Chapter 11

Runaway With The Bachelor

“Akiha, akiha, akihabaaaraaaaaaaaaaaaa”

 

“BERISIK.” Sehun berkata datar

 

Chaehyun hanya menatap Sehun dan memutar bola mata, namun tetap menyanyikan lagu konyol yang baru saja ia buat tadi. Sekarang Sehun menyesal mengikuti Chaehyun. Yang Chaehyun lakukan dari tadi hanya berputar-putar, keluar masuk toko, membeli beberapa buah buku (dan yang lebih buruk, memakai UANGnya) dan berjalan-jalan. sekarang sudah hampir jam setengah sembilan malam, punggung Sehun sakit, dan demi tuhan, yang dia inginkan sekarang hanyalah pulang dan tidur.

 

Bahkan dua belas jam mengecek paper lebih baik dari pada berjalan-jalan tak tentu arah seperti ini.

 

“Bisa nggak sih kau berhenti menunjukkan wajah kayak gitu?” tanya Chaehyun, pada akhirnya tak tahan. “Wajah apa? Wajah seperti ingin dipancung keesokan harinya? Joha! Anggap saja yang kau katakan benar.” kata Sehun, sebal. “Lebih baik aku dipancung daripada terus menerus berada disini, kau tahu itu?”

 

“No fun.” Bisik Chaehyun sebal. “Kapan kita akan pulang?” tanya Sehun pada akhirnya. “Sampai bosanku hilang, dong.” Kata Chaehyun pada akhirnya. Angin malam terasa sangat segar di kulit Chaehyun, rambut pendeknya sedikit berkibar. Sehun masih mengenakan ekspresi stoic-nya. Chaehyun mengerling ke tangannya, buku-buku tersebut seakan tidak memberikan efek apapun ditangannya, padahal satu buku bisa seberat setengah kilogram, dikarenakan candu Chaehyun terhadap buku. Ada buku Infinitely Yours, Eat Pray and Love, dan lain-lainnya.

 

Chaehyun menatap wajah Sehun yang kusam. Sebenarnya Sehun tampan kalau dia tersenyum. Walau tanpa wajah senyum itupun banyak gadis-gadis yang mengaguminya—terbukti dari para gadis yang terlihat mengilerinya dari jauh disekitar mereka sekarang. Diam-diam merasa agak tidak enak. Sehun terlihat sangat capek, namun tidak sekalipun bilang padanya. Dia hanya bertanya kapan akan pulang, atau mengomel-ngomel kecil. Boys pride, kekeh Chaehyun. Sehun menaikkan alis menangkap kekehan Chaehyun. Chaehyun hanya menaikkan bahu dan matanya menangkap stand bubble tea di ujung jalan.

 

Bubble tea!!” seumur hidup tak pernah dia mencoba  meminum minuman tersebut, berkali-kalipun dia memohon pada Brigghitta. “Ayo kita beli itu!!” Sehun hanya menghela nafas dan mempercepat jalannya, mengimbangi kaki dengan si kelinci energizer yang seakan baru saja diberi minum kafein tersebut. Chaehyun dengan semangat menatap ke depan menu, melihat berbagai rasa yang ada. “Hmmm.... peach!” seru Chaehyun, seperti anak kecil.

 

Sang penjaga tersenyum, kemudian menatap Sehun expectantly. “Kau mau nggak sih?” tanya Chaehyun. Sehun menatap Chaehyun dengan datar. “Apa kau tahu betapa bubble hitam dibawah minuman ini mengandung zat karsinogenik jika terus menerus di konsumsi?”tanya Sehun. “Exactly, Your majesty. Karena ada zat karsinogenik itulah aku mencoba bubble tea ini. Kau tahu kenapa? Cause, life, YOLO.” Chaehyun memutar bola mata. “Cuma sekali nggak apa, kan? Mau nggaaak? Mau? Oke. dia mau rasa Peach juga!” seru Chaehyun tanpa memedulikan pendapat Sehun. Sehun menghela nafas, dan mengeluarkan beberapa ribu yen untuk membayarnya. Chaehyun menyeringai lalu memberikannya segelas bubble tea yang dingin. “Kau mau meminum bubble tea itu tidak sih?” tanya Chaehyun, memandangi gelas Bubble tea sehun yang masih penuh. Sehun, merasa tenggorokannya kering, mulai meminumnya. Rasa manis yang menyegarkan menjalari lidah dan tenggorokannya, dan mutiara hitam yang empuk sampai di giginya. Sehun mendapati dirinya menyedot sampai tetes terakhir, dan kecewa ketika mendapati gelasnya habis.

 

“Suka?” goda Chaehyun. Sehun menatapnya datar. “Aku haus.” Sehun mengangkat alisnya lalu merebut minuman Chaehyun. “YAH!” seru Chaehyun. “kembalikan i—oooof!” Chaehyun tidak dapat melanjutkan perkataannya ketika tangan besar Sehun menahan wajahnya untuk mengambil minumannya. “Yaaaaaah!!” jerit Chaehyun marah. Sehun tersenyum sinis dan memberikan gelas kosong ersebut pada Chaehyun. “Aku tiba-tiba lapar. Ayo kita cari makan malam.”

 

“Sepertinya kau senang banget ya, menari diatas penderitaan orang lain,” gerutu Chaehyun sebal. Sehun memandangnya lalu tersenyum lebar, sinis. “Nde. Na joahae. Aku suka menari diatas penderitaan orang, kalau kau bisa dikategorikan sebagai orang.”

 

“Yah!! Apa maksudnya itu!?” seru Chaehyun tak terima. Sehun terkekeh dan berjalan cepat, masuk ke dalam restoran ramen biasa. Chaehyun kaget ketika Sehun masuk kedalam restoran tersebut. “Irrashimase!” seru salah satu dari pelayan kedai. “Mau pesan apa?” tanya mereka. “Satu ekstrem hot udon.” Kata Sehun datar. “Yah! Kau biarkan aku berdiri disini tanpa kau pesankan?!” seru Chaehyun marah. “Dua Ekstrem hot udon,” kata Sehun akhirnya. “begitu lebih baik,” seringai Chaehyun. Memandang kesekeliling.

 

Kedai tersebut cukup sederhana. Ada banyak kaligrafi jepang terpampang, dan gambar-gambar dewa-dewa jepang seperti susano’o, kirin, dan ametarasu di setiap sudut kedai menambah kesan keras. “Aku tak tahu tipe steak sepertimu bisa memakan udon juga,” kata Chaehyun akhirnya.

 

“Seorang manusia yang kelaparan selalu bisa melakukan apapun yang dia inginkan.” Kata Sehun tidak peduli. “Nggak usah berbelit-belit,” kata Chaehyun. “Bilang saja kau kelaparan sampai mati.”

 

“..... Aku menolak diksimu yang tidak manusiawi tersebut.” Kata Sehun.

 

“Tapi wajahmu memang kayak orang mati.”

 

“...Wajahmu seperti badut kesiangan.”

 

“AHAHAHAHAHAHAAHAHA YOUR SO FUUUUNYYYYYY not.” Kata Chaehyun sarkastik. Sehun memutar bola mata, dan menghirup bau udon didepannya. Chaehyun mencium bau udon tersebut dan—

 

“UGH.” Katanya, matanya berair. “Jangan bilang—ini PEDAS, ya?”

 

“Kenapa?” tanya Sehun menyeringai. “Tak tahan pedas?”

 

Bukan tak tahan, tapi phobia, jerit Chaehyun, tapi harga dirinya menahannya berseru begitu. “Ti-tidak! Aku hanya sedikit terkejut!” kata Chaehyun. Hidungnya bergerak-gerak tak tahan dengan bau pedas yang seperti mengitik-ngitiki lubang hidum dan tenggorokannya. Sehun memandangnya dengan wajah penuh kemenangan. Chaehyun menelan ludah dan butuh segala keberaniannya untuk menghirup sedikit mie tersebut.

 

Satu kali hirupan—dan lidah Chaehyun langsung terbakar. Rasa panas membuat hidung dan area mata Chaehyun terasa sangat panas dan perih. Dia tak bisa merasakan lidahnya—kebas. “E-enak.” Kata Chaehyun. “Oh ya?” Sehun menaikkan bahu. “Cobalah makan pakai ini.” Sehun, being the devil, memasukkan hampir tiga sendok wasabi ke dalam mie Chaehyun. Mata Chaehyun hampir saja membulat, tetapi Chaehyun menjaga pandangannya agar tidak terlihat ketakutan. “Kau tak makan?” tanya Sehun. Chaehyun menelan ludah. “Aku sudah kenyang,” kata Chaehyun pada akhirnya, tak berani mengunyah barang satu kalipun. Sehun menyeringai lalu menghirup mienya sampai habis. Chaehyun melongok ke jam tangan—sudah jam setengah sebelas malam, sudah saatnya mereka kembali. Karena dia tahu persis jam dua belas besok mereka akan pergi lagi.

 

Malam sudah menelan seluruh langit distrik Akihabara yang terkenal dengan alat-alat elektronik dan game-zone-nya, tetapi lampu-lampu neon berwarna-warni berkesan nakal masih bermain-main diseluruh sudut distrik tersebut. Sehun menghela nafas, lalu mengeluarkan handphone-nya. “Jangan bermain handphone dulu, kau harus baca tanda arah ini.” Kata Chaehyun semena-mena, menarik handphone Sehun dan menunjuk plang katakana. Sehun hanya mendelik ke arah Chaehyun, namun tetap melihat plang tersebut.

 

Mereka berjalan menuju tempat yang lebih sepi, lengang. Hampir tak ada orang ketika Chaehyun dan Sehun berjalan, hanya beberapa toko baju yang setengah buka dan toko kopi yang buka dua puluh empat jam. Chaehyun memandang ke etalase toko yang memajang baju harajuku yang nge-jreng banget. Chaehyun bergidik, kenapa orang-orang bahkan mau memakai baju seperti itu? Chaehyun sudah hendak mengalihkan pandang ketika tiba-tiba matanya menangkap mereka—sekelompok orang yang familiar, wajah datar yang keras, dan—

 

“Kita harus segera pergi.” Kata Chaehyun. Gerahamnya bergemeletuk. Tentu saja dia tak punya banyak waktu di sebuah negara. Ayahnya akan selalu mempunyai cara untuk menemukannya. “Ada apa?” tanya Sehun, merasakan tegangnya tangan Chaehyun. Chaehyun menatap Sehun dengan pandangan yang tak bisa dijelaskan, dan kemudian memutuskan untuk tak menjawab. Sebagai gantinya Chaehyun hanya mempercepat jalannya, dan dia merasa orang-orang tersebut sudah berada satu langkah dibelakangnya. “Hei—“

 

Tangan itu menggapai pundak Chaehyun.  Chaehyun membeku, refleks berbalik dan menendang perut sang pemilik tangan.

 

“LARIIIIIIII!!!” seru Chaehyun, menarik tangan Sehun. Orang-orang yang berada didepan Chaehyun hampir saja tertabrak, tangan kiri memegang belanjaan, tangan kanan memegang tangan Sehun. Adrenalin memacu keras. Ayahnya pasti akan tahu kalau dia berlindung dibalik nama Oh. Atau dia sudah tahu. “Ada apa!?” seru Sehun. “Bukan urusanmu. Kita harus segera kabur dari negara ini, bos.” Kata Chaehyun, membuka flip handphone Sehun—yang entah sejak kapan berada ditangannya. Sehun tiba-tiba menarik Chaehyun menuju pojokan, disela-sela gedung besar yang tidak banyak orang disana. Sehun memerangkap Chaehyun diantara tubuhnya dan dinding, membuat Chaehyun tak bisa bergerak. “Ya—“

 

“Kita tak akan kemana-mana sebelum kau bilang padaku apa yang terjadi.” Geram Sehun. “Dengar, aku tak campuri urusanmu jadi kau juga seharusnya nggak campuri urusanku. Itu lebih mudah dimengerti, kan?” Chaehyun menatap ke samping kiri mereka, panik—orang-orang itu pasti sudah menyebar, hanya tinggal waktu mereka menemukan mereka berdua seperti ini. Dia bisa saja memakai cara klasik—berpura-pura berpelukan seperti di paris, atau apa, tapi jelas itu hal kuno. Selain itu dia tak yakin Sehun mau melakukan hal itu lain, disamping dia gay atau bukan. Sehun tak bergerak, membuat Chaehyun mengerang. “Tuan muda, aku akan memberitahukan SEMUANYA nanti di pesawat. Arraseo?!” seru Chaehyun, tapi kemudian menurunkan nada suaranya. Sehun menggelengkan kepala, Obviously doesn’t buy it. Chaehyun mengerang sekali lagi. “Minggir, tuan. Ini bukan tentang hidupmu, tapi hidupku. Aku berjanji demi apapun yang berada didunia aku akan menceritakan segala-galanya tanpa ditutup-tutupi di dalam pesawat nanti, aman dan tentram. Oke?”

 

Sehun berfikir apa yang membuat Chaehyun seperti ini. Dia terlihat sangat panik, seperti dikejar-kejar seseorang—dan sepertinya dia memang dikejar-kejar banyak orang. Sehun lihat betapa Chaehyun terlihat sangat tense dan waspada, bahkan satu sentuhan di pundaknya langsung membuatnya melakukan tendangan kebelakang yang cukup mematikan. Sehun mencari-cari kebenaran dimata Chaehyun—dan dia menemukan ketakutan, keputusasaan, kepanikan dan waspada berlebihan. Hal itu lebih dari cukup untuk membuat Sehun percaya kata-kata Chaehyun—kadang, rasa takut bekerja lebih baik dari pada paksaan. Tapi sepertinya sehun terlambat ketika dia merasakan beberapa orang sudah mengerubungi mereka. Mereka semua terlihat tidak lebih dari orang-orang biasa yang sering mereka lihat dijalan tadi. Sehun menyadari bahwa salah satu dari mereka bahkan menabrak bahunya dijalan tadi. Chaehyun memucat, dan Sehun semakin sadar bahwa situasi disini jauh, jauh dari kata piece of cake.

 

 

Chaehyun’s POV

 

“Menyerahlah, Tuan muda.” Kata salah satu dari mereka. Entah yang mana ketua mereka, wajah mereka semua kelihatan beda dengan baju kasual begitu. Prosedur biasa, hanya membaur dan tidak akan membuat orang-orang curiga akan mereka. Japanese people tend to suspicious a lot. Mereka pasti tahu hal itu, apalagi jika mereka memakai baju tuksedo ala james bond hal itu bakalan membuatku lebih mudah mengenali mereka. Sekarnag nggak ada waktu lagi, apalagi kesempatan. Kanan kiri depan belakang kami sudah dipenuhi manusia, mau lewat mana lagi kami mau kabur?

 

“Tuan muda, huh?” Sehun berbisik. Aku mengerling ke arah Sehun, menyeringai sedikit. Tidak ada gunanya panik. aku baru ingat—aku ini si nameless. Apa yang nggak bisa kulakukan? “Maaf mengecewakanmu,” kataku menaikkan bahu, seakan hal itu bukan hal baru. “Dasar licik.” bisik Sehun.  Aku memutar bola mata. Aku hanya memanfaatkan sesuatu yang bisa kumanfaatkan. Oke, aku bisa dibilang licik, tapi ada kan kata yang lebih halus.... oportunis, misalnya? Diluar dugaan, he doesn’t go jelly-knee or do something gay-ish. Dia kelihatan sangat tenang, luar biasa tenang.  “Apa kau punya rencana? Aku tak mau terseret-seret dengan hal ini.” Kata Sehun ringan. “Nggak, aku nggak punya rencana... tapi aku punya naluri.” Kataku. “Angkat tanganmu sekarang juga,” kata ketua mereka, menyuruh kami berdua diam secara tak langsung. “Dan kepada Tuan Oh, kami meminta maaf karena sudah membuatmu bingung.” Kata mereka. Aku menaikkan tangan dan menyikut sikunya. “Tidak, tidak apa-apa.” Katanya kemudian. “Tuan muda kalian memang membuatku sedikit capek. Lebih baik cepat bawa dia pergi.” Katanya dengan nada tak peduli, tapi taruhan, dia pasti sedikit panik juga kalau tahu aku bakalan kabur dari sisinya dan dia mesti nyari sekretaris lain yang lebih bertalenta dari aku.

 

Yang mana nggak mungkin dia temui. Ini aku, lho—anak serba bisa yang paling ganteng sedunia.

 

Nggg, oke. secara teknis, aku nggak ganteng, aku cantik... tapi ya sudahlah.

 

Mereka berpandang-pandangan. “Baiklah, tuan muda, silahkan kau naik ke atas mobil tersebut.” Katanya. Dua orang mengikat tanganku dari kanan kiri, aku hampir saja tak bisa berkutik. Aku dimasukkan di ruang kemudi dengan sangat tidak manusiawi, dan kurang lebih dua orang pria berbadan besar menjagaku disana. Hampir tak ada ruang bernafas, asal kau tahu saja. Jendela di jeruji, hanya ada jendela untuk memandang kedepan. Aku berusaha keras untuk tenang, dan kemudian memandang mereka berdua. Aku harus mendapatkan rencana secepat mungkin—atau aku akan tahu konsekuensinya. Mereka berdua terlihat datar dan nggak bisa disogok kayak satpam bodoh rumah Oh Sehun.

 

“Kemana mobil ini akan berjalan?” tanyaku sekasual mungkin. Mereka berdua tetap diam. “Hmmm.. tak mau jawab, huuuuh. Benar-benar. loyal sekali, seperti anjing saja.” Kataku kemudian. Salah satu dari mereka memandangku sekilas. Aku diam-diam nyengir, found the jackpot. “Aku bingung kenapa kalian sangat loyal, merendahkan diri untuk Ayahku seorang.... anjing mungkin kalah jika dibandingkan kalian. Kalian setia, menunggu ayahku melemparkan sedikit tulang dan kalian akan berlaku seperti kerbau dicucuk hidungnya. Singkat kata, kalian mudah sekali dibuat diam.” Kataku. “Tak bisa kusalahkan sih... hidup kalian pasti bergantung ditangan ayahku. Tapi tenang saja. Kalau aku sudah menjadi CEO, aku toh akan mengganti kalian dengan orang-orang muda yang lebih kuat dan sehat.”

 

“Diam.” Kata salah satu dari mereka, tak bisa menghentikan omongannya. Seorang yang lain menendang kakinya dengan keras. “Aku tebak kau pasti orang baru.” Bisikku. “Orang baru memang mempunyai temper yang lebih buruk dibandingkan yang bekerja lebih banyak. Menurutmu kenapa hal itu terjadi?” tanyaku, melukai egonya lebih dalam.

 

Nafas orang tersebut mulai memburu.

 

“Karena mereka punya ego yang besar.” Ujarku, mengangguk pada diriku sendiri. “Karena mereka sangat, sangat penuh oleh diri mereka sendiri. Karena mereka berfikir mereka bisa melakukan segalanya sendirian.... Padahal nyatanya, mereka bahkan tidak bisa melakukan hal dengan benar.” aku menatap nya sekali lagi. Masih belum ada tanda-tanda meledak. “Bagaimana pemikiranmu dengan dia?” bisikku ke pria yang terlihat lebih tenang. “Apakah dia orang yang baik, pak bodyguard? Apakah dia bawahan yang manis?” aku tertawa dengan hidungku. “Lihat? Dia bahkan tak menjawab. Dia bingung mau menjawab antara ‘dia adalah bawahan yang luar biasa menyebalkan’ atau ‘aku lebih baik mati sekarang dibandingkan bersama dengan dia’...”

 

“DIAM!” seru si bawahan muda tersebut, tangannya memutih memegang kemudi. “Iya, oke. aku diam.” Kataku, ketika merasakan penjaga yang tidak mengemudi diam-diam mengacungkan pistol dingin di pinggangku. Pistol itu berisi obat bius, dan nggak butuh waktu sedetik untuk pingsan jika obat bius itu masuk ke dalam pembuluh darahku. Diluar dugaan, sepertinya si pengemudi muda ini makin nggak bisa mengendalikan perasaannya. Aku memilih orang yang tepat.... “Myungsoo,” ancam orang disebelahku. “BERISIK!” bentak si Myungsoo ini. Aku hanya diam memandang drama. “Jangan libatkan perasaanmu—“

 

“DIAM! KAU TAK TAHU APA-APA!!” serunya.

 

Kalo aja ada popcorn caramel, ini bakalan jadi drama-action bioskop terkeren yang ada.

 

Tiba-tiba walkie talkie bergetar. “Team Beta disini—BBZZZT—Kurangi kecepatan, ulangi—Kurangi kecepatan—BZZT—“

 

“Team Charlie disini, Kami akan mengurani kecepatan. Ulangi, kami akan mengurangi kecepatan.” Katanya dengan tenang. “Myungsoo, kurangi kecepatan. Orang awam akan curiga.”

 

“Kau tak berhak menyuruhku.” Geramnya. Wow, touchy much? “Aku berhak menjalankan apa yang kumau. Jadi diam. Oke?”

 

“Myungsoo,” kata orang itu. “Ini diluar kode etik—“

 

“DIAM!” Myungsoo menarik pistolnya dengan cepat kekepala orang tersebut dan suara meletus teredam—alat peredam—terdengar. I didn’t expect this, actually. Sepertinya Myungsoo punya masalah yang sangat dalam, lebih dalam daripada yang aku kira. Orang disampingku langsung pingsan, dan terjatuh tidur. Dia tak mati. Tapi obat bius ini bakalan berjalan sekitar 7, 8 jam. “Mau kemana kau?” tanyaku. “Bukan urusanmu.” Geramnya. Aku menarik pistol yang berada ditangan orang pingsan itu dan menekankan ujungnya yang dingin di pinggang Myungsoo.

 

“Waktumu hanya sepuluh detik sebelum aku nembakkin ujung pistol ini ke pinggangmu.” Kataku tenang. “Jatuhkan pistol itu, dan segera beritahu kepada team beta dan alfa untuk kembali berputar dan tangkap pria yang bernama Oh Sehun. Perintah dari markas atas.”

 

Myungsoo tertawa kecut. “Kau kira aku akan mendengarkan dirimu?” dia balik menodongkan pistol kekepalaku tanpa mengalihkan perhatiannya dari jalan. “Seluruh pistol divisi investigasi khusus kali ini diisi depresan tingkat tinggi yang memiliki program tersendiri di pistolnya. Coba saja kau tembak. yang terburuk yang akan terjadi adalah kau akan tertidur, dan kau tidak akan bisa kabur dari mobil ini. Mobil ini dirancang khusus tidak dapat terbuka kecuali oleh retina mata salah satu anggota divisi kami. Dan lagi kau lebih kecil dibandingkan aku. Dan aku yang memegang semuanya.” Tawanya. “Tapi mungkin aku akan mengikuti saranmu. Aku akan membawamu sendiri, dan bilang bahwa semua anggota lain salah mengejar orang. Dan aku yang akan dianggap sebagai orang yang menangkapmu sendirian.” Dia menyeringai lalu mengangkat walkie talkie, menginstruksikan untuk berbalik dan menangkap Oh Sehun.

 

Aku memandangnya datar. Sehun sudah ditargetkan, aku harus bergerak cepat. Kalau Sehun langsung ditangkap dan aku tidak berada disampingnya... “Mungkin kau benar.” kataku. “Tapi ada satu hal yang kau omong salah. Ini bukan pistol berisi penenang—ini pistol berisi peluru asli.” Kataku dengan nada datar.

 

“Kau bercanda nak.” Katanya dengan santai. “Kau mau bertaruh?” tanyaku.

 

“Ada kemungkinan 50 : 50, sebenarnya. Karena sejak tadi kau nggak melihat dia,” aku memandang pria tidur disampingku, “Memakai pistolnya sama sekali. Coba kau pikir sekali lagi—kenapa dia nggak segera membuatku pingsan saja dengan pistol ini—yang katamu isinya depresan murni—sejak dari tadi aku berkicau?” kataku. “Mungkin karena dia tahu siapa aku dan apa kedudukan aku diantara kalian. Dia nggak bakalan mau membawaku balik dengan isi perut terburai dan darah dimana-mana, kayak babi yang hendak dijadikan sosis ham. Ditambah lagi, menurut pandangan subjektif milikku sendiri, kau adalah salah satu orang ceroboh yang selalu menjadi badut divisi.” Bisikku lebih dekat ketelinganya. “Kau badut yang memiliki temper yang sangat buruk, sangat mudah terpengaruhi, sangat mudah mendengar kata orang, sangat polos.... Menyedihkan.

 

Menyedihkan adalah kata yang tepat untukmu... kan?”

 

 

 

“hentikan.” Bisiknya.

 

“Orang-orang selalu menunggumu berbuat kesalahan. Mereka berfikir, Apa lagi yang kau lakukan kali ini? Kesalahan apa yang akan kau lakukan? Apa yang akan kau lakukan untuk membuat semua orang malu?”

 

“HENTIKAN!!” dia menembak pistol tersebut—

 

 

 

.

 

 

 

 

...Namun dia sudah pingsan duluan—kepalanya terkulai dengan lemas di atas kemudi. Dengan cekatan aku menyingkirkannya dan mengambil alih kemudi—aku pernah kok, naik mobil.

Aku memandang pistol ditanganku. Tentu saja ini bukan pistol asli.

 

 

---------------------------------------------------------------------

 

 

Langsung pergi ke airport.

 

Teks itu sampai di handphone Sehun beberapa menit setelah Sehun selesai membereskan semuanya. Dia sudah siap pergi dari tokyo. Sehun tahu hal ini akan terjadi, entah kenapa—He’ll, somehow, find a way to escape from them. Sehun menggelengkan kepala, dan kemudian menatap barang Sehun yang tidak terlalu banyak. Sehun punya firasat yang sangat buruk. Karena itu Sehun sudah hendak menuju kedepan ketika tiba-tiba Sehun mendengar suara derapan kaki diluar. Derapan kaki yang sangat tidak asing—

 

BRAK!!

 

Pintu tersebut sudah hampir terlempar dari tempatnya—orang-orang menyembur masuk, mereka terlihat profesional dengan bantalan dada lutut dan siku. Tak lupa dengan senjata api yang mengintimidasi. Tanpa banyak kata menyisir setiap bangunan.

 

Mereka sudah menyebar beberapa menit ketika mendengar derakan mencurigakan dari lemari bagian atas. Sebagian dari mereka terlihat sangat waspada, tangan mereka mencondongkan pistol ke lemari tersebut. Beberapa derakan kemudian, dari sela-sela lemari keluar—seekor kucing hitam.

 

Mereka hanya terdiam dan kemudian kembali menyebar. Hanya seekor kucing, bukan masalah yang besar. “Negatif.” Kata salah satu dari mereka melapor kepada sang komandan dilantai satu... “Negatif.” Kata salah satu dari mereka—yang menyisir lantai dua—kepada sang komandan. “Cek kamar mereka—“ sang komandan memandang salah satu anggota yang memakai masker melewati pintu. “Kau,” kata komandan tersebut. “Periksa plat motor Oh Sehun.”

 

Anak buah itu mengangguk tegas, memberi hormat dan segera keluar.

 

Komandan tersebut kembali menginspeksi ruang tamu ketika merasa kejanggalan. Dia berbalik geram setelah mengetahui kejanggalan tersebut. “Tutup seluruh pagar!!” seru nya. Anak buah yang berada diluar segera menutup pagar. Namun mereka kemudian mendengar suarau deruman mobil dari luar—dan mobil team charlie segera terdengar menjauh. “komandan! Mobil kita dicuri!!” seru salah satu dari mereka, kaget. Komandan tersebut menjerit dan memukul dinding, mengutuk, merasa bodoh. Harusnya dia segera mengetahui bahwa anak buah yang ia suruh tadi jelas-jelas Oh Sehun. Dari mana dia tahu tempat parkiran motor milik Oh Sehun kalau bukan Oh Sehun itu sendiri?

 

----------------------------------------------

 

“Eodilka?” tanya Sehun, masih memakai pakaian ala SWAT lengkap. Maskernya ia buka, panas. Mobil ia pacu sekencang-kencangnya—baguslah sekarang malam hari dan jalanan cukup lengang. “Di suatu tempat yang kau tak perlu tahu. Kau dimana?” tanya suara diseberang. “Shibuya.” Kata Sehun, menahan jengkel. Dia harusnya punya hak untuk bersantai-santai sekarang. Dia sudah menaburkan paku payung disekitar mobil tersebut, mereka pasti akan tertinggal jauh dibelakang, walau hal itu mungkin sedikit riskan. “Bagus. Tinggalkan mobil itu sekarang juga disana.”

 

“Mwo? Kau mau aku berlari kesana?” tanya Sehun tak percaya. Jarak Shibuya-Narita airport bisa sekitar seratus kilo. Kalau dia berlari kesana, yang ada dia akan tertangkap duluan. “Mereka akan tahu kita pergi ke luar negeri jika kita meninggalkan mobil itu di Airport. Dan, tolong pacu secepat mungkin. Mobil ini dilengkapi GPS—walau aku sudah melumpuhkan beberapa alat komunikasi mereka untuk sementara waktu, mungkin hal itu nggak bakal lama. Setelah kau sembunyikan mobil itu, segera naik ke atap gedung yang paling tinggi.”

 

Sehun mengerutkan dahi, tapi matanya segera memandang kesekeliling. Sekarang sudah hampir jam setengah dua malam, tapi Shibuya masih belum tidur. Sehun memilih meninggalkan mobilnya disela-sela gedung yang terabaikan dan berlari menuju Shibuya-109, gedung paling mencolok disana. Dia segera berlari masuk, berusaha mengabaikan tatapan penasaran dan kagum yang diarahkan padanya.

 

Lihat, ada mata-mata!”

 

“Wah, ada shooting ya? Keren banget!”

 

“Pakaiannya kayak SWAT asli!”

 

“Kyaaa~ kakkoiiiiii (tampaaaaaan)!”

 

“Mas mata-mata, mau dong di godain~”

 

Disamping komentar-komentar memalukan, Sehun akhirnya berhasil mencapai puncak Shibuya 109. Nafasnya terengah-engah. Dia tak biasa melakukan gerakan fisik. Dia mengandalkan kecepatan tangan dan kaki, bukannya menggerakannya. Kepalanya mulai berdenyut-denyut, dia membutuhkan oksigen sebanayk-banyaknya. Chaehyun akan membayar semuanya nanti, geram Sehun.  Dia memandang sekeliling, dan handphone-nya bergetar.

 

“EODILKA?!” bentak Sehun. Dia sudah diambang kesabaran, dan Chaehyun lebih baik tidak mendorong keberuntungannya lebih jauh. Kenapa seakan yang menjadi staff disini adalah Sehun, dan bosnya adalah Chaehyun? Tidak adil.

 

Right above you.”

 

Sedetik kemudian Sehun mendengar suara ‘flap-flap-flap’ yang makin lama makin besar. Dia mendongak dan hampir pingsan ketika melihat helikopter—HELIKOPTER—besar. Chaehyun bergelantungan ditangga, kelihatan bangga dan bersemangat. “KAU SUDAH SIAP, TUAN MUDA?!” bentaknya, handphone masih ditelinga Chaehyun dan Sehun hampir saja menderita tuli permanen. “CEPAT NAIIIIK!!”

 

“TAK USAH TERIAK!” bentak Sehun balik dan menggapai ujung tangga; suara kibasan helikopter menarik perhatian orang-orang dibawah. Sehun menutup wajahnya. Hidupnya tak pernah terasa lebih memalukan, mengesankan, dan lebih membutuhkan adrenalin dibandingkan ini. Disamping Chaehyun duduk pria manis dengan rambut diwarnai dan pipi chubby. Tipe Sehun sekali, kalau kau mengerti apa maksudku. Dia memegan kendali, di telinganya headphone besar terlihat.

 

“Aku selalu ingin melakukan ini,” kata cowok itu dengan excited. “So am i. Pangeran, kenalkan, dia Yama123. Yama123, kenalkan, dia oujisama (pangeran). Pangeran yang super nyebelin.” kata Chaehyun, menyeringai puas. “Yama 123?” Sehun berfikir nama mengerikan macam apa itu. “Nameless, kau berutang satu nyawa dan equipment di Game competition nanti,” kata Yama123 dengan wajah cute. Dia memang imut banget, pikir Chaehyun. “Seratus equipment akan kuberikan padamu, toh permainan itu membosankan.” Kata Chaehyun dengan nada datar. “Terserah kau.” Kata yama123, dan meluncur pergi. “Kita mau kemana?” tanya Sehun, dengan nada capek. Tidak memedulikan si Yama-apalah-namanya-itu. “Airport.” Seringai Chaehyun. “Tapi tiketnya—“ Sehun sudah hendak protes soal penerbangan siang besok, tapi Chaehyun sudah memotongnya, “Kita tidak membutuhkan tiket itu.”

 

“LALU DENGAN APA KITA PERGI KE LUAR NEGERI?” tanya Sehun super kesal.

 

Chaehyun menaikkan bahu, angin malam mengibarkan rambut hitamnya. “Tidak ada penerbangan malam secara official menuju amerika, jadi kita akan melakukannya dengan pesawat pribadi milik Yama123.” Kata Chaehyun, dan Sehun mulai berfikir orang macam apa Yama123. Helikopter dia punya, pesawat pribadi pun dia punya. Selanjutnya apa? Jet ulang alik? Kapal selam bekas rusia?

 

 Mendengar namanya disebut, Yama123 menyeringai bangga. “Kalau kita pakai pesawat pribadimu, pasti aku harus mengisi formulir macam-macam, dan kita tak punya waktu lagi.” Kata Chaehyun. “Dan orang-orang itu pasti akan langsung melacak kemana kita pergi.”

 

Sehun tidak peduli lagi.

 

Tapi sebelum dia terjatuh dalam alam mimpi, dia mengingat satu hal dan senyumnya mengembang.

 

“Kau berutang padaku.” Kata Sehun.

 

“Utang? Utang apa?” tanya Chaehyun dengan pandangan aneh.

 

 

 

 

 

 

“Utang penjelasan kenapa kita dikejar orang-orang itu.”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

HAI FELLAS! Wohohohohohohohohohohoho--*lechockedgrafully

 

Well, intense scene here!! LOLOLOL. xDDDD

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
morinomnom
subsribers runaway with the bachelor, upvote please?

Comments

You must be logged in to comment
Wjpark #1
Maaf, aku mau nanya sebelumnya. Ini ff hasil remake atau bukan? Soalnya, dulu banget aku kayak pernah baca ff ini. Tapi ff nya make bahasa inggris dan main cast nya itu HunHan. Terimakasih, dan maaf kalau aku salah kira hehe
Eunji07 #2
Chapter 31: satu kalimat yang aku ucapkan saat membaca baris terakhir di cerita ini, "yaaah kok udah tamat"

Jujur sebenarnya aku kurang suka ff yang menggunakan tulisan tidak baku. Tapi untuk cerita ini, pengecualian hahahaha. Aku SUKA SEKALIII. Terimakasih sudah membuat cerita yang keren, menarik, membuat penasaran, dan tentunya mengalir dengan indah dan menyenangkan sampai akhir cerita.
vinthisworld #3
Pengin baca ulang: "
Desirened
#4
Chapter 8: Keke, syarat ke 5-6 kek pengkaderan osis aja xD
sevenineLu #5
Jhoa Jhoa Jhoa
fukkdown #6
Chapter 31: 진짜 진짜 진짜 대박이다
alexellyn #7
Chapter 31: good job for the author. kenapa aku berharap ff ini ada sequelnya ya? rate-m pula. ckck. semangat untuk buat karya2 berikutnya~
luhaena241
#8
Chapter 31: Aku telat baru tau kalau 2 chapter akhirnya udah publish kkk.
Two thumbs up u/kamu!!
Suka banget bacanya dr awal, yt pertama" ngira ini ff hahhahah ga taunya bukan, hanya ada tokohnya saja yg seperti itu.
Alurnya panjang, keren, n detail tp tentu gak ngebosenin. Imajinasi kami tinggi n daebak bgt! Bagaimana kata demi kata kamu susun sehingga membentuk kalimat" yg apik terkemas didalam ff ini~
Ah, I can't talk anymore, just "two thumbs up" for you!! (y) (y)

Keep writing n fighting ne!!^^
Oiya, ngelawaknya jg dapet, terkocok" sangat ini perut kkkk
luhaena241
#9
Chapter 29: Akhirnya ff ini publish kembali!! Senangnya~ :*
Mnieunra #10
Chapter 31: >< FFnya bagusss banget haha..
Ampe greget bacany, awalny bingung mana chaehyun mana sehun ._. Tp lamalama udh nggak kok :)
keep writing '-')9