Chapter 19

With You
Please Subscribe to read the full chapter

Musim dingin mulai datang. Sebentar lagi tahun akan berganti, dan saat itu semua orang akan meneriakkan keinginan bahkan harapan mereka untuk tahun yang baru itu. Sebuah perubahan yang lebih baik dari sebelumnya, itulah yang kebanyakan dari orang-orang itu harapkan.

Namun, bagi seorang siswa yang sedang menjinjing nampan berisi kopi, beberapa makanan ringan dan cake itu tahun baru adalah hal biasa dimana itu merupakan tanda awal dari bergantinya angka yang tertera di kalendernya.

Amber mengambil dan memakai jaketnya sebagai lapisan ketiga agar tubuhnya itu tak mengigil kedinginan saat berjalan ditengah dinginnya kota Seoul pada awal bulan terakhir tahun itu. Baru saja hendak mengambil tas Amber segera terdiam saat melihat layar ponsel yang tadi padam tiba-tiba menyala saat mendapatkan sebuah pesan. Sebuah kiriman pesan dari seorang wanita yang ia hindari sejak kemarin. Bukan niatnya ingin mengacuhkan atau menghindari, hanya saja dia kesal saat wanita itu mulai bicara ngalor-ngidul tak jelas dan dia hanya ingin menunjukkan kata menjaga jarak yang sesungguhnya pada kekasihnya itu.

"Kamu belum pulang kan? Keluarlah sebentar. Aku ada di pintu belakang kafe. Aku tidak akan pergi sebelum aku melihat wajahmu."

Amber menghela nafas. Kemudian memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Dia berniat pulang. Namun, langkahnya menuju pintu utama kafe terhenti kala mengingat pesan Jessica. Bagaimana jika Jessica tetap menunggunya disana saat suhu udara tengah malam kala itu sangatlah dingin. Amber segera memutar kakinya, berjalan menuju pintu belakang dengan rasa khawatir meski ia masih kesal dengan ucapan Jessica kemarin lusa.

Udara dingin langsung menerpa wajah Amber sesaat setelah ia melangkahkan kaki keluar dan menutup pintu belakang kafe. Dia mengedarkan pandangannya, mencari sosok wanita cantik yang kini mengisi relung hatinya.

Tak berselang lama Amber melihat Jessica tengah berdiri di sudut bagungunan kafe itu. Jessica melambaikan tangan, mengangkat sebuah kertas dengan tulisan 'Maaf' yang sangat besar.

Melihat Amber masih berdiam diri tanpa memberikan reaksi apapun Jessica segera membuka lembar kertas berikutnya sampai terciptalah sebuah kalimat permohonan maaf yang membuat Amber ingin tertawa.

"Maaf. Kau benar dan aku salah. Jadi tolong maafkan aku. Angkat telfonku dan balas pesanku! Kalau kau tidak memaafkanku maka aku akan menari disini.!"

Jessica yang semakin bingung karena Amber seakan tak bergeming dengan ancamannya itu seketika menari seperti orang yang tak punya malu. Sebenarnya dia malu, sangat malu. Namun, jika itu mampu membuat hati Amber luluh dan memaafkannya maka ia akan tetap melakukannya.

Usaha Jessica itu berbuah hasil. Amber tertawa, dia bahkan tak mampu lagi memyembunyikan tawa yang ia tahan sedari tadi.

"Kau memaafkanku kan?!" teriak Jessica.

"Berhenti membuatku malu. Tarianmu itu jelek!"

Mendengar ejekan Amber itu ternyata berhasil membuat mata Jessica berapi. Bukannya berhenti dia tariannya malah semakin menjadi.

"Noona!! Kau tidak kedinginan? Cepat berhenti."

"Aku tidak bisa berhenti. Aku terlalu malu untuk berhenti sendiri."

Amber tersenyum tipis. Dia kemudian menuruni anak tangga di belakang kafe itu untuk menghampiri Jessica. Amber merentangkan kedua tangannya dan memeluk Jessica untuk menghentikan aksi gila kekasihnya itu. Disamping itu, alasan Amber memeluk Jessica adalah karena rasa rindunya setelah dua hari tak bertemu dan mengacuhkannya.

Jessica tersenyum senang dalam pelukan Amber. Dia membalas pelukan itu dengan perasaan lega seraya kembali mengucapkan permohonan maafnya.

"Jangan marah lagi dan membuatku menanggung rindu."

"Noona sendiri yang meminta agar kita saling menjauh dan bersikap saling tak mengenal jika sedang didepan umum. Kenapa sekarang malah mengeluh?"

"Arassoo~ Aku tidak akan meminta hal bodoh seperti itu lagi."

Amber tersenyum, merenggangkan pelukannya dan mengecup Jessica.

"Kalau begitu kan manis. Dan juga, jangan sembarangan membuka ponsel dan membaca pesan orang lain. Itu tidak sopan."

"Salah sendiri tidak kau kunci."

"Nanti kalau aku kunci Noona curiga, terus cemburu, marah tak jelas, kemudian kita bertengkar. Aku tidak mau bertengkar dengan Noona."

Jessica salah tingkah mendengar jawaban Amber. Semua hal yang Amber katakan memang benar, dia juga tak ingin terlibat pertengkaran meskipun kadang pertengkaran itu mampu membuat hubungan mereka menjadi lebih menarik.

Melihat Jessica berdiam diri seakan mengakui semua ucapannya tadi Amber pun tersenyum tipis penuh rasa kemenangan. Dia segera melepas jaket yang ia pakai dan mengenakannya pada Jessica yang saat itu hanya mengenakan selapis baju di tubuhnya.

"Dingin. Ayo, aku akan sekalian mengantar Noona."

Jessica mengangguk kemudian mengaitkan tangannya pada lengan Amber dan berjalan beriringan menuju club yang sempat Jessica tinggalkan sesaat untuk meminta pengampunan dari Amber.

~

Amber sesekali melepas sumpitnya untuk mengetik pesan balasan bagi Jessica. Senyum bahagia tak pernah lepas dari wajahnya meskipun seluruh siswa di kantin saat itu tengah berbisik membicarakan dirinya. Key yang tengah duduk satu meja dengan Amber kala itu hanya bisa menghela napas. Jika itu memang apa yang dia mau dan Jessica merupakan sumber kebahagiaannya maka Key tidak akan banyak komentar dan hanya bisa mendukungnya.

"Tidak ada yang ingin kau jelaskan pada mereka?"

"Tentang apa? Mau kujelaskan atau tidak mereka akan tetap membicarakan hal itu." jawab Amber acuh.

Belum sempat Key kembali menjawab kedua pemuda itu seketika menoleh saat melihat sisiwi yang sangat mereka kenal tiba-tiba saja ikut duduk di meja mereka.

"Aku bukan hantu. Lanjutkan makan kalian." lirih Irene tanpa mengalihkan pandangannya dari makanan yang ada dihadapannya.

Risih dengan kehadiran Irene disampingnya Amber pun segera meletakkan sumpit dan berniat pergi. Namun segera ia urungkan saat Irene memerintahnya untuk kembali duduk.

"Katakan saja apa yang ingin kau bicarakan. Tak perlu menyuruh Key pergi." ketus Amber pada permintaan Irene terhadap Key.

Irene menghela nafas. Sebenarnya ia kesal dengan sikap dingin Amber padanya. Tapi itu normal jika dia mengingat kembali atas apa yang dulu pernah ia lakukan terhadap Amber.

Irene dengan lantang mengatakan isi hatinya. Dia tak suka melihat Amber berdiam diri tanpa memberikan penjelasan apapun hingga gosip yang sudah menyebar selama seminggu lebih itu tak kunjung reda.

"Amber. Apa kau bodoh? Memangnya siapa dia? Jangan berhubungan dengan wanita itu lagi."

"Apa masalahmu? Aku berhubungan dengan siapapun itu urusanku. Mereka tidak sedang membicarakanmu dan aku tidak masalah dengan hal itu, jadi jangan ikut campur."

"Guru sudah tahu tentang gosip ini. Aku dengar mereka akan memanggil orang tuamu. Kau pikir mereka akan berpendapat seperti apa?!"

Irene melempar kasar sumpitnya keatas meja ketika melihat Amber melenggang pergi tanpa menggubris ucapannya. Dia ingin bersikap tak peduli. Namun, perasaan sukanya yang masih tersisa pada Amber membuat hatinya khawatir dan emosi.

Selama berjalan menuju kelas Amber terus memikirkan ucapan Irene tadi. Seandainya itu memang benar maka penjelasan macam apa yang akan dia berikan pada kedua orang tuanya nanti. Tak berselang lama lamunan Amber itu buyar ketika Key memukul pundaknya dengan jelas. Ia urung melemparkan kekesalannya pada Key saat mendengar namanya dipanggil oleh seseorang yang ia kenal.

"Ikut Ibu." perintah Victoria dengan nada dingin setelah sampai dihadapan Amber.

Tak ada yang dapat Amber lakukan selain mengikuti langkah kaki Victoria. Ibunya itu pasti akan memarahinya habis-habisan didepan umum kalau dia tak mengabulkan keinginan sang Ibu.

Semua sumpah serapah dan kekesalan keluar dengan lancar dari mulut Victoria perihal kelakuan anaknnya itu. Namun, yang Amber lakukan hanyalah membuang muka tanpa memberikan sepatah katapun sebagai balasan.

"Ibu kerja keras dan menyekolahkanmu itu untuk masa depanmu! Tapi apa yang kau lakukan?"

"Sejak kapan Ibu peduli dengan masa depanku? Berhenti mengada-ada dan bersikaplah seperti biasanya."

"Siapa dia?! Siapa wanita itu?"

"Dia?? Dia wanita baik yang menyayangiku melebihi Ibu.!"

"Apa kau benar-benar menjadi pria bayaran?"

"Iya. Dia membayarku dengan cintanya, dan aku memberikan seluruh hidupku untuknya. Ibu puas?!" tantang Amber membuat Victoria semakin geram.

Tanpa Victoria sadari tangannya terangkat ke atas dan mulai melemparkan sebuah tamparan yang cukup keras pada pipi Amber.

"Sebegitu hauskah kau pada suatu hal yang lemah seperti cinta?! Tidakkah kau lihat bagaimana cinta itu sudah merusak hidup Ibu?!"

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
llamaber18 #1
Chapter 3: mntepp thorr
khezzia09 #2
Chapter 1: english version of this please
Ayanmorelos123 #3
Chapter 34: English ver. Please ?
Ayanmorelos123 #4
English version pleaseeee author?
myhh92
#5
Chapter 34: Great ending!very good job authorr~!
Aapark #6
Amazing
myhh92
#7
Chapter 27: awwww
myhh92
#8
Chapter 23: Wait wtf what?
myhh92
#9
Chapter 20: AAAAAAAAAAAAAAAAA SO CUTEEEE