungkapkan dalam bentuk kata – kata, tanpa kuketahui tetesan air mata itu jatuh ke lantai panggung—tentu saja milikku. Ini adalah ungkapan cinta terbaik dalam hidupku. Tanpa pikir panjang aku segera membawa Baekhyun dalam pelukanku, aku memeluknya erat takut jika Baekhyun akan meninggalkanku lagi, aku tidak ingin itu terjadi lagi, tidak akan pernah.

 

Sahabat adalah seseorang yang selalu ada untukmu, bahkan tanpa diminta. Aku dapat menemukan kebahagiaan dengan cara yang sederhana bersama Baekhyun, aku buta untuk dapat melihat begitu sempurnanya dia untukku. Layaknya punggung tangan sebagai mana dapat merasakan apapun yang ada—hangat, dingin, panas, tetapi tidak pernah bisa tahu seperti apa bentuknya, aku dapat merasakan perasaan bahagia, sedih, takut kehilangan, rindu tapi aku tidak tahu jika itu adalah bentuk dari cinta.

 

Baekhyun selalu ada bersamaku, dibelakang maupun disampingku. Dan tibalah suatu saat dimana semua yang kupikirkan di pertanyakan. “Bisakah  kau mencintaiku seperti aku mencintaimu?”

 

Aku ingin bersamanya selamanya,  sebagai sahabat, sebagai teman hidup, sebagai apapun itu yang dapat membawa kami kedalam kebahagiaan sepajang masa.

 

“Aku mencintaimu Baek, jangan tinggalkan aku lagi.”

 

Baekhyun memelukku erat. Terimakasih Tuhan, kali ini aku masih memeluknya, ia tak pergi kemanapun lagi.

 

“Yeeeeaaaaaaaaaaaaah!!!!” Suara Baekhyun hampir merusak gendang telingaku.

 

Aku melepaskan pelukanku, menatap Baekhyun dalam – dalam. Dia sangat bahagia, bisa kulihat dari matanya yang bersinar layaknya mentari pagi dan senyumnya berkembang seperti bunga di musim semi.

 

“Sudah jangan menangis lagi. ” Baekhyun menghapus sisa air mataku di ujung mataku.

“Kau jahat Baek!” Protesku sambil memukul pelan kepalanya. Ini semua pasti rencananya sengaja membuatku marah dan keluar dari ruangan ini, lalu lampu yang mati dan semua kejutan manis tadi, sebenarnya aku tidak sampai hati mengatakannya, hanya untuk mengujinya saja.

“Aku hanya ingin memberimu kejutan, dan hey! Berhenti memukulku! Sekarang aku kekasihmu Min Gi. ” Benar mulai hari ini aku dan Byun Baekhyun telah menjadi pasangan kekasih. Ya Tuhan bagaimana caranya aku bersyukur padamu.

 

“Yeaaaaaaaaaaahhhhh!!!” Kali ini bukan Baekhyun yang berteriak karena suaranya terlalu berat, tentu saja pemilik suara itu adalah Chanyeol.

Orang – orang yang tadi hadir di ruangan ini mulai berdatangan seiring lampu yang kembali berfungsi, bertepuk tangan sambil bersahutan memberi selamat pada Baekhyun. Baekhyun memang hebat dapat membuat sekian banyak orang ini untuk bekerja sama dengannya, aku bangga padamu Baekhyun.

“Min Gi, kau ingat janjimu bukan?” Teriak Chanyeol dari barisan kursi paling depan.  Sial dia menjebakku dengan kesepakatan tadi siang.

 

“Kau pikir aku harus berteriak jika aku menyukai seorang Byun Baekhyun di depan orang – orang di Universitas, saat di acara nanti? Oh kau gila Chanyeol!”

“Tidak! Kecuali jika ia yang lebih dulu menyatakan perasaannya padaku, aku masih punya harga diri Chanyeol!”

“Ah, benarkah?”

 

Dasar Park Chanyeol, aku tidak bisa menghitung jumlah orang yang hadir disini dengan jari karena orang – orang baru mulai masuk kesini setelah Sehun dengan senang hati membukakan pintu seolah – olah aku dan Baekhyun sedang dalam pementasan sebuah drama. Baekhyun menatapku heran, “Ada apa? Ayo kita turun dari sini.” Baekhyun menarikku menuruni panggung.

 

“Malaikat telah menulis kata – kata mu Min Gi, ingat itu..” Chanyeol meremehkan sambil duduk tumpang kaki di kursi paling depan. Ah, mengapa ada orang seperti Chanyeol di dunia ini.

“Tunggu.” Aku menghentikan Baekhyun.

“Ada ap-”

“BYUN BAEKHYUN AKU MENYUKAIMU, AKU SANGAT MENYUKAIMU, AKU MENCINTAIMU BAEKHYUN!” Aku berteriak sekeras – kerasnya, seperti teriakan seseorang yang menemukan pencuri didalam rumah. Nafasku sedikit terengah – engah setelah aku berteriak. Tunggu, aku kelebihan kata – kata, janjiku kan hanya sampai ‘Aku menyukai Baekhyun’ kata – kata lanjutanya itu dengan otomatis meluncur dari mulutku.

Sebagian orang di dalam ruang bersiul dan bertepuk tangan, dan sebagian BANYAK menutup mulutnya menahan tawa, dan tawa paling keras adalah milik Park Freaking Chanyeol. Apapun yang orang – orang pikirkan tentangku aku tidak peduli, aku sudah memenuhi janjiku pada Chanyeol dan membuat Byun Baekhyun yang berdiri di hadapanku tertawa bahagia, aku tahu ia pasti menganggap aku konyol dan gila karena..

Dia menariku secepat kilat dan menciumku di depan ratusan pasang mata, ini lebih gila. Meskipun berlangsung tidak lebih dari 5 detik, tetapi sukses membuat wajahku memerah semerah baju Santa Claus. “Kau sudah mengatakannya tadi, kau sengaja mengatakannya lagi? Kau berhasil memancingku.” Bisik Baekhyun di daun telingaku.

Park Chanyeol, kau harus bertanggung jawab untuk semua ini.

 

***

 

Setelah peristiwa spektakuler tadi sore, sekarang aku dan Baekhyun berbaring bersebelahan di atas diatas karpet bulu domba favoritku, ya apartemenku sudah tidak menyebalkan lagi. Kali ini aku biarkan Baekhyun menonton Running Man dan aku ketinggalan episode drama favoritku. Sebelum kami sampai disini, kami makan malam bersama Chanyeol, Sehun, Hyemi dan Kyungsoo di sebuah cafe, mereka ikut bahagia atas hubunganku dan Baekhyun kecuali Chanyeol, ia tidak henti – hentinya menggerutu jika ia juga ingin mempunyai seorang kekasih, kuralat Chanyeol bukan tidak ikut bahagia tapi ia akan lebih bahagia jika ia juga mempunyai seorang kekasih.

Hari ini Baekhyun tidak membawa mobil mentereng maupun sepeda motor moto GPnya, karena semua itu telah diambil alih oleh Ayahnya kembali. Saat makan malam, Baekhyun mengungkapkan jika ayahnya marah karena Baekhyun tidak mau menjadi salah satu pionir di perusahaanya dan lebih memilih meraih mimpinya menjadi seorang komposer. Aku mendukungnya apapun mimpinya, tapi hubungan orang tua dengan anaknya bagaimana pun tidak boleh menjadi buruk, anggukan Baekhyun berarti iya saat aku mengutarakan saranku agar menemui ayahnya dan berbicara sebaik mungkin padanya. Jadi, Baekhyun menjadi seorang yang penurut sekarang? Syukurlah.

Musim dingin segera berakhir, tumpukan es di pinggir jalan dan diatas pohon sedikit demi sedikit mulai habis di makan oleh suhu Seoul yang mulai naik. Kami jalan dari pertigaan setelah Sehun menurunkan kami dari mobilnya. Kami berjalan berdampingan dengan jarak yang membuat bahu saling beradu, jemari kami akhirnya bertautan sepanjang jalan. Jalanan ini bukanlah milik kami, beberapa orang memandang kami yang menempel satu sama lain seperti dipasang perekat di masing – masing lengan, disana ada pasangan paruh baya yang tersenyum renyuh sepertinya adegan kami mengingatkan masa lalu mereka, ada juga tatapan iri dari pemuda yang keluar sendirian dari minimarket—yang ini sepertinya sedang merindukan kekasihnya dan ada juga gadis yang memutar bola matanya, mungkin cemburu karena Baekhyun yang sedang menempel padaku ini sangat tampan.

“Kemarilah..” Kata Baekhyun di sebelahku.

“Aku masih disampingmu bodoh!” Kebiasaan lama berbicara seperti itu pada Baekhyun memang tidak bisa di hilangkan.

Baekhyun menepuk lengannya yang direntangkan, dengan senang hati menawarkan lengan itu sebagai bantal. Aku beringsut mendekat padanya dan meletakan kepalaku di lengannya, dari jarak sedekat ini aroma parfum mint milik Baekhyun berkoar di hidungku dan itu sangat nyaman.

“Kita akan segera lulus bukan? Upacara kelulusan kita tinggal beberapa hari lagi.” Kata Baekhyun sambil mengelus rambutku dengan jari – jari indahnya.

“Hmm.” Gumamku menutup mata merasakan nafas Baekhyun yang mengalir di dahiku.

“Jika aku bukan Byun Baekhyun anak dari seorang pengusaha sukses dan aku hanya Byun Baekhyun mahasiwa biasa yang bekerja sampingan menyanyi di cafe, apa kau masih mau menjadi kekasihku?” Tanya Baekhyun dengan suara yang sedikit bergetar.

“Baek, aku tidak mencintaimu karena kau anak orang kaya, sepertimu yang bilang kau tidak mencintaiku karena aku cantik,”Aku berdeham, “Salah, tidak terlalu cantik.” Baekhyun tertawa dan bahunya bergetar.

“Apa kau berencana tidak ingin meperbaiki hubunganmu dengan ayahmu?” Tanyaku khawatir.

“Bukan begitu, suatu hari aku ingin hidup dengan uangku sendiri tanpa campur tangan ayah.” Aku tidak tahu berapa banyak buku tentang motivasi kehidupan yang ia baca selama kami tidak bertemu, tapi Baekhyun banyak berubah sekarang atau tunggu beberapa hari kedepan apa ia akan kembali gila seperti sebelumnya.

“Oh, jadi-”

“Aku tahu dari Kyungsoo dan Chanyeol kau akan menjadi apapun yang ayahmu inginkan.” Potong Baekhyun. Baiklah, jadi Baekhyun sedang membicarakan masa depan.

“Iya benar.” Jawabku singkat.

“Bagaimana jika ia menginginkanmu menjadi seorang ahli astronomi-”

“Kau sedang mengejekku huh?” Ini pasti tentang Junmyun, tentang teleskop dan bintang – bintang itu. Tidak usah menunggu beberapa hari, dalam beberapa menit Byun Baekhyun telah kembali menjadi Byun Baekhyun.

Baekhyun tidak menjawab, ia tertawa puas. Aku tidak ingin mengeluarkan kata apapun dari mulutku sebelum kami benar - benar merusak momen ini karena mengejek satu sama lain. Karena tidak ada satupun ide yang muncul tentang apa yang harus aku lakukan sekarang, aku  membuat bentuk lingkaran, segitiga, kotak, dan nama Baekhyun dengan telunjukku di dada Baekhyun.

“Apa kau berniat membuka kancing – kancing kemejaku hm?” Kata Baekhyun dengan nada bicara yang menggoda.

Telunjukku berhenti bergerak, apa dia sedang mengejekku lagi? Atau mengujiku?

“Demi Tuhan Baek-”

Baekhyun menutup mulutku dengan tangannya, aku mendongkak menatap wajah Baekhyun dan ia malah memberiku sengiran nakal, “Aku yakin kita belum siap untuk melakukan itu.”

Byun Baekhyun apa yang sedang kau bicarakan???? Itu????  

Ingatkan aku lagi siapa yang duluan memberikan pertanyaan yang mengundang? Siapa yang berpikiran kemejanya ingin dilepas?

“Aku lelah ingin tidur.” Kata Baekhyun sedikit menggerakan tubuhnya menyamankan posisi.

“Oh, tunggu aku akan mengambilkan selimut-”

“Tidak usah, sudah ada yang bisa menghangatkanku disini.” Baekhyun mematikan televisi dan lampu diatas nakas. Lalu melingkarkan tangannya di tubuhku. “Selamat tidur.” Bisiknya.

Aku terjebak dalam pelukan Baekhyun, sebenarnya aku bisa saja menolak dan meninggalkannya sendiri disini, tapi..

Padahal dari pada berpelukan diatas karpet seperti ini, akan lebih nyaman jika tidur diatas tempat tidur, di kamarku juga tidak apa –apa..

APAAAAAAA???????

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
autumndoor
Editing is going on. Sorry :(

Comments

You must be logged in to comment
baekness58 #1
Chapter 15: waw.. mengharukan banget. cara ngelamarnya baekhyun dann ternyata anaknya pun ikut2an juga.
tentang percakapan minhyuk dan baekhyun, aku terharu dengernya
bener2 aku pengen nangis bahagia
apalagi yang minhyuk minta dikasih liat peri cahaya sama kata2 terakhir
itu bener2 kena banget di hati /? itu juga kalimat yang bener2 pas buat nutup cerita ini. keep writingg!!
gogigirl #2
Chapter 15: Ceritanya bagus.. Suka
baekness58 #3
Chapter 14: ini bener2 chapter yang aku suka banget.. baekhyun sweet bener dah. trus yang baekhyun nyium min gi itu seneng nya ga main beneran dah. seneng banget mereka uda balik. min gi juga uda bebas dri keterpurukannya itu. yaampun kalimat terakhir bener2 dah. sekarang yang pikirannya bermasalah baekhyun atau min gi ni hahhahahhahha
carikan pasangan buat chanyeol oke.
ggamjjongin
#4
Chapter 14: ini lucuuuu >< sweet bgt sih mereka berdua. heueueueueu
baekness58 #5
Chapter 13: Aduh aku penasaran banget
Cepet next chapter yaaa
jesikamareta10 #6
Chapter 13: aku menunggu kelanjutannya, penasaran deh min gi bisa ngomong gak ke baekhyun
jesikamareta10 #7
Chapter 12: baeki kok kabur gitu aja sih, kan jadi gtw perasaan min gi gimana
xhxrat_ #8
Chapter 13: Next chapt thor~~
kyungie12_ #9
Chapter 12: mudah mudahan min gi bisa sama baekhyun endingnya amin
cepat lanjutkan ya thor
hwaiting
ggamjjongin
#10
huft.... luhan.... huft...