Chapter 22

Runaway With The Bachelor

 

A/N : 89% fantasi. Yang alergi sama fantasi lebih baik segera menjauh. Akan mengakibatkan gatal-gatal dan bersin. judul tidak punya urursan dengan isi cerita. 

 

 

 

 

 

Untungnya, pesawat itu mendarat dengan agak—tidak—mulus di atas sebuah bangunan tinggi.

“UGYAAAAAAA!!!”

Gubrak!

Mereka terjatuh dengan wajah duluan. “.” Rutuk Chaehyun yang mukanya agak luka-luka. Rasanya kepalanya benjol, dan lehernya terserimpet lecet, dan sendi lututnya menjerit protes ketika Chaehyun mencoba menggerakannya. “Kurasa ginjalku geser ke selangkangan,” gumam Chaehyun linglung. “Mungkin ginjalmu tidak akan geser kemana-mana kalau kau tidak tiba-tiba meloncatiku tadi.” Bentak ‘Mashto’ marah. “Aku kan sudah bilang, angin tidak membiarkan dua orang asing bersama-sama, bodoh!” bentak si cowok dengan pakaian hitam-hitam dari ujung kaki sampai rambut tersebut. “Sialan kau, kau yang bodoh, tahu!? kau kabur begitu saja dengan membawa puteri merah!” bentak Chaehyun yang rasa keadilannya terusik. “Warna merah dan takdir membawa kami bersama. Lagipula sudah menjadi akhir puteri merah ini—“ kata pria dengan rambut hitam itu “untuk menjadi milik seseorang dengan cara yang tidak pantas.”

“Hah? Warna merah dan takdir?” Chaehyun melongo dan kemudian menggelengkan kepala, walau melakukan hal itu membuat kepalanya terasa berdenyut lebih keras. “Pokoknya, serahkan saja berlian bodoh itu! apa kau tak tahu kalau berlian itu punya kutukan menakutkan? Hiiiiiii,” Chaehyun dengan kekanakannya bergidik, mencoba menakut-nakuti Mashto. Mashto mendengus. “Dongeng anak-anak macam apa lagi itu? kutukan itu hanya ilusi. Yang ada, hanya keindahan gelap semata.”

“Pokoknya serahkan saja berlian itu ke pihak berwajib!” bentak Chaehyun sebal. “Dan sekaligus menyerahkan diriku pada polisi-polisi itu? na-ah. Aku yang terakhir bersama berlian ini—aku juga yang akan di curigai, dan aku yang akan diringkus, bukan kau. Lagipula, dengan wajah terkenal ini, polisi-polisi korea ini akan senang sekali meringkusku.”

“Wajah terkenal? Memang kau siapa? Semacam artis?” Chaehyun bertanya sarkastik. Si pencuri Mashto menaikkan alis. “Kau tidak kenal aku? Yang benar saja, nak. Yang benar saja.”

“Apa seluruh orang didunia bakalan mati kalau tidak kenal kau?” damprat Chaehyun. Mashto melebarkan mata dan mempelajari wajah Chaehyun lebih dekat. “Tunggu dulu...” katanya kemudian. “Kau... pantas saja! Aku kenal kau! Kau itu si cutie-pie pacar Sehun di pernikahan Luhan dan Hayoon!” tawa keras Mashto terdengar. “A-apa?” Chaehyun mengerutkan dahi.

“Kurasa bulan purnama menginginkan kita bertemu dalam aliran yang tidak beraturan,” kata Mashto, lagi-lagi melantur setelah tawanya reda. “What the. Aku bahkan nggak ngerti apa yang kau omongin. Ngomong apa sih kau ini?” tanya Chaehyun, bingung. Setengah karena cara bicara orang ini yang sepertinya minum tequila atau catrew dulu sebelum dia menjalankan ‘misi’nya, sebagian karena Chaehyun tidak merasa pernah bertemu dengan Mashto. Orang ini mengenalnya? Kapan? “Kau benar-benar tidak ingat aku? Aku benar-benar tersanjung—itu berarti akting ku bagus sekali sampai-sampai kau melupakanku. Padahal kukira kau orang pintar.” Kata mashto kemudian terdiam. “Dan singa masokis pun jatuh cinta pada domba yang polos.”

“Apaan sih?! Jadi sebenarnya apa sih profesimu—seorang pencuri, atau seorang pujangga, atau aktris, atau orang yang benar-benar kurang kerjaan sehingga memutuskan untuk terlibat dalam suatu pembajakan pesawat?” tanya Chaehyun marah. Dia tidak punya waktu untuk hal ini—dia benar-benar harus segera kembali, atau Yamada—dan Sehun—akan sangat khawatir pada keadaannya. Bagaimana kalau Sehun memutuskan untuk meninggalkannya bersama Hayoon? Padahal perjanjian mereka masih tiga minggu lagi!!! “Maaf, maaf. Quote tadi bagus sekali, Meyer-ssi pintar sekali menyusun kalimat. Tapi aku memang jatuh cinta padamu. Caramu menggelantung di kakiku tadi membuatku sedikit berdebar.” Kata Mashto kemudian. “Maaf, domba mungil, tapi aku tak punya waktu untuk berbincang padamu sekarang—aku harus segera mencobanya.”

“Mencoba?” tanya Chaehyun, mengabaikan pernyataan cinta Mashto. “Mencoba apa?”

Mashto memandang Chaehyun dengan terhibur. “Kau mengejar batu ini tanpa tahu khasiatnya? Tsk tsk, dasar domba yang pikirannya dangkal. Tapi tak apa, aku akan memberi tahumu khasiat sebenarnya dari batu ini. Sekarang, domba manis, apa kau ingat perkatan pembajak itu di dalam pesawat?”

“Aku tidak berniat untuk mencuri batu ini. Dan berhenti memanggilku domba, kau kepala dungu.” Kata Chaehyun sebal. “Apa kau lihat dikepalaku tumbuh tanduk? Tidak kan?”

“Maaf—domba manis, sebutan itu benar-benar cocok untukmu.”

Chaehyun diam dan mencoba mengingat pembicaraan di dalam pesawat. “Mereka... punya kawanan yang pintar tapi sebenarnya bodoh?”

“Hampir benar. Coba lagi.” Kata Mashto, mengamati purnama yang terlihat bulat di atas mereka. Malam dingin, dan udara membuat semuanya seratus kali lebih buruk. Sekarang luka-luka di permukaan wajah Chaehyun terasa agak perih dan mati rasa karena dinginnya udara. Merasa lututnya sudah bisa menahan beban, Chaehyun berdiri timpang, dan mengutuk keputusannya tersebut. Mungkin dia tak akan bisa berlari dalam jangka waktu sementara.

Kemudian Chaehyun teringat perkataan kedua pembajak didepan toilet tadi. “Hananatsu Mirai punya kekuatan yang diinginkan para jahanam terkutuk itu?”

“Persis.” Mashto menyeringai. “Batu ini memang batu terkutuk. Tapi batu ini punya ramalan.” Kata Mashto. “Pemegang kunci pertama batu ini pernah didatangi oleh dewa suzaku—percaya atau tidak.”

“Dewa Suzaku?” Tanya Chaehyun. Dia benar-benar bingung. Apa itu dewa Suzaku? Semacam tiran menyebalkan yang suka sekali bikin onar? “Dia itu salah satu dewa penjaga empat arah mata angin, kau domba bodoh. Kutebak kau tidak mengetahui tentang Feng Shui sama sekali.” Ejek Mashto.

“Damn right. Ceritakan lagi.”

“Suzaku  memberi tahu sebuah omen padanya. Pagi harinya, dia bercerita pada orang-orang tentang isi mimpinya.” Ucap Mashto, telunjuknya menulis sesuatu di udara. “Apa mimpinya?” tanya Chaehyun.

“Bahwa pewaris keenam belas dari batu-batu ini akan diberikan kekuatan melihat masa depan.” Kata Mashto, mendadak mistis. “Dan untuk mendapatkan batu ini, kita harus merebutnya dari pemilik sebelumnya—walaupun itu berarti kita membunuh mereka.”

Chaehyun menganga.

“Yang benar saja, kawan.” Kata Chaehyun. “Kau... kukira kau pintar sedikit, sehingga bisa mengelabui si bodoh Renan. Tapi kau bahkan percaya dengan omong kosong itu? realistis sedikit bisa nggak?” kata Chaehyun. “Dasar kau bodoh, aku juga tadinya tidak percaya!” bentak si Mashto. “Tapi aku harus mencoba.” Katanya, suaranya terjatuh sedikit. Entah itu halusinasi atau tidak, Chaehyun sepertinya melihat di ujung mata Mashto berkilauan sedikit. Chaehyun terdiam, agak kikuk dengan perubahan suasana. Sepertinya, apapun yang membuat Mashto mencuri batu itu adalah hal yang sangat sensitif. “Oke, oke. tak usah menangis.”

“Aku tidak menangis, domba kecil.” Geram Mashto. Chaehyun memutar bola mata. “Lalu apa itu di matamu?” Chaehyun menunjuk mata Mashto.

Mashto menggosok matanya.

“Dasar pujangga gadungan. Aku bohong, dasar bodoh. Sudah, ceritakan padaku lebih lanjut tentang kekuatan si puteri ini.”

“Kau domba yang menyebalkan, tapi tetap manis.” Chaehyun menatap Mashto datar. “Aku mencari tahu tentang butir berlian ini, dan kemudian mendapat informasi yang aku inginkan.” Mashto menyusun ke enam belas butir menjadi sebuah motif bintang di atas lantai atap gedung. “Kau tahu ini apa?”

“Bintang. Itu motif bintang.” Kata Chaehyun bosan. “Bukan bintang biasa.” Kata Mashto, setuju. “Ini Natsuhiboshi. Bintang merah. Bintang menangis, katakan apa saja. Bintang ini, terlihat setiap pagi, berkilauan tiap musim panas di jepang. Bintang ini sebenarnya adalah planet mars.” Kata Mashto. “Mereka bilang, untuk melihat kekuatan asli Hananatsu Mirai, kita harus membentuk natsuhiboshi dibawah purnama. Butuh waktu lama sampai aku memecahkan kode itu.” kata Mashto. Sinar bulan yang lemah memantulkan cahaya butiran berlian tersebut. Warna darah yang cantik memancar.

“Lalu, apa yang harus kau lakukan?” tanya Chaehyun. Tidak percaya kalau Mashto akan benar-benar melakukan hal konyol ini. “Kita harus menunggu,” kata Mashto menaikkan bahu. “Dan percaya.”

Hening.

Tidak ada yang terjadi.

“Jadi, kau tidak perlu pakai darah kambing atau ritual ritual begitu?” kata Chaehyun, jelas-jelas mengejek Mashto. “Aku memang pencuri, tapi aku bukan pemuja setan.” Kata Mashto tenang. “Dan apa kau tahu? di abad pertengahan, orang eropa tidak memakai darah kambing untuk melakukan ritual, mereka memakai darah domba.”

Chaehyun manyun. “Dan maksudmu memberitahu aku hal itu adalah?”

“Kali-kali aja bisa membuatmu ketakutan.”

Chaehyun hendak menjawab dengan perkatan kasar, ketika tiba-tiba butiran berlian tersebut memancarkan warna merah lemah, tapi jelas itu bukan kerjaan sinar bulan. Chaehyun melebarkan mata, kaget. “What the...” Chaehyun menggumam. “Hananatsu-sama.” kata Mashto kemudian, jatuh terduduk dengan lututnya—Chaehyun kaget.

Apa-apaan sih ini? Kenapa tiba-tiba setting cerita jadi fantasi begini?

Seiring dengan suara guntur dari jauh dan udara yang makin menusuk, Cahaya merah didepan Mashto berangsur-angsur membentuk sebuah sinaran padat berwarna merah lemah dan memebntuk bayangan seorang wanita muda dengan cadar dan topi kepala tinggi—seperti seorang rahib wanita. Tubuhnya transparan, dan hal yang bisa Chaehyun lihat di mata sang ‘mahluk’ hanyalah hitam kelam.

Jelas sekarang Chaehyun sedang berada di ambang ilusi, kegilaan, dan khayalan. Tidak ada sangkut pautnya dengan realita.

Seumur-umur, Chaehyun dicekoki oleh Brigghitta untuk tidak mempercayai hal-hal astral macam mahluk halus, atau ‘penunggu’.

“Tidak masuk kemana-mana. Dia itu mahluk astral.” kata Brigghitta suatu hari, setelah menonton film The Ring, Chaehyun bertanya Sadako itu termasuk kategori apa dalam taksonomi? Karena, jelas Sadako tidak ada dalam klasifikasi mahluk hidup. Mencari di buku aristoteles pun, Sadako tidak termasuk hewan berdarah atau tidak berdarah. Dan ketika Chaehyun bertanya apa itu astral, Brigghitta nyengir dan menjawab, “Astral adalah konsep dari ketiadaan. Karena konsepnya saja sudah mengkaji tentang ketiadaan, apa pantas untuk kita percaya tentang ketiadaan? Sudah, jangan tanya-tanya tentang sadako lagi. Walaupun kalau kau tanya pendapatku, menurutku Whittaker harusnya membuat kingdom baru untuk jenis Sadako... kayak misalnya, Kingdom Sadakolia?”

Jawaban yang tidak memuaskan, tapi Chaehyun tak bertanya tentang sadako dan sesuatu yang berdekatan dengan sadako lagi sejak hari itu.

Tapi setelah kepercayaannya sekarang terpatahkan didepan mata kepalanya sendiri, Chaehyun hanya membeku—entah ketakutan, atau memang penasaran. Mashto masih jatuh terduduk di depan astral yang melayang tersebut.

“Manusia.” Suara astral itu keluar serak dan sangat berat, berbeda dengan tubuhnya yang lembut dan bagus. “Lagi-lagi manusia... apa yang kalian inginkan dariku? Kenapa kalian tidak membiarkanku saja?”

Suara guntur lagi. Awan berkumpul menggulung berwarna abu-abu—tidak ada bedanya dengan warna malam, tapi Chaehyun bisa melihatnya. Kebencian yang mendalam terdengar sangat kentara dalam nada—ehem—Hananatsu-‘sama’. mata hitamnya terasa menusuk Chaehyun. Chaehyun tidak kuasa terjatuh, lututnya terasa sangat goyah— yang seketika terasa berderit ngilu ketika Chaehyun menyentuh lantai dingin atap bangunan tersebut, tapi Chaehyun tidak perduli. Seakan baru menyadari keadaan Chaehyun, Mata hitam bak kucing tersebut mengalihkan perhatian dari Mashto ke Chaehyun. “Kenapa ada dua manusia?” suaranya terdengar stress. “Aku tidak melayani dua manusia dalam satu waktu. Aku tidak melakukannya. Tidak!!” tiba-tiba terdengar guntur dari langit, membuat Chaehyun terkesiap. “Tidak, Hananatsu-sama.” kata Mashto menenangkan Mahluk tersebut. “Akulah manusia-mu.”

Kau? Kau manusia-ku?” tanya Hananatsu lagi, suaranya bergetar. Tiba-tiba dia tertawa, dan suara ledakan petir terdengar menyambar-nyambar. “Katakan apa yang kau inginkan, anak muda. Jangan ganggu aku lagi.” Kata Hananatsu getir, sekaligus memerintah. “Aku tidak akan mengganggu anda lagi.” Kata Mashto kemudian. “Aku ingin bertanya... dimana ayahku?”

Hening.

Ayahmu.” Kata Hananatsu acuh. “Kim Suho. Seorang Ilmuwan terkenal. Mengaku sebagai ilmuwan dibidang alkimia*. Dianggap gila, kemudian dibuang bersama anaknya, Kim Jongin ke sebuah pulau terpencil. Berdua saling membantu selama tiga tahun terakhir. Setelah itu Kim Suho menghilang tanpa jejak, dinyatakan hilang oleh orang lokal setempat. Walau begitu, Kim Jongin masih. Kaulah Kim Jongin. Atau harus kukatakan Kai.”

Chaehyun melebarkan mata. Nama asli Mashto Kim Jongin. Kai?

Mashto, atau Kai, terlihat tegang, bibirnya menjadi tipis dan tangannya digenggam erat-erat. “Ayahku. Dimana dia?” tanya Kai sekali lagi. Jelas dia tidak mau ada orang lain mengetahui masa lalunya, apalagi orang seperti Chaehyun. Hananatsu mendatarkan pandangan dan mengangkat tangannya yang berjari-jari panjang.

Tiba-tiba sebuah black hole terlihat, dari udara kosong.

Lihatlah, Kim Jongin,” kata Hananatsu. “Inilah ayahmu. Inilah akhir dari ayahmu.”

Kai terlihat terpaku, matanya tidak fokus. Tubuhnya sangat tegang, membuat Chaehyun ternganga dan segenap tenaga mendekati Kai. “Mashto!! Kai! Kai!” seru Chaehyun panik, menowel-nowel tubuh Kai yang tak merespon. “Biarkan saja dia.” Hananatsu berkata tajam. “Dia sedang memasuki dimensi kelima. Jangan ganggu, atau Miko penjaga waktu akan marah.”

Chaehyun tak begitu mengerti dengan apa yang dimaksud dengan Dimensi kelima, atau Miko penjaga waktu, tapi Chaehyun yakin dia tidak ingin Kai terlihat seperti idiot. “Kau! Lebih baik kau segera  kembalikan dia seperti semula!” bentak Chaehyun dengan tangan gemetar. Bagaimanapun, dia sedang menantang seorang... seorang.... mahluk yang punya kekuatan di luar batas pikiran manusia. Chaehyun tidak yakin, tapi dia bersumpah melihat Hananatsu-sama menyeringai sedikit.

Kau tidak di posisi yang sama untuk mengkhawatirkannya.” Kata Hananatsu-sama. “Kau bahkan bernasib lebih parah darinya... anak malang yang dikurung di dalam penjara emas bertahun-tahun, tanpa tahu kenapa...”

 

Chaehyun merasa air sedingin es dituangkan ke punggungnya.

 

“Memang kau tahu kenapa?”

 

Hananatsu tahu semuanya.”

 

“......”

 

Hening. Chaehyun merasa otot-otot rahangnya terkunci. Dia ingin tahu, sekaligus tak ingin tahu. dia takut, sekaligus berani. Chaehyun terasa tertarik oleh dua kutub berbeda, membuatnya pusing, melayang dengan perasaan tak menentu, pusing, dan semuanya membuatnya bingung.

Ayahnya pasti punya alasan mengurungnya...

Kenapa?

 

“Walaupun kau memohon padaku, aku tak akan memberi tahumu.” Kata Hananatsu arogan. “Aku tidak melayani dua manusia kotor dalam waktu yang sama.”

 

“Siapa juga yang mau?” bentak Chaehyun. Kembali jadi Chaehyun yang keras dan waspada. “Aku tidak mau. Aku tidak peduli barang setitik pun perihal kenapa aku dikurung. Itu urusan ayahku, bukan urusanku. Yang pasti aku akan memenangkan semua ini, dan dia akan menjilat bokongku nanti.”

Hananatsu terlihat kaget. Terlihat dari wajahnya bahwa seumur eksistensi-nya dia tidak pernah mendapati seorang manusiapun menolaknya. Menolak kekuatannya.

Menarik.

“Lebih baik kau kembalikan Mashto jadi semula!” bentak Chaehyun marah. “Aku tak ingin nyawanya melayang kemana-mana. Dia belum mengantarkanku kembali ke Sehun!”

Suara angin melewati celah-celah sempit membuat keadaan bertambah horror, dan semuanya dingin. Tidak ada suara dalam waktu lima detik, sampai akhirnya dalam diam Hananatsu melambaikan tangannya lagi, dan dalam sekejap Kai kembali mendapatkan fokus matanya, dan terkulai dengan keringat dingin.

Kau lihat?” tanya Hananatsu dingin ke arah Kai sekarang. “Dia melakukannya. Dia meninggalkanmu. Dia dengan sengaja meninggalkanmu. Dia jahat, kan? Dia sangat jahat.” Kekeh Hananatsu. “Dia bilang dia cinta kau, anak satu-satunya dari keluarga Kim. Tapi dengan kejamnya dia melakukan hal itu, meninggalkanmu sendiri dibelakang, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Apa itu yang dilakukan seorang ayah? Meninggalkan anaknya sendiri disebuah pulau dengan orang-orang asing?”

Kai tidak menjawab, tapi tubuhnya gemetar. Chaehyun melebarkan mata, entah kenapa hatinya terasa terperas melihat Kai dalam vulnerable state-nya. Kai tidak terlihat cocky lagi—dia tak lagi terlihat arogan dengan senyum miringnya, dia tak terlihat bodoh, dia tidak melempar kata-kata pintar lagi—dia hanya... jatuh.

“Ayah...” samar-sama Chaehyun mendengar Kai berbisik.

Chaehyun menggeram. Dia tidak bisa melihat Kai seperti ini, entah kenapa.

“Kau!!” bentak Chaehyun, penuh dengan kemurkaan. “Sudah membuat semua orang meninggal karena berebutan denganmu, lalu hampir membahayakan orang-orang dalam pesawat, dan membuat cowok gila ini terlihat idiot, apa yang akan kau lakukan selanjutnya? Keterlaluan!” jerit Chaheyun murka. Amarah. Amarah. Hanya kata itu yang berdentang bagai sihir dalam kepalanya.

Kau...” Hananatsu terlihat sangat kaget

“Kalau kau punya waktu untuk meramal masa depan orang, memvonis mereka, membuat mereka jatuh, lebih baik kau fikirkan dirimu sendiri! Bagaimana kalau di masa depan mirah-mirah bodoh ini hancur? Kau tidak hidup. Kau membusuk, kau mati, kau akan hancur-hancuran!” kutuk Chaehyun. “Aku tak tahu apa yang sudah kau perlihatkan pada Kai, tapi aku tak yakin hal itu benar!”

Hening.

Tiba-tiba diatas mereka—di atas atap itu—awan kumulus abu-abu yang marah bergulung membentuk spiral. “Beraninya kau...” Hananatsu menggeram, suaranya terdengar berbeda. “Manusia yang pemberani... sangat pemberani...”

Tawa mengerikan tiba-tiba keluar dari mulut Hananatsu. Dia terlihat berbahaya.

Chaehyun menelan ludah. Apa yang dia pikirkan sebenarnya sedetik yang lalu?

“Hei,” bisik Chaehyun ke arah Kai yang memandangnya seakan dia gila. “Ada rencana?”

“Tidak.” kata Kai datar. “Apa kau gila?”

“Mungkin. Kau kelihatan aneh dengan air mata itu, cepat hapus.” Perintah Chaehyun, menyodok mata Kai dengan ujung bajunya.

kalian membuatku muak!” bentak Hananatsu, dan guntur tidak bisa terdengar lebih menyakitkan gendang telinga daripada sekarang. “....tapi kalian manusia yang menarik sekali.” Dalam seperempat detik, guntur tersebut terdiam. “Menarik... kalian berdua sangat menarik..” dia nyengir, untuk pertama kalinya terlihat agak baik.

Chaehyun merasa rahangnya patah karena kebanyakan menganga.

Kai masih menatap Chaehyun.

 

Karena kalian satu-satuny manusia yang membuatku tertawa sebanyak ini, aku tak akan menghukum kalian.” Hananatsu nyengir. “Kalian sangat beruntung.”

Kai dan Chaehyun berpandang-pandangan, tidak merasa beruntung.

Yang aku inginkan sekarang hanyalah tidur dalam waktu panjang.” Kata Hananatsu. “Dan manusia-manusia itu mengganggu ku. Memintaku keluar, mencari harta, kekayaan, dan mencari orang.” Kerlingan mata Hananatsu membuat Kai salah tingkah. “Untuk terakhir kalinya, tolong. Tolong kembalikan aku ke tanah airku—aku hanya ingin pulang...” suara Hananatsu melemah.

“Aku akan membantumu,” kata Kai. “Aku akan membantumu kembali ke jepang. Aku hanya ingin tahu apa yang terjadi pada ayahku—sekarang semuanya sudah jelas.” Kata Kai tenang.

Kau tidak kecewa?” tanya Hananatsu terkejut. “Kau tidak marah? Tidak ingin bunuh diri?”

Chaehyun terbatuk kecil, menyamarkan tawa.

“Aku tahu apa yang ayahku lakukan.” Kata Kai tenang. “Apapun yang dia lakukan, selalu mempunyai arti. Dia tidak akan melakukan hal yang tidak mungkin dilakukan dan tidak berarti apa-apa. Aku percaya padanya.” Kata Kai kemudian terdiam. Chaehyun memandang Kai, kemudian merenung. Mungkin, pikir Chaehyun, Mungkin Myunghee-ssi punya alasan kenapa dia melakukan ini padaku... mungkin dia ingin memberitahukan alasannya, tapi tidak bisa. Mungkin... ada sesuatu yang memaksanya untuk mengurungku...

Chaehyun kembali ke dunia manusia—tadinya di dunia khayal—ketika pendar merah Hananatsu Mirai menghilang.

Kau...” bisik Hananatsu lemah ke arah Chaehyun, mata hitamnya terasa menusuk, seakan ingin membicarakan sesuatu. Dan selanjutnya, Chaehyun tak bisa mendengarnya karena Hananatsu keburu menghilang.

Dan kemudian semuanya gelap. Keheningan kembali menyergap mereka.

Kai masih memandang ke arah enam belas butir hananatsu mirai yang tergeletak tanpa bentuk di lantai. Dia memungutinya satu persatu. “Kau,” kata Kai, “Kita akan segera pergi mengantarmu ke Sehun.”

“Memang kau tahu Sehun dimana?” tanya Chaehyun sebal.

“Aku tahu, Hananatsu-sama sendiri yang memerintahkanku mengantarkanmu ke hotel Gimpo.” Kata Kai, memutar bola matanya. Dia menendang layangan raksasanya dan menyiramkan sesuatu—minyak?—kesana dan membakarnya jadi abu. Api menghasilkan hangat yang nyaman, pikir Chaehyun.

“Dasar bodoh, kenapa kau bakar?!” bentak Chaehyun panik. Kai berdecak. “Layangan itu tak bisa dipakai dua orang, bodoh. Daripada meninggalkan jejak, lebih baik aku bakar. Sebentar lagi toh akan hujan. Bukti akan segera hilang.” Kata Kai.

“Sehun menunggumu disana, katanya. Ayo, cepat.” Kai kemudian mengeluarkan hairpin dari sakunya dan berjalan menuju pintu menuju lantai bawah. Beberapa detik kemudian suara klotak klotak yang asing terdengar dan pintu terbuka. “Cepat, atau kita tidak akan bisa pergi dari sini,” ancam Kai.

Chaehyun manyun, tapi mengikuti Kai keluar. Dia melihat ke arah bulan yang sekejap berwarna merah....

 

 

 

 

 

 

 

Kau tak akan berhasil....

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Cliff hanger. Tadinya mau ngepost setelah UN SMA (karena aku tahu rasanya ingin belajar dan malah membaca ff) tapi aku nggak bisa T.T by the way, *alkimia itu adalah ilmu gabungan fisika, kimia, geografi, basically merupakan protosains. Tujuan utamanya adalah mempercayai logam biasa bisa berubah jadi emas. Pernah baca tokyo zodiaz murder? Cara pembuatan azoth pun memakai ilmu alkimia./em>

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
morinomnom
subsribers runaway with the bachelor, upvote please?

Comments

You must be logged in to comment
Wjpark #1
Maaf, aku mau nanya sebelumnya. Ini ff hasil remake atau bukan? Soalnya, dulu banget aku kayak pernah baca ff ini. Tapi ff nya make bahasa inggris dan main cast nya itu HunHan. Terimakasih, dan maaf kalau aku salah kira hehe
Eunji07 #2
Chapter 31: satu kalimat yang aku ucapkan saat membaca baris terakhir di cerita ini, "yaaah kok udah tamat"

Jujur sebenarnya aku kurang suka ff yang menggunakan tulisan tidak baku. Tapi untuk cerita ini, pengecualian hahahaha. Aku SUKA SEKALIII. Terimakasih sudah membuat cerita yang keren, menarik, membuat penasaran, dan tentunya mengalir dengan indah dan menyenangkan sampai akhir cerita.
vinthisworld #3
Pengin baca ulang: "
Desirened
#4
Chapter 8: Keke, syarat ke 5-6 kek pengkaderan osis aja xD
sevenineLu #5
Jhoa Jhoa Jhoa
fukkdown #6
Chapter 31: 진짜 진짜 진짜 대박이다
alexellyn #7
Chapter 31: good job for the author. kenapa aku berharap ff ini ada sequelnya ya? rate-m pula. ckck. semangat untuk buat karya2 berikutnya~
luhaena241
#8
Chapter 31: Aku telat baru tau kalau 2 chapter akhirnya udah publish kkk.
Two thumbs up u/kamu!!
Suka banget bacanya dr awal, yt pertama" ngira ini ff hahhahah ga taunya bukan, hanya ada tokohnya saja yg seperti itu.
Alurnya panjang, keren, n detail tp tentu gak ngebosenin. Imajinasi kami tinggi n daebak bgt! Bagaimana kata demi kata kamu susun sehingga membentuk kalimat" yg apik terkemas didalam ff ini~
Ah, I can't talk anymore, just "two thumbs up" for you!! (y) (y)

Keep writing n fighting ne!!^^
Oiya, ngelawaknya jg dapet, terkocok" sangat ini perut kkkk
luhaena241
#9
Chapter 29: Akhirnya ff ini publish kembali!! Senangnya~ :*
Mnieunra #10
Chapter 31: >< FFnya bagusss banget haha..
Ampe greget bacany, awalny bingung mana chaehyun mana sehun ._. Tp lamalama udh nggak kok :)
keep writing '-')9