15 - Forever

Unfathomable Friends

FOREVER 

Font Berwarna Abu dan bercetak miring :  Flashback

Esoknya aku dibangunkan dengan sinar matahari yang menusuk mata, lupa menutup jendela semalam, membuat sinar matahari langsung menembus kedalam apartemen. Aku meminimalisir pergerakan takut membangunkan Baekhyun, tangannya yang semula melingkar di pinggangku aku letakan di samping dadanya. Badanku pegal dan kaku karena tidur diatas karpet semalaman, bukan masalah, karena beberapa menit kemudian  aku akan mempunyai teman yang merasakan pegal dan kaku juga disekujur tubuhnya belum lagi lengannya yang kujadikan bantal.

Aku menuju kamar mandi sekedar untuk membasuh muka dan menyikat gigi, pintunya tak perlu kututup, sejak kapan aku mandi pagi – pagi di hari libur? Pemanas airpun belum kunyalakan, sedikit sedih memang karena pemanas airku tidak bekerja otomatis. Aku menyikat gigi sambil bercermin, sepertinya Baekhyun memang benar aku tidak terlalu cantik lihat saja kantung mataku hampir mirip dengan kepunyaan Tao. Aku juga tidak menarik, tubuhku kurus kering seperti orang miskin di film – film. Dan dia sangat benar tentang rambutku yang berantakan di pagi hari, rupanya dia juga memperhatikanku, aku tersenyum sambil terus menyikat gigi. Terlalu asik dengan pikiranku, sampai – sampai pasta gigi yang kupegang jatuh ke bawah wastafel, aku berjongkok untuk mengambilnya.

Saat aku kembali berdiri dan menatap cermin..

“Aaaaaaaaaaaaaaaaa!” Teriaku dengan mulut yang masih di penuhi busa dari pasta gigi.

“Hey, ini aku, Baekhyun.” Katanya masih dengan suara serak, matanya memicing menatapku dari cermin.

“Kau mengagetkanku Baek!” Aku segera membasuh mulutku dengan air dari keran. Serius, aku sangat terkejut, bagaimana tidak tiba – tiba melihat ada bayangan lain di dalam cermin, rambutnya berantakan, bajunya berwarna putih dan wajahnya pucat pasi, aku pikir itu zombie yang teleport dari Amerika.

“Aku mau sikat gigi baru dan baju ganti.” Katanya sambil menutup keran air yang lupa tak kumatikan.

Aku mengambil sikat gigi baru dalam lemari handuk di belakangku dan memberikannya pada Baekhyun. “Pemanas airnya belum aku nyalakan, mandinya ditunda dulu saja.”

Baekhyun mengangguk mengerti, sembari Baekhyun menyikat gigi, aku membasuh muka dengan air keran, kami bertukar pandang melalui cermin dihadapan kami, lantas tertawa tanpa alasan yang jelas. Aku memerhatikan cara Baekhyun menyikat giginya, dan dia melewatkan satu bagian, “Baek bagian dalamnya belum kau bersihkan.” Kataku sambil berkacak pinggang disampingnya.

Baekhyun mengerutkan alis dan membersihkan bagian dalam giginya. Baekhyun selesai menyikat gigi, lalu membasuh wajahnya dengan air, aku masih di tempatku memandangi kegiatan Baekhyun.

“Apa yang kau lakukan disitu?” Baekhyun menoleh padaku, “Membuat sarapan terdengar lebih berguna dari pada memandangiku seperti itu.”  Katanya sambil meraba setiap inci wajahnya memastikan tidak ada jerawat tumbuh disana.

“Aku akan mengecek lemari es.” Kataku sambil melengos keluar kamar mandi meninggalkan Baekhyun sendirian disana.

Ada telur, daging cincang, dan sosis—sarapan omelet tidak terlalu buruk rasanya. Sepuluh menit berlalu, omelet dan dua gelas susu coklat telah tersaji di meja makan.

“Baek, sarapannya sudah siap.” Panggilku dari dapur.

Suara Baekhyun menarik kursi terdengar dari belakang sana. Tanpa perlu penawaran, dia segera melahap omelet buatanku. Aku duduk di samping Baekhyun, sarapan dengan durasi yang lebih lama  dari Baekhyun.

“Baek, sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan..” Kataku sambil memainkan omeletku dengan garpu.

“Apa?”  Tanya Baekhyun. Ia menopang wajahnya dengan satu tangan, menatapku dengan tatapan penuh.

“Kapan kita berangkat ke New York?”

Tiba – tiba Baekhyun tersedak, lalu batuk – batuk seperti tersedak kacang goreng padahal dia sudah menyelesaikan sarapannya.

“Begini, Min Gi sebenarnya..” Baekhyun mengetukan jarinya di meja makan, dan aku sama sekali tidak membiarkan mataku lepas dari wajahnya, “Acara kemarin itu sepenuhnya skenarioku, jadi kita belum tahu kita benar – benar memenangkan kompetisi itu atau tidak.” Jelasnya sambil tertawa ringan.

Aku mendesah sedikit kecewa dengan penjelasannya. Sebenarnya aku sudah menyangka jika hal itu merupakan bagian dari skenarionya, hanya penasaran saja, jadi kutanyakan. Setelah itu Baekhyun mencerocos bagaimana sulitnya ia mendapat izin dari Jung-nim agar dipinjamkan aula, ia berkelit akan menggunakan aula itu untuk latihan kontes menyanyi. Aku tidak protes sepanjang Baekhyun bercerita, tentu saja aku menghargai apa yang telah ia lakukan, sangat.

***

Dua bulan kemudian.

“Hai, sudah sarapan? Sudah mandi?” Sapa Baekhyun di seberang sana.

Sekarang pukul satu siang. Sudah lewat makan siang, dan asal tahu saja aku sudah tidak malas mandi sekarang.

“Sudah.” Jawabku datar.

“Ayo keluar! Aku tunggu di depan pintu.” Kata Baekhyun bersemangat.

“Pintu?” Tanyaku heran.

“Aku di depan apartemenmu bodoh!” Kututup sambungan telepon, segera berlari menuju pintu.

“Hai!” Sapanya sambil tersenyum lebar menunjukan deretan gigi.

Aku tak menjawab. Seminggu ini kami tidak bertemu, Baekhyun sibuk dengan pekerjaan barunya sebagai vokalis Band Chanyeol yang tidak resmi. Baekhyun memang tidak pernah absen menelpon dan mengirimiku pesan singkat. Tapi, jika semua itu dibandingkan dengan rinduku padanya, jelas – jelas tidak akan sebanding. Sebanyak apapun kami bertukar pesan kami tetap tidak dapat menyentuh satu sama lain.

“Bagaimana? Rindu padaku hm?” Tanyanya lagi ditambah sengiran mengejek.

“Baek!” Seruku, mendorongnya ringan menjauhi pintu.

“Aku butuh uang. Oke?”  Baekhyun maju selangkah, mendaratkan kecupan singkat di pipi.

Kecupan itu bekerja dengan baik tanpa pikir panjang aku meraih mantel yang tergeletak di sofa, tak sabar dengan kencan pertama kami di awal musim semi.

Kami datang ke festival musim semi Yeoido. Sebelumnya aku telah membicarakan tentang festival ini dalam telepon bersama Baekhyun, aku pikir Baekhyun tak sungguh – sungguh mendengarkannya. Pohon – pohon Cherry Blossom raksasa bertengger di pinggir jalan, ribuan bunga itu merekah menunjukan warna merah muda yang menawan. Kami tidak datang terlambat sehingga dapat menyaksikan upacara pembukaan dengan kembang api yang cantik.

“Waaaaaaaaaah!” Seruku melihat kembang api yang meledak di langit memancarkan cahaya warna – warni yang spektakuler. Meskipun langit belum gelap, sore ini memang tidak terlalu terang membuat nyala kembang api terlihat jelas.

“Ssssssssst.” Baekhyun meletakkan telunjuk di bibirnya.

“Kenapa?” Tanyaku heran.

“Kau berlebihan! Itu kan hanya kembang api biasa.” Jawab Baekhyun memutar bola mata.

“Ini pertama kalinya aku datang kesini, setelah 4 tahun tinggal di Seoul.” Kataku lirih.

“Pantas kau membicarakannya terus menerus ditelepon.” Baekhyun merangkulku dengan lengannya mendekatkan posisi kami.

Kami mengambil beberapa foto bersama, Baekhyun meminta tolong seorang anak laki – laki untuk mengambil foto kami, lalu ia memberikan marshmallow  sebagai imbalannya, setelah selesai anak laki – laki itu berlari sambil melambaikan tangan dan tersenyum girang.

“Fotonya ada yang miring.” Keluhku melihat satu persatu foto yang diambil anak itu.

“Coba kulihat.” Baekhyun memiringkan wajahnya mencuri pandang layar ponselku.

“Harusnya kau jangan minta tolong anak – anak.” Aku memberikan ponselku pada Baekhyun membiarkannya melihat sendiri hasil jepretan amatir yang kurang memuaskan.

“Anak – anak tidak memiliki potensi untuk mencuri ponselmu.” Baekhyun melanjutkan berjalan meninggalkanku yang mengeluh di belakang.

Aku berjalan dipercepat menyamakan langkah dengan Baekhyun, “Baek, kurasa anak itu- wajahnya- sedikit mirip denganmu.”

Baekhyun tertawa ringan, “Memang, kau percaya ada 7 orang yang mirip dengan kita di dunia ini?”

“Percaya, kau tahu kan aku tidak jauh berbeda dengan Kim Taeyeon? Song Hyekyo?”

Baekhyun seolah – olah muntah, muak dengan kata – kataku.

“Byunbaek! Jangan berakting seperti itu, ingat – ingat lagi bagaimana kau menyatakan cinta padaku di aula itu.” Aku menarik kerah bagian belakang mantel Baekhyun sambil tertawa.

Baekhyun tercekat, wajahnya bersemu merah. “Fine.”

Kami berjalan berdampingan diantara pohon – pohon Cherry Blossom yang memberi suasana hangat, saling berpegangan tangan sambil sesekali mengayunkannya mengikuti arah angin. “Sudah bicara dengan ayahmu?”

“Sudah.” Baekhyun menjawab singkat.

Rasa penasaranku muncul, aku sudah mengira Baekhyun akan menyembunyikannya dariku. “Lalu?”

“Semuanya baik – baik saja.” Baekhyun berbalik padaku, tersenyum getir.

“Benarkah?” Tanyaku melemahkan pandangan padanya.

“Heem.” Baekhyun mengagguk.

“Baek..” Panggilku sehalus mungkin.

“Aku bisa mengatasi semuanya.” Baekhyun tersenyum lagi, sepertinya lebih tulus. “Aku bersyukur Ayah membiarkanku belajar tentang musik, meskipun akhirnya seperti ini.”

“Apa kau tidak ingin membuatnya bahagia?”

“Maksudmu?”

“Tidak ada salahnya kan menuruti-”

“Menurutmu jika aku ada perusahaannya ia akan merasa bahagia?” Baekhyun berhenti melangkah. “Aku mungkin tidak akan berguna disana, semua partner Ayahku pasti tidak suka dengan sikapku, kau mengerti kan?”

“Sedikit berubah tidak masalah bukan?” Tanyaku selembut mungkin, aku sama sekali tidak ingin bertengkar di tempat ini.

“Dengar Min Gi, aku tahu kau takut.” Baekhyun merangkulku dengan lengannya, menyeretku agar melanjutkan berjalan, namun dengan kecepatan yang lebih rendah dari sebelumnya.  “Kau takut aku memilih jalan yang salah, aku tahu kau mengkhawatirkanku.”

Aku tidak menjawab, well semua yang ia katakan sudah cukup mewakili.

“Aku tidak akan merubah kepribadianku hanya karena ingin disukai banyak orang.” Baekhyun menghembuskan nafas.

Baekhyun menggigit bagian bawah bibirnya lalu melanjutkan kata – katanya, “Aku akan tetap seperti ini, Byun Baekhyun yang berisik, moody, uhm- sedikit lancang, dan yaaaaaa kau lebih tau.”

Aku tersenyum mendengar semua kata – kata itu mengalir dari mulutnya. Mungkin aku berlebihan dalam mengkhawatirkannya, setelah semua yang kudengar aku tahu jika Baekhyun dalam keadaan yang sangat baik, aku tahu perangai Baekhyun tak sebaik milik Junmyun maupun Kyungsoo, aku tidak mengeluh seburuk apapun dirinya, Baekhyun tau cara mengatasinya dan aku tahu cara menerimanya.

“Tapi, kau selalu lebih beruntung dariku.” Godaku sambil menyikut pelan pinggang kurusnya.

“Benarkah?” Baekhyun tergelak.

“Tentu, tugas akhirmu selesai lebih dulu bukan? Ah mengapa dosen – dosen itu sangat murah hati padamu.” Keluhku sambil mengerucutkan bibir.

“Tidak ada kata beruntung di dunia ini, semuanya tergantung dari usaha kita. Usaha kerasmu mungkin kurang 0,000001%.” Baekhyun tertawa sambil mengelus kepalaku.

“Ya ya ya~ aku mengerti.” Jawabku sambil bernyanyi.

“Hey!” Baekhyun tiba – tiba menggamit tengkukku.

“Ada apa?” Tanyaku dengan nada bosan.

Baekhyun menyipitkan mata menatapku tajam, “Kau tidak merasa benruntung menjadi kekasihku hah?”

Aku diam di tempatku mengetukan telunjuk ke dagu, “Bagaimana menjelaskannya yaaaaaaaaaa..”

Baekhyun mengangkat ujung bibirnya, alisnya naik sebelah. “Jangan menyesal!”

“Huh? Ap-”

Tangan Baekhyun tiba – tiba menggelitik perutku, Baekhyun tahu benar kelemahanku. Aku tertawa terpingkal – pingkal, sayang aku tidak punya kesempatan untuk membalas.

“Hentikan Baek!”

Baekhyun malah tertawa, matanya tampak seperti bulan sabit. Beberapa orang yang melintas ikut tertawa—mungkin menertawakan lebih tepatnya. Tingkahku dan Baekhyun kadang – kadang memang kekanak – kanakan.

Kencan hari ini tidak buruk, bisakah musim semi berlangsung sepanjang tahun? Karena sepertinya Cherry Blossom yang merekah itu disukai Baekhyun.

***

Akhirnya hari ini tiba, hari dimana kami akan melepas titel sebagai mahasiswa, dan hey akhirnya Chanyeol dan Sehun-pun dilepas bersama – sama dengan kami, se-setia kawan itukah mereka? Atau mereka terlalu berat untuk menyelesaikan studinya tepat waktu? Itu urusan mereka.

Aku bertemu Baekhyun di Aula Universitas, aku sama sekali tidak melihat kedatangan anggota keluarga Byun untuk memberikan selamat pada Baekhyun, Baekhyun sudah meminta maaf pada ayahnya jauh – jauh hari sebelum acara kelulusan ini, namun apadaya Tuan Byun lebih keras kepala dari pada anaknya. Sekarang Baekhyun bahkan sudah berganti tempat tinggal ke apartemen yang lebih sederhana, kartu kreditnya tak lagi berfungsi, semua kegelimangan itu telah lenyap dari hidup Baekhyun. Baekhyun tak pernah sedikitpun menyesalinya, ia bilang ia jadi tahu bagaimana bekerja keras agar dapat makan di restoran favoritnya dan ia menjadi orang yang pandai bersyukur. Bukan main, Baekhyun juga jarang absen menyanyi di cafe bersama band Chanyeol. Siapa yang menyangka hidup Baekhyun akan menjadi seperti itu, kecuali Baekhyun sendiri yang sepertinya sudah merencanakan semua itu.

Masih ingat dengan New York? Kami tidak memenangkannya, kami cukup bahagia mendapat posisi runner up—hadiahnya  sejumlah won yang sengaja tim kami sumbangkan ke Universitas dan beberapa lembaga kesenian dan kebudayaan di Seoul. Tidak ada yang kecewa dengan perolehan itu karena tanpa hadiah itu pun Kyungsoo yang sangat menginginkannya memang pergi kesana untuk bekerja, ia di terima di salah satu perusahaan konstruksi di Amerika, Kyungsoo senang bukan kepalang. Masih ingat lagi dengan taruhan Luhan dan Kyungsoo? Tidak ada yang menang dan kalah karena baru kemarin Luhan berpamitan padaku, ia akan pergi ke Kanada mendapat beasiswa dan pekerjaan disana, tak ada tangisan saat aku mengucapkan salam perpisahan di Incheon pada Luhan.

“Kita akan sama – sama bahagia dengan jalan kita sendiri.” Kata Luhan menepuk pundakku, dan Baekhyun yang ada beberapa langkah di belakang kami berdeham keras tanpa alasan. Aku berbalik pada Baekhyun, lalu memutar bola mata.

“Aku akan selalu menunggumu untuk pulang, kau tidak berencana selamanya tinggal disana kan?” Tanyaku pada Luhan.

“Aku suka tinggal di Korea, aku akan pulang nanti.” Luhan tersenyum. “Kita akan tetap berbagi kabar satu sama lain, aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama lagi.” Senyumnya semakin lebar.

“Apa kau yakin akan bahagia bersama Baekhyun?” Luhan mengerutkan alis sambir curi – curi pandang pada Baekhyun di belakang sana yang sedang mengulum lolipop di mulutnya, bagiku itu lebih baik dibandingkan ia berbicara, apalagi berbicara yang tidak – tidak pada Luhan.

“Aku tidak tahu.” Aku menggeleang sambil tersenyum renyuh. “Selama ini mungkin orang – orang melihat betapa seringnya kami bertengkar, tapi mereka tidak tahu seberapa kerasnya kami berusaha bertahan, Baekhyun tidak pernah sekalipun ingin menyerah padaku yang keras kepala ini.” Jelasku pada Luhan.

“Jika suatu hari dia membuatmu menangis, aku tidak segan – segan membuatnya menjadi Bacon sungguhan.” Gumam Luhan di dekat telingaku, khawatir Baekhyun mendengarnya.

Acara kelulusan selesai tanpa aku ketahui, sebenarnya sedikit membosankan mendengarkan pidato dari para Dewan Kehormatan Universitas dan mendengar satu – persatu nama orang disebut, kecuali saat namaku dan Baekhyun disebut, itu bagian yang sangat membanggakan. Percaya atau tidak Baekhyun menjadi lulusan terbaik di jurusannya, kadang – kadang aku merasa dunia ini tidak adil. Tapi, baiklah Baekhyun kekasihku dan aku harus mengucapkan selamat padanya.

Posisi duduk kami agak berjauhan, aku berjalan menuju tempat duduk Baekhyun. Sosok itu ada disana di barisan paling ujung menyender ke dinding dengan mata terpejam. Ya Tuhan, bisa – bisanya ia tidur disini.

“Hai, Byun Baekhyun, lulusan terbaik!” Sapaku dengan suara lantang.

Baekhyun membuka matanya perlahan, memfokuskan pandangannya padaku, “Oh, hey Park Min Gi, lulus dengan nilai yang tak sebagus kekasihnya.” Ia tertawa renyah, sialan dia mengejekku.

“Kau! Tuan besar kepala! Rasanya aku ingin memukul kepalamu dengan heels-ku.” Aku mendengus kesal menjatuhkan tubuhku kasar pada kursi di sebelah Baekhyun.

“Kepalaku akan bocor.”

“Aku tidak peduli.”

“Aku akan hilang ingatan.”

“Aku tidak peduli.”

“Aku akan lupa siapa diriku dan kau juga.”

“Lalu?”

“Aku akan lupa pernah mencintaimu.”

“APAAAAAA?”

Baekhyun tertawa lagi. Baiklah 2 – 0 untuk Baekhyun dan aku. Kami berbincang disana sampai – sampai Sehun harus menyusul kami.

“Apa yang masih kalian lakukan? Kita punya pesta kelulusan kan?” Teriak Sehun dari bawah sana.

“Tidak mau!” Kata Baekhyun sambil melempar Sehun dengan kotak kertas bekas makanan.

“Ayolaaaaaaaaaaaaaaaaaaah.” Bujuk Sehun.

“Pesta seperti apa? Aku tidak ingat kita merencanakan itu.” Kataku, sama sekali tidak beranjak dari kursi.

Aku tahu maksudnya pasti bukan pesta resmi seperti acara prom nite yang sering digelar semasa sekolah menengah melainkan pesta pribadi.

“Kita bisa minum sepuasnya, pergi ke klub atau-”

“Ah tidak! Aku malas pergi kesana.” Baekhyun menolak dengan nada tinggi.

“Kau yakin?” Sehun mengangkat satu alisnya.

“Ya.” Jawabku penuh percaya diri.

“Aku tidak bertanya padamu.” Sehun melempar kembali kotak kertas itu kearahku.

“Jawabanku, jawaban Baekhyun juga, aku dan Baekhyun punya jawaban yang sama dalam segala hal, right sweetheart?” Kataku sambil bersandar di bahu Baekhyun.

“Aish!” Desis Sehun membuang muka.

Tidak ada meja bar, bir, atau lampu disko—yang ada adalah api unggun dan gelas – gelas berisi teh hangat. Lebih sehat bukan?

Chanyeol kali ini sedang waras sehingga ide yang muncul lebih baik dari milik Sehun. Kami pergi ke sebuah bukit di daerah Daegu. Kami mendirikan tenda dan membuat api unggun didepannya, semua properti ini milik Chanyeol, saat sekolah menengah Chanyeol memang hobi berkemah.

Truth or dare—kami memainkannya berkat botol minuman yang tak sengaja Hyemi temukan dibawah Pohon. Hyemi memutar botol dengan penuh semangat, mulut botol berhenti di hadapan Chanyeol, Hyemi tertawa.

Truth!” Teriak Chanyeol.

“Kau yakin?” Tanya Hyemi ragu – ragu. Aku, Baekhyun dan Sehun tidak berkomentar, selama ini Chanyeol bukan tipe yang sering membagi cerita, Chanyeol lebih sering mendengarkan keluh kesah kami.

“Ya, apa yang ingin kau tahu dariku Hyemi?” Kata Chanyeol sambil tersenyum.

Hyemi menelan ludah, “Apa kau memiliki dendam pada Baekhyun? Kemarin aku baru tahu tahu apa yang pernah kau perbuat terhadap Baekhyun sebelum bergabung dengan kami.”

Pertanyaan Hyemi membuat kami semu tercekat, kami tidak pernah mendengar berita buruk tentang hubungan Chanyeol dan Baekhyun.

“Aku?” Baekhyun terlonjak sambil menunjuk dirinya sendiri.

“Apa itu terlihat jelas?” Chanyeol berdeham dan kami semua membisu.

“Tidak, buktinya hanya aku yang tahu tentang masa lalumu.” Hyemi tertawa lagi.

“Permainan macam apa ini!” Sahut Sehun, melempar gelas plastik ke arah api unggun.

“Sehun!” Aku memperingatkan.

“Aku akan menjelaskan semuanya.” Kata Chanyeol dengan nada bijak. Baekhyun mulai sedikit frustasi tidak percaya dengan apa yang Chanyeol rasa pada dirinya.

“Sehun yang membuatku bertemu dengan keparat kecil itu,” Chanyeol tertawa. “Baekhyun punya segala yang saat itu aku tak punya, aku lah yang pernah membuat kaca mobil Baekhyun pecah saat dia masih duduk di tingkat pertama, aku juga yang membuat ban motornya kempes selama 3 hari berturut – turut, aku juga pernah menguncinya di toilet, dan terakhir aku pernah mencoba membakar apartemennya.” Chanyeol menunduk menatap tanah lembab dihadapannya.

“Kau-”

“Min Gi, jadilah pendengar yang baik untuk saat ini.” Potong Chanyeol dengan lembut. “Itu tidak terjadi lagi, sejak Baekhyun satu – satunya yang tahu aku mengalami identitas disosiatif, dan Baekhyun juga yang membantuku sembuh dari itu.”

“Kau berkeribadian ganda?” Tanyaku terkejut.

“Sebelum aku bertemu kalian. Tapi, Baek menyeretku ke psikiater yang dulu sangat aku benci, dulu aku pikir aku ini normal mengapa aku harus menemui psikiater, tapi setelah beberapa lama aku sadar ada yang salah dengan diriku.” Chanyeol membuang nafas.

“Sial! Jadi itu yang menjadi alasanmu dulu menghindariku?” Tanya Sehun berapi – api.

“Hey, jangan marah. Sekarang aku sudah normal dan tidak ada yang aku sembunyikan lagi dari kalian.” Chanyeol tertawa dipaksa.

“Jadi dengar semuanya!” Baekhyun berdiri dari tempat duduknya, “Kau, Kau, dan Kau,” Baekhyun menunjukku, Hyemi dan Sehun bergantian.

“Jangan coba – coba berperilaku berbeda pada Chanyeol setelah pengakuannya tadi, dia tidak berbahaya, dia tetap sahabat kita. Mengerti?” Kata Baekhyun dengan suara lantang.

Aku tersenyum, memandang Baekhyun yang kali ini tampak seperti pahlawan kesiangan. “Yeol, jika suatu saat kau kembali sakit, bukan hanya Baekhyun tapi kami juga akan membantu.”

Chanyeol tersenyum, Baekhyun bersiul, Sehun dan Hyemi bertepuk tangan keras seolah Chanyeol memenangkan sebuah awards. Problem solved.

Setiap orang punya pilihan untuk menyembunyikan atau menunjukan semua yang terjadi dalam hidupnya. Kadang – kadang seseorang tidak menceritakan hal buruk yang dialaminya karena mereka sendiri tidak percaya jika itu benar – benar nyata. Well, Chanyeol punya pilihan dan kami hargai itu.

Botol itu diputar Chanyeol kemudian berhenti menghadap Sehun.

Dare!” Kata Sehun sebelum penawaran dari kami.

y dance, buka saja jaketmu itu!” Tawa Chanyeol menyembur diikuti dengan tawa kami.

“Kau gila? Disini uhm- dingin?”

“Hanya beberapa menit saja, tidak akan membuatmu mati Oh Sehun!” Baekhyun berdeham.

“Tapi...”

“Buka! Buka! Buka!” Sahutku dan yang lain saling bergantian.

Oh God!” Sehun membuang muka. “Tru-”

“Tidak, tidak! kau tidak boleh merubah pilihanmu!” Potongku cepat.

“Baiklah!” Teriak Sehun kesal bercampur malu.

Sehun bangkit, sambil membuka resleting jaketnya, jaket itu jatuh bersatu dengan debu diatas tanah.

“Wohoooooo, come on baby!” Sahut Chanyeol bersemangat.

Lagu Moves Like Jagger terdengar keras dari speaker ponsel Chanyeol.  Sehun menunjukan kebolehannya, belum sempat tepuk tangan dihadiahkan, sialnya kakinya tersandung sebuah batu yang entah dari mana asalnya. Sehun terjatuh dengan posisi terlentang, tepuk tanganpun diganti dengan riuh tawa.

!” Umpat Sehun sambil mengelus pantatnya.

“Giliranku! Byun Baekhyun lihat saja nanti, tawamu akan berganti dengan tangisan!” Sehun memutar botol itu dengan semangat, Tuhan mengabulkan doa Sehun botol itu akhirnya mengarah pada Baekhyun.

Dare!” Sehun menunjuk Baekhyun.

Truth!” Balas Baekhyun.

“Dare!”

“Truth!”

“DARE!”

“TRUTH!”

Teriakan Baekhyun dan Sehun sepertinya membuat langit marah, kilat tiba – tiba muncul di langit, dan suara petir menggelegar membuat kami ketakutan, hujan datang—dengan segera kami berlarian meninggalkan api unggun menuju tenda.

“Yeol, kau bilang ada dua tenda?” Tanya Hyemi didalam kegelapan.

“Satu kubawa dan satunya kurasa ada dirumah.” Jawabnya sambil tertawa.

Kami berlima bergulung dalam tenda yang sama, tidak ada pilihan lain. Terimakasih Park Chanyeol yang pelupa.

***

Aku sudah mendapat pekerjaan sebagai penyiar berita di salah satu stasiun televisi, Baekhyun menjadi seorang komposer di sebuah manajemen artis, Hyemi menjadi owner Kim’s Family Bookstore, Chanyeol pergi ke Jepang untuk audisi Band—tapi sampai sekarang ia belum memberi kabar, apa mungkin dia lupa? Dan Sehun masih menjadi pangeran yang hidupnya serba ada walaupun tak punya pekerjaan.

Siapa bilang berkencan dengan Baekhyun itu mudah? Bagaimana mengatakannya mudah jika kami selalu bertengkar di hari jadi kami, bukan malam romantis atau sebuket bunga rose yang aku dapatkan setiap tanggal itu, tapi sebuah note—ya sebuah note berwarna biru muda, isinya adalah kesan dan pesan Byun Baekhyun untuk Park Min Gi. Baekhyun bilang note itu wajib aku tempel di papan jadwalku, jumlahnya ada 12 sekarang.

Sebenarnya aku tak mengijinkan Hyemi masuk kamarku karena Ya Tuhan, pada note ke-6 Baekhyun menulis : Kau orang teraneh yang pernah kutemui, memakan permen karet sebelum tidur, saat kau kesal (padaku) kau akan membersihkan toilet, apa aku harus membuatmu kesal setiap hari? haha. Pesanku, kumohon hentikan makan permen karet sebelum tidur, kau tidak ingin lupa menelannya lagi kan? Ususmu akan lengket oleh mereka (The Incredible Handsome Doctor, Byunbyun).

Dan sialnya tanpa ku ketahui Hyemi sudah ada disana menutup mulutnya menahan tawa.

“Lain kali bersihkan juga toilet rumahku.” Kata Hyemi sambil tertawa.

“Kalau kau berani melanjutkan membaca aku akan membunuhmu!” Ancamku sambil menarik lengan Hyemi keluar dari kamarku.

“Jangan! Pernikahan kami uhm-” Hyemi menghitung dengan jari – jarinya, tapi tak kunjung selesai.

“1085 hari lagi.” Jawabku setelah kami berada di luar kamar.

“Apa? Bagaimana kau menghitungnya? Cepat sekali.” Hyemi  membulatkan mata. Asal tahu saja aku sudah lupa angka yang kusebut, aku tidak mengerti Hyemi percaya begitu saja.

“Ayo kita pergi aku siaran jam 12 nanti.” Kataku menyeret Hyemi menuju pintu.

“Sibuk sekali!” Hyemi mencubit lenganku.

“Ayo cepat!” Aku menyeret Hyemi menuju tangga.

“Boleh aku ikut?” Tanya Hyemi dengan mata bersinar.

“Kemana?” Aku mengerutkan alis.

“Siaran denganmu.” Ia tersenyum lebar.

“Kau tetap seperti anak – anak, ayo cepat taksinya sudah datang.” Kataku dan Hyemi bersorak gembira.

“Dimana Incredible Handsome Doctor Byunbyun-mu? Dia tidak menjemputmu?”

“KIM HYEMI!”

Hyemi tertawa berjalan mendahuluiku.

***

Setiap manusia di bumi ini tidak tahu siapa yang akan menemaninya menghabiskan sisa waktu di dunia ini. Dulu, saat aku berkencan dengan Junmyun aku pernah sekali membayangkan ia akan menungguku di altar, menyambutku dengan senyumnya yang hangat, tapi semua itu hilang dalam sekejap setelah kami berpisah. Lalu, Luhan—sahabat sekaligus cinta pertama yang tiba – tiba datang dan membuat rumit siklus hidupku antara ingin melanjutkan kisah yang tertunda atau kembali menjalin persahabatan dengannya, tapi akhirnya opsi kedua yang kupilih. Seperti yang pernah kukatakan pada Luhan, cinta pertama saat kami masih anak – anak itu—tak lain adalah sesuatu yang hanya membuat kita penasaran bukan cinta yang sebenarnya kita butuhkan.

Teman – teman yang tak terduga, Hyemi—yang awalnya tak berniat bersahabat denganku, hanya berniat mengenal Kris, tapi berakhir menempel denganku seperti kembar siam. Oh Sehun—pria yang kupikir tak berperasaan itu ternyata pandai meredam suasana, menenangkanku saat bertengkar dengan Hyemi salah satunya. Park Chanyeol—pembawa virus kebahagiaan, ketika aku merasa ingin menangis tentang tugas kuliah yang tak pernah berhenti—membuat mataku hampir keluar karena tidak pernah melepaskan pandangan dari layar komputer, Chanyeol selalu punya cara membawaku keluar dari situasi buruk semacam itu, ia akan datang dengan segudang lelucon yang membuatku benar – benar menangis, tunggu, bukan menangisi tugas menjijikan itu, tapi menangis karena lelucon si Yeolbin itu, Chanyeol pikir Yeolbin lebih baik dari pada Yoda. Do Kyungsoo—si mata besar dengan perangai lemah lembut dan kepribadian khas malaikat, kalau bukan karena Luhan aku tidak akan bertemu Kyungsoo, jadi aku bersyukur Luhan telah menjembatani pertemanan kami, jika aku harus menuliskan kepada siapa aku akan membalas kebaikan, Kyungsoo jelas ada dalam daftar itu, kalau bukan karena Kyungsoo mungkin aku tidak tahu bagaimana membuat tart yang layak dimakan, jadi terimakasih banyak untuknya.

Dan, terakhir seseorang yang benar – benar tidak diduga. Byun Baekhyun, pria terberisik yang pernah ada dihidupku, satu – satunya yang sering meneriakiku, satu – satunya yang sering memanggilku bodoh, satu – satunya yang sering menganggu istirahatku, tapi satu – satunya yang tidak bisa dihilangkan dari hariku. Dulu, saat kami belum bersama, aku pernah berpikir mengapa aku harus bersahabat dengan orang berisik seperti Baekhyun, mengapa selalu ada kesempatan kami untuk bersama, mengapa kami mempunyai kebiasaan yang sama, mengapa?

Segalanya terjadi untuk sebuah alasan.

Alasan semua itu terjadi adalah bahagia. Baekhyun dengan segala hal menyebalkan yang melekat pada  dirinya, aku tetap menerimanya, karena aku bahagia bersamanya, selamanya.

“Aku akan melompat sekarang juga!”

“Jangan bodoh.”

“Min Gi, aku benar – benar serius!”

“Masuklah! aku punya roti isi coklat kesukaanmu.”

Tidak ada pilihan lain selain merayakan chuseok bersama Baekhyun. Sejak kemarin aku bermalam di apartemen Baekhyun. Kemarin sore Baekhyun mengajakku ke suatu tempat—bukan suatu tempat romantis atau tempat bersejarah bagi kami. Baekhyun mengajakku bertemu ibunya. Rasanya sama seperti saat aku mengunjungi rumah Eomma. Kehilangan dan rindu tidak akan pernah terobati dengan apapun.

Dalam perjalanan pulang Baekhyun memberiku pertanyaan, cukup serius—tidak, sangat serius. Baekhyun menyodorkan sebuah kotak berwarna silver berisi sebuah cincin perak dengan kristal biru langit di tengahnya.

“Menikahlah denganku.” Katanya, sambil menunjukan senyum yang dapat membuatku menjawab ‘ya’ pada semua keinginannya.

Tapi bukan itu yang keluar dari mulutku.

“Jangan bercanda!” Kataku tertawa ringan, sambil menutup kotak silver itu.

Aku berjalan mendahului Baekhyun, sebenarnya jutaan kembang api sedang meledak dalam hatiku. Entah Baekhyun benar – benar serius atau hanya bermain – main tapi saat kata menikah itu meluncur dari mulutnya aku kehilangan semua yang ada dalam pikiranku, rasanya aku ingin berteriak pada dunia “AKU DILAMAR KEKASIHKU BYUN BAEKHYUN!”

Tapi saat mulutku terbuka semua itu tertahan, menikah bukan hal yang mudah bukan? Aku takut. Takut dengan semua hal yang terjadi setelah itu, bagaimana jika aku berhenti mencintai Baekhyun? Baekhyun berhenti mencintaiku?>

Tanpa kuketahui Baekhyun sudah ada disampingku dan meraih pergelangan tanganku, “Percepat jalanmu, udara sudah mulai dingin.”>

Wajahnya datar tanpa ekspresi. Aku menurut tanpa berkata apapun sampai perjalanan kami berakhir di apartemennya.

Pembicaraan tentang menikah tidak berlanjut saat malam, sampai pagi ini Baekhyun melakukan hal bodoh. Pukul lima pagi ia membangunkanku, Byun Baekhyun dengan kaus garis – garis berwarna biru tua dan putih mengajakku ke balkon apartemennya.

“Ta- Daaa!!!” Seru Baekhyun dengan nada ceria.

Disodorkannya sebuket bunga rose merah muda dan putih padaku, manis sekali bukan? Pagi yang indah apalagi jika ditambah wangi bunga rose yang mampir di hidung, tapi- “Ini plastik Baek!” Seruku sambil mengembalikan lagi bunga itu pada Baekhyun. Baekhyun tersenyum lebar, “Maaf, belum ada toko bunga yang buka sepagi ini.”

“Tentu saja.” Kataku sambil bersedekap. “Aku akan kembali tidur.”

“Tunggu-”

“Ada apa Baek?”

“Menikahlah denganku.” Adegan kemarin malam kembali terulang, perasaan takut itu kembali muncul.

“Kita belum siap.” Kataku sambil memegang erat pagar balkon.

“Kita sudah memiliki penghasilan yang cukup, kita juga bukan remaja lagi kan?” Tanya Baekhyun dengan penekanan disetiap kata – katanya.

“Aku tidak siap!” Kataku setengah berteriak.

“TIDAK SIAP?” Teriak Baekhyun.

“AKU TIDAK SIAP JIKA SUATU HARI KAU BERHENTI MENCINTAIKU!” Teriakku tak kalah keras.

“UNTUK APA AKU MENGAJAKMU MENIKAH JIKA AKU AKAN MELAKUKANNYA!”

“SIAPA YANG AKAN MENJAMIN? BUKAN KAH SEMUANYA TERGANTUNG PADA TUHAN?”

Baekhyun diam dan wajahnya memucat.

“Menikahlah denganku Park Min Gi.” Katanya dengan nada bicara rendah.

Tanpa pikir panjang aku meninggalkannya di balkon menutup pintu kaca menuju balkon itu sekeras – kerasnya. Baekhyun ditinggal sendirian disana dengan cincin dan bunga plastik itu.

“Baek rotimu sudah siap.” Aku mengingatkan sekali lagi dari dalam. Sejak kejadian pukul lima tadi, Baekhyun masih di balkon, bahkan ia juga mengancam jika ingin melompat dari sana, yang benar saja apartemen Baekhyun ada di lantai 10.

“AKU BENAR – BENAR AKAN MELOMPAT DARI SINI!”

“Mengapa kau ingin melompat Baek?” Tanyaku dengan nada malas.

“KARENA KAU MENOLAK PRIA SEPERTIKU!” Teriaknya dari luar sana.

“Aku bilang aku belum siap.” Kataku setenang mungkin.

“KAPAN KAU AKAN SIAP?”

Aku tidak menjawab, aku sendiri tidak tahu. Menit telah berlalu Baekhyun yang keras kepala masih diluar sana.

“JAWAB AKU!” Teriak Baekhyun dan aku malas berdebat dengannya. “KAU AKAN MENYESAL! KITA PUTUS! AKU AKAN MENCARI GADIS LAIN UNTUK MENIKAH DENGANKU! AKU ADALAH KOMPOSER BERBAKAT DAN TAMPAN, GADIS MANA YANG SANGGUP MENOLAKKU.”

Darahku mendidih mendengar kata – katanya, semudah itukan dia meninggalkanku? Putus?

“LOMPAT SAJA DARI SANA BYUN BAEKHYUN, TEMUI GADIS ITU DI SURGA!” Teriakku penuh emosi. Roti - roti tidak bersalah ini menjadi pelampiasanku, aku lempar sekuat tenaga pada frame fotoku dengan Baekhyun.

Baekhyun tidak menjawab, aku juga hilang selera untuk berbicara.

BRUUUUUKKKKKKKK!

Suara dentuman itu terdengar dari luar sana. Aku segera menuju balkon, Baekhyun tidak diluar sana. TIDAK ADA!

Aku enggan melihat kebawah sana, Baekhyun tidak benar – benar melompat kan? Tapi, kemana dia?

Aku melangkah ragu – ragu menuju balkon, aku memejamkan mata sebelum melihat keadaan dibawah sana, berdoa jika itu bukan Baekhyun. Aku membuka mata perlahan, orang – orang berkerumun, aku bahkan melihat cairan pekat berwarna merah mengalir dibawah sana, seorang Ahjumma berteriak “Ya Tuhan, dia sudah tidak bernafas, telepon 911.”

Lututku lemas, aku bersimpuh pada pagar balkon, air mata tidak dapat dibendung lagi oleh kelopak mata, aku menangis sekeras – kerasnya. Aku akan menyesal seumur hidup, aku bodoh, tolol, sinting, aku adalah seorang pembunuh.

Ini adalah salahku, sepenuhnya salahku, berapa lama aku mengenal Baekhyun? Apa aku masih tidak bisa mengetahui seperti apa Byun Baekhyun?

Baekhyun boleh lebih keras kepala dariku, boleh lebih egois dariku, boleh lebih kekanak-kanakan dariku, tapi Baekhyun tidak boleh mati lebih dulu dariku.

Baekhyun bodoh, bodoh, bodoh!

Aku hilang rasa, semua yang kucintai pergi meninggalkanku.

Tuhan seberat ini kah kau mengujiku?

Aku tidak berhenti menangis, aku tidak ingin beranjak dari sini, aku memang keterlaluan dengan kata – kataku dan Baekhyun memang bodoh rela mengakhiri hidupnya demi hal seperti ini.

“Bagaimana jika aku mati lebih dulu?”

Baekhyun mengangkat wajahnya dari mangkuk ramen itu, mie panjang itu belum sepenuhnya masuk kedalam mulutnya, satu persatu berjatuhan kembali kedalam mangkuk.

“Itu tidak akan terjadi.” Jawabnya sambil meneguk sekaleng cola sekaligus.

“Kenapa?” Aku mengerutkan alis.

“Karena kau tidak akan mati selama aku masih disampingmu, aku akan menjagamu, kalau bisa dari malaikat maut juga.” Baekhyun tersenyum getir.

“Mana bisa seperti itu.” Aku tertawa ringan, menganmbil kembali sumpit, melanjutkan makan.

“Aku tidak punya siapa – siapa, ayah dan kakakku sepertinya sudah tidak peduli dengan hidupku, yang kupunya hanya kau, jika kau mati—kurasa aku juga akan mati. Tapi, lebih banyak orang yang sedih jika kau yang mati, ayahmu jelas termasuk kedalamnya, jadi lebih baik aku yang mati lebih dulu.”

Itu hanya segelintir percakapan konyol antara aku dan Baekhyun, tapi aku tidak pernah berharap sedikitpun hal itu menjadi kenyataan.

“Baekhyun aku mau menikah denganmu, Baekhyun jangan tinggalkan aku..”

“Baek, maafkan aku, aku mencintaimu..”

“Baekhyun aku tidak mau kehilanganmu..”

Aku masih mendengar riuh orang – orang dibawah sana, aku terlalu lemas untuk bergerak, rasanya aku juga ingin mati.

“Pegang tanganku, aku juga takut kehilanganmu.” Suara itu sangat familiar, tentu saja aku tahu siapa pemiliknya.

For God Sake, Byun Baekhyun berdiri di balkon sebelah—tepatnya di apartemen Nyonya Yoon. Baekhyun tidak mengenakan kaus garis – garisnya lagi, kini ia menggunakan kemeja putih, dasi abu, celana kain dan tuksedo dengan warna yang sepadan, tak lupa sebuket mawar merah di tangan kirinya—kurasa itu asli.

Apa takdir sedang mempermainkanku?

Apa itu hanya ilusiku?

Apa itu hantu Baekhyun?

Apa Baekhyun sudah reinkarnasi?

Aku tidak mampu berkata apapun, aku mengelap sisa air mata di pipi dengan kausku yang kebesaran ini. Aku juga enggan menyambut tangan Baekhyun yang menjulur beberapa sentimeter dariku, aku menampar diriku sendiri—sakitnya masih terasa, aku tidak bermimpi.

Baekhyun memberengut kecewa, persis dengan ekspresi yang selalu ia tunjukkan saat aku menolak keinginanya, dia benar – benar Baekhyun. Baekhyun naik keatas pagar, melipir menuju balkon apartemennya—tempat aku duduk sekarang.

“Hai ini aku, Baekhyun.” Baekhyun berjongkok dihadapanku sambil melambaikan tangan tepat di depan wajahku.

“Si- siap- siapa yang dibawah sana?” Tanyaku dengan nada takut, telunjukku yang gemetaran mengarah kebawah sana.  

“Bukan aku. Maaf jika skenarioku berlebihan.” Baekhyun tersenyum dan menggeleng.

“Min Gi, jangan berkata yang tidak – tidak, pikiranmu sendiri yang manakutimu.” Nyonya Yoon ikut bergabung dari balkon sebelah. “Baekhyun bersamaku sejak tadi, jauh sebelum kau berkata sambil menangis ‘Baekhyun aku mau menikah denganmu’.” Nyonya Yoon menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan, menahan tawa.

“Min Gi, suara tangisanmu membangunkan bayiku.” Tuan Kang tersenyum dari balkon sebelah kiri dengan bayi dipangkuannya.

Baekhyun menarikku agar bangkit dari posisi menyedihkanku. Aku dan Baekhyun kini saling berhadapan, “Maaf, aku hanya ingin membuat sedikit kejutan.” Katanya sambil meghapus sisa air mataku dengan jemarinya.

“Sedikit? Kau membuatku ingin bunuh diri,  kau tahu?” Kataku sambil mendorong ringan bahu Baekhyun.

“Aku tahu, terimalah, kali ini sungguhan, bukan bunga plastik lagi.” Baekhyun menyodorkan buket bunga itu padaku, aku menerimanya.

“Park Min Gi menikahlah denganku, pilihannya jawaban hanya ada dua, pertama ya aku bersedia menikah dengan Byun Baekhyun, kedua ya aku bersedia dipaksa menikah dengan Byun Baekhyun.” Aku tersenyum, Baekhyun juga. Nyonya Yoon dan Tuan Kang sudah ditemani anggota keluarganya yang lain menjadi penonton setia kami.

“Terima! Terima! Terima!” Sahut para penonton setia itu, ditambah dengan beberapa lagi dari lantai atas.

“Baek..”

“Ya?”

“Kenapa kau tidak bilang hari ini kau akan melamarku lagi?”

“Sudah kubilang ini kejutan.”

“Setidaknya aku dapat mengenakan pakaian yang lebih baik dari ini, kalau seperti ini kau seperti sedang melamar pembantumu sendiri.” Aku menunduk melihat keadaan menyedihkan yang hampir menjijikan ini, sandal jepit kusam, training warna pink yang lusuh, kaus hijau kebesaran bergambar monyet, rambut berantakan, sedangkan Baekhyun tampil dengan tuksedo dan segala yang akan membuat setiap gadis tergila-gila—sempurna sudah.

“Dan, Hyesuk berhenti mengambil fotoku!” Perintahku pada putra tertua Tuan Kang, nihil—Hyesuk malah tampak lebih bersemangat mengabadikan momen ini.

“Tak apa, aku tetap mencintaimu.” Jawab Baekhyun

“A- aku-”

“Kadang aku bertanya - tanya mengapa aku mencintaimu? Lalu aku sendiri yang akan menjawabnya, karena hanya kau lah yang dapat aku cintai.” Ujar Baekhyun.

Baekhyun maju selangkah, “Kau adalah orang pertama yang ingin aku sapa saat aku bangun, kau adalah hal pertama yang muncul dalam pikiranku saat aku bangun. Kau adalah hal terakhir yang aku pikirkan saat aku akan tidur, kau adalah mimpi indah dalam tidurku, dan kau adalah rumah dimana aku akan kembali, dan kembali lagi.”

Aku yakin tidak bermimpi sekarang, aku juga yakin takdir tidak sedang mempermainkanku,dan aku sangat yakin Tuhan sedang menunjukan jalan terbaiknya padaku. Pria dihadapanku ini tidak bisa disamakan dengan siapapun dan tidak bisa ditandingi siapapun, aku sangat mencintainya sampai – sampai sulit menjelaskan seberapa besar aku mencintainya, dan hanya air mata yang kembali menetes tanpa kusadari, bahkan tidak cukup untuk mewakili kebahagiaanku.

“Aku bersedia menikah denganmu, Byun Baekhyun.” Jawabku cukup untuk di dengar para pendukung Baekhyun.

Apartemen ramai dengan riuh tepuk tangan dari mereka, Baekhyun memelukku erat, “Terimakasih.” Bisiknya di telingaku.

 

***

 

Tujuh tahun kemudian.

Baekhyun POV

 

“Kalau kau tidak mau jadi kekasihku aku akan melompat dari sini!”

“Lompat saja aku tidak peduli!”

“Hana, aku akan melompat sekarang!”

“AKU TIDAK PEDULI!”

BRUKKKKKKKKKKKKK.

Suara tangis seorang anak laki – laki menggema seisi ruangan kelas. Murid – murid lain yang sedang berolahraga raga diluar sana berlarian masuk kelas untuk menolong temannya.

“Minhyuk baik – baik saja, hanya lututnya saja yang terluka, maafkan pengawasan kami yang kurang maksimal Tuan Byun.” Wali kelas Minhyuk beberapa kali membungkuk dihadapanku.

“Tidak apa – apa, lukanya juga tidak terlalu berat.” Aku dan Minhyuk tersenyum dan berpamitan pulang.

Aku membawa Minhyuk ke restoran cepat saji, saat ini adalah jadwal siaran Min Gi artinya tidak ada makanan di rumah.

“Minhyuk katakan pada Appa, apa perlu kau melompat dari atas meja? Apa kau uhm- berkelahi?”

“Aku sedang meminta Hana menjadi kekasihku.” Minhyuk berbicara sambil mengulum sedotan di mulutnya.

“APA?” Teriakku membuat pengunjung di kursi sebelah menaikkan alisnya.

“Appa, jangan berteriak seperti itu.” Ujar Minhyuk memukul ringan tanganku.

“Baiklah, Hyukkie dengarkan Appa, sekarang bukan waktunya untukmu untuk memiliki seorang kekasih-”

“Tapi Eomma  bilang kita harus menyayangi semua orang.” Potong Minhyuk kecewa, meremas gelas minuman coklatnya yang telah kosong.

“Tidak ada yang salah dengan yang Eomma katakan, tapi rasa sayang itu tidak muncul saat menjadikan seseorang sebagai kekasih, saat kau berteman kau juga akan saling menyayangi.” Kataku selembut mungkin, sambil mengelus kepala putraku.

“Benarkah?” Mata Minhyuk bersinar, ia tersenyum ceria—oh senyumnya mirip seperti milik ibunya, yang dapat membuatku menjadi orang paling benruntung sedunia. “Mulai sekarang aku akan menyayangi semua temanku, dan semuaaaaaa oraaaaaang. Mereka juga menyayangiku kan?”

“Tentu saja.” Jawabku sambil mencubit pipinya yang lembut bagai marshmallow.

Aku melanjutkan burgerku yang hampir dingin, “Appa masih butuh jawabanmu tentang lompat dari meja.” Selaku di sela kesibukan kami dengan makan siang sederhana ini.

“Oh itu, kemarin Eomma tidak membacakanku dongeng Peterpan, Eomma menceritakan bagaimana Appa melamar Eomma.” Kata Minhyuk santai.

Aku susah payah menelan burger.

Park Min Gi apa kau gila? Menceritakan hal itu pada anak kita yang masih berusia 6 tahun?

Jelas saja apa yang Minhyuk lakukan dikelas mencontoh kelakuanku saat itu, Minhyuk masih 6 tahun, cara pikirnya akan berbeda denganku yang saat itu berusia 24 tahun.

“Appa?” Tanya Minhyuk heran dengan ekspresiku.

“Ya, honey?” Jawabku senormal mungkin.

“Eomma juga bilang jika Appa rela membeli teleskop, rela dimarahi pelatih drama musikal, rela berkunjung ke China, dan membuat pertunjukan peri cahaya—hanya untuk membuat Eomma bahagia.”

Burger itu sempurna masuk ke tenggorokanku. Suara lembut Minhyuk saat mengatakan teleskopdrama musikalChina, dan Peri Cahaya membuatku tersenyum.

“Appa hebat! ajak aku bertemu peri cahaya juga ya?” Seru Minhyuk dengan girang.

Aku kembali mengulum senyum, kebanggaan yang kurasakan saat ini lebih dari yang kurasakan saat aku menjadi lulusan terbaik—rasanya seperti menjadi Ayah terbaik di muka bumi ini.

Minhyuk, apapun rela kulakukan untuk kebahagiaanmu dan ibumu.

 

 

Maaf maaaaaf dan maaaaaaf, aku sibuk sekali :'( Akhirnya dihari libur ini bisa post Part Terkahir dari Unfathomable Friends. Terimakasih banyak buat semua orang yang pernah baca UF, Ultimate Thankyou buat reader yang sudah komentar, UF ini FF pertama-ku dan akhirnya selesai juga hahahahha

Buat kalian semua yang mampir kesini dapat flying kiss dari Baek, Kamsahamnida :)
Siapapun yang mau bekomentar disini, dan kalo mau manggil aku, panggil aja Aling, Kak aling atau Unnie tidak masalah. (Aku 93-line)

Ngomong - ngomong sekarang aku punya wordpress, silahkan berkunjung buat baca ff aku yang lain JUST CLICK HERE

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
autumndoor
Editing is going on. Sorry :(

Comments

You must be logged in to comment
baekness58 #1
Chapter 15: waw.. mengharukan banget. cara ngelamarnya baekhyun dann ternyata anaknya pun ikut2an juga.
tentang percakapan minhyuk dan baekhyun, aku terharu dengernya
bener2 aku pengen nangis bahagia
apalagi yang minhyuk minta dikasih liat peri cahaya sama kata2 terakhir
itu bener2 kena banget di hati /? itu juga kalimat yang bener2 pas buat nutup cerita ini. keep writingg!!
gogigirl #2
Chapter 15: Ceritanya bagus.. Suka
baekness58 #3
Chapter 14: ini bener2 chapter yang aku suka banget.. baekhyun sweet bener dah. trus yang baekhyun nyium min gi itu seneng nya ga main beneran dah. seneng banget mereka uda balik. min gi juga uda bebas dri keterpurukannya itu. yaampun kalimat terakhir bener2 dah. sekarang yang pikirannya bermasalah baekhyun atau min gi ni hahhahahhahha
carikan pasangan buat chanyeol oke.
ggamjjongin
#4
Chapter 14: ini lucuuuu >< sweet bgt sih mereka berdua. heueueueueu
baekness58 #5
Chapter 13: Aduh aku penasaran banget
Cepet next chapter yaaa
jesikamareta10 #6
Chapter 13: aku menunggu kelanjutannya, penasaran deh min gi bisa ngomong gak ke baekhyun
jesikamareta10 #7
Chapter 12: baeki kok kabur gitu aja sih, kan jadi gtw perasaan min gi gimana
xhxrat_ #8
Chapter 13: Next chapt thor~~
kyungie12_ #9
Chapter 12: mudah mudahan min gi bisa sama baekhyun endingnya amin
cepat lanjutkan ya thor
hwaiting
ggamjjongin
#10
huft.... luhan.... huft...