Hold Me Tight

HOLD ME TIGHT

January 11th, 2017

Jungkook turun dari panggung wisudanya setelah memberikan pidato singkat tanpa senyum dan menerima ijazah kelulusannya. Ia menghindari euforia anak-anak lain yang juga diwisuda hari itu, ia yang termuda di antara mereka tentu saja, dan mencari Taehyung di antara kerumunan. Jungkook memandang berkeliling dan melepas topi yang menghalangi pandangannya. Ia tak menemukan sosok yang dicari-carinya dalam ruangan.

Ia bergegas keluar sembari melepas toga yang dikenakannya karena membuatnya susah bergerak cepat, tak mempedulikan tatapan aneh orang-orang karena ia dengan percaya diri melepas toga di tengah jalan. Ia masih tak menemukan Taehyung di sekitar situ. Maka ia berlari ke tempat parkir dimana ia memarkir mobilnya, berharap Taehyung sedang menunggu di sana. Tapi ternyata tak ada siapapun di sana. Mobilnya kosong.

Jungkook berdiri di samping mobilnya, mengatur napasnya yang sedikit terengah. Dimana sebenarnya Taehyung?

Jungkook mengerling jok depan mobilnya dan melihat ada amplop coklat besar tergeletak di sana. Jungkook langsung mengenali amplop itu. Amplop yang berisi berkas perceraian mereka berdua. Ia membuka pintu mobilnya dengan terburu-buru, melemparkan toga, ijazah dan topinya ke jok belakang, lalu mengambil amplop itu. Jungkook membukanya dengan sangat cepat, mengecek sesuatu. Dan ia berhenti di lembar dimana Taehyung seharusnya membubuhkan tanda tangannya sebagai persetujuan. Seharusnya Jungkook sudah menduganya, tapi hatinya tetap terasa mencelos ketika melihat tanda tangan Taehyung benar-benar tergores di sana. Ia kembali memasukkan kertas-kertas itu ke dalam amplop dan melemparkannya ke jok belakang bersama perlengkapan wisudanya. Jungkook memandang berkeliling tempat parkir.

Taehyung pasti belum jauh. Ia masih melihatnya sewaktu ia mengakhiri pidatonya tadi. Masa Si Alien itu tega meninggalkannya bahkan tanpa mengucapkan kata perpisahan?

Jungkook mengunci mobilnya lagi dan kembali melanjutkan pencariannya. Ia benar-benar mengelilingi LACM yang sangat luas itu, memicingkan matanya ke segala arah, mencari-cari sosok Taehyung. Ia sudah hampir putus asa ketika dilihatnya seorang pemuda dengan rambut merah mencolok, yang menjinjing tas olahraga berukuran sedang, berjalan melintasi taman depan LACM ke arah pintu gerbang. Tak salah lagi, itu Taehyung.

Tanpa pikir panjang, Jungkook langsung berlari ke arah sosok itu, tidak menggubris sekawanan burung dara, yang sedang mematuk-matuk rerumputan untuk mencari cacing, terbang ketakutan karena derap langkahnya. Jungkook berhasil menyusul Taehyung tepat pada waktunya, sebelum ia keluar dari LACM.

"Tae…" engah Jungkook, berhenti tepat di depan Taehyung.

Taehyung yang kaget karena Jungkook tiba-tiba muncul di depannya berhenti melangkah. "Kookie? Ngapain kau di sini?" tanyanya heran. Seharusnya Jungkook tidak berada di sini. Seharusnya setelah pidato tadi, Jungkook akan langsung pulang ke apartemennya, tidak menghiraukan Taehyung lagi. Taehyung memang tidak berniat mengucapkan selamat tinggal.

"Kau tahu aku akan berangkat ke Seoul besok pagi," kata Jungkook ketika napasnya sudah kembali normal. "Dan kau sama sekali tidak ingin mengucapkan selamat jalan atau apa?" sindirnya.

Taehyung tertawa kikuk, membetulkan letak tas olahraganya yang disandangnya di bahunya. Memang hanya itu barang bawaannya. Propertinya yang lain sudah berada di apartemen barunya, di tempat yang tidak Jungkook ketahui, sejak minggu lalu. "Kurasa kau tidak ada waktu untuk mendengar ucapan selamat jalan dariku. Kau kan harus packing dan lain sebagainya, Kookie-pabo."

"Berhenti bicara," sergah Jungkook kasar. "Omong kosong, Tae."

Dan Taehyung tak lagi menyamarkan sorot sedih di matanya dengan cengirannya yang dibuat-buat. Mereka sudah melewati tahap untuk tidak saling menyembunyikan perasaan lagi. Mereka sudah tahu isi hati satu sama lain. "Kau tak mungkin menyusulku ke sini hanya untuk mendengar ucapan selamat tinggal dariku kan?" tanya Taehyung.

Jungkook terdiam. Ia sebenarnya juga tak tahu untuk apa ia repot-repot mencari Taehyung. Mereka sudah bercerai. Jungkook akan terbang ke Seoul besok pagi. Taehyung akan menjalani kehidupannya sebagai pria normal lagi. Habis perkara. Tak ada yang perlu diucapkan.

"Kau benar-benar yakin takkan mencariku setelah ini?" Jungkook mencoba menemukan topik pembicaraan. Ia ingin mengulur waktu sampai perpisahan yang sebenarnya terjadi.

"Aku akan tak terlihat bagimu. Dan kau juga harus menjadi tak terlihat bagiku," Taehyung menegaskan.

Jungkook menatap mata hazel Taehyung lekat-lekat. Keraguan kembali merayapi hatinya. Apa ini yang benar-benar dia inginkan? Bagaimana kalau ternyata perasaannya pada Taehyung takkan pernah berubah? Bagaimana kalau ternyata nantinya ia akan menyesali keputusannya ini?

"Tak akan ada yang perlu disesali, Kookie," ucap Taehyung tiba-tiba, seakan membaca pikiran Jungkook. "Aku tahu kau masih cukup bisa berpikir jernih sehingga tidak akan bunuh diri karena ini, dan aku pun begitu." Taehyung tersenyum masam. "Ini yang kau inginkan, Kookie. Menjadi pianis profesional. Kau tak butuh aku untuk itu."

'Aku membutuhkanmu, Tae. Aku sangat membutuhkanmu. Kau tahu itu.'

"Dan aku akan kembali melanjutkan hidupku yang sempat sedikit kacau gara-gara kau," Taehyung mendengus geli, "dan aku juga tak butuh kau untuk itu."

'Bohong, Taehyung. Kau membutuhkanku seperti aku membutuhkanmu. Kita sama-sama tahu tentang itu.'

"Yah… tapi memang kelihatannya aku akan menjadi amat sangat tidak sopan kalau pergi begitu saja tanpa mengucapkan apapun." Taehyung tersenyum pada Jungkook. Senyumnya benar-benar tulus kali ini, tidak menyembunyikan apapun. "Jadi…" Taehyung menatap mata hitam Jungkook lekat-lekat. "Terimakasih untuk semuanya."

Jungkook mengabaikan kalau mereka saat ini berada di tempat umum. Ia menarik Taehyung ke dalam rengkuhannya dan mengeliminasi jarak di antara mereka berdua. Taehyung sangat terkejut hingga menjatuhkan tas yang disandangnya, membuat segerombolan burung dara yang berada di sekitar mereka terbang pergi.

Sekali lagi, Taehyung merasakan bibir Jungkook mengunci bibirnya.

Taehyung sama sekali tak bisa menolak kali ini. Mungkin ini adalah kali terakhir Jungkook menciumnya. Maka ia hanya memejamkan matanya, dan membalas ciuman Jungkook.

Jungkook benar-benar menumpahkan seluruh perasaannya lewat ciuman itu. Ia tak bisa menutupi kesedihannya lagi. Ia benar-benar tak ingin hubungan mereka berakhir. Hubungan yang bahkan mereka tak tahu kapan mulainya. Kata cinta tak pernah terucap secara verbal di antara mereka. Tapi ia sendiri tak mungkin bisa mempertahankan hubungan ini kalau ia tak yakin bahwa perasaannya tidak akan pernah berubah.

Jungkook mengeratkan pelukannya pada tubuh Taehyung, belum mengakhiri ciumannya. Aroma vanilla yang menguar dari tubuh Taehyung menuntun otak Jungkook untuk kembali mengingat masa dua tahun bersama Taehyung yang terasa amat sangat singkat. Ia masih belum melupakan ekspresi terkejut di wajah Taehyung ketika ia memintanya untuk menikah dengannya dulu, caranya mengatakan kalau permainan piano Jungkook selalu membuatnya nyaman, tawa lepasnya yang begitu khas, caranya bermain biola yang selalu membuat Jungkook terpesona, sorot mata tajamnya ketika ia sedang bertekad melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh, ciuman pertama mereka di tengah hujan…

Taehyung memberikan dorongan kecil di dada Jungkook, membuat Jungkook menjauhkan dirinya. Mata hazel Taehyung terasa begitu dekat sekarang. Jungkook melepaskan pelukannya sementara Taehyung mengambil tas olahraganya yang terjatuh.

"Kau rupanya lebih suka melihatku mati kehabisan napas daripada melihatku pergi ya?" gurau Taehyung sambil terkekeh geli, membuat Jungkook ikut tertawa pelan.

Taehyung tersenyum melihat tawa Jungkook. "Sering-seringlah tertawa seperti itu, Jungkook-ah," ucapnya.

Jungkook membalas senyum Taehyung, benar-benar tersenyum pada pemuda di hadapannya itu. Tak ada satupun di antara mereka yang bicara, hanya menatap mata satu sama lain.

Taehyung tahu ia mungkin takkan pernah bisa melupakan pemuda yang selalu dianggapnya brengsek ini. Ia bisa saja tetap tinggal di sisi Jungkook selama beberapa waktu ke depan, sampai akhirnya perasaan Jungkook terhadapnya berubah, dan Si Brengsek itu benar-benar meninggalkannya. Tapi ia terlalu pengecut. Ia takut nantinya ia yang akan terpuruk saat itu. Ia takut kalau ia tak mampu bangkit. Lagipula, siapa yang akan menjamin berapa lama Jungkook sanggup bertahan? Sepuluh tahun? Lima puluh tahun? Atau mungkin perasaan Jungkook sudah akan berubah esok pagi? Atau beberapa jam lagi? Tak ada yang menjamin. Bahkan mereka tak pernah benar-benar mengutarakan perasaan mereka secara verbal…

Tiba-tiba tatapan Taehyung mengeras. 'Tak ada salahnya mencoba, kan?'

"Jungkook," Taehyung buka mulut, membulatkan tekad untuk mengatakan, "I just need three words. Say it. And I'm yours."

Jungkook terhenyak. Tiga kata? Apa yang harus dia ucapkan? Apa maksud Taehyung?

Jungkook balas menatap mata hazel Taehyung. Ia bisa melihat adanya sedikit pengharapan dan tekad di sana. Pengharapan kalau Jungkook akan mengucapkan tiga kata yang Taehyung inginkan. Sementara Jungkook sama sekali tak tahu tiga kata apa yang harus dia katakan. Jungkook memutar otaknya selama beberapa saat, mencoba menganalisis perkataan Taehyung, menggali setiap detail memori di otaknya, tiga kata… hanya tiga kata yang Taehyung inginkan dan mereka mungkin tak akan berpisah. Apa jenis kata yang dimaksud Taehyung? Jungkook sama sekali tidak bisa menebak apa yang diinginkan pemuda di hadapannya ini. Tak bisakah Taehyung memberinya pentunjuk tentang apa yang ingin dia dengar?

Namun alih-alih menanyakan apa maksud sebenarnya dari pemuda itu, yang terlontar dari bibir Jungkook adalah, "We shall never see each other again, I think. Farewell." Hanya itu yang bisa Jungkook ucapkan. Dan Jungkook kembali tersenyum pada Taehyung. Senyum yang hanya ia tujukan pada pemuda itu, sambil mengacak rambut merah Taehyung seperti kebiasaannya. Jungkook tahu bukan itu yang ingin Taehyung dengar darinya, bisa dilihat dari sorot mata Taehyung yang memudar begitu kalimat perpisahan itu terucap. Tapi Jungkook juga tak mungkin meminta waktu untuk berpikir lebih lama kan?

Taehyung nyengir lebar mendengar jawaban Jungkook. Ia sudah menduganya. Jadi setidaknya ia tidak terlalu kaget dengan ucapan Jungkook itu. Jungkook bukan orang bodoh yang takkan paham maksud perkataannya tadi. Dan kalau Jungkook sama sekali tidak mengatakan tiga kata yang ia maksud, maka…

"Annyeong," kata Taehyung, sengaja mengucapkannya dalam bahasa Jungkook.

Jungkook mengangguk pelan, ia sebenarnya masih berharap Taehyung akan memaksanya mengucapkan tiga kata yang sama sekali tidak Jungkook pahami maknanya itu. Ia menatap Taehyung, mencoba mencari tanda-tanda Taehyung akan menjelaskan apa maksudnya dengan kalimat yang lebih mudah dimengerti, tapi usahanya sia-sia. Yang bisa Jungkook baca dari sorot mata Taehyung sekarang hanya kata perpisahan. Maka ia berjalan pergi meninggalkan Taehyung, kembali ke arah tempat parkir di mana mobilnya terletak. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana jeans-nya, menatap jalan setapak dari bebatuan yang ditelusurinya. Saat itu, Jungkook bertaruh dalam hati, kalau dalam hitungan ketiga Jungkook menoleh ke tempat Taehyung berdiri tadi dan dia masih ada di sana, maka ia akan membatalkan perceraian itu. Resikonya akan ia tanggung nanti.

Satu. Jungkook mulai menghitung.

Dua. Jantung Jungkook berdegup kencang penuh harap.

Tiga. Jungkook berhenti berjalan, langsung membalikkan tubuhnya ke arah pintu gerbang LACM.

Dan tidak ada siapapun di sana. Taehyung benar-benar sudah pergi kali ini. Jungkook tersenyum getir, kembali berjalan ke arah tempat parkir. That's all. Dua tahun sudah berlalu dengan amat cepat. Dan hanya beginilah. Only a simple kiss to make this story ends. After kiss, goodbye…

Jungkook mendongak menatap langit biru di atasnya. Tiga kata. Ia tak paham maksud Taehyung itu. Tapi mana mungkin perkataan Si Alien itu tak dimengerti olehnya?


 

JK's journal, January 12th, 2017.

Aku menulis ini dalam penerbanganku ke seoul.

Aku masih tak menyangka semuanya akan berakhir secepat ini. Pagi ini aku terbangun dan keluar dari kamar, langsung menuju ke kamarnya untuk membangunkannya seperti yang biasanya terjadi selama dua tahun. Tapi tak ada siapapun di kamarnya. Aku hanya bisa meringis dan kembali menutup pintu kamar itu.

Rasanya benar-benar janggal sarapan sendirian di dapurku pagi ini. Padahal selama bertahun-tahun sebelum mengenal Taehyung, aku selalu sarapan sendirian. Tapi setelah dua tahun bersamanya, rasanya kebisingan di pagi hari itu adalah hal yang biasa. Bahkan aku juga mulai merindukan Kucing, siberian husky itu. Satu-satunya saksi tentang apa yang terjadi denganku dan dia.

Kurasa sekarang sudah saatnya untuk menulis tentang kesalahan kesepuluh seorang Kim Taehyung.

Kesalahan pertamanya adalah keberisikannya. Keberisikan yang mulai kurindukan.

Kesalahan keduanya adalah kejorokannya. Yang ini sudah sepaket dengan keberisikannya. Aku tidak terlalu merindukan yang ini. Haha.

Kesalahan ketiga adalah Kucing. Aku baru saja menulis kalau aku merindukan anjing ini. Semoga ia baik-baik saja bersama Jimin. Mungkin aku akan menengoknya kapan-kapan.

Keempat, keteledorannya. Mungkin rambutnya akan berubah warna jadi hitam kalau ia kehilangan sifatnya yang satu ini.

Kelima, dia membuatku khawatir. Bahkan sekarang pun aku sudah mengkhawatirkannya.

Keenam, dia membuat perubahan dalam hidupku. Dan dia juga bisa menjadi lebih baik dari keluargaku. Aku membencinya karena ini. Dia sangat menyebalkan kalau melakukan itu.

Ketujuh, dia membuatku memperhatikannya. Setelah dipikir-pikir, ternyata aku ingat dengan jelas kebiasaan-kebiaasan kecilnya seperti meniup poninya, mengelus Kucing kalau sedang gugup, nyengir salah tingkah kalau habis melakukan kesalahan yang membuatku marah, caranya memakan ramyeon instan yang menurutku terlalu berlebihan, gesturnya tiap kali dia bermain biola, dan masih banyak lagi. Aku terlalu memperhatikannya.

Kedelapan, dia membuatku memiliki keinginan kuat untuk menyentuhnya, merengkuhnya ke dalam pelukanku, dan memilikinya, lebih dari yang seharusnya. Dia membuat situasi sekarang jadi terlihat buruk karena itu.

Kesembilan, ia membuatku menderita. Haha. Tapi dia memang membuatku menderita sekarang. Dan ia juga bisa membuatku sangat bahagia di saat yang bersamaan. Lihat, betapa menyebalkannya dia.

Dan terakhir. Kesalahan terbesarnya yang nomor sepuluh. Dia membuatku mencintainya.

Aku amat sangat membencinya karena itu. Aku sangat mencintainya sekarang ini, atau akan selamanya begitu?

Kalau mengingat-ingat tentang sepuluh kesalahannya itu, aku hanya bisa menghela napas panjang.

Ketika menulis ini, tiba-tiba satu perkataan Taehyung terlintas di otakku. Dulu, dia pernah berkata, "Kalau begitu sekarang coba ceritakan tentang dirimu, Jungkook." Ah, ya, saat itu ia masih memanggilku dengan namaku yang benar. Ia belum tercemar oleh ajaran sesat Jimin. Saat itu aku sama sekali tak tahu apa yang harus kuceritakan, jadi dia menyebutkan hal-hal yang ingin dia ketahui tentangku. Hal-hal yang sangat umum. Tapi aku sama sekali tak menyangka, dua tahun bersama Taehyung bisa mengubah beberapa point penting dari jawabanku saat itu.

Kalau saat ini dia menyuruhku menceritakan tentang diriku lagi, maka tanpa ragu-ragu aku akan menjawab :

Aku Jungkook. Lahir tanggal satu september dua puluh dua tahun yang lalu. Aku tidak punya makanan atau minuman khusus yang kusukai. Aku juga tidak punya film favorit atau warna favorit. Aku tidak punya keluarga satupun sekarang ini, jadi tak ada yang perlu kau tahu tentang itu. aku belum pernah pacaran sebelumnya, tapi aku sudah pernah menikah. Hal yang tidak kusukai ada banyak, satu diantaranya adalah Jeon. Hal yang kusukai, musik... dan Taehyung. Dan hal paling membahagiakan dalam hidupku adalah... dua tahun bersama Taehyung.


 

Jungkook menutup jurnalnya. Ia memandang sampul depan jurnalnya selama beberapa saat sebelum memasukkanny ke dalam tasnya. Mungkin suatu saat nanti, ia akan mengirimkan jurnal itu ke Taehyung.

Ia memandang keluar jendela pesawat, ke arah awan-awan rendah di sekelilingnya. Pikirannya kembali melayang ke perkataan Taehyung kemarin. Tiga kata macam apa yang diinginkan Si Alien itu? Bagaimana mungkin hanya dengan tiga kata itu Taehyung akan berubah pikiran untuk pergi?

Jungkook benar-benar tak mengerti. Ada sesuatu yang terlewat oleh otak jeniusnya sehingga ia tak bisa memahami maksud Taehyung. Ia mendengus geli. Perumpamaan 'Because I can't go to the future without knowing the meaning of the words that you told on that day' benar-benar cocok untuknya saat ini. Perumpamaan yang ia dengar di lagu yang sedang ia dengarkan saat ini melalui iPod-nya.

Ngomong-ngomong tentang kebiasaannya mendengarkan lagu yang sama sekali bukan alirannya melalui iPod, Jungkook masih terus melakukannya sampai sekarang. Ia merogoh saku jaketnya untuk mengeluarkan iPod putihnya itu, hendak mengganti lagunya ke lagu berikutnya. Ia menekan tombol next, dan intro yang terdengar sekarang adalah intro lagu yang sama dengan yang Jungkook dan Taehyung dnegarkan saat mereka berada di taman setengah tahun yang lalu.

Jungkook masih ingat bagaimana saat ia memandang mata biru Taehyung dan menyanyikan lirik 'I love you's the only beginning', waktu di sekitarnya serasa berhenti.

'I love you's the only beginning…' lirik itu kembali terdengar di telinga Jungkook sekarang, membuat Jungkook tersenyum geli.

Tapi tiba-tiba Jungkook tercekat, senyumnya menguap lenyap secara mendadak. Ia menatap iPod-nya lurus-lurus. Tiga kata. Taehyung hanya butuh tiga kata. Jungkook rasa ia tahu apa kata yang Taehyung inginkan. Sayangnya, ia baru mengetahuinya sekarang. Sudah terlambat.


 

"Hey, Tae. Ada banyak hal yang ingin kukatakan padamu."

"Dulu kau pernah mengatakan kalau kau hanya butuh tiga kata, dan kau akan tetap berada di sisiku kalau aku mengatakannya, Tae. Kau ingat?"

"Memang agak sedikit terlambat. Oke, ini memang sangat terlambat. Tapi aku akan mengatakannya sekarang, jadi dengarkan baik-baik."

"I LOVE YOU"

"Aku sudah mengatakannya, Tae. Kau harusnya tetap berada di sisiku sekarang."

"Tapi kau tidak melakukannya."

"Ternyata perasaanku tidak berubah,"

"Dan mungkin akan selamanya begitu."

 

'Well I didn't mean for this to go as far as it did
And I didn't mean to get so close and share what we did
And I didn't mean to fall in love, but I did
And you didn't mean to love me back, but I know you did'
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
deuthie
#1
Chapter 14: Author aku udah baca ff ini lama bgt pengen komen tapi harus login, sekarang baru buat akunnya hehe...
aku suka sama ceritanya bagus dan detil banget ngejelasin soal musik huhu tapi kenapa sad ending ya? sedih si jk gitu amat.. cuma aku agak bingung sama pas bagian junghyun-nya ku pikir dia punya maksud terselubung /? sama si taehyung tapi ternyata pas dia balik ke korea gak ada apa2 lagi .-.
yep_permata #2
Chapter 14: Kok sedih akhirnya :((((
yep_permata #3
Chapter 5: yeayyyy semoga kuki hatinya terbuka buat tae segera hihi
veetaminbee #4
Chapter 3: halloo authornimmm ^^
aku baru nemu ff nya jadi aku review di updatean terakhirnya yang ini/?
suka banget ff nya, jalan ceritanya juga, hm apa nanti mereka bakal melanggar kontrak? iya dong yakan xD tapi kalo keluarganya jungkook malah setuju gimana._. penasaran kan, ditunggu kelanjutannyaaa
yep_permata #5
Chapter 3: Next chapt pleasee