Chapter 23

Runaway With The Bachelor

Sehun bolak-bali. Sejak tadi dia menggigit bibirnya, memandang ke luar ruangan hotel, berharap figur yang sudah sangat ia hafal berlari seakan dikejar setan keluar dari kegelapan.

Sudah lewat delapan jam sejak dia dan Hayoon berhasil keluar dari Bandara.

Itupun, harus melewati banyak sekali obstacles—mulai dari dipegang-pegang mas-mas bandara, melewati berpuluh-puluh metal detector, di tanya-tanya oleh seorang jubir pasukan huru-hara Korea, Jepang, dan China sekaligus, apalagi setelah mereka tahu bahwa dia dan dua orang pria lainnya yang melumpuhkan hampir setengah dari pembajak tersebut.

Yamada, pria mungil itu, berhasil kabur tanpa jejak, dan Sehun tidak yakin dimana pria menyedihkan yang satunya lagi dipaksa menyerang bersama-sama oleh Yamada pergi. Sehun harus mencari pria itu nanti dan memberikan sedikit penghargaan padanya.

Siapa namanya tadi…? Oh iya—Harry Jackson.

Jadi pada akhirnya, hanya Sehun yang tersisa. Lalu dia dan banyak sekali penumpang di pesawat tersebut disuruh menunggu—wajar saja, karena hampir seluruh dari mereka mengalami trauma yang amat sangat. Namun, tetap butuh urat nadi leher dan suara tinggi yang memakan waktu seperempat jam untuk memenangkan pertengkaran itu.  Kalau saja Hayoon tidak langsung bergerak cepat dengan memberi tahu mereka orang yang mereka tanyai dengan tidak manusiawi adalah Oh Sehun—The Oh Sehun yang terkenal—mungkin sampai sekarang mereka akan tetap terkurung dalam bandara tersebut.

Sehun masih memandang keluar jendela besar, sudah puluhan kali melakukan hal tersebut setelah ia sampai di kamar terdekat. Jelas dia terkena sindrom yang aneh—sindrom yang tidak pernah dia rasakan semenjak Hayoon meninggalkannya.

Entah kenapa, dahulu ketika dia masih belum… masuk ke dalam putaran aneh bernama Lim Chaehyun, dadanya sakit terperas ngilu jika mendengar nama Hayoon. Wanita yang telah meninggalkannya untuk pria lain. Wanita yang…

Ah, sudahlah.

Hidup Oh Sehun itu seperti bola klise. Sangat klise, tapi kalau kau yang mengalaminya… jangankan berani mengucap kata klise, memikirkannya saja tidak mau. Mencoba untuk melupakannya takkan mampu, mencoba untuk berbahagia apa lagi.

Tapi, itu dulu.

Sekarang…

Sekarang, sebuah perasaan asing yang menelusup ke kalbunya. Perasaan tidak menyenangkan yang memang sudah menusuk-nusuk dadanya ketika pembajak-pembajak sialan itu berada di pesawat. Perasaan itu makan tidak kunjung padam, apalagi ketika Sehun melihat punggung kokoh yang terlihat rapuh tersebut membelakanginya, dan menghilang dibalik kabin kapal.

Sialan.

Apa yang terjadi pada Sehun yang dulu? Sehun menenggelamkan kepalanya di tangan, frustasi dan bingung memandikan seluruh raga dan pikirannya seperti shower rusak. Kenapa dia merasa sangat protektif pada anak itu? Pada si anak iblis itu? Kenapa dia merasa khawatir? Chaehyun bahkan bisa melewati seratus prajurit terlatih sekalipun. Dia itu manipulatif. Sangat manipulatif. Tapi hal itu tidak mencegah Sehun melirik ke bawah jendela hotel dengan khawatir.

Khawatir?

Sialan.

Oh Sehun tidak pernah merasa khawatir. Rasa khawatir dilahirkan dari rasa ketidakpercayadirian dan halusinasi yang tinggi. Oh Sehun tidak pernah merasa tidak percaya diri, apalagi mengalami halusinasi tingkat tinggi. Jika Oh Sehun sudah merasa khawatir, berarti semuanya gawat.

Dan skala gawat Sehun dengan orang kebanyakan itu sedikit, sedikit berbeda.

Sekarang, apa yang akan Chaehyun lakukan? Pikir Sehun, matanya lagi-lagi memandang keluar hotel. Mereka di Korea, demi tuhan. Dia tidak akan bisa keluar hidup-hidup tanpa tertangkap ayahnya yang sepertinya agak psikopat tersebut. Mereka ada didalam kandangn iblis itu sendiri. Kemungkinan Chaehyun bisa kabur dengan selamat adalah 0,003 persen. Sehun menutup matanya. Hal yang mungkin dilakukan anak itu adalah :

  1. Kabur dari Korea entah menggunakan apa
  2. Sembunyi di balik bayangan (Sehun tidak yakin dia melakukan hal itu. Sejak tadi Sehun sudah menyuruh anak buahnya mencari ke gorong-gorong Seoul untuk mencarinya.)
  3. Secara ajaib tahu kemana Sehun menginap dan dapat kembali kesini.

Sehun tahu kemungkinan terakhir itu konyol. Lebih dari konyol malah.

Pikiran itu membuat kekhawatirannya berlipat-lipat.

Sialan.

Sebelum Sehun menambah daftar dosanya dengan lebih banyak kata rutukan yang kreatif, Telepon hotelnya bordering. Sehun dengan cepat mengangkatnya, mengira bahwa Chaehyun menelponnya. “Kau benar-benar bodoh—“

Maaf, Sehun-ssi…?”

Suara lembut Hayoon membuat rasa lega yang tadi datang menghampirinya hilang. Sehun mencoba menutupi nada kecewanya dengan datar. “Oh, kau.” Sehun bahkan tidak mencoba untuk lebih sopan. “Kukira siapa. Ada apa?”

Tadi siang saya sudah memberi tahu anda, bukan? Sekarang kita ada seminar di Lobi bawah. Saya harap anda segera kemari untuk menghindari keterlambatan.” Nada profesional Hayoon terdengar. Sehun menjilat bibir bawahnya dan mengucapkan terima kasih dengan sedikit tidak ikhlas dan terburu-buru. Sehun membanting teleponnya, menatap handphonenya. Masih belum ada laporan dari anak buahnya, dan hal itu membuat Sehun menggila. Sehun bahkan tidak ingin bergerak dari tempatnya, dia hanya ingin menunggu dan menunggu disini, sampai anak iblis itu datang dengan suara berisiknya.

Sehun mengabaikan suara telepon yang berdering lagi.

Setelah ketiga kali, Hayoon menyerah. Sehun tidak peduli.

Sehun tidak menyadari bahwa apa yang dia lakukan adalah tindakan tidak professional yang bisa menaruh nasib perusahaannya di ujung tanduk. Yang bisa membuat ayahnya marah besar, dan bisa membuat orang-orang yang menaruh harapan tinggi padanya kecewa. Tapi dia tidak peduli. Hanya Chaehyun yang ada dalam pikirannya.

Sampia handphone-nya berdering, Sehun tidak membuang waktu dan kemudian memencet tombol hijau. “Halo?!”

Sehun?” suara berat dari ujung sana membuat  bahu Sehun yang naik dengan excited turun lagi. “Kai-hyung.” Sehun memutar bola matanya, mencapit ujung hidungnya, dan menghela nafas. Dia tidak butuh buang-buang tenaga. “Kau di kamar nomor berapa?” tanya Kai lagi. Sehun menaikan alis. “Maksudmu? tahu darimana kau aku sedang dihotel?” tanya Sehun. “Hayoon member tahuku,” kata Kai licin.

“Mau apa kau kemari?” Sehun berkata, agak tega. Dia dan Kai sudah lama tidak berkontakan, bukan berarti karena mereka berdua tidak dekat, tapi karena mereka masing-masing merupakan orang sibuk. Dan kenapa Kai ingin mengunjunginya sekarang?

Aku sedang bersama dengan domba kecil—maksudku, Chaehyun.” Suara omelan dan gebukan dan tawa berat Kai terdengar dari ujung sana.

Sehun melebarkan matanya. Tangannya yang memegang handphone mengeras.

“Kau bertemu dengannya?” tanya Sehun, suaranya terdengar lebih berat dari biasa. Bagaimana bisa? Kapan mereka berdua bertemu? Ah iya—saat ada pesta kebun di rumah Luhan-hyung, hyungnya yang satu ini juga datang. Tapi bukankah saat itu mereka tidak terlalu… bagaimana, ya, dekat? Kenapa mereka terdengar sangat intim disini? Kenapa Kai bahkan tertawa?

Apa yang sebenarnya terjadi?

Iya. Kami bertemu di bandara tadi, aku juga baru pulang dari Amerika. lalu aku mengenalinya sebagai temanmu.  Aku lihat dia banyak lukanya, kau apakan dia?” terdengar suara teriakan yang familiar, dan tidak butuh seorang jenius seperti Oh Sehun untuk tahu kalau itu adalah Chaehyun.

“…Sehun? Kau masih disana? Halo?”

“……9083.”

“Apa?”

“Nomor kamarku.” Kata Sehun, suaranya terdengar sangat datar. “Baguslah. Aku akan mengantarnya kesana, kalau begitu?” tanya Kai lagi. Entah kenapa bibir Sehun ingin menjawab ‘tidak usah’, tapi mengingat mungkin anak buah ayah Chaehyun sudah berada di hotel ini, mengendus-endus seperti anjing, Sehun tidak punya pilihan lain selain mengiyakan perkataan Kai.

Beberapa menit kemudian, terdengar suara ketukan di pintu. Sehun berjalan ke pintu, entah kenapa tidak merasa se-excited tadi. “Yo!” Chaehyun mengangkat tangan—sok asik—dan senyum lebar.

Mata Sehun berkedut.

 

 

 

 

Setelah Chaehyun selesai bercerita apa yang tadi dia lakukan sehingga dapat kabur—dengan sedemikian nekatnya, minus bagian batu Hananatsu yang ternyata kayak genie dan kenyataan bahwa temannya adalah Pencuri ulung—Chaehyun menatap Sehun yang sejak tadi diam saja. Sudah tiga puluh menit berlalu, dan Sehun masih belum berkata apa-apa… apa yang sedang terjadi, nih? Apa aku ketinggalan kereta? Pikir Chaehyun nervous. Kepalanya masih berdenyut sedikit, dan tubuhnya kaku karena dari tadi berlari-lari dan terbanting sana-sini, dan kasur yang ia duduki sekarang terasa sangat menyenangkan untuk jadi teman tidur, tapi tidak ada yang lebih ingin Chaehyun lakukan sekarang selain menunggu respon Sehun.

Chaehyun setengah berfikir akan disembur dewa neraka alias Oh Sehun, dimaki, dan ditendangi sampai tidak berbentuk, dan Chaehyun bahkan sudah memikirkan seribu manuver mengelak untuk menghindari Sehun. Tapi pemikiran itu lenyap begitu saja melihat wajah datar Sehun tadi.

Bukan berarti wajahnya tidak datar sejak dulu, tapi…. Wajahnya kali ini terlihat tegang, dan datar, dan sangat tidak bisa dibaca. Chaehyun menggaruk kepalanya, dan meringis kecil. Pasti karena kejedot tadi, pikir Chaehyun sebal.

Pandangan sehun langsung menuju Chaehyun.

Chaehyun menatap Sehun.

Apa?

Sehun menaikan alis, walau wajahnya tetap tidak dapat dibaca.

“Uh. Jatuh. Benjol sedikit.” bisik Chaehyun setelah beberapa menit bertatap-tatapan dan bertelekinesis, malu membocorkan kejadian yang sebenarnya, kalau di bukan hanya benjol sedikit.

Sehun mengerutkan alisnya dan membuka mulut. Chaehyun menutup mata, menyiapkan diri dengan kata-kata kasar nan menghinakan.

….

Chaehyun tidak mendengar apa-apa. Tidak ada teriakan bernada tinggi, tidak ada desisan dingin ala ular kobra, tidak ada apa-apa. Hanya gumaman tidak jelas. Chaehyun mengerutkan dahi, sedikit membuka matanya bingung. Tapi dia malah di sambut oleh punggung berbalut kemeja milik Sehun yang menghilang dibalik konter dapur (namanya juga kamar super suit) dan kembali membawa sekotak… P3K?

“Apaan itu?” tanya Chaehyun. Bloon.

“Kue.” Kata Sehun sarkastik, tapi tidak melanjutkan perkataannya dan duduk didepan Chaehyun. Chaehyun menaikan alis. Apa dia kelihatan sebodoh itu? “Itu tadi pertanyaan retorik,” gumam Chaehyun, yang secepat mungkin langsung didiamkan oleh jari jenjang Sehun. Jemarinya menarik dagu Chaehyun lembut, tidak seperti perkiraan Chaehyun. Chaehyun mundur sedikit, yang mana membuat Sehun mendesah keras. “Aku sedang tidak ingin buang-buang tenaga bertengkar denganmu.” Sehun mendesis, terdengar benar-benar lelah ketika mengambil kapas yang sudah dibubuhi alkohol dan menempelkannya ke salah satu luka Chaehyun.

Chaehyun ingin meringis, tapi kemudian dia ingat salah satu drama korea yang pernah dia tonton dengan Brigghitta, Boys Before Flower.

(Yang main, Lee Minho dan Goo Hyesun. Brighitta bilang Lee Minho itu seksi dengan rambut kriwilnya. Chaehyun tidak berfikir seperti itu. Hanya karena dipaksa, makanya Chaehyun ikut nonton.

Tapi ternyata, bagus juga.)

 

Bagian ketika Geum Jandi terluka dan dirawat oleh Goo Junpyo!

 

Mata Chaehyun membulat, seketika mundur. Sehun menyipitkan matanya, menarik dagu Chaehyun lebih keras. Setelah bersitatap beberapa detik, Chaehyun menggeram kalah. Kalau di drama Boys Before Flower, cowok pasti menyentuh dagu ceweknya dengan lembut, romantis. Bikin deg-degan, dan penuh rasa cinta. Lah ini? Mananya yang romantis, coba? Mananya?

MANANYA??

Sehun menempelkan kapas itu lagi, dan rasa perih yang dialami masih sama dengan yang tadi. Chaehyun seketika menutup matanya, walau setengah hati. Tumben Sehun baik. Yah, mendingan, daripada dia jadi tambah babak belur di taboki Sehun, pikir Chaehyun pahit, merasakan kapas basah itu dibubuhi di bagian lain di wajahnya. Tapi, setelah beberapa detik lewat, Chaehyun tidak merasakan rasa dingin sekaligus peri menyentuh wajahnya lagi. Jadi dia membuka satu mata, ingin menyuruh Sehun cepat-cepat.

Dan dia kaget.

Sehun dekat sekali.

Maksudnya, benar-benar dekat. Sperti dekatnya Malaysia dan Kalimantan. Seperti dekatnya ikan remora dengan hiu.

Indescribable.

Kemudian Chaehyun ingat ketika bagian Goo Junpyo meniup wajahnya Geum Jandi untuk mengeringkan alkohol yang ada. Chaehyun mengerutkan dahi, dan mendorong Sehun tanpa banyak kata. Sehun yang sudah tinggal sejilat saja dari Chaehyun langsung terpental kebelakang. “Kau ini ngapain!?” bentak Chaehyun, dan Sehun hanya bengong. “Mau menyebarkan kuman dan virus ke wajahku!?” bentak Chaehyun lagi.

Sehun tambah bengong.

“Meniup luka itu tidak boleh dilakukan! Katamu kau jenius. Masak yang kayak begitu saja tidak tahu!?” kata Chaehyun, berdiri dari tempat duduknya. “Siapa juga yang mau meniup lukamu?!” seru Sehun, emosinya terpancing. Serius, memangnya dia tadi kelihatannya mau ngapain?

“Lalu kenapa wajahmu dekat dengan wajahku?” Chaehyun mengerutkan dahi.

Sehun bengong.

“Sudahlah! Biar aku sendiri yang membubuhkan tetek bengek ini. Benar-benar,” Chaehyun mendecak sebal kea rah Sehun dan meninggalkan si pria dengan wajah datar  bengong itu tambah bengong.

……….

Pikiran Sehun kosong saking syoknya.

Hening.

“Woi.” Chaehyun menaikan alis. Sehun masih membeku. Chaehyun mendecak dan berbalik ke kamar mandi, berfikir mungkin karena dia kaget dibentak oleh Chaehyun. Chaehyun mengangguk, tidak peduli. Sehun masih bengong.

Walaupun kebengongan Sehun benar-benar bukan seperti yang Chaehyun deduksikan.

Setelah beberapa detik, Sehun menenggelamkan wajahnya ke tangan. Seperti orang frustasi. Bedanya, kupingnya semerah stroberi.

Sehun ingin memukul dirinya sendiri setelah melakukan hal itu. Ini tidak seperti Oh Sehun. Ini bukan Oh Sehun, at all! Dia punya rem diri yang sangat membanggakan, dan Sehun yakin dia bisa dikunci dalam sebuah ruangan yang kosong dengan wanita telanjang, berdua. Karena apa? Pertama, dia gay. Kedua, Sehun bisa mengendalikan diri walaupun ada seorang wanita menggosokan dirinya ke tubuh Sehun. Ketiga… dia gay!

 

Apa sih yang dia pikirkan? Dia. Suka. Cowok. Bukan cewek!

 

Ah, ya. Kalian pasti berfikir bagaimana Sehun bisa tahu.

 

Sehun sudah tahu. Bagaimana mungkin dia tidak tahu? Dengan bahu sekecil itu, dan dagu yang terlihat rapuh, serta pinggang yang (sengaja atau tidak sengaja) pernah Sehun rasakan, sentuh, dan remas… tentu saja Sehun akhirnya tahu kalau dia adalah seorang wanita. Wanita, for crying out loud.

Sehun tidak bodoh. Familiar dengan anatomi pria, dia pasti bisa membedakannya dengan wanita!

Awalnya Sehun merasa sangat marah, dan ingin menyembur Chaehyun dengan api kemarahan, menendangnya sejauh mungkin, karena dia sangat benci di kendalikan, dan dibohongi. Hell, kedua hal itu sudah sangat pas dengan kelakuan Chaehyun. Sudah suka sekali berakting jadi tiran jadi-jadian, dia juga merupakan aktris yang handal.

Namun Sehun ingat kalau Chaehyun butuh dia supaya dia bisa mendapatkan apa yang dia inginkan, dan Sehun juga membutuhkannya untuk mendapatkan yang dia inginkan. Hal itu membuat Sehun sedikit puas, dan jika memikirkan keuntungan yang akan dia tuai setelah lepas dari Chaehyun, rasanya pura-pura bodoh itu hanyalah hal kecil saja.  Hanya duri diantara setumpuk emas. Sehun sangat yakin, positif, seratus persen mengetahui, dan seribu persen berani mati kalau dimasa depan, mereka akan kembali menjadi dua orang yang tak mengenal, dan Sehun akan mendapatkan apa yang ia inginkan—yaitu pemegang saham terbesar yang pernah ada di proyek yang sedang dia lakukan.

Tapi semakin lama, seratus persen itu turun.

menjadi Sembilan puluh persen.

Lalu tujuh puluh, lima puluh lima, dan mendekati sepuluh persen. Baru juga lima minggu, dan Chaehyun sudah memporak porandakan semuanya.

Semuanya.

Sialaaaaan.

Oh Sehun, sebenarnya apa yang terjadi padamu?  Sehun mengacak rambutnya, frustrated beyond belief.

Padahal, dia sudah tahu. Dia sudah tahu jawabannya, sejak pertama Sehun memandang Chaehyun  dengan perspektif berbeda.

 

 

 

Chaehyun masih bisa menoleransi kedekatang Sehun dan Hayoon—hingga tadi siang.

Mereka sudah mau cabut dari hotel itu. Chaehyun semalaman tidak dapat tidur, yang mana membuat Sehun mendelik padanya marah—Sehun tidak tidur, sih, karena dia sibuk di depan laptopnya mengerjakan berbagai makalah dan memeriksa berbagai weekly report—dan membentaknya tidur. Namun Chaehyun terlalu paranoid, takut anak buah ayahnya mendobrak masuk dan menyeretnya.

Hal pertama yang Sehun lakukan jam satu dini hari tadi adalah menelepon Hayoon di pagi buta untuk membawa mereka pergi dari tempat ini. Sebisa mungkin tidak menaikir pesawat terbang, karena, jujur saja… Sehun takut hal yang sama akan terulang. Dibajak mungkin hal berbahaya paling kecil yang mungkin terjadi jika kau ada disekitar Chaehyun.

Mereka akan segera pergi menuju Shanghai—tempat terdekat yang bisa dicapai dengan yacht. Chaehyun sedang menunggu Sehun di lobby bersama Hayoon. Berdua saja. Tidak awkward sih—hanya berat sekali aura yang ada disekitar mereka. Chaehyun terlihat tidak peduli dengan Hayoon, sementara Hayoon, Hayoon terlihat lebih tidak peduli lagi. Sampai akhirnya Hayoon membuka mulutnya—yang mana membuat Chaehyun sedikit bingung.

“Jadi,” kata Hayoon. “Lim Chaehyun?”

Chaehyun menaikkan alisnya. Tidak pernah sedikitpun Hayoon mencoba untuk bicara dengannya—sekalipun. “Sudah bersama dengan Sehun selama hampir kurang lebih sebulan,” kata Hayoon tanpa mengalihkan pandang dari tabletnya. Chaehyun menaikkan alisnya lebih tinggi. Tidak pernah sekalipun Hayoon memanggil Sehun dengan namanya tanpa embel-embel ‘sajangnim’ hingga saat ini. “Menarik.” Kata Hayoon. Chaehyun masih diam, tidak merasa harus menjawab pernyataan Chaehyun. Hayoon menatap Chaehyun, seperti menuntut penjelasan. “Kalau kau mau bertanya dari mana kami bertemu,” kata Chaehyun, tidak seperti biasanya terdengar sangat dingin, “Jangan tanya aku. Tanya Sehun secara langsung.” Katanya.

Hayoon menaikkan alis. “Oh, aku sudah tahu apa yang sudah terjadi diantara kalian berdua.”

Chaehyun menaikan alis.

Cukup banyak hal yang membuat Chaehyun tidak harus percaya pada nenek sihir didepannya, jadi Chaehyun memakai topeng datar seakan menantang Hayoon untuk melanjutkan bicaranya. “Apa aku harus mengatakannya sekarang juga?” tanya Hayoon. “Disini?”

“Coba saja bicara.” Kata Chaehyun tidak peduli. “Memangnya rahasia besar dunia apa sih yang kami sembunyikan darimu?”

“Oh, banyak sekali.” Kata Hayoon, mendadak tersenyum. “Seperti misalnya, kenyataan bahwa kau menyuap sehun sehingga dia mau mengikutimu.”

Chaehyun masih memasang tampang datar, walau sebenarnya hatinya sama sekali tidak dekat dengan kata datar. Pertama, Hal ini jelas-jelas merupakan rahasia antara dia dan Sehun. Kedua, Sehun tidak akan berani mengatakan apa-apa soal perjanjian mereka, karena hal ini top secret—dengan Chaehyun sebagai anak kandung-dengan-status-tersembunyi Kim Myunghee.

Ketiga, Chaehyun percaya pada Sehun.

“Apa maksudmu?” tanya Chaehyun polos. Dia masih belum begitu bodoh untuk berkata, ‘Bagaimana kau tahu hal itu?’ karena mungkin saja wanita rubah ini hanya menjebaknya. “Kau tahu benar apa maksudku.” Hayoon tersenyum dan kembali pada tabletnya.

“Sayangnya aku tidak tahu.” kata Chaehyun dingin.

“Menyuap, menipu, memperdaya.... menyamar...” Hayoon berkata satu demi satu apa yang sudah Chaehyun lakukan. “Dengan dosa sebanyak itu, kau tidak akan diterima di surga nanti, kau tahu?”

“Menyamar?” suara Chaehyun sedingin tubuh Chaehyun. Temperatur tubuh Chaehyun terasa memanas, walau sebenarnya tubuhnya mendingin. “Apa maksudmu, menyamar?”

“Apa kau yakin mau mendiskusikan hal ini denganku?” tanya Hayoon. “Oh, aku seratus persen yakin, Hayoon-yang.” Kata Chaehyun dengan suara yang dibuat semanis mungkin. “Apa kau tidak merasa bersalah sedikitpun menuduh orang yang tidak-tidak?” Hayoon menatap Chaehyun terkesan. “Menuduh?” Hayoon tertawa kecil. “Aku tidak menuduh... kukira aku punya bukti yang sangat kuat.”

“Bukti?” tanya Chaehyun santai. “Seperti apa misalnya? Foto ketika aku mandi di dalam kamar mandi? Atau... foto ketika aku telanjang? Atau apa?” walau terdengar santai, Chaehyun mendesak Hayoon halus. Bagaimana mungkin wanita ini tahu? apa yang sebenarnya terjadi?

Apa Sehun yang—?

Tentu saja bukan. Chaehyun menggelengkan kepala. “Bukan foto.” Kata Hayoon, “Melainkan, pengakuan.” Hayoon tersenyum. Chaehyun mengangguk, terkesan dengan topeng muka dua yang dipakai oleh Hayoon. “Pengakuan,” Chaehyun merenung. “Aku takut dalam waktu satu bulan ini aku sama sekali tidak pernah mengaku apapun pada siapapun.”

“Oh, mungkin kau tidak mengaku begitu!” kata Hayoon. “Tapi Sehun-ssi pernah.”

Dalam sepersekian detik, tubuh Chaehyun menegang.

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
morinomnom
subsribers runaway with the bachelor, upvote please?

Comments

You must be logged in to comment
Wjpark #1
Maaf, aku mau nanya sebelumnya. Ini ff hasil remake atau bukan? Soalnya, dulu banget aku kayak pernah baca ff ini. Tapi ff nya make bahasa inggris dan main cast nya itu HunHan. Terimakasih, dan maaf kalau aku salah kira hehe
Eunji07 #2
Chapter 31: satu kalimat yang aku ucapkan saat membaca baris terakhir di cerita ini, "yaaah kok udah tamat"

Jujur sebenarnya aku kurang suka ff yang menggunakan tulisan tidak baku. Tapi untuk cerita ini, pengecualian hahahaha. Aku SUKA SEKALIII. Terimakasih sudah membuat cerita yang keren, menarik, membuat penasaran, dan tentunya mengalir dengan indah dan menyenangkan sampai akhir cerita.
vinthisworld #3
Pengin baca ulang: "
Desirened
#4
Chapter 8: Keke, syarat ke 5-6 kek pengkaderan osis aja xD
sevenineLu #5
Jhoa Jhoa Jhoa
fukkdown #6
Chapter 31: 진짜 진짜 진짜 대박이다
alexellyn #7
Chapter 31: good job for the author. kenapa aku berharap ff ini ada sequelnya ya? rate-m pula. ckck. semangat untuk buat karya2 berikutnya~
luhaena241
#8
Chapter 31: Aku telat baru tau kalau 2 chapter akhirnya udah publish kkk.
Two thumbs up u/kamu!!
Suka banget bacanya dr awal, yt pertama" ngira ini ff hahhahah ga taunya bukan, hanya ada tokohnya saja yg seperti itu.
Alurnya panjang, keren, n detail tp tentu gak ngebosenin. Imajinasi kami tinggi n daebak bgt! Bagaimana kata demi kata kamu susun sehingga membentuk kalimat" yg apik terkemas didalam ff ini~
Ah, I can't talk anymore, just "two thumbs up" for you!! (y) (y)

Keep writing n fighting ne!!^^
Oiya, ngelawaknya jg dapet, terkocok" sangat ini perut kkkk
luhaena241
#9
Chapter 29: Akhirnya ff ini publish kembali!! Senangnya~ :*
Mnieunra #10
Chapter 31: >< FFnya bagusss banget haha..
Ampe greget bacany, awalny bingung mana chaehyun mana sehun ._. Tp lamalama udh nggak kok :)
keep writing '-')9