Chapter 2

Runaway With The Bachelor

Runaway with the Bachelor

by morinomnom

Chapter 2

.

Suara ketukan sepatu terdengar dari ujung koridor perusahaan besar tersebut, para pekerja yang melihatnya langsung merapihkan pakaian dan berdiri dengan manis, menunggu sang pemilik ketukan sepatu berjalan melewati mereka. Empat orang pria akhirnya datang—tiga orang yang terlihat tua dan berkeriput berjalan di belakang, sementara seorang yang terlihat.... hot and fresh-looking berjalan dengan wajah datar. Wajahnya sehalus marmer, dengan hidung yang panjang serta tinggi. Tatapan matanya tajam, tatapan yang sering dipuja-puja para wanita dan bahkan laki-laki.

 

 

Tatapan mata yang panas.

 

 

Dengan kata lain, pria ini, sang pemimpin, adalah pria yang amat tampan.

 

Ketika dia melewati para pegawai wanita—yang ngomong-ngomong terlihat lemas—jadi tambah lemas mencium aroma tubuhnya. Aroma tubuh asli, tanpa parfum. Aroma tubuh yang berbau nikmat dan segar, membuat orang-orang yang mencium baunya jadi mencandunya—dan bukan hanya aroma yang kita bicarakan di sini.

 

“Cha-sajangnim,” kata pria itu datar.

 

“A-ah, iye, ada apa Sehun-ssi?” tanya pria tua di belakangnya, rambutnya memutih dan setengah botak. Keringat menghiasi pelipisnya dan wajahnya terlihat akan meledak saking merahnya. Tipe-tipe wajah penjilat.

 

“Bukankah aku sudah memberi tahumu untuk terus memantau kegiatan hotel ini? Kenapa masih saja kau melupakan pesanku, hah?” tanya Sehun. Kentara sekali dia kesal.

 

“Apa maksud anda, Sehun-ssi?” tanya Cha-sajangnim. Keringat dingin makin menuruni pelipisnya. Lututnya sedikit gemetar, dia segera mengelap keringatnya dengan sapu tangan burberry Prancis miliknya. Sehun berbalik, memandang Cha-sajangnim dengan tatapan intens yang menakutkan.

 

“Aku tidak suka ada pegawai wanita di tempat kerjaku, di divisi mana pun itu,” kata Sehun datar. “Pecat semua pegawai wanita yang ada. Atau kau yang akan kupecat dari wakil vice president hotel ini,” kata Sehun lagi, berjalan menjauhi mereka bertiga menuju keluar hotel; membuat Cha-sajangnim membeku ketakutan. Kasihan pria tua itu—dia hanya ingin hidup bahagia, tinggal dengan anaknya, bisa bermain golf dengan santai, dan bukannya disuruh-suruh seorang bocah yang bahkan masih belum menjejaki setengah umurnya!

 

Tapi bukan salahnya juga kalau dia takut pada Oh Sehun. Siapa yang tidak mengenalnya. Pria yang tampan, dengan kekayaan berlimpah seperti air terjun Niagara, dan memiliki karisma eksotis yang selalu bisa menjerat cinta wanita. Keluarganya adalah pemilik kekayaan Old Money—kekayaan turun temurun.  Pria multi-talenta yang wajahnya sudah kerap kali keluar masuk televisi. Konon katanya dia sudah sering diminta menjadi model iklan atau model CF dari brand-brand merk terkenal. Namun dia menolak. Sikapnya yang dingin itu juga merupakan salah satu dari kelebihannya. Wajahnya dinobatkan sebagai ‘The Most Edible Bachelor 2012’ di Korea.

 

Sayangnya, setiap orang tidak ada yang sempurna. Termasuk Oh Sehun. Setampan-tampannya dia, sekaya-kayanya dia, ia tetap memiliki cacat tersendiri. Orang-orang menyebutnya berbeda. Dia menyebutnya keistimewaan. Orang-orang menyebutnya aneh dan menjijikkan. Dia menyebutnya anugerah. Dia menyukai lelaki.

 

Ya, dia gay.

 

Banyak wanita yang sakit hati akan kenyataan ini, tapi tidak dengan para lelaki. Paling tidak, Sehun selalu mengambil alih posisi menjadi ‘lelaki’ di setiap hubungannya dengan pria lain.

 

Semua ini karena masa lalunya. Ya, masa lalunya...

 

Sehun sudah bersiap untuk menaiki mobilnya ketika tiba-tiba handphone-nya berbunyi. Sehun menatap handphone-nya dan kemudian mengangkatnya.

 

“Sehun-ah, ini aku, Luhan.” Suara di seberang terdengar sangat excited. Sehun memakai safety-belt-nya lalu mulai menyalakan mobil sport keluaran terbaru miliknya dan memacu mobilnya keluar gerbang perusahaannya.

 

“Oh, Luhan-hyung. Sudah lama tak bertemu,” kata Sehun, “....Wae?” tanya Sehun tanpa basa-basi. Dia mengambil air mineral dan meneguknya sedikit.

 

“...Aku akan menikah, Sehun-ah.”

 

Xi Luhan, adalah teman baik (atau bisa dibilang, friends with benefit) Sehun semenjak dulu. Memang, mereka dulu memiliki affair khusus, namun hubungan itu kandas di tengah jalan dan menyisakan dua pria yang bersahabat sangat, sangat dekat. Luhan sendiri sedang mengelola bisnis keuangan yang megah di Paris, Prancis. Betapa kagetnya Sehun ketika tahu Luhan akan menikah. Bagaimanapun, Luhan itu ‘belok’ sepertinya.

 

“Menikah?” lengking Sehun.

 

“Iya,menikah. Aku mendapatkan seseorang yang pas, ahahaha. Aku sangat senang.”

 

“Laki-laki?”

 

Hei, jangan salahkan Sehun. Di luar negeri, pernikahan sesama jenis jelas diperbolehkan. Tinggal kabur ke LA, dan mereka bisa segera berbulan madu.

 

Luhan tertawa. “I swing both ways all the time, I told you ‘bout that, Sehun, didn’t I? I’d love to bang man, but damn, woman is much better than man when it comes to marriage.

 

Cih. Perempuan rupanya. Sedikit rasa kecewa merembesi hati Sehun.

 

Jinjja? Gereom, congratulation, Hyung.” Sehun berkata dengan wajah yang datar.

 

Aish, bahkan dengan jarak sejauh ini aku bisa melihat wajahmu yang datar dan mati emosi itu,” kata Luhan sebal. Sehun hanya diam dan merespon dengan ‘hn’. ”Kalau bisa, kau datang kemari. Aku akan mengadakan pernikahan di sini, bukan di Korea,” kata Luhan. Sehun hanya ber’hn’-ria. Setelah berjanji akan datang ke sana—ke Paris, tempat Luhan akan melangsungkan pernikahan—Sehun mematikan handphone-nya, kemudian memencet nomor lain.

 

Annyeonghaseyo. Ne. Ini aku, Oh Sehun,” kata Sehun, masih menatap ke depan dengan tatapan datar.

 

“...Eoh. maafkan aku sudah merepotkanmu.” Jongin berkata dengan wajah serius.

 

Eoh... ne. Ngomong-ngomong aku akan segera pergi ke Paris. Hm. Ada saudaraku yang akan menikah di sana.” Hening. “Baiklah. Terima kasih, kau memang sangat baik. Ne. Annyeonghaseyo.”

 

Sehun mematikkan handphone-nya dan memacu mobilnya lebih kencang.

 

 

~~~

 

 

“Coffee, Sir?”

 

Wanita bertubuh montok dengan mini skirt tersebut menawarkan kopi—mencondongkan tubuh dengan seductive manner sekaligus teko kopi yang mengepul panas. Pria tampan dengan wajah cantik tersebut tersenyum, lalu menggeleng. Sudah cukup dengan segala macam kopi yang sudah dia konsumsi semenjak dia landing dan turun di Graulle-de-charles Airport. Dia merapatkan topinya, menutupi sebelah kiri matanya, seakan menghindari dan menutupi sesuatu dari seseorang. Atau beberapa orang.

 

Walau pria itu terlihat santai, dia tahu bahwa ada banyak—banyak sekali orang yang tersebar untuk menjaring dirinya. Ayahnya adalah orang yang ngotot sekaligus easy going. Ayahnya tidak akan menyerah sebelum dia menang pertandingan. Karena itu juga ia—ayahnya—menjadi seorang konglomerat terkenal di dunia. Koran Prancis yang ia baca—atau pegang, semenjak dia bahkan tidak membaca satu pun huruf perancis yang sangat rumit tersebut—menutupi wajahnya. Setelah yakin tak ada orang yang mencari-cari dirinya, dia meminum kopi miliknya dan kemudian berdiri. Selama ini dia tak pernah berada di sebuah dunia yang benar-benar luas. Tapi itu tak membuatnya jadi “orang yang polos” terhadap lingkungan. Dia mengawasi setiap perkembangan lewat internet, dan lewat sahabatnya—Brigghita, pelayannya yang entah bagaimana cara menghubunginya sekarang. Dia tak punya handphone, apalagi memakai telepon umum sekitar. Terlalu berisiko jika dia memakai telepon umum yang punya kemungkinan disadap oleh orang-orang ayahnya dan dalam sekejap mata mereka menemukannya seperti menemukan batu besar di antara debu. Bukan berarti hal itu mencegahnya untuk menikmati panorama Paris. Paris adalah kota yang sangat menyenangkan. Banyak sekali orang-orang yang bisa dinikmati—begitulah menurutnya—ada yang bermata hijau, berambut merah, berkulit hitam, berhidung mancung, badan yang kecil, dan bahkan ada orang dengan tinggi badan dua meter. Orang ini sama sekali tidak menggubris rasisme—dia menentangnya, karena itu dia sangat gembira melihat orang-orang yang berbeda-beda di Paris.

 

BRUGH!!!

 

Sesuatu yang mungil—lembut dan hangat—menabrak kakinya. Dia menunduk, melihat seorang anak kecil dengan wajah manis—wajah Asia, dia kira—terjatuh. Sambil menangis, dia berputar dalam bahasa Inggris. “Rena... RENAAA~” serunya.

 

Hey, lil’ girl, why’d you crying?” tanyanya.

 

Who are you, Pretty Sister?” tanya anak itu, polos.

 

Sang tuan muda—yang memang wajahnya agak terlihat seperti perempuan manis—membeku. Dia tak suka dipanggil ‘pretty’. “Bukan siapa-siapa. Di mana ibumu?” tanyanya.

 

“Aku tak punya ibu.”

 

Dia terdiam, “Kalau begitu, dengan siapa kau kemari?” tanyanya, merasa bersalah.

 

“Rena, kakakku. Dia hilang. Tak tahu di mana. Hiks.” Anak itu masih menangis.

 

Sssh. Stop weeping. Let’s find your Rena.” Gadis kecil itu dia angkat ke udara dan ditaruh di atas bahunya.

 

WHOA!” Gadis itu menjerit tertahan, memeluk erat kepala sang Tuan Muda. Perlahan, gadis kecil itu mulai melupakan tangisnya dan tertawa-tawa.

 

“Kau benar-benar pemberani, huh?” Tawa manis membuat sang Tuan Muda tertawa. Sebelum memulai aksinya dia berdeham kecil, lalu berteriak, “EXCUUUSEEEE MEEEE!!!! SHE’S A LOST CHILD WHO’S TRYING TO FIND HER SISTER ALOOONEEEE! WHERE THE HELL IS HER SISTER?!” teriak sang tuan muda—tanpa merasa malu, dengan sengaja berteriak-teriak—dan menunjuk anak di atas bahunya. Orang-orang di sekelilingnya menatapnya—seakan dia aneh, gila, namun banyak juga yang geli dan kasihan melihat sang anak. “LOST CHILD!! A LOOOST CHIIIIILLDDD!!! RENAAAA!? WHERE ARE YOU???” serunya. Orang-orang tertawa karena gaya bicaranya mirip dengan wanita-wanita promotor merk Prada terbaru.

 

Lumayan. Dia sudah menarik perhatian orang-orang. Walau seharusnya dia tidak melakukan hal itu. Dia tidak mau ditangkap dengan mudah—tapi, hey, kasihan anak kecil ini. “Hey, kiddo. Try some cheerleading activity.” Sang Tuan Muda mengguncang bahunya, membuat sang anak kebingungan.

 

What cheerleading activity?”

 

What I mean is crying out loud, for the sake of pete. DUH.”

 

Gadis itu mengangguk kecil, mengerti, lalu mulai menangis. Kencaaang sekali.  “LOST CHILD!! LOST CHILD!! WHOSE HER PARENTS?!” diiringi dengan tangisan kencang sang anak. Beberapa saat kemudian, seorang wanita cantik dengan rambut bob muncul, tergesa-gesa. Wajahnya terlihat cemas, sebal, ketakutan sekaligus lega.

 

“Andre!!” seru wanita itu.

 

“Renaaa~~~”

 

“Andre?” seru Tuan Muda. Bukankah dia adalah gadis kecil?

 

“Rena.” Tiba-tiba wanita itu mengangsurkan tangan.

 

“Rena?!” kata Tuan Muda kaget.

 

Tiba-tiba ‘Andre’ berjumpalitan dan berseru, “ANDRE!!”

 

 

Oke... ini aneh.

 

 

~~~

 

Chaehyun’s POV 

 

Thanks for accompanying my little brother,” kata cewek cantik itu. Aku cuma ngangguk, meminum Macchiato-ku. Aku tak pernah suka minum kopi, tapi Machiatto ini luar biasa lezat. “Where do you come from?” tanya Rena.

 

Aku memandang Andre dalam. “South Korea,” kataku.

 

Wow. South Korea? I’m Korean, too. But I spend most of my life time in Paris, so I used to give my English name to people. By the way, my Korean name is Kim Yuyoong.” Kalau tak salah aku melihat pipinya memerah. Oh golly, cantik banget. Kenapa ada ya, manusia yang memerah dan cuma pipinya saja yang merah? Kalau aku sih, sudah pasti sampai dahiku merah. Dan itu nggak terlihat keren.

 

Sama sekali nggak keren.

 

So you’re a tourist?” tanya Rena, menggali topik lebih dalam. Aku mengangguk. “Sejak tadi aku belum menanyakan namamu. Siapa namamu?” tanya Rena. Aku diam. Bukannya tak mau menjawab, tapi aku bingung. Siapa namaku? Brigghitta memanggilku ‘Tuan Muda’. Myunghee-ssi memanggilku ‘Anakku’. Sementara ibuku memanggilku ‘Sweetheart’. Itu, sebelum dia mati.

 

I don’t have any name,” kataku cuek. Pasti ada beberapa anak yang lahir ke dunia tanpa sedikit pun nama. “Just call me Nameless,” kataku iseng, memakai nama akun dunia maya yang sering kupakai untuk berselancar di dunia orang-orang yang mudah dibohongi itu.

 

Tanpa disangka matanya membulat. “You’re THE NAMELESS?!” serunya. The? What’s with the all-capslock? THE? “Apa kau pemilik akun ‘NAMELESS’ yang terkenal di dunia maya itu? Yang selalu memenangkan setiap babak set game online melawan orang-orang terkenal di dunia nyata? Yang selalu dengan tajamnya mengomentari orang-orang terkenal—yang memang pantas mendapatkannya—dan tidak pernah tertangkap oleh polisi virtual?? Yang masuk daftar hitam di otaku karena kejahilanmu yang mengesankan?! Yang meng-hack akun cyber criminal dan membocorkannya ke seluruh dunia? Apa kau yang itu? SI NAMELESS??” serunya excited.

 

Wow, so our cute girl is a geek! Kenyataannya, hampir seluruh yang dia ocehkan benar, karena, well, aku kan dikurung di dalam rumah. Jadi jangan salahkan aku kalau aku punya lebih banyak waktu untuk membuka internet dan mempelajari lebih banyak hal lewat internet.

 

Ng, kecuali bagian yang masuk daftar hitam itu. Yah. Mungkin saja. Aku memang punya banyak musuh di dunia maya. So, LOL! I don’t even have a to give!

 

“Kok tahu?” tanyaku.

 

“Tentu saja tahu! Aku sejak dulu selalu ingin play online with you. Kau idolaku!!” serunya.

 

Apa aku emang seterkenal itu?

 

“K-Kalau kau mau,” dia nyengir, manis sekali. “Maukah jadi temanku?” tanyanya. Aku menaikkan alis. Teman? Aneh banget. Aku tak pernah punya teman selama delapan belas terakhir hidupku (kecuali Brigghitta. Dia mah, jangan ditanya deh.) Jadi... yah. Tapi kayaknya temanan sama seorang lady-like yang super cozy tak buruk juga. Aku nyengir dan menggapai tangannya.

 

Anytime, Darling.” Ehem.

 

“Jadi aku harus memanggilmu NAMELESS? That’s cool,” katanya, hype-up. Sebenarnya aku merasa aneh disebut dengan nama akun ‘Starcraft’ku itu. Tiba-tiba satu nama muncul di kepalaku.

 

“Lim Chaehyun. Panggil aku Chaehyun,” kataku.

 

“Chaehyun?” tanyanya lalu tersenyum. “Andre, kenalkan, dia Chaehyun.” Andre tersenyum sementara pipi mochi-nya mengembang. Astaga. Dia tidak terlihat seperti anak laki-laki untukku.

 

“Chaehyun, maafkan aku, aku harus permisi.” Dia menatapku penuh permintaan maaf. Aku—yang secara ajaib sekarang bernama Chaehyun—mendongak.

 

“Mau ke mana?” tanyaku.

 

“Mengurus pernikahan sepupuku,” katanya, cengirannya hilang. “Kalau kau mau, aku akan mengundangmu ke sana, Chaehyun,” katanya semangat. Aku menggeleng. Walau aku mau, tentu saja aku tak bakal bisa. Ingat, aku lagi dalam masa pelarian. Aku tak bisa santai-santai makan snack khas pernikahan sambil sok-sokan bertanya ke orang asing di sampingku “Hey, bro, jadi kau sudah punya berapa anak?” dan membiarkan orang-orang gila suruhan Myunghee-ssi menangkapku seperti ikan teri. Maaf saja ya, kata ‘tertangkap’ tidak tertulis di dalam kamusku.

 

“Ayolah, pasti seru! Tunangan sepupuku juga sangat nge-fans padamu!” seru Yoyoong.

 

“Sori, aku nggak bisa. Kau tahu.... urusan pribadi.” Entah kenapa aku merasa sedikit gelisah melihat wajah murung Yoyoong. “Okay, I’ll try to go to your cousin’s wed. Where is the address?” Aku bertanya. Dia nyengir lebar banget. Ugh! Silau.

 

“Datang saja ke tempat ini kapan pun yang kau mau—aku di sana setiap hari.” Yoyoong mengedipkan sebelah mata dan memberikan sebuah kartu. Aku nggak yakin bisa datang, tapi aku tetap  senyumin dia.

 

Bye!” Aku melambaikan tangan dan nyengir lagi.

 

Kayaknya aku harus sendirian lagi.

 

Aku mulai merasa ngantuk ketika tiba-tiba telingaku ngedengar suara statis di arah barat daya, sepuluh kaki dari tempatku duduk. Suara itu, jelas-jelas itu adalah walkie-talkie salah satu suruhan ayahku. Aku sudah sangat familier setelah mendengarnya berkali-kali ketika mencoba menyusup keluar dari Istana-menyebalkan-di-Korea. Aish. Kenapa anjing-anjing sialan itu masih berada di Paris? Apa ayahku benar-benar menyebarkan semua suruhannya ke seluruh dunia. Dasar orang tua gila.

 

Pelan-pelan aku bermain dengan kopi milikku. Oke. Pertama-tama, biar aku jelaskan dulu kenapa aku bisa mendengar suara listrik statis dari jarak sejauh sepuluh kaki. tidak, aku tidak punya keahlian seperti mata-mata gitu. Padahal kalau aku punya, pasti asyik banget. Tentu saja tidak. Aku hanya terlalu sering memakai headset di kedua telingaku, sehingga telingaku jadi lebih banyak mempunyai jalinan sensorik dari telinga orang kebanyakan. Kalian sekarang tahu betapa ‘rumahan’nya aku sekarang. Kalau tak tidur, makan, belajar seni beladiri dari Brigghita, maka aku akan... bermain di depan komputer. Nggak sekalipun keluar kamar, itulah yang kulakukan selama delapan belas tahun ini.

 

Menyedihkan? Nggaklah. Menyenangkan ketika ada Brigghita di sampingku. Dia nggak seperti pelayan lain—sok rapi, sok manis, sok sopan... dia itu sudah kayak seorang guru untukku. Dia mengajarkanku cara makan rakyat jelata (yang mana benar-benar membuat kamarku jadi sangat kotor. Kau tahu betapa liarnya rakyat jelata pas makan) mengajarkanku belajar wushu, karate, mengajarkanku aku cara omong seperti aku omong sekarang. Orang serba bisa Brigghita itu.

 

Dia pernah pingin menyelundupkanku keluar, sayangnya ketahuan oleh ayahku. Dia hampir dipecat, tapi ayahku ingat—bahwa hanya ada Brigghita, satu-satunya pelayan yang menemani ibuku ketika melahirkan. Yang mana membuat semuanya jadi sulit banget. Ayahku benar-benar tak kepingin aku diketahui masyarakat. Seolah-olah aku ini semacam parasit hidup yang tidak dibiarkan menyebarkan virus lewat udara. Tapi tak apa. Dikurung di dalam kamar tidak membuatku diam dan manis. Jiwa pemberontak Brigghita ia turunkan padaku. Dan aku bersyukur karena ialah sekarang aku berada di sini.

 

Aku kangen Brigghita. Sungguh.

 

Oops!!” Aku—tentu aja sengaja—menumpahkan macchiato ku ke seorang wanita.

 

What!! What are you doing—” Dia terdiam ketika aku mendekatkan wajahku

padanya.

 

Miss, I’m sorry for what I’ve done. Please forgive me,” kataku selembut mungkin. Dia memandangku, pandangannya kosong. Yes! Seperti yang aku duga.

 

Okayyouareforgiven....” Dia berkata dengan nada kosong dan tanpa nada spasi. Apakah aku setampan itu? Hahaha—

 

“ITU DIA!!! TUAN MUDA!!”

 

. Rencanaku tidak berjalan selama yang aku kira, tapi okelah. pas salah satu penjaga ngarahin pistol padaku, secepat petir aku menjadikan wanita di hadapanku sebagai tameng. Sudah pasti yang ia pakai adalah pistol bius—nggak mungkin memakai pistol asli. Persis seperti dugaanku, semua orang terlihat kacau. Mereka pasti kaget melihat seorang wanita pingsan dan seseorang mengarahkan senjata padanya. Aku tersenyum kecil.

 

Mercíe, Mademoiselle,” bisikku sambil mencium ujung jarinya. “Semoga kita bertemu lagi. Dan, maafkan aku,” bisikku lagi, lalu segera menyelinap di antara kerumunan orang-orang. Hal ini akan menghambat mereka—sedikit.

 

Aku tertawa senang. Dasar pengawal goblok. Jelas-jelas aku berlari tak karuan di sini, dan mereka masih berada di kafe itu. Ahahaha!! BODOOOOH—

 

Tiba-tiba di depanku ada banyak banget oang-orang suruhan ayahku. Argh. Mungkin ini yang dinamakan ‘bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian’. Aku seharusnya tidak menjelek-jelekkan mereka sebelum aku benar-benar lepas dari mereka. Change to plan B. Sialan. Ayah sialan!!!

 

 

~~~

 

 

Sehun baru saja sampai dan memakai baju kasual untuk datang ke rumah Hyung-nya—Xi Luhan. Para wanita memandanginya penuh hasrat ketika laki-laki memandanginya iri. Jelas-jelas dia pria tertampan di jalan itu sekarang. Sehun masih tidak peduli, Tiba-tiba dari jauh dia melihat seorang lelaki berlari ke arahnya, kemudian menariknya ke arah kegelapan. Sehun sudah hendak membentaknya ketika tiba-tiba bibir sang lelaki mendekat bibirnya—

 

.

Chapter 2

----- End -----

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
morinomnom
subsribers runaway with the bachelor, upvote please?

Comments

You must be logged in to comment
Wjpark #1
Maaf, aku mau nanya sebelumnya. Ini ff hasil remake atau bukan? Soalnya, dulu banget aku kayak pernah baca ff ini. Tapi ff nya make bahasa inggris dan main cast nya itu HunHan. Terimakasih, dan maaf kalau aku salah kira hehe
Eunji07 #2
Chapter 31: satu kalimat yang aku ucapkan saat membaca baris terakhir di cerita ini, "yaaah kok udah tamat"

Jujur sebenarnya aku kurang suka ff yang menggunakan tulisan tidak baku. Tapi untuk cerita ini, pengecualian hahahaha. Aku SUKA SEKALIII. Terimakasih sudah membuat cerita yang keren, menarik, membuat penasaran, dan tentunya mengalir dengan indah dan menyenangkan sampai akhir cerita.
vinthisworld #3
Pengin baca ulang: "
Desirened
#4
Chapter 8: Keke, syarat ke 5-6 kek pengkaderan osis aja xD
sevenineLu #5
Jhoa Jhoa Jhoa
fukkdown #6
Chapter 31: 진짜 진짜 진짜 대박이다
alexellyn #7
Chapter 31: good job for the author. kenapa aku berharap ff ini ada sequelnya ya? rate-m pula. ckck. semangat untuk buat karya2 berikutnya~
luhaena241
#8
Chapter 31: Aku telat baru tau kalau 2 chapter akhirnya udah publish kkk.
Two thumbs up u/kamu!!
Suka banget bacanya dr awal, yt pertama" ngira ini ff hahhahah ga taunya bukan, hanya ada tokohnya saja yg seperti itu.
Alurnya panjang, keren, n detail tp tentu gak ngebosenin. Imajinasi kami tinggi n daebak bgt! Bagaimana kata demi kata kamu susun sehingga membentuk kalimat" yg apik terkemas didalam ff ini~
Ah, I can't talk anymore, just "two thumbs up" for you!! (y) (y)

Keep writing n fighting ne!!^^
Oiya, ngelawaknya jg dapet, terkocok" sangat ini perut kkkk
luhaena241
#9
Chapter 29: Akhirnya ff ini publish kembali!! Senangnya~ :*
Mnieunra #10
Chapter 31: >< FFnya bagusss banget haha..
Ampe greget bacany, awalny bingung mana chaehyun mana sehun ._. Tp lamalama udh nggak kok :)
keep writing '-')9