Chapter 21

Runaway With The Bachelor

 

….Hananatsu Mirai adalah batu enam belas butir batu mulia mirah dengan total berat 7,9 gram berdiameter masing-masing 0,5 cm yang dijalin dengan rantai emas rumit sehingga masing-masing mirah tidak terpisahkan dari yang lainnya. Bentak tiap butiran berbeda-beda, tapi penduduk setempat meyakini bahwa dewa penjaga mata angin utara—Suzaku, dengan pribadi mengukir tiap pasang butir berdasarkan enam belas mitologi jepang yang terkenal. Tetapi, berdasarkan tim Stratografer serta Geografer Oklahoma, mereka berkata bahwa pembentukan Hananatsu Mirai bisa jadi sekitar dua juta tahun lalu dikarenakan magma membeku yang menghimpit masing-masing butir sehingga mengakibatkan tekanan kedalam dari batu tersebut dan mengakibatkan bentuk yang unik serta proporsi yang luar biasa rumit.

Hananatsu Mirai diambil dari nama penemunya, Hananatsu Mbyoku, seorang petani batu mulia biasa yang melejit namanya setelah menemukan Hananatsu Mirai. Sayang untuknya, sekitar dua bulan setelah menemukan Sang Inferno, iya meninggal karena kecelakaan air. Sejak saat itu kepemilikan dari hak Hananatsu Mirai tidak diketahui jelas, semenjak Hananatsu Mbyoku tidak mempunyai sanak saudara untuk di wariskan batu mirah tersebut.

Banyak yang bilang Hananatsu Mirai adalah batu mirah terkutuk. Pernyataan kontroversial ini seakan-akan didukung dengan banyaknya kejadian berdarah dari pemilik aslinya. Disamping cara penyimpanannya yang aneh dan tidak biasa, Hananatsu Mirai memang menyimpan misteri dibalik kilauan merahnya yang menggoda. Pertanyaan orang-orang setiap melihat dia terlepas dari tangan orang-orang adalah, siapa lagi yang akan mati?

(Rendezvous Paris, 2004)

 

 

 

 

Ketegangan yang ada dalam pesawat sangat tebal sehingga kau bisa memotongnya dengan pisau mentega.

“Pak pengemudi dan pak asisten pengemudi, aku harap kau tetap berjalan ke bandara Incheon.” Kata Chaehyun. Kemudian suaranya mengeras. “Ditanganku ada roti berisi puteri merah.” Kata Chaehyun. “Jangan coba-coba kau bohongi aku—aku tahu Hananatsu Mirailah puteri merah itu.”

Hampir seluruh pembajak disana menahan nafas, sebagian ada yang terlihat marah.

“Hati-hati,” rengek salah satu sang pembajak. Chaehyun menatapnya jijik. “Cortex,” kata Chaehyun. “Kau beruntung karena aku mengenalmu walaupun bukan dengan cara menyenangkan. Lepaskan pramugari-pramugara itu.”

Cortex tidak bergerak.

“Bergerak sekarang juga.” Desis Chaehyun berbahaya. “Aku tidak akan ragu menembakkan senapan ini pada pembajak. Aku tidak bakal di jatuhi vonis sesampainya kita di Incheon—kalian yang bakal dihukum.”

Cortex, dengan wajahnya yang pucat dan tidak bisa lebih pucat lagi berjalan menyamping seakan-akan tidak ingin membiarkan Chaehyun memperlihatkan punggungnya. Chaehyun melihat gerakan kecil disudut matanya dan dia segera mengambil gerakan cepat—menodongkan senapan itu ke kepala pembajak yang hendak mengambil senapan.

“Bukan gerakan bagus.” Kata Chaehyun dingin. “Kalau kau ingin mengambil senapanmu, kau bisa segera pergi. Ke neraka nanti.”

“Lemparkan seluruh senjata kalian padaku.”

Mereka ragu-ragu melihatnya. “Dan jangan sekali-kali kalian coba menodongkan senapan itu padaku. Aku seratus kali lebih terlatih daripada kalian.” Bualan, tentu saja. Tapi dia harus mengambil kesempatan itu kalau tak mau mati.Tapi betapa terkejutnya Chaehyun ketika melihat senapan tersebut digeser kearah kakinya tanpa banyak perlawanan. Tanpa ragu Chaehyun segera menembak revolver otomatis senapan-senapan itu sampai rusak.

“Sekarang tidak ada senjata berbahaya, kecuali aku.” Chaehyun melototi Cortex yang belum juga membuka pramugara-pramugari tersebut. Para pramugari pingsan, dan beberapa pramugara tertidur—mungkin mereka diminumi sesuatu tadi. “Ambil rantai yang mengikat mereka dan borgol itu. Cortex terlihat buru-buru ketika melakukannya, agak tidak natural. Chaehyun mengerutkan dahi tapi membiarkan Cortex bekerja.

“Jadi sebelum aku memberikan kalian pada Interpol Korea, aku kira aku punya hak untuk bertanya kenapa kalian mencuri dari pemilik sah Hananatsu Mirai.”

Mereka menahan nafas seakan mereka baru mendengar bumi itu datar.

“Jangan sebut namanya!” bentak salah satu pembajak akhirnya. “Nama Puteri Merah adalah nama sakral, keramat, dan tidak boleh disebutkan oleh mulut kotor sepertimu.”

Chaehyun menaikkan alis. “Aaah,” Chaehyun tiba-tiba melebarkan mata, seakan mengenal mereka. “Jangan bilang kalian ini organisasi Golden Triangle. Segitiga emas.”

Mereka diam. “Jadi aku benar? Kalian organisasi bodoh yang desas-desusnya merampok barang-barang mistis dari seluruh dunia. Barang terakhir yang kalian rampok itu Venus De Milo Di museum Louvre. Benar-benar perampokan yang memalukan untuk sejarah polisi Paris, kalian tahu itu?” Chaehyun menggelengkan kepala, geli.

“Kami sangat tahu.” Salah satu dari mereka menyeringai. “Saking malunya, mereka sengaja membuat replika patung Venus de Milo. Masyarakat paris sangat bodoh karena sudah mau tertipu oleh replika tolol itu. Tidak ada keagungan yang melebihi agungnya patung Venus, dewi kecantikan dan kesuburan.”

“Kalau aku tidak tahu kalian organisasi perampok, aku kira kalian sekte sesat lho.” Kata Chaehyun ringan, tapi wajahnya terlihat datar.  “Bukan urusanku sih. Kalau kalian tertangkap juga para Interpol paris, atau lebih parah, DCPJ—Direction Contrtale Police Judiciare—Polisi Judisial paris akan tahu dimana barang-barang yang sudah kalian curi.”

“Mereka tidak akan menangkap kami.” Kata pembajak itu. “Kalau mereka berani mencegat kami, kami akan meledakan pesawat.”

“Itu berarti kalian mati,” kata Chaehyun tenang. “Itu berarti misi kalian akan gagal.”

“Kau tidak mengerti.” Kata si pembajak. “Kematian adalah salah satu tujuan misi kami yang paling mulia. Tuan kami bilang hanya ada dua pilihan untuk puteri merah—menjadi milik kami, atau hancur sama sekali.”

Chaehyun memandang mereka tidak percaya. “Kalian gila.”

“Kami tidak gila. Kami loyal.” Kata pembajak lain.

“Kau,” kata Chaehyun sebal, pada si pembajak yang selalu ingin ikut campur. “Siapa sih namamu? Dari tadi ikut campur omongan orang saja.”

“Namaku Savor.”

“Bukan kode name, bodoh. Nama asli.”

“Tidak bisa kuberi tahu.”

Chaehyun mengangkat senapannya ketika Savor berkata ketakutan, “N-namaku Robert Fauche.”

“Fauche. Aku ingin kau ambil borgol itu dan ikatkan borgol ke kaki dan tanganmu, dan ikatkan borgol itu ke pintu pesawat. Ikatkan sisanya keteman-temanmu.” Fauche terlihat pucat, tapi tetap mengambil borgol tersebut. “Alexandro, kau bisa segera berjejer disana, dengan teman-teman tikusmu.” Perintah Chaehyun setelah mengerling kea rah para pramugari dan pramugara yang hampir semuanya tidak sadarkan diri dibelakang Chaehyun. “Sekarang, beritahu motif kalian mencuri benda ini.”  Soalnya alat perekam yang sedang menyala di sakuku ingin tahu sekali.

“Bukan urusanmu sebenarnya.” Kata si pembajak yang tadi bicara. “Apa kau tahu puteri merah punya kekuatan tersembunyi.”

“Tidak.” Kata Chaehyun datar. Jadi ini yang dibicarakan dua tikus itu sewaktu ditoilet… kekuatan yang diinginkan atasan mereka. “Kekuatan ini kekuatan besar yang diinginkan oleh atasan kami. Kutukan yang ia miliki juga diinginkan atasan kami. Kalau saja kesialan yang ada di puteri merah kami botolkan, maka kami akan punya alat pembunuh masal yang ampuh.”

“Kau ini ngomong apa sih?” Tanya Chaehyun. “Aku Tanya motif kalian apa—“

“Motif kami,” kata suara dibelakang Chaehyun, “Bukan urusanmu.”

Senapan ditangan Chaehyun direbut dan dalam sekejap Chaehyun menghindar, karena dia tahu apa yang datang untuknya. Peluru yang diarahkan ke Chaehyun meleset mengenai Fauche. Dia rubuh dengan darah di bagian perutnya, telak.  Chaehyun membelakangi orang yang menyerangnya, dan kaget ketika melihatnya.

Seorang pria yang memakai baju pramugara.

Tentu saja, dasar aku bodoh, pikir Chaehyun. Tidak mungkin para pembajak ini bisa masuk dengan mudah tanpa bantuan orang dalam…

“Angkat tanganmu, anak manis.” Kata pria tampan tersebut. Ditangannya senapan bergetar tidak sabar untuk diletuskan. “Kau tidak akan jadi seberuntung tadi jika aku melepaskan satu peluru lagi saja…”

Chaehyun sadar bahwa orang didepannya bukan orang biasa. Dia pastilah biang kerok dari konco-konco celaka ini. Dia terlihat lebih percaya diri ketika Chaehyun mengangkat tangannya. Chaehyun merasa roti plastic di kantungnya bergerak tidak nyaman. Chaehyun menelan ludah, waspada.

Waktunya ganti ke rencana b.

“Sayang.” Kata pramugara itu. “Sayang, sayang, sayang sekali. Fauche memang tak pintar, tapi dia bidak yang mudah diandalkan.” Dengan senapan masih mengarah pada Chaehyun dia berjalan menuju tubuh tak bernyawa Fauche. Chaehyun menoleh kearah jam.

Lima belas menit lagi kita akan sampai.

“Tidak ada waktu lagi.” Kata si pembajak, sambil mengamati Chaehyun geli. “Pasti kau berfikir begit kan? Tentu saja tidak akan ada waktu lagi. Ucapkan selamat tinggal apda dunia—“

“RENAN, AKU PEGANG ROTINYA—“

Wanita bulu mink berteriak dan masuk ke dalam dek depan. Bajunya koyak, rambut keritingnya tak ubahnya dari sarang burung setengah jadi. Sepertinya Yamada melakukan tugasnya dengan baik, pikir Chaehyun. “Loony,” kata si ketua kelompok—yang Chaehyun percaya namanya adalah Renan. “Kau datang disaat yang sangat tidak tepat.”

Yes, Chaehyun berusaha menyembunyikan serangaiannya. Rencana b : sukses.

Hening.

“Aku benar-benar pegang rotinya,” kata Loony ngeri. “Anak ini! Anak celaka ini hampir mencuri roti itu dariku, tapi—“

“Ssssh,” Renan berkata, berbahaya. “Mungkin kau akan diberikan pelajaran nanti di markas, Loony…”

“Tapi aku benar-benar pegang roti itu!”

“Anak itu bilang dia juga pegang puteri merah.” Kata Renan, merenung. “Dan ditanganku juga ada roti yang berisi setengah puteri-puteri merah.”

Chaehyun teringat bahwa roti hanya tersisa dua. Yang satunya dipegang oleh pria itu, kata Chaehyun tegang. “Puteri merah,” kata Renan malas. “Tidak akan berguna jika hanya ada delapan. Kekuatannya tidak akan muncul jika tidak lengkap.”

“Sayangnya ada tiga diantara kita yang mengaku memegang masing-masing delapan di rotinya.” Kata Renan geli. “Itu berarti ada satu yang palsu, bukan?”

Hening.

Pilih aku, pikir Chaehyun. Jangan pilih rotiku. Ayo, pilih rotiku. Jangan pilih rotiku.

Chaehyun tahu, ketika dia menukar roti dengan Loony, dia berjudi. Dia berjudi dengan taruhan yang sangat, sangat banyak. Taruhan itu meliputi hidupnya, dan hidup 365 penumpang dibelakang.

“Rotiku yang ada isinya,” kata Loony gila. “Aku tidak akan bohong.”

“Loony.” Kata Renan. “Kau tahu aku sangat suka kau. Kau juga sangat baik padaku.” Loony tersenyum lega. “sekarang, Loony. Hati-hati, kau berikan Roti itu padaku.”

Chaehyun menelan ludah. Sialan, rencananya tidak berjalan lancar. Dia dengan perlahan melihat Loony memberikan roti kepada Renan, wajahnya dia buat tegang dan tidak ingin. Peluh membanjiri keringatnya, bahkan ada yang hampir masuk ke kelopak matanya saking tegangnya.

50 : 50.

Kita akan berjudi, Renan.

ketika tangan Renan menyentuh rotinya—

“Tunggu dulu.” Kata Renan datar. Dia segera melempar roti Loony. “Ini palsu. Roti ini palsu…”

Chaehyun melebarkan mata.

yes!

“Kau bohong padaku.” Renan segera memencet senapan tersebut menuju Loony, tetapi pintu dek terbuka membuatnya urung melakukan hal tersebut. “Renan—!!!“ tiba-tiba Loony terdiam dan terjatuh pingsan. “Renan, letakan senjata itu.” Kata pria muda yang memakai baju hitam tersebut. “Mashto,” kata Renan. “Atas dasar apa kau menyuruhku melakukannya? Dan kenapa kau membuat Loony pingsan?”

“Kehisterisan wanita membuat segalanya rumit. Renan, menaruh senapan tidak lebih sulit dari melepas enam belas butir mirah berharga didunia.” Kata Mashto. “Kau mungkin jenius dan diberikan perlakuan khusus di markas, Mashto, tapi disini aku pemimpinnya.” Kata Renan dingin. Chaehyun memandang Mashto bingung, dia tidak ingat akan ada pria ini terlibat dalam rencananya. Seumur-umur baru kali ini Chaehyun keringat dingin karena rencananya tidak berhasil. “Aku memegang rotinya.” Kata Mashto datar.

Hening.

“Wah, wah, wah.” Renan berdecak. “Parameter meluas. Dalam waktu sepuluh menit kita harus mengetahui dimana setengah puteri merah tersembunyi.”

Keringat Chaehyun menetes.

Kalau aku tidak salah, pikir Chaehyun, Renan—atau siapalah namanya—tidak akan berani membuka rotinya. Hal itu akan membuat Interpol curiga. Pembajak-pembajak jadi-jadian dibelakang akan dibunuh mereka dan membiarkan para pembajak asli yang menyamar jadi penumpang membawa pergi Hananatsu keluar. Supaya hananatsu tidak ketahuan ketika melewati alat pendeteksi di bandara mereka sengaja memasukkan kedalam roti. Mereka tidak punya waktu lagi untuk membuat Roti ini tidak telrihat mencurigakan.

Tinggal delapan menit.

“Apa kau yakin ditanganmu ada isinya, Renan?” Tanya Mashto.

“Tentu saja aku yakin. Aku sangat yakin. Lexy yang mengambilkan roti itu padaku. Dia tak mungkin salah.” Renan mengerling pada Alexandrovitch. “Apa kau tahu, Renan.” Kata Mashto, “Yang menaruh roti itu di toilet adalah anak muda berbakat tipu ini?”

Dalam sekejap Chaehyun tahu sesuatu. bahwa Mashto tidak bekerja untuk organisasi itu—dia hanya tahu saja. Naluri seorang Chaehyun tidak pernah boleh diabaikan.

Pindah ke rencana x… yang tidak pernah ada sama sekali.

“Ya, dia benar.” Kata Chaehyun, menutupi suaranya dengan penuh kemenangan. “Aku sudah menukar isi roti itu. Roti itu hanya roti dengan kacang adzuki tanpa puteri merah didalamnya.”

“Kau bohong.” Kata Renan tenang.

Memang, pikir Chaehyun panik.

“Waktu kita kurang dari sepuluh menit, Renan.” Bujuk Mashto. “Tidak akan ada waktu lagi. Kalau ternyata roti itu roti palsu, maka kita akan habis.”

Untuk pertama kalinya Renan terlihat terguncang. “Renan,” kata Mashto. “Cepat, buka plastiknya. Cepat, waktu kita kurang dari sepuluh menit!” kata Mashto. Renan memandang Mashto tidak yakin. “Pak pesawat,” kata Chaehyun kemudian, memutuskan membantu Mashto. “Pak pesawat, boleh aku Tanya berapa menit lagi kita dijegat oleh Interpol korea?”

“E-enam menit.” Kata pilot bergetar. “Enam menit sebelas detik.”

“Kau dengar itu?” mashto membentak. “Waktu hanya enam menit dan kita bahkan belum bersiap-siap!”

Renan menjilat bibirnya, tidak yakin. “Apa kau yakin…?”

“Tentu saja, aku sangat yakin ditanganku ini adalah roti asli,” kata Mashto dengan tidak sabaran. Renan menelan ludah dan membuka plastik roti. Suara kresek yang familiar terdengar. Habis, kata Chaehyun. Jangan biarkan isinya ada. Kumohon, kumohon…!

Mashto tiba-tiba menyenggol tangan Chaehyun, membuat Chaehyun melebarkan mata.

Dia mengedip pada Chaehyun.

Chaehyun mengerling.

“Empat menit, Renan.” Bisik Mashto. “empat menit dan kita akan tertangkap Interpol korea….”

Dengan tangan gemetaran Mashto menggenggam roti tersebut. “Aku tak bisa,” kata Renan lemas. “Aku tak mau melihat isinya. Aku takut pada kebesaran Puteri merah.”

Apa yang mau mashto ini lakukan? Kalau isinya ada, maka aku akan mati. Aku akan mati!

“Kau bodoh, itu hanya delapan butir mirah,” bentak Mashto. “Iya, iya…” Renan segera memotong roti tersebut.

Jangan sampai ada!!

“Mashto,” Renan berkata dingin. “Isinya masih ada—“

Mampus—

“Oh ya?” Mashto terlihat sangat kaget bukan kepalang. “Kau membohongiku, Mashto. Kau berkhianat.” Kata Renan, memandang Mashto, kepuasan aneh terlihat di matanya. “Renan, dengarkan aku. Mendekat padaku dan aku akan membisikanmu sesuatu.” Mashto menarik bahu Renan kasar, dan detika berikutnya roti tersebut sudah berada di tangan Renan.

“Sialan—“

Mashto segera mengambil senapan Renan dan menembak bahu Renan. Renan jatuh tak sadarkan diri.

“Pak, daratkan pesawat ini dengan sempurna, tapi lambatkan ketika di runaway.” Kata Mashto. “Ada seseorang yang akan pergi dari sini.”

“A-apa?”

“Lambatkan saja selambat-lambatnya di Runaway yang panjangna 2400 meter,” kata Mashto. “Jang sampai kurang, atau lebih.”

Chaehyun memandang Mashto dengan mata bulat. Mashto menyeringai kearah Chaehyun dan meraih roti Chaehyun. “Thanks sudah membuat semuanya mudah, anak muda. Omong-omong, waktu dua menit. Inteprol akan masuk nanti. Selamat tinggal.” Dia membuka pintu disamping pesawat.

“A-APA YANG MAU KAU LAKUKAN!?” bentak Chaehyun. Bagaimana dia tahu rotiku berisi berlian yang sesungguhnya?

Dia mengeluarkan semacam layangan berbentuk pesawat kertas dengan pegangan besi. Entah bagaimana caranya dia mengeluarkan benda semacam itu dari jas hitamnya. “Kabur.” Kata Mashto ringan. “Sayonara.”

Chaehyun melebarkan matanya, tubuhnya bergerak sendiri.

Jangan biarkan dia kabur.

Chaehyun meraih kaki Mashto, dan hal terakhir yang dia ingat adalah

Bahwa dia melayang-layang di udara bebas bersama dengan Mashto.

“OI!” bentak Mashto murka. “NANI SUNDAYO?!”

“AKU TAK AKAN LEPASKAN KAU!!” Seru Chaehyun. “KAU MENCURI HANANATSU! ITU BUKAN MILIKMU!”

“AKU MENCURINYA! JADI SEKARANG INI MILIKKU!!” Bentak Mashto. “SIAPA KAU?” seru Chaehyun, angin masuk ke mulutnya. “KENAPA KAU TIDAK MEMBANTU ORGANISASIMU?!”

“BUKAN URUSAMU—“

“DARI MANA KAU TAHU ROTIKU ITU BERISI HANANATSU ASLI!?” seru Chaehyun.

“AKU MELIHAT SEPAK TERJANGMU DENGAN LOONY!” seru Mashto sambil menggoyangkan kakinya dari Chaehyun. “KAU TADI BERTARUH! KALAU TIDAK ADA AKU KAU AKAN MATI.”

Chaehyun memang bertaruh tadi. Chaehyun ingin membuat Renan berpikir kalau dia memegang roti asli berisi Hananatsu, dan kemudian membuatnya berfikir Chaehyun berbohong, dan mengembalikan kembali roti seharga trilyunan tersebut ke Chaehyun. Mungkin tadi dia akan berhasil kalau Mashto tidak ikut campur.

Tapi apa yang dikatakan Mashto setengah benar. Dia mungkin akan mati di dalam pesawat—bukan karena Golden Triangle, tapi karena pesuruh ayahnya.

“LEPASKAN AKU!!!” Bentak Mashto tiba-tiba. Mereka sudah sangat tinggi di angkasa, bahkan Chaehyun yakin mereka disamping bulan. “INI BAHAYA, BAKA. ANGIN TIDAK PERNAH MEMBIARKAN DUA ORANG ASING BERSAMA-SAMA—“

 

 

 

Tiba-tiba pesawat-pesawatan itu jatuh.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4 updates dalam tiga hari bisa dibilang keajaiban buat saya. pertama-tama mari kita berterima kasih pada kelinici energizer yang sudah membuat saya se-jumpy ini dalam mengupdate!!!!

kedua, 4 update ini adalah tanda mata saya pada para pembaca, karena minggu depan dan minggu depannya lagi saya nggak tau bisa atau tidak mengupdate .----.

 

 

until we met again!

 

dan jangan lupa dijawab pertanyaan chpater kemaren._________.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
morinomnom
subsribers runaway with the bachelor, upvote please?

Comments

You must be logged in to comment
Wjpark #1
Maaf, aku mau nanya sebelumnya. Ini ff hasil remake atau bukan? Soalnya, dulu banget aku kayak pernah baca ff ini. Tapi ff nya make bahasa inggris dan main cast nya itu HunHan. Terimakasih, dan maaf kalau aku salah kira hehe
Eunji07 #2
Chapter 31: satu kalimat yang aku ucapkan saat membaca baris terakhir di cerita ini, "yaaah kok udah tamat"

Jujur sebenarnya aku kurang suka ff yang menggunakan tulisan tidak baku. Tapi untuk cerita ini, pengecualian hahahaha. Aku SUKA SEKALIII. Terimakasih sudah membuat cerita yang keren, menarik, membuat penasaran, dan tentunya mengalir dengan indah dan menyenangkan sampai akhir cerita.
vinthisworld #3
Pengin baca ulang: "
Desirened
#4
Chapter 8: Keke, syarat ke 5-6 kek pengkaderan osis aja xD
sevenineLu #5
Jhoa Jhoa Jhoa
fukkdown #6
Chapter 31: 진짜 진짜 진짜 대박이다
alexellyn #7
Chapter 31: good job for the author. kenapa aku berharap ff ini ada sequelnya ya? rate-m pula. ckck. semangat untuk buat karya2 berikutnya~
luhaena241
#8
Chapter 31: Aku telat baru tau kalau 2 chapter akhirnya udah publish kkk.
Two thumbs up u/kamu!!
Suka banget bacanya dr awal, yt pertama" ngira ini ff hahhahah ga taunya bukan, hanya ada tokohnya saja yg seperti itu.
Alurnya panjang, keren, n detail tp tentu gak ngebosenin. Imajinasi kami tinggi n daebak bgt! Bagaimana kata demi kata kamu susun sehingga membentuk kalimat" yg apik terkemas didalam ff ini~
Ah, I can't talk anymore, just "two thumbs up" for you!! (y) (y)

Keep writing n fighting ne!!^^
Oiya, ngelawaknya jg dapet, terkocok" sangat ini perut kkkk
luhaena241
#9
Chapter 29: Akhirnya ff ini publish kembali!! Senangnya~ :*
Mnieunra #10
Chapter 31: >< FFnya bagusss banget haha..
Ampe greget bacany, awalny bingung mana chaehyun mana sehun ._. Tp lamalama udh nggak kok :)
keep writing '-')9