Perhatian

HOLD ME TIGHT
JK's Journal, December 31, 2015
Hari-hari yang kulalui hanya bersama Taehyung dan Kucing sudah cukup buruk. Tak pernah sekalipun terlintas di pikiranku, bahkan di imajinasiku yang paling liar, kalau akan ada kedatangan seorang Jeon Junghyun juga. Sekarang hidupku benar-benar buruk. Sudah sepuluh hari Junghyun menetap di apartemenku, dan ia sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan pulang ke Seoul. Entah apa yang mencegahnya. Firasatku mengatakan dia menantikan sesuatu dan dia takkan pergi sampai yang dinantikannya itu tiba.
Ide untuk mengusirnya selalu terlintas berkali-berkali. Tapi seperti kata Junghyun, percuma saja mengusirnya sekarang. Ia pasti akan menemukanku lagi, dan malah membuatku makin kesal. Jadi satu-satunya cara adalah menunggunya pulang dengan sendirinya. Seandainya saja Junghyun lebih terbuka dan memberitahuku apa yang dinantikannya sehingga aku bisa membantunya, untuk pulang lebih cepat tentunya.
Mungkin ia jatuh cinta dengan wanita Amerika? Haha. Aku terlalu stress sehingga bahkan pikiranku melantur.
Tapi keberadaan Junghyun benar-benar membuatku jengah, bahkan Taehyung terlihat sangat tidak nyaman. Satu-satunya yang menikmati kehadiran Junghyun hanya Kucing, karena anjing itu akrab sekali dengannya.
Taehyung pernah bilang pada suatu malam sebelum kami pergi tidur (hei, jangan salahkan aku dengan adanya adegan seperti ini, Junghyun membuat kami harus tidur sekamar, ingat?) kalau ia bertemu Junghyun dalam keadaan tidak begini, tidak menjadi suamiku maksudnya, mungkin ia akan sangat menyukainya, karena sosoknya sangat dewasa. Benar-benar figur seorang kakak yang baik. Tapi aku, ia menatapku sinis ketika mengatakan ini, membuat segalanya tampak lebih buruk.
Aku hanya menggumamkan 'Ne' dan memejamkan mata untuk tidur.
Intinya, Junghyun benar-benar menguras waktu dan tenagaku. Setiap dia ada, aku harus berpura-pura mesra dengan Taehyung, menggenggam tangannya, mencium puncak kepalanya, merangkulnya, tidur seranjang dengannya setiap malam. Astaga, benar-benar derita batin.
Dan aku sama sekali belum menemukan judul yang tepat untuk laguku. Junghyun merusak inspirasi. Aku baru saja menyadari kalau aku lebih membenci Junghyun daripada Taehyung, dan itulah kesalahan yang masih kuhitung sebagai kesalahan keenam Taehyung. Dia bisa menjadi jauh lebih baik, jauh lebih baik daripada keluargaku.

 

Taehyung menguap dan meregangkan otot-otot tubuhnya. Ia memutar posisi tubuhnya di kasur sehingga tidak lagi menghadap tembok, dan langsung memgerjap kaget. Wajah tidur Jungkook hanya berada beberapa inchi dari wajahnya sendiri. Nafas Jungkook yang teratur tampak begitu tenang dan damai. Ia benar-benar tengah tertidur lelap. Taehyung mendudukkan dirinya dan mengernyit memandang Jungkook. Lengan kiri pemuda itu menutupi matanya sementara tangan kanannya tergeletak di atas perutnya. Dadanya bergerak naik turun seirama dengan napasnya. Taehyung mengangkat alis. Ia tahu Jungkook sangat jaim ketika dia sadar, tapi ia tak pernah menyangka kalau 'suami'-nya itu juga bisa terlihat keren waktu tidur, bahkan dengan gaya yang sederhana seperti itu. Kalau dirinya sih, sudah tidak usah diragukan lagi. Mulut menganga dalam posisi tubuh yang tidak elit.

Taehyung mendengus geli dengan pemikirannya barusan dan turun dari tempat tidur sepelan mungkin agar tidak membangunkan Jungkook. Ia keluar dari kamar dan langsung melenggang ke dapur, dimana Kucing biasa tidur. Tapi Junghyun sudah ada di sana.

"Oh, eh, hai, pagi…" sapa Taehyung canggung. Junghyun sudah lebih dari seminggu di sini tapi kehadirannya tetap membuat Taehyung jengah.

Junghyun yang sedang berjongkok di depan Kucing yang sudah diberinya sarapan, mendongak dan tersenyum pada adik iparnya. "Pagi," balasnya. "Kau tidak usah repot membuat sarapan seperti biasanya. Semuanya sudah kusiapkan di meja makan."

Mulut Taehyung membulat membentuk huruf 'o' sementara mata hazelnya memandang ke arah meja makan yang sudah tertata rapi. Beberapa saat kemudian sesosok dalam balutan boxer biru dan kaus putih polos berjalan melewatinya dan langsung mendudukkan diri di meja makan.

Taehyung mencibir ke arah Jungkook yang sudah memakan telur dadarnya tanpa basa-basi, ia menoleh ke arah Junghyun, "Sarapan, Hyung?," tawarnya, dan mendudukkan diri di sebelah Jungkook.

Junghyun mengangguk pada Taehyung dan menatap pasangan itu. Taehyung meletakkan semua sayurannya di piring Jungkook dan nyengir kotak. Jungkook menatap Taehyung dan mengacak rambut merah pemuda itu. Junghyun tersenyum. 'Sedikit lagi'.


 

Siang itu, ketika salju turun agak deras, Jungkook, Taehyung dan Junghyun hanya duduk menonton televisi di ruang tengah seperti biasa dengan perapian yang dinyalakan lebih hangat dari biasanya. Tangan Jungkook berada di punggung kursi di belakang tubuh Taehyung, memainkan rambut merah Taehyung yang menjuntai dengan jari telunjuknya, sementara Taehyung menyandarkan punggungnya pada tubuh Jungkook, memeluk bantal.

Junghyun melirik pemandangan itu dan tersenyum kecil. "Malam tahun baru ini kalian mau kemana?"

Pertanyaan yang salah. Karena Jungkook menghentikan gerakannya pada rambut Taehyung dan Taehyung sendiri menegakkan posisi duduknya. Sesuatu yang sudah diduga Junghyun.

Jungkook dan Taehyung saling lirik. Tahu kalau mereka menjawab dengan 'tidak kemana-mana' itu akan menjadi jawaban yang sangat konyol mengingat ini malam tahun baru pertama mereka sebagai pasangan yang sudah resmi. Bahkan malam Natal kemarin saja mereka terpaksa melakukan sesuatu yang tidak biasa, yang bisa membuat mereka mual-mual kalau mereka harus mengingatnya.

"Err…" Taehyung melirik Jungkook tak yakin, berharap Jungkook ada ide cemerlang yang tidak terlalu memuakkan.

"Mungkin kami akan ke Central Park. Di sana bakal ramai," jawab Jungkook cepat. Ia sedikit menggeser posisi tubuhnya sehingga tidak lagi bersentuhan dengan tubuh Taehyung.

Junghyun mengangguk puas. "Bagus, aku akan jaga rumah bersama Kucing malam ini. Selamat bersenang-senang."

Jungkook dan Taehyung bertukar pandang. Mereka terpaksa pergi malam ini. Sialan.


 

Jungkook dan Taehyung sudah duduk manis di dalam mobil Jungkook malam itu. Mereka bersiap pergi. Taehyung melambai ke arah Junghyun yang mengantar sampai ke lantai dasar ketika Jungkook menjalankan mobilnya. Tapi begitu mereka berbelok di tikungan dan Junghyun sudah hilang dari pandangan, Jungkook memarkir mobilnya di tepi jalan.

"Kita tidak akan benar-benar pergi ke Central Park kan?" keluh Jungkook. Sebenarnya ia sudah berniat untuk mencari judul yang tepat untuk lagunya yang harus diserahkan ke Mr. Spark begitu liburan usai. Tapi rencananya gagal total karena Junghyun. Sekarang ia lebih membenci kakak satu-satunya itu daripada pemuda berisik yang duduk di sebelahnya ini.

Taehyung merapatkan jaket yang dikenakannya, karena udara memang dingin sekali. Tangan Jungkook otomatis melayang ke tombol pemanas di mobilnya, menaikkan intensitas suhunya agar jauh lebih hangat. "Terserah deh kemana, yang penting menyingkir dulu dari dekat-dekat kakakmu selama beberapa jam ke depan."

Jungkook memandang jalanan yang agak lengang di depannya. Kalau dia benar-benar ke Central Park, Jungkook sangat tidak suka keramaian. Tapi kalau mereka hanya berdiam diri di sini, Taehyung-lah yang akan mati bosan. Jungkook menghela napas dan menyalakan mesin mobilnya, hanya satu tempat yang ada di pikirannya sekarang.


 

Jungkook menghentikan mobilnya di tempat parkir LACM, membuat Taehyung mengamati sekelilingnya sambil mengernyit.

"Dari semua tempat yang bisa terpikir olehmu, kau memilih kampus?" sindirnya, sambil melepaskan sabuk pengaman. Jungkook tidak membalas ucapannya itu. Ia turun dari mobilnya, dan berjalan mendahului Taehyung menuju ke gedung LACM, tempat divisi musik terletak.

Taehyung berjalan beberapa langkah di belakangnya dengan kedua tangan berada dalam saku jaketnya. "Memangnya kau punya kunci masuk gedung?"

Jungkook, tentu saja, tidak menanggapi pertanyaan itu. Ia tetap berjalan di depan dengan satu tekad, kalau dia tidak bisa menghabiskan waktunya dengan bermain piano semalaman di apartemennya karena ada Junghyun, maka ia akan mencari tempat lain dimana ia bisa melakukan itu, tak peduli Taehyung suka atau tidak. Jungkook mencongkel salah satu jendela dengan pisau lipat yang selalu dibawanya dengan sangat profesional, membuka daun jendelanya, dan melompat masuk dengan santai seakan dia masuk melalui pintu depan setelah sebelumnya berjalan melintasi red carpet, membuat Taehyung melongo di belakangnya. Walaupun begitu, Taehyung tetap mengikutinya.

"Kau ini pernah kerja sebagai maling atau bagaimana?" tanya Taehyung setelah ia mendarat dengan mulus di lantai marmer koridor LACM. Jungkook lagi-lagi hanya diam. Pemuda itu berjalan dengan tenang ke arah ruang musik yang terletak di lantai dasar, melakukan hal yang sama dengan daun pintunya seperti pada jendela tadi, dan langsung melesat ke arah grand piano di salah satu sudut ruangan.

Taehyung mendengus. "Seharusnya sudah kuduga." Pemuda pirang itu melangkah ke sudut yang berlawanan dengan Jungkook, hendak mendudukkan diri di lantai kosong untuk menonton Jungkook semalaman ketika mata birunya menangkap figur sebuah biola di rak. Taehyung nyengir dan mengambil biola itu.

Sebelum Jungkook sempat memulai nada pertama lagunya, Taehyung sudah memotongnya, "Hei, Kookie-pabo, coba dengar ini."

Panggilan itu membuat Jungkook mendongak ke arah Taehyung yang berdiri di samping jendela, hanya diterangi cahaya bulan musim dingin. Taehyung memosisikan biola itu di pundaknya, tersenyum lembut sambil memejamkan matanya, dan mulai menggesek biola itu.

Seluruh bulu kuduk Jungkook meremang begitu Taehyung memainkan nada pertamanya. Sama sekali tak ada yang melintas di otaknya, seolah pikirannya macet. Jungkook belum pernah mendengar lagu yang dimainkan Taehyung sebelumnya, tapi ia tak peduli. Gaya Taehyung memainkan biolanya memang berbeda dengan orang kebanyakan karena pemuda itu hiperaktif. Tubuhnya tak pernah bisa diam. Taehyung selalu bemain biola dengan gestur yang khas, seolah ia juga sedang memainkan drama dari lagu itu. Sangat menjiwainya. Pupil mata Jungkook melebar ketika ia merasakan darah dalam tubuhnya berdesir. Ia merasakan hasrat kuat di dadanya untuk menggerakkan jemarinya dan mengiringi permainan biola Taehyung saat itu juga, tapi tubuhnya mengkhianati hatinya. Maka Jungkook memejamkan matanya dan mencoba larut dalam setiap nada yang dihasilkan Taehyung.

"Bagaimana menurutmu, Kookie?" tanya Taehyung begitu ia selesai.

Jungkook membuka matanya dan memandang cengiran kotak Taehyung. Lagu tadi masih begitu mempengaruhinya. Ia masih belum bisa menggerakkan tubuhnya secara benar dan ia belum bisa menemukan suaranya untuk menjawab pertanyaan Taehyung.

Taehyung kembali meletakkan biola itu di raknya. "Aku memberinya judul Path To You All. Aku membuat lagu itu minggu lalu, dan kau orang pertama yang mendengarnya."

Jungkook mulai bisa merasakan tubuhnya lagi. Ia berdehem pelan. "Aku merasa tersanjung."

Taehyung nyengir makin lebar dan menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. "Jadi, bagaimana menurutmu? Kalau cukup bagus, aku akan menggunakannya untuk tes awal semester akhir bulan ini."

Jungkook menunduk memandang jari-jari pucatnya yang masih diam di atas tuts putih piano. Ia berusaha untuk tidak memandang Taehyung terlalu sering. Entah kenapa itu membuatnya jengah, menimbulkan perasaan tak enak di hatinya yang tak bisa ia tafsirkan.

"Kurasa kau akan lulus dengan nilai sangat bagus di tes itu kalau kau benar-benar menggunakan lagu tadi," jawab Jungkook, kaget karena suaranya sedikit bergetar. Sesuatu telah mempengaruhinya.

Taehyung mengerjap. "Wow, benarkah?"

"Ne."

Taehyung tertawa. "Baru kali ini kudengar kau memujiku begitu."

Jungkook menelan ludahnya dengan gugup. Suara tawa Taehyung menimbulkan dampak hebat di rongga dadanya. 'Sial… jangan sekarang. Tidak, ini tidak boleh…'

"Nah, karena kau sudah menjadi pendengarku yang baik, aku akan menjadi pendengarmu yang baik juga. Mainkan pianomu, Kookie-ah." Taehyung mendudukkan dirinya di lantai linoleum, menanti Jungkook mulai bermain.

Jungkook menghembuskan napas pelan, berusaha mengembalikan kondisi dirinya. Ia menekan salah satu tuts dengan jari telunjuknya agar ia tersadar dari entah apa yang membuatnya trans beberapa saat lalu, dan ketika ia sudah yakin, Jungkook memulai.

Ia sudah memainkan lagu ini berulang kali, ia hapal setiap nadanya dan bisa memainkannya sambil tidur sekalipun, tapi sesuatu pada dirinya, yang mempengaruhi hatinya sekarang menimbulkan perasaan berbeda ketika nada-nada yang dihasilkannya mencapai telinganya. Semuanya terasa lima kali lebih indah. Jungkook tak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum dalam hati. Tuts-tuts piano tampak lebih menyenangkan untuk ditekan sekarang. Ia seperti merasakan euforia yang tidak biasa. Sesuatu yang belum pernah dialaminya sebelum ini. Jungkook mendongak dari jemarinya yang bergerak lincah di atas tuts dan tanpa sengaja tertatap olehnya mata hazel Taehyung yang memandangnya lekat-lekat.

Dan Jungkook merasakan 'sesuatu' menghantam rongga dadanya. Jungkook segera mengalihkan pandangannya, merasa kaget karena ia merasa… enggan?

Jungkook mengakhiri permainannya dengan sempurna dan mendapat applause dari Taehyung. Pemuda itu mengacungkan kedua ibu jarinya ke arahnya sambil tersenyum lebar. "Luar biasa! Sial, aku bahkan tak bisa menemukan kata yang tepat untuk mengutarakan betapa bagusnya lagu tadi…" Taehyung berdecak tak puas pada dirinya sendiri. "Kau beri judul apa lagu tadi?"

Jungkook bangkit berdiri dari kursi di depan grand piano hitam itu dan mendudukkan diri di hadapan Taehyung. Kali ini tubuhnya tidak mengkhianati hatinya, melainkan rasionalnya.

"Belum berjudul. Mr. Spark memintaku untuk menyerahkan judul lagunya begitu liburan usai, tapi aku tidak ada ide. Junghyun merusak segalanya."

Taehyung terbahak. Sensasi aneh kembali muncul pada diri Jungkook.

"Kau ada ide?" tanya Jungkook, mencoba meminimalisir sensasi itu.

Tawa Taehyung terhenti secara tiba-tiba ketika pemuda itu mengernyit menatap Taehyung. "Kau tidak biasanya minta pendapat pada orang lain, apalagi padaku." Sebenarnya bukan hanya Taehyung yang merasa aneh. Bahkan Jungkook pun merasa kalau itu amat sangat aneh.

"Bagaimana kau bisa memberi judul pada lagumu yang tadi itu dengan begitu mudah?" tanya Jungkook lagi.

"Hm…" Taehyung memainkan jari-jarinya sambil menjawab, "Entahlah. Tapi aku tak pernah mengalami kesulitan dan memberi judul pada lagu. Yang menyusun rangkaian nadanya kan kita sendiri, judul bisa kudapat dengan merasakan setiap nada yang dihasilkan dengan sungguh-sungguh, dan biasanya setelah aku selesai memainkan lagu itu secara keseluruhan, akan ada kelompok-kelompok kata yang melintasi otakku. Aku hanya perlu mengambil kelompok kata yang tepat, dan, zap! Jadilah kata-kata itu sebagai judul laguku," jelas Taehyung panjang lebar. "Memangnya kau tidak begitu?"

Jungkook mengangkat sebelah alisnya mendengar penjelasan gamblang Taehyung, dan menggeleng pelan, membuat Taehyung memajukan bibirnya beberapa senti ke depan, tampak tak puas.

Jungkook berdehem lagi. "Kalau begitu, kau sudah mendengar laguku secara keseluruhan tadi. Kelompok kata apa yang melintas di otakmu, Dobe?"

Taehyung mengernyit, memandangi ujung-ujung jarinya. "Er… menurutku gambaran lagunya terdengar seperti… seseorang yang mempertanyakan apakah kesedihan yang pernah melandanya akan datang lagi atau tidak. Bukan berarti ia berharap kesedihan itu akan datang lagi… ia justru ingin hal itu menghilang selamanya dari hidupnya, tapi ia juga tak bisa mencegah dirinya untuk selalu bertanya-tanya."

Jungkook terpaku memandang Taehyung. Tepat seperti itu. Lagu itu adalah refleksi dari perasaan Jungkook selama beberapa bulan terakhir ini. Taehyung bisa menangkap semua kata hatinya hanya dalam sekali dengar.

Taehyung mengangguk, menyetujui pendapatnya sendiri. "Kelompok kata pertama yang melintas di otakku adalah whither grief."

"whither…grief...?" ulang Jungkook, dalam hati. Bahkan ketika ia mengucapkan kalimat itu, ia sudah merasa kalau judul itulah yang selama berminggu-minggu ini dicarinya.

Jungkook mendengus geli dan mengacak rambut merah Taehyung. Taehyung mengerjap mendapat perlakuan seperti itu dari Jungkook. Seharusnya hal itu hanya didapatnya ketika Junghyun ada di dekat-dekat mereka…

Jungkook bangkit berdiri dan berjalan keluar dari ruangan. "Sebentar lagi pergantian tahun. Kembang apinya terlihat jelas dari danau di belakang kampus."

Taehyung masih duduk diam di lantai, memandang punggung Jungkook. Ia merasa ada sesuatu yang terjadi dalam diri pemuda emo itu.


 

 

JK's journal, January 1 , 2016. At 01.30 am.
Semuanya terasa berjalan begitu cepat setelahnya. Kami hanya duduk diam di tepi danau, menatap ke langit cerah berbintang, menanti munculnya kembang api yang menandakan pergantian tahun. Dan ketika bunga-bunga api pertama muncul di langit, aku yang melihat pantulannya di mata hazel Taehyung merasa kalau pemuda hiperaktif ini telah melakukan kesalahan ketujuhnya yang takkan pernah kulupakan seumur hidupku.
Kesalahan kelimanya adalah membuatku khawatir. Kesalahan keenamnya adalah ia membuat perubahan dalam hidupku yang teratur. Dan sekarang setelah kita tiba pada kesalahan ketujuhnya dari sepuluh kesalahannya, aku makin enggan untuk menuliskannya. Tapi… yah, dia membuatku memperhatikannya. Itulah kesalahannya.
P.S
Begitu kami sampai di rumah dini harinya, ternyata Junghyun masih terjaga di ruang tengah sementara Kucing tertidur di karpet di bawahnya. Ia menatap kami berdua lekat-lekat selama beberapa saat, membuat kami berdua sedikit bingung kenapa harus ditatap seperti itu, dan kemudian ia bangkit dari sofa sambil tersenyum, yang tampaknya terlihat seperti senyum penuh kelegaan.
Dia menepuk bahuku sekilas sebelum masuk ke kamarnya dan mengatakan kalau ia akan kembali ke Seoul pagi itu juga. Kelihatannya sesuatu yang dinantikannya sudah tiba. Aku merasa tolol sekali saat itu karena tak tahu makna dari sorot matanya.

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
deuthie
#1
Chapter 14: Author aku udah baca ff ini lama bgt pengen komen tapi harus login, sekarang baru buat akunnya hehe...
aku suka sama ceritanya bagus dan detil banget ngejelasin soal musik huhu tapi kenapa sad ending ya? sedih si jk gitu amat.. cuma aku agak bingung sama pas bagian junghyun-nya ku pikir dia punya maksud terselubung /? sama si taehyung tapi ternyata pas dia balik ke korea gak ada apa2 lagi .-.
yep_permata #2
Chapter 14: Kok sedih akhirnya :((((
yep_permata #3
Chapter 5: yeayyyy semoga kuki hatinya terbuka buat tae segera hihi
veetaminbee #4
Chapter 3: halloo authornimmm ^^
aku baru nemu ff nya jadi aku review di updatean terakhirnya yang ini/?
suka banget ff nya, jalan ceritanya juga, hm apa nanti mereka bakal melanggar kontrak? iya dong yakan xD tapi kalo keluarganya jungkook malah setuju gimana._. penasaran kan, ditunggu kelanjutannyaaa
yep_permata #5
Chapter 3: Next chapt pleasee