Pemuda-Senyum-Kotak, Kim Taehyung

HOLD ME TIGHT
JK's journal, January 25, 2015

Terlalu mendadak. Aku juga berpikir seperti itu. Aku bahkan baru mengenal pemuda senyum-kotak ini beberapa jam. Dan entah apa yang mendorongku untuk memintanya menikahiku begitu saja, tanpa pemikiran matang. Mungkin aku memang sudah terlalu putus asa. Ha. Ayah bisa membuatku stress tanpa susah payah.
Jadi, inilah pemikiran konyolku. Aku akan menikahi seorang pemuda Amerika. Aku bisa pindah kewarganegaraan seperti yang kuinginkan, dan jelas ayah pasti akan mencoretku dari daftar keluarga Jeon. Mungkin ia masih akan menyeret pulang anak yang minggat dari rumahnya dengan cita-cita yang menurutnya tidak jelas, tapi ia takkan mungkin memulangkan seorang gay ke rumahnya. Harga dirinya akan hancur.
Aku cukup puas dengan pemikiranku ini. Tapi memang ada beberapa kendala.
Aku bukan gay. Itu jelas. Dan aku harus memastikan Kim Taehyung bukan gay juga. Aku tak ingin hubungan ini menjadi berlarut-larut. Setidaknya aku hanya akan mempertahankan pernikahan ini selama dua tahun. Ayah pasti akan mempunyai dugaan ini adalah pernikahan berkedok, jadi aku harus mempertahankannya cukup lama. Dua tahun. Aku yakin dalam waktu itu aku sudah menjadi pianis seperti yang kuinginkan, dan tak ada lagi alasan bagiku untuk pulang ke kediaman Jeon.
Berikutnya.
Walaupun Kim Taehyung bukan gay, itu juga bukan berarti dia mau. Justru yang ada malah dia akan menolak. Ini kendala yang cukup sulit, tapi aku sudah menemukan solusinya. Bagaimanapun aku ini cukup kaya.
Dan apakah rencanaku yang kelihatan hebat ini akan berhasil?

Kim Taehyung mengerjap. Sekali. Dua kali. Sangat ajaib ia sama sekali tidak menjatuhkan gelasnya ke laut. Ekspresinya benar-benar bingung dan tidak percaya.

"Kau mabuk?" ia balik bertanya setelah tiga menit membisu, hanya menatap Jungkook dengan tatapan bingung.

Jungkook mendengus tertawa dan menggeleng. "Tidak. Segelas champaign tidak cukup untuk membuatku mabuk."

Taehyung menunduk menatap laut di bawahnya. Ia mengacak rambut merahnya. "Aish~ aku harusnya tahu sejak awal..."

Jungkook mengernyit. "Tahu apa?"

"Kau gay."

Jungkook nyaris tersedak liurnya sendiri mendengar jawaban yang sangat gamblang itu.

"Harusnya aku bisa menduganya! Kau yang selalu menolak cewek... jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku tadi... aish~"

"Tunggu, aku bukan gay. Aku sama lurusnya denganmu," Jungkook membela diri. Harga dirinya sedikit terluka dengan kesimpulan pemuda senyum-kotak itu.

Taehyung kembali menatapnya, lebih bingung dari sebelumnya. "Lalu ajakan untuk menikah tadi...?" Mata hazelnya membulat.

Jungkook menghela napas. "Sebenarnya alasannya agak rumit, Taehyung-ssi..."

Taehyung menyandarkan tubuhnya ke railing dan membuat dirinya menghadap Jungkook. "Jelaskan saja. Kau harus bertanggung jawab karena telah membuatku nyaris kena penyakit jantung. Dan panggil aku Tae saja. Tidak usah terlalu formal. Toh aku juga memanggilmu dengan nama panggilan."

"Begini... Tae," Jungkook memulai. "Sebenarnya namaku Jeon Jungkook." Ia sama sekali tidak menyangka ia akan mengatakannya semudah itu pada orang yang baru saja dikenalnya. Dan belum tentu juga Taehyung akan setuju untuk menikahinya setelah ia bercerita panjang lebar. Tapi entah kenapa Jungkook sudah tidak bisa menahan diri. Semua sumber kefrustasiannya selama lima bulan terakhir ini harus dikeluarkan dan Jimin maupun Yoongi bukan tipe orang yang cocok. Sebenarnya Taehyung juga, tapi ia benar. Ia harus bertanggung jawab karena telah membuatnya nyaris kena penyakit jantung.

"Oh, kenapa kau merahasiakannya?"

Jungkook memberi Taehyung tatapan sinis, menahan diri untuk tidak mengatakan, "Jangan sela aku, Idiot." Untungnya Taehyung memahami arti glare Jungkook.

"Aku anak bungsu dari keluarga Jeon. Keluarga yang sangat berpengaruh di Korea. Tapi beberapa bulan lalu aku bentrok dengan ayahku. Dia sama sekali tidak menyetujui kenginanku untuk menjadi pianis. Karena itu, bisa dibilang, aku minggat ke LA dan menempuh pendidikan di LACM. Tapi ayah tidak gampang menyerah. Ia akan menyeretku pulang dan tidak akan membiarkan aku hidup tenang sampai aku pulang ke Seoul," Jungkook berhenti sejenak, menunggu reaksi Taehyung, ia paham atau tidak.

"Aku mengerti," kata Taehyung. "Tapi apa hubungannya antara masalahmu itu dengan mengajakku menikah?" tanyanya, berjengit sedikit ketika mengutarakan pertanyaannya.

"Aku sudah memutuskan untuk membuat ayahku berhenti menggerecokiku lagi. Dan cara termudah adalah mengganti kewarganegaraanku. Dan cara paling simpel untuk itu adalah menikahi warga negara Amerika."

Taehyung berdecak. "Lalu kenapa aku, Kookie? Banyak cewek diluar sana yang mau kau nikahi!"

Jungkook menggeleng. "Menikahi wanita terlalu berisiko. Bagaimana kalau setelah aku menikah ayah malah merestui hubunganku dan masih akan tetap menggerecokiku? Aku ingin lepas dari titel Jeon. Dan tentu saja ayahku akan melupakanku begitu ia tahu aku gay, walaupun itu cuma pura-pura."

Taehyung membelalak mendengar penjelasan panjang lebar Jungkook. "Tapi bagaimana kalau ayahmu itu tahu ini semua cuma pura-pura?"

"Dengar," Jungkook melanjutkan. "Dia takkan tahu. Rencanaku, kalau kau menyetujuinya tentu saja, pernikahan ini hanya akan berlangsung selama kira-kira dua tahun. Setelah itu kau bebas. Kupastikan aku sudah meraih cita-citaku dalam kurun waktu tersebut, dan ayahku takkan menggubrisku lagi."

Taehyung memandang Jungkook, sangsi.

Jungkook membalas tatapan Taehyung, mencoba membuatnya yakin.

Tapi setelah tiga menit berlalu, Taehyung masih tidak mengatakan apapun. Jungkook menghela napas.

"Aku juga tidak terlalu berharap kau menyetujui rencana konyol ini. Aku mau tidur. Selamat malam."

Jungkook berbalik, meletakkan gelas kosongnya di atas tumpukan kotak kayu dan kembali ke kabinnya. Sejak semula ia sudah tahu rencananya yang hebat itu tidak akan semudah kelihatannya. Apa ia harus benar-benar menikah dengan seorang gay?


Jungkook baru saja keluar dari ruangan tempat dia berlatih dengan kelompoknya untuk charity concert ketika lengannya ditarik dengan amat sangat kasar oleh seseorang, menjauhkannya dari kerumunan. Ketika hanya tinggal dia dan orang yang menariknya, barulah Jungkook sadar kalau pelakunya Taehyung. Ia membawa Jungkook ke koridor sepi yang jarang dilalui orang, dan barulah di sana ia melepaskan lengan Jungkook.

"Apa?" tanya Jungkook. Ia memang tidak ada kegiatan apapun setelah ini, tapi tetap saja ia ingin memanfaatkan waktu luangnya untuk membaca partitur, dan ia sangat tidak suka ditarik secara mendadak begini.

"Tentang pembicaraan semalam," Taehyung buka mulut, mata hazelnya menatap tajam Jungkook. "Kalau aku setuju, apa akan ada untungnya bagiku?" tanyanya tanpa basa-basi.

Jungkook mengernyit. "Kurasa aku cukup bisa membiayai hidupmu selama dua tahun ke depan. Memangnya apa yang kau inginkan?"

Taehyung menggaruk bagian belakang kepalanya yang tak gatal. "Yah... sejak orang tuaku meninggal, aku memang agak kesulitan finansial, belum lagi biaya pendidikan yang diminta LACM tiap semester. Jadi kalau kau, yah... mau menanggung semua itu... selama dua tahun... kurasa aku mau." Ia menatap Jungkook, agak salah tingkah.

Jungkook menatap Taehyung. Finansial sama sekali bukan masalah baginya. Toh biaya kuliahnya gratis. Lagipula Taehyung sudah menyetujui, ini satu-satunya kesempatan yang dia punya.

"Oke," kata Jungkook. "Aku akan membiayai hidupmu selama dua tahun itu."

Taehyung langsung berbinar-binar. "Bagus!" serunya senang. "Eh, tapi... apa tidak ada sesuatu yang harus kita bicarakan lebih jauh? Prosedurnya mungkin..."

"Kita bicarakan di kabinku saja," kata Jungkook dan langsung melangkah pergi mendahului Taehyung.

Segera setelah Taehyung duduk di hadapan Jungkook di kabinnya, Jungkook memulai penjelasannya.

"Aku sudah mengatakan kalau pernikahan palsu kita hanya berlangsung selama dua tahun. Jadi aku takkan melampaui batas waktu. Kita langsung berpisah setelah itu."

Taehyung mengangguk.

"Tapi jika semisal kau jatuh cinta pada seorang wanita sebelum masa pernikahan kita berakhir, aku tidak melarangmu. Itu masih menjadi hakmu."

Taehyung mengangguk lagi.

"Dan di sini perlu kutegaskan beberapa hal. Kita tinggal di apartemenku, dan aku mau memakai margamu."

Taehyung mengernyit. "Kenapa margaku?"

Jungkook menghela napas. "Sudah kubilang aku ingin keluar dari lingkup keluarga Jeon kan? Sudah sepantasnya aku mengganti namaku menjadi Kim."

Bola mata Taehyung melebar. "Jadi aku top-nya?"

"Top? Maksudmu?"

Taehyung tertawa geli. "Bukan apa-apa, lupakan itu. Lanjutkan saja penjelasannya."

"Kita memang tinggal serumah, tapi bukan berati kita tidur di kamar yang sama. Ini cuma pernikahan palsu. Kawin kontrak. No touching. Oke?"

Taehyung tertawa lagi. "Tentu saja! Aku bahkan tidak akan kepikiran untuk menyentuh cowok."

Jungkook mengangguk puas. "Prosedur lainnya menyusul. Aku akan pikirkan itu nanti."

"Hm..." kata Taehyung. "Coba aku ulangi. Kita hanya menikah selama dua tahun, kalau ada wanita yang aku suka aku boleh pergi, kau memakai margaku, aku tinggal di apartemenmu, kau membiayai hidupku, dan no touching. Benar?"

"Ne," Jungkook mengiyakan. Senang Taehyung cepat paham.

"Kalau salah satunya dilanggar?"

"Tidak akan ada apapun yang dilanggar."

Taehyung terkekeh. "Kau yakin sekali. Tapi aku suka itu."

"Ada lagi yang ingin kau tanyakan?" tanya Jungkook, bangkit berdiri dan mengambil buku partiturnya yang tergeletak di atas tempat tidur.

"Kita belum tahu apapun mengenai satu sama lain yang cukup untuk memasuki taraf pernikahan, Kookie-ah," celetuk Taehyung.

Jungkook yang tadinya hendak merebahkan diri, membatalkan niatnya. Ia duduk di tepi tempat tidurnya, memandang Taehyung. "Kau benar. Ayahku akan curiga kalau aku sama sekali tidak tahu apapun tentang kau."

Taehyung nyengir kotak. "Kalau begitu sekarang ceritakan tentang dirimu, Kookie-ah."

"Kau dulu."

"Tidak, kau duluan."

"Kau lebih dulu."

"Tidak. Kau duluan. Siapa yang mengajakku menikah?"

Berhasil. Jungkook menghela napas dan meletakkan buku parititurnya di sampingnya. "Kalau itu maumu. Aku harus mulai darimana?"

"Err..." Taehyung berpikir sejenak. "Tanggal lahir, hal yang disukai, hal yang tidak disukai, makanan dan minuman kesukaanmu, mantan-mantan pacarmu, film favoritmu, warna favoritmu, keluargamu, dan hal paling membahagiakan dalam hidupmu. Itu dulu."

Jungkook mengangkat alis. Tapi ia tetap menjawab. "Aku lahir tanggal satu september delapan belas tahun yang lalu. Aku tidak punya makanan atau minuman khusus yang kusukai. Aku juga tidak punya film favorit atau warna favorit. Dan aku belum pernah pacaran sebelumnya, jadi tidak ada yang kau perlu tahu tentang itu—"

"Apa?" potong Taehyung. "Kau belum pernah pacaran selama delapan belas tahun hidupmu? Apa kau gay?"

Mata Jungkook menyipit berbahaya. "Kau sudah mengatakan itu semalam, dan aku bukan gay. Aku pernah menyukai seorang gadis dua tahun lalu, tapi kami memang tidak pernah pacaran."

Taehyung nyengir lebar. "Kalau begitu ceritakan tentang dia dong."

"Kenapa kau sangat ingin tahu?" desis Jungkook. Ia benar-benar tidak suka membahas masa lalu.

Taehyung mencondongkan tubuhnya ke arah Jungkook. "Kita kan bakal menikah."

Dan Jungkook lebih tidak menyukai ancaman seperti itu. Taehyung ini ternyata memang menyebalkan. Jungkook benar-benar harus menyiapkan mental untuk hidup bersama cowok macam dia selama dua tahun penuh.

"Dia gadis yang baik dan cantik," kata Jungkook. Singkat, padat, dan tidak jelas. Sama sekali tidak spesifik.

Taehyung mencibir. "Hanya itu yang bisa kau ceritakan dari wanita yang kau sukai? Astaga. Tidak ada nama?"

"Namanya Lee Jieun," sergah Jungkook, lama-lama merasa sangat sebal kepada manusia-senyum-kotak ini. Ia merasa sedang diinvestigasi.

Taehyung tersenyum puas. "Lanjutkan kalau begitu."

Jungkook menghela napas, susah payah menahan keinginan untuk tidak meninju wajah pemuda di hadapannya. "Aku anak bungsu di keluargaku. Aku punya seorang kakak, namanya Junghyun. Aku tidak menyukai banyak hal, dan keluargaku itu adalah salah satunya," Jungkook mengerem ucapannya sebelum ia mengatakan, "Kau juga termasuk dalam daftar hal-hal yang tidak kusukai."

Taehyung menopang dagunya dengan kedua kepalan tangannya, menunggu Jungkook melanjutkan.

"Hal yang kusukai cuma musik dan hal paling membahagiakan dalam hidupku mungkin saat aku bermain musik."

"Hm..." Taehyung mengangguk-angguk paham. "Sekarang giliranku. Aku lahir tanggal 30 desember sembilan belas tahun yang lalu. Hal yang kusukai adalah makan. Hal yang tidak kusukai adalah masak. Makanan kesukaanku tentu saja semuanya! Dan minuman kesukaanku apasaja. Mantan pacarku namanya Iris. Dia gadis baik, sayangnya kami harus putus karena dia melanjutkan sekolahnya di Nevada. Film favoritku ada banyak! Tapi aku sama sekali tidak suka film horor, gore, dan sejenisnya. Warna favoritku merah," Taehyung berhenti sebentar untuk mengambil napas. "Aku satu-satunya keluarga yang tersisa. Seluruh anggota keluargaku meninggal dalam kecelakaan pesawat tiga tahun lalu. Dan hal yang paling membahagiakan dalam hidupku adalah saat aku bermain biola, makan, dan masa-masa bersama keluargaku."

Jungkook masih menatap Taehyung selama beberapa detik setelah ia selesai menceritakan garis besar hidupnya. Rupanya yang ada di hidup pemuda-senyum-kotak itu hanya makan. Jungkook rasa bakal mudah menghidupinya, karena dia bisa makan apa saja.

Taehyung mengangkat kedua lengannya dan membuatnya sebagai bantalan di belakang kepala sementara ia menjengkitkan kursinya ke belakang, membuatnya bertumpu pada dua kaki. "Jadi, kapan pernikahan palsu ini akan berlangsung?"

Jungkook merebahkan diri di tempat tidurnya sambil membaca buku partiturnya. "Kita langsung menikah begitu kita tiba di Swedia."

Dan Taehyung terjatuh dengan bunyi 'brak!' keras dari kursinya.


bersambung....

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
deuthie
#1
Chapter 14: Author aku udah baca ff ini lama bgt pengen komen tapi harus login, sekarang baru buat akunnya hehe...
aku suka sama ceritanya bagus dan detil banget ngejelasin soal musik huhu tapi kenapa sad ending ya? sedih si jk gitu amat.. cuma aku agak bingung sama pas bagian junghyun-nya ku pikir dia punya maksud terselubung /? sama si taehyung tapi ternyata pas dia balik ke korea gak ada apa2 lagi .-.
yep_permata #2
Chapter 14: Kok sedih akhirnya :((((
yep_permata #3
Chapter 5: yeayyyy semoga kuki hatinya terbuka buat tae segera hihi
veetaminbee #4
Chapter 3: halloo authornimmm ^^
aku baru nemu ff nya jadi aku review di updatean terakhirnya yang ini/?
suka banget ff nya, jalan ceritanya juga, hm apa nanti mereka bakal melanggar kontrak? iya dong yakan xD tapi kalo keluarganya jungkook malah setuju gimana._. penasaran kan, ditunggu kelanjutannyaaa
yep_permata #5
Chapter 3: Next chapt pleasee