Kunjungan Tak Terduga

HOLD ME TIGHT
JK's journal, December 22, 2015.
Setelah kejadian sepele bulan lalu dimana aku mengobati lukanya itu, aku merasa ada perubahan dalam hubungan kami. Aku bahkan tak tahu perubahan ini bisa dianggap perubahan bagus atau buruk. Yang aku tahu hanya banyak hal yang berubah. Kami masih saling memanggil dengan 'Alien' dan 'Pabo' seperti biasa. Kami masih tidur di kamar terpisah seperti biasa. Dan kami masih sibuk dengan instrumen masing-masing seperti biasa. Tapi, entah ini hanya aku yang menyadari atau dia juga, kami makin jarang bertengkar yang disebabkan oleh hal-hal remeh, kami hanya bicara dengan satu sama lain seperlunya, walaupun sekarang aku menyuruhnya untuk pergi dan pulang kampus bersamaku, menghindari 'teman-teman' Taehyung yang suka memukul itu. Dan perubahan yang paling mencolok dari semua itu adalah, kami tak pernah menatap mata satu sama lain lagi.
Itulah kesalahan keenamnya yang takkan pernah bisa kulupakan. Ha, aku juga sebenarnya tak tahu kenapa itu bisa menjadi kesalahan keenamnya, tapi aku hanya sedang ingin menyalahkan seseorang. Dan satu-satunya yang bisa kusalahkan hanya Si Alien-Senyum-Kotak itu.
Dan ketika aku sudah mulai menikmati perubahan-perubahan itu, seseorang datang, dan membuatnya kembali ke semula, bahkan lebih parah. Terimakasih banyak pada orang sialan itu.

 

Jungkook memainkan grand piano putih barunya yang ia letakkan di ruang tengah. Ya, ia baru saja membeli piano mewah itu sebagai hadiah natal lebih awal untuk dirinya sendiri, membuatnya punya dua piano di dalam apartemennya. Ia juga membeli biola putih yang warnanya senada dengan pianonya untuk Taehyung, membuat pemuda itu girang luar biasa. Biola lamanya memang masih bagus, tapi tak ada salahnya kan punya dua biola. Dan Jungkook senang karena ia berinisiatif membelikan biola itu untuk Taehyung. Si Alien itu sekarang lebih sering berada di kamarnya atau di teras, untuk memainkan biolanya dengan lagu favoritnya, Canon. Jadi instensitas gangguan yang ditimbulkan di rumah lebih sedikit.

Jungkook menekan tuts-tuts pianonya dengan lembut, memainkan lagu buatannya yang pada September lalu berhasil menarik perhatian Mr. Spark. Bahkan sebelum liburan natal tiba dua hari lalu, Mr. Spark menuntutnya segera memberi judul untuk lagu itu. Ia memang belum menemukan judul yang tepat karena ia masih ingin memperbaiki beberapa bagian yang kurang pada lagunya.

Jungkook baru saja mengakhiri lagunya ketika Taehyung berlari masuk ke dalam apartemen bersama Kucing. Biola putihnya masih ditentengnya, daritadi dia memang bermain biola di teras. Ia terengah-engah dan menatap Jungkook, atau lebih tepatnya menatap tangan Jungkook, dengan ekspresi horor. Jungkook balas menatap rambut merah Taehyung sambil mengernyit.

"Ada apa?"

Taehyung menunjuk ke arah teras, yang lebih tepat disebut sebagai balkon luas itu, dengan penggesek biolanya. Sungguh petunjuk yang sangat tidak jelas.

Jungkook bangkit berdiri dan berjalan ke arah teras, ia melongok ke bawah dari sana, ke arah halaman berumput tempat Taehyung dan Kucing biasa main lempar tangkap freesbe, dan mata hitamnya membulat. Sebuah mobil hitam terparkir di bawah sana, dengan logo khas yang 18 tahun belakangan ini selalu ia lihat di atas kapnya yang dapat Jungkook lihat secara jelas. Itu adalah mobil keluarga Jeon.

Jungkook langsung menghambur masuk ke dalam rumah, menghampiri Taehyung yang masih terpaku di ruang tengah. "Siapa yang keluar dari mobil itu?" tuntut Jungkook. Ya, bahkan di saat seperti ini Jungkook tetap tak bisa memandang mata Taehyung. Dan ia tak ingin mencoba.

Taehyung membuka mulut hendak menjawab ketika terdengar suara bel dari arah pintu depan. Jungkook memandang pintu apartemennya dengan tatapan tajam, tapi toh ia tetap berjalan dengan tenang ke arahnya, dan memutar kenopnya. Dan ia sedikit tersentak ketika mendapati Jeon Junghyun berdiri di hadapannya dalam setelah polo shirt abu-abu dan celana jeans yang senada, dan sebuah koper kecil di kakinya.

Jungkook mengeluarkan glare terbaiknya, walau ia tahu itu takkan mempan pada 'mantan' hyungnya. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya ketus.

Alih-alih balas menyentak, Junghyun tersenyum lembut. Jungkook masih ingat betul senyum itu sebagai senyum dari sosok yang sangat dikaguminya waktu kecil. "Hanya datang berkunjung, Jungkook," jawabnya lembut. Junghyun memandang melewati bahu Jungkook, ke arah Taehyung yang masih berdiri di samping Kucing, tak tahu harus bereaksi bagaimana. Ia tersenyum pada Taehyung dan mengangguk sopan. Masih melongo, Taehyung balas mengangguk.

Tak pernah ada yang bisa meruntuhkan kegaharan Jungkook seperti yang dilakukan Hyungnya. "Atas perintah ayah?" tanya Jungkook, tidak seketus sebelumnya.

Junghyun menggeleng. "Ayah maupun Ibu sudah tak pernah menyebut namamu. Mereka pun membakar semua barang-barangmu yang tersisa, dan mereka bahkan repot-repot mengadakan pemakaman palsu untukmu agar tersiar kabar di seluruh Asia kalau putra bungsu keluarga Jeon telah meninggal karena kecelakaan. Kau harus lihat surat kematian palsumu," jelas Junghyun panjang lebar, membuat Taehyung yang mendengar semua itu melongo makin lebar. Jungkook tetap tanpa ekspresi, namun jauh di lubuk hatinya ia sangat puas. Benar dugaannya, ayahnya lebih memilih untuk menganggapnya mati daripada mengakui kalau anaknya adalah seorang gay.

"Lalu untuk apa kau kemari?" tuntut Jungkook lagi.

"Sejak kapan dilarang melakukan kunjungan? Toh aku tidak keberatan punya adik yang orientasinya berbeda dari kebanyakan orang. Aku sudah tahu kau aneh dari kecil."

Twitch. Jungkook mengernyit. Aneh? Ingin sekali dia meninju hidung Junghyun karena mengatainya aneh. Taehyung terkikik pelan di belakangnya. Jungkook bersumpah ia akan menghabisi Si Alien itu begitu ia berhasil mengusir Junghyun.

"Kau tidak akan membiarkanku masuk?" tanya Junghyun ketika tak ada respon positif dari Jungkook.

Jungkook mendengus. "Jangan harap. Kau sudah bertemu denganku, kunjunganmu sudah selesai. Sekarang angkat kakimu dari sini dan biarkan aku hidup dengan tenang." Jungkook hendak menutup pintu apartemennya ketika tangan Junghyun menahannya. Senyum di wajahnya sama sekali lenyap. Ia memandang adiknya lekat-lekat.

"Biarkan aku masuk, Jungkook," kata Junghyun singkat. Jungkook balas menatap mata hyungnya yang sewarna dengan matanya. Dan dia tahu dia takkan bisa menolak keinginan kakaknya itu. Jeon Junghyun tipe orang yang sangat keras kepala, dan kalau Jungkook mengusirnya hari ini, ia pasti akan kembali dalam waktu dekat, dengan sosok yang lebih menyebalkan dari sekarang. Tak ada pilihan lain selain membiarkannya masuk. Dengan begitu setidaknya ketenangan Jungkook akan terjamin selama beberapa tahun ke depan sementara Junghyun memutuskan untuk mengadakan waktu kunjungan lainnya.

Jungkook menyingkir dari pintu, memberi jalan pada Junghyun untuk masuk. Pria itu mengangkat kopernya dan melangkah masuk, dengan senyum lembut yang kembali tersungging di wajahnya, sebenarnya lebih tampak seperti seringai licik di mata Jungkook.

"Untuk apa koper itu? Kau hanya di sini beberapa jam kan?" celetuk Jungkook sambil menutup pintu apartemennya setelah Junghyun masuk.

Junghyun memandang Jungkook dan Taehyung bergantian. "Tentu saja aku akan menginap di sini selama beberapa hari," jawabnya ceria.

Baik Jungkook dan Taehyung membeku. Dan untuk pertama kali setelah sebulan, mereka menatap mata satu sama lain, walaupun dengan tatapan ngeri. Junghyun telah menghancurkan perubahan yang membuat Jungkook nyaman, hanya dalam waktu beberapa menit.


 

Jungkook dan Taehyung benar-benar canggung sekarang ini. Mereka, bersama Junghyun dan Kucing sedang duduk menonton televisi di ruang tengah. Adanya Junghyun di tengah-tengah mereka membuat suasana benar-benar tidak nyaman. Jungkook dan Taehyung berkali-kali bertukar pandang gelisah, menanti saat-saat Junghyun tidak ada di dekat-dekat mereka agar mereka bisa mengatur strategi untuk menghadapi Junghyun, dalam kasus ini, bagaimana cara untuk menjadi suami-suami yang akur dan bahagia. Karena kalau mereka tidak terlihat seperti itu, Hyungnya pasti akan sadar kalau pernikahan mereka palsu, dan bulan-bulan yang mereka lalui selama ini akan sia-sia, terutama bagi Jungkook. Ia sangat tidak ingin kembali ke keluarga Jeon. Yah, walaupun dia sudah dianggap mati oleh hampir semua orang di Asia, tapi ayahnya pasti akan menemukan alasan untuk membuat eksistensinya sebagai Jeon Jungkook kembali.

Junghyun meregangkan otot lengannya. "Kurasa aku ingin jalan-jalan sebentar di luar," katanya seraya bangkit berdiri dari sofa. Jungkook dan Taehyung langsung memandangnya antusias. Taehyung mengangguk-angguk menyetujui. Junghyun tersenyum pada adik iparnya itu. "Boleh kuajak Kucing bersamaku?"

Taehyung mengangguk kuat-kuat. "Tentu saja!" Ia menepuk punggung anjingnya pelan, menyuruh Kucing turun dari sofa. Junghyun mengelus kepala anjing itu dengan lembut dan meraih ban lehernya untuk membawanya keluar. Jungkook dan Taehyung masih membeku di tempat duduk masing-masing, menunggu Junghyun benar-benar keluar dari apartemen dengan tegang. Setelah terdengar suara pintu menutup, Jungkook langsung bangkit dari duduknya, mengecek, dan setelah memastikan ia sudah pergi, Jungkook kembali ke ruang tengah.

"Apa yang akan kita lakukan?" mata Taehyung memancarkan sorot cemas.

Jungkook menarik napas perlahan. "Cari cincin pernikahan kita. Kita harus memakai itu selama Junghyun di sini," kata Jungkook memulai. Taehyung mengangguk, langsung melesat ke kamarnya dan dalam beberapa detik sudah kembali lagi dengan kotak putih yang berisi sepasang cincin. Taehyung menyerahkan satu kepada Jungkook, sementara ia memakai yang lain. Warna emas putihnya sangat pas dengan kulit agak-kecoklatannya.

"Dan yang lebih penting," Jungkook berhenti sejenak, menatap Taehyung dan menguatkan tekadnya untuk berkata, "kita harus tidur sekamar."

Taehyung yang hanya mengangguk pasrah menunjukkan betapa gawatnya situasi sekarang ini. Jungkook menghela napas. "Sekarang kita pindahkan barang-barangmu secepat mungkin ke kamarku." Jungkook mendahului Taehyung menuju ke kamarnya.

Untungnya barang-barang Taehyung sedikit, mereka berhasil memindahkannya ke kamar Jungkook dalam sekali angkut. Tapi begitu mereka meletakkan barang-barang itu di kamar Jungkook, muncul masalah baru : Jungkook adalah penggila kerapian, dan ia paling tidak suka ada sesuatu yang merusak kerapiannya, apalagi Taehyung, yang terkenal berantakan. Jungkook berbalik menghadap Taehyung, menatap pemuda tampan itu dengan glare khasnya. "Awas kalau kau sampai berani mengotori kamarku." Taehyung menelan ludah dengan gugup, tahu kalau kata-kata Jungkook bukan sekedar ancaman.

Mereka mulai menata barang-barang Taehyung dalam kamar Jungkook.

Taehyung mengeluarkan kotak biolanya dan meletakkannya di atas grand piano Jungkook, ia hendak beralih ke barangnya yang berikut ketika Jungkook mendadak sudah berdiri menjulang di hadapannya. "Singkirkan biolamu dari situ," geram Jungkook.

Taehyung mengernyit. "Lalu aku letakkan dimana dong?" keluhnya, terlalu malas untuk mencari tempat lain.

"Pokoknya singkirkan, terserah mau kau letakkan di mana, asal jangan di atas pianoku," kata Jungkook sinis.

"Tapi kalau aku meletakkan sesukaku kau pasti mengeluh tidak rapi. Biar di situ saja deh…"

Jungkook menyipitkan matanya, memandang Taehyung tajam. "Singkirkan."

Taehyung mencibir. "Kalau begitu kau saja yang singkirkan sendiri. Sekalian juga tata barang-barangku sendiri, Tuan Sok Rapi," sindir Taehyung, tak kalah sinis.

Jungkook mengepalkan telapak tangannya jengkel. "Kau…"

Taehyung menjulurkan lidahnya ke arah Jungkook dan berjalan keluar kamar dengan wajah tanpa dosa. Jungkook segera menarik lengan Taehyung dengan kasar, membuat Taehyung kembali berdiri berhadapan dengannya. "Ini barang-barangmu, Bodoh, jadi kau yang bertanggung jawab tentang itu."

Taehyung menyeringai. "Tapi ini kamarmu, Pabo, jadi kau yang bertanggung jawab tentang itu."

Jungkook mengeratkan pegangannya pada lengan Taehyung, marah. Tak peduli itu menyakiti Taehyung atau tidak. Si Alien ini selalu bisa membuatnya naik pitam hanya dalam hitungan detik. "Atur barang-barangmu sendiri, Tae."

"Kalau begitu aku tetap akan meletakkan biolaku di situ, Kookie," balasnya keras kepala.

Pegangan Jungkook makin erat. "Jangan membantahku, Tae."

"Jangan memerintahku, Kookie." Tatapan mata Taehyung mulai mengeras. Ia tidak akan menyerah diintimidasi Jungkook seperti itu.

Cengkraman Jungkook makin kuat, tak peduli jari-jarinya nyaris kebas. Ia menatap mata Taehyung lekat-lekat, luar biasa marah sekarang ini. Ia harus membuat Si Alien ini mematuhinya, tak peduli dengan cara apapun. Ini rumahnya, dan orang yang tinggal di sini dengan biaya hidup bergantung padanya harus patuh padanya, tak peduli apapun statusnya. Napas Taehyung yang satu-satu, pertanda dia juga sedang jengkel, menyapu hidung Jungkook yang sedang memikirkan kata-kata balasan agar Si Alien Menyebalkan ini menyerah kalah.

Tunggu.

Jungkook mengerjap sekali, begitu pula Taehyung.

Jungkook kembali memfokuskan dirinya, mencoba netral agar tidak dikuasai amarah. Setelah ia berhasil menganalisis keadaan, disadarinya kalau ia bisa melihat dengan jelas wajah dan pipi Taehyung yang dengan sangat jelas. Kalau ia bisa melihatnya sejelas ini berarti…

Mata hazel Taehyung melebar dan Jungkook langsung melepaskan cengkramannya secara mendadak. Rupanya tanpa sadar, dalam adu argumen tadi, mereka telah saling mendekat satu sama lain. Kalau Jungkook telat menyadarinya, mungkin ia sudah…

Jungkook berdehem canggung. Tidak melanjutkan alternatif adegan di otaknya. Cukup sekali melakukan itu ketika di altar dulu, tak perlu diulangi lagi dalam setting dan suasana yang berbeda.

"Letakkan saja biolamu di atas meja itu," kata Jungkook, beralih ke barang-barang Taehyung yang lain. Taehyung mengangguk dan segera memindahkan biolanya.

Dan dengan ini, Junghyun sukses menghancurkan perubahan-perubahan lain. Ia berhasil membuat Jungkook dan Taehyung berbicara lebih banyak dari seharusnya dan bertengkar karena hal-hal tak penting. Dan bahkan ia membuat Jungkook dan Taehyung terpaksa tidur dalam kamar yang sama.


 

Ketika Junghyun kembali dari jalan-jalannya bersama Kucing beberapa jam kemudian, Jungkook dan Taehyung sudah duduk manis di ruang tengah. Taehyung memeluk bantal sofa-nya sambil menonton televisi, sementara Jungkook iseng memainkan Fly Me To The Moon dengan pianonya. Tapi ketika terdengar langkah kaki Junghyun mendekat ke ruang tengah, Jungkook langsung bangkit berdiri dan mendudukkan diri di belakang tubuh Taehyung, sambil merangkul pemuda itu dari belakang. Taehyung bergidik, tapi diam saja. Jungkook menahan diri untuk tidak muntah.

Junghyun masuk ke ruang tengah dan tersenyum melihat adiknya. "Kalian mesra sekali…" ujarnya, mendudukkan diri di sofa terpisah. Kucing yang biasanya selalu duduk di pangkuan Taehyung kali ini benar-benar enggan mendekat. Anjing siberian husky itu lebih memilih untuk menyendiri di dekat perapian setelah sebelumnya sempat berhenti beberapa saat di hadapan Taehyung. Tampaknya anjing itu menyadari sesuatu yang janggal.

Taehyung melempar senyum ke arah Junghyun dan meraih tangan Jungkook yang melingkar di pundaknya. Jungkook mengangkat sebelah alisnya, menekan perasaan jijik di hatinya dan berusaha bersikap senetral mungkin. Ini sudah masuk dalam perjanjian mereka beberapa saat sebelum ini. Selama Junghyun ada di sini, prinsip mereka untuk no touching akan diganti dengan must touch whenever and wherever normally.

"Bagaimana kalau kita makan malam sekarang?" Taehyung menawarkan, mulai risih dengan lengan Jungkook yang menempel di badannya. Jungkook langsung mengangguk mengiyakan, buru-buru menjauhkan dirinya dari Taehyung dan melesat ke dapur, sebelum Taehyung sempat merusak dapurnya yang bersih dan rapi.

Junghyun memandang Jungkook penuh tanda tanya. "Wow, aku belum pernah melihatnya segesit itu." Taehyung hanya tertawa hambar, tahu maksud Jungkook mendahuluinya karena ia pasti akan menghancurkan dapur.

Begitu mereka bertiga sudah duduk di hadapan meja makan dan Kucing sudah makan dari mangkuknya di lantai, Junghyun membuka percakapan itu.

"Sudah berapa kali kalian berhubungan seks?"

Taehyung tersedak makan malamnya sendiri. Jungkook, dalam situasi biasa pasti hanya akan melirik secara acuh, tapi kali ini ia menepuk-nepuk punggung Taehyung pelan, dengan enggan.

"Apa urusanmu tentang itu? Ini bukan pembicaraan yang layak saat makan malam," elak Jungkook.

"Hm…" kata Junghyun, melanjutkan makan malamnya dengan tenang seakan yang dia tanyakan barusan adalah tentang cuaca. "Bukannya aku bermaksud buruk, tapi aku punya dugaan kuat kalau kalian…" Jungkook menahan napas, bersiap menghadapi kemungkinan terburuk yang akan ia dengar, "…terlalu canggung satu sama lain. Atau karena ada aku?"

Jungkook menghembuskan napas lega. Kekhawatirannya tak beralasan.

"Atau dugaan Ibu bahwa ini hanya pernikahan palsu itu benar?" tambah Junghyun.

Jungkook membeku selama beberapa saat, bertukar pandang sekilas dengan Taehyung yang langsung menekuni makan malamnya.

"Ibu menduga seperti itu?" tanya Jungkook, memastikan. Ia berusaha bersikap senetral mungkin.

Junghyun mendengus geli. "Ibu punya firasat kuat tentang ini. Ia masih ingat seorang gadis dari masa lalumu yang bernama Lee Jieun, dan Ibu masih yakin kalau kau straight. Sebegitu inginnya kah kau keluar dari keluarga Jeon sampai mengorbankan harga dirimu, Jungkook?"

Jungkook menatap kakaknya tajam, sangat tidak suka dengan perkataan Junghyun barusan. "Aku mencintai Taehyung. Aku menikahinya karena itu, bukan karena ingin keluar dari keluarga Jeon." Bohong besar. Jungkook tahu itu. Tapi tetap saja Jungkook merasakan sesuatu yang bergejolak di ulu hatinya.

Junghyun mengangkat alis. "Aku akan lihat pembuktianmu."

Jungkook meletakkan garpu dan sendoknya, benar-benar teralih dari makan malamnya. "Kau ke sini hanya untuk itu?" desisnya.

Junghyun tersenyum misterius. "Kalau kau benar-benar mencintai Taehyung seperti omonganmu barusan, tak ada yang perlu kau khawatirkan, kan?"

Jungkook membuka mulut hendak membalas, tapi—

Brak!

Taehyung telah menggebrak meja makan dan menatap Junghyun, marah. Jungkook mengernyit menatap Taehyung. 'Apa yang akan dilakukannya kali ini?'

"Aku tidak suka Anda membicarakanku seolah aku tidak ada di sini, Sir," geram Taehyung pada Junghyun. "Dan masalah kami saling mencintai atau tidak, ini pernikahan palsu atau bukan, kalau Anda mau bukti, akan kami berikan. Aku sama sekali tidak suka seseorang mengetes cintaku, tapi kalau itu yang Anda inginkan, akan kami berikan. Puas?" Taehyung memberikan tekanan pada kata terakhirnya. Jungkook hanya bisa menatap Taehyung tanpa berkedip. Kata-katanya begitu… menakjubkan bagi Jungkook.

Junghyun balas menatap Taehyung, dan kemudian melanjutkan makan malamnya. "Begitu lebih baik."

Taehyung menatap Jungkook dan mengangguk menenangkan. Saat itulah Jungkook menyadari ada sesuatu yang lain. Ada sesuatu yang 'mengalir' dalam dirinya.


 

 

"Berapa lama Junghyun akan ada di sini?" bisik Taehyung ketika makan malam sudah selesai. Ia dan Jungkook sedang membereskan meja makan sementara Junghyun di kamar mandi.

"Ia hanya bilang mungkin sampai tahun baru. Semoga dia pergi lebih cepat dari itu," harap Jungkook, memasukkan piring-piring kotor ke dalam mesin pencuci piring. Ia tak bisa membayangkan harus berakrab-akrab ria dengan Taehyung selama dua minggu. Sekarang saja dia sudah merasa jengah.

Taehyung menata piring-piring yang sudah bersih kembali ke raknya, menghela napas. "Mana kuliah libur lagi. Kita takkan bisa menghindarinya."

Jungkook mengangguk setuju. "Ngomong-ngomong, ucapanmu waktu makan malam tadi…"

Taehyung tertawa dan menepuk-nepuk punggung Jungkook. "Keren kan ya? Aku juga beranggapan begitu," kekehnya bangga.

Jungkook menyipit memandang Taehyung, menyesal ia mengungkit-ungkitnya. Ia sama sekali lupa kalau pemuda di sebelahnya ini punya kepercayaan diri yang berlebih.

"Aku mau tidur lebih awal," terdengar suara Junghyun yang baru saja keluar dari kamar mandi. "Penerbangan dari Seoul ke LA sangat melelahkan." Ia tersenyum pada Taehyung dan Jungkook yang masih sibuk di dapur dan masuk ke kamarnya, yang tadinya kamar Taehyung sebelum ia pindah ke tempat Jungkook untuk sementara.

Taehyung meniup poni merahnya, meletakkan piring terakhir di tempatnya dan mengelap tangannya dengan serbet yang tergantung di dekat wastafel. "Kurasa aku juga mau tidur." Taehyung berbalik dan berjalan ke arah kamarnya, tapi ia membeku di tengah jalan, kembali menoleh ke arah Jungkook dengan ekspresi horor.

"Aku… tidur… di kamarmu?"

. Jungkook sama sekali lupa tentang hal ini.


 

Jungkook duduk di hadapan grand piano-nya, memainkan River Flows In You dengan amat sangat canggung. Di lagu yang menurutnya sangat mudah itu, dia melakukan banyak kesalahan. Taehyung duduk di sofa besar di kamarnya sambil membaca partitur lagu-lagu gubahan Bach, sesuatu yang tak pernah dilakukannya. Taehyung hanya membaca partitur kalau sedang di kelas atau rehearsal resmi. Bukan tipe hal yang akan dilakukannya kalau sedang menganggur.

Jungkook melirik Taehyung yang tiduran di sofa, membaca partitur dengan serius. Saking seriusnya, mata hazelnya hanya menatap kosong pada kertas di hadapannya. Jungkook mendengus geli, dan untuk kesekian kalinya, jarinya tergelincir. Ia lagi-lagi salah menekan tuts.

Jungkook menghela napas. 'Ayolah, gender kami sama. Tak ada yang salah hanya dengan sekamar. Kenapa aku harus merasa secanggung ini?'

Jungkook kembali berkonsentrasi ke pianonya, memainkan River Flows In You, kali ini ia berhasil mengatasi kekikukkannya dan memainkannya dengan bagus seperti biasa. Ia memang terlalu bersikap paranoid terhadap Taehyung. Toh kalaupun mereka tidur seranjang juga tidak akan terjadi apapun. Jungkook bukan penyuka sesama jenis, begitu pula Taehyung. Pernikahan palsu ini lama-lama juga mempengaruhi tingkat ke-stress-an mereka. Jungkook mendengus geli, terhanyut dalam permainannya sendiri. Kenapa juga ia harus takut sekamar dengan Taehyung?

Matanya kembali melayang ke sosok Taehyung yang masih berbaring di sofa. Kelopak matanya sudah agak turun, kelihatan jelas dia mengantuk dengan partitur yang dibacanya. Jungkook tersenyum dalam hati. Mungkin Taehyung mengantuk karena pengaruh permainan pianonya juga. Karena ia telah memainkan lagu yang sama selama tiga kali berturut-turut. Akhirnya Jungkook memutuskan untuk beralih ke lagu pop kesukaannya, Fly Me To The Moon. Liriknya sangat sederhana, tapi entah bagaimana itu sangat menyentuh. Jungkook menyeringai, ia sendiri tak menyangka ia bisa berpikiran romantis seperti itu. Jungkook memainkan intronya, dan bernyanyi dengan suara lirih.

Fly me to the moon
And let me play among the stars

Let me see what spring
Is like on Jupiter and Mars

In other words, hold my hand
In other words, darling, kiss me

Fill my heart with song
And let me sing for ever more
'Cause you are all I long for
All I worship and adore

In other words, please be true
In other words, I love you

Jungkook mengakhiri permainannya dan, reflek, ia melirik Taehyung. Posisinya di sofa masih sama, hanya saja buku itu sudah tergeletak di dadanya dan mata hazelnya sudah menutup sepenuhnya. Tangan kanannya menjuntai dari tepian sofa. Dadanya bergerak naik turun secara teratur.

Jungkook tertegun menatap sosok itu.


 

Malam itu, Taehyung masih ingat dengan jelas kalau ia bosan membaca partitur Bach. Maka ia hanya menatap kosong pada deretan not balok yang berjarak beberapa senti di hadapannya, tapi ia terfokus pada hal lain. Permainan piano Jungkook.

Jungkook memang melakukan kesalahan di awal-awal permainannya, dia menyadari itu. Ia sebenarnya tidak tahu Jungkook memainkan lagu apa. Pengetahuan musiknya tidak seluas Jungkook. Tapi dilihat dari ekspresi wajah Jungkook, yang memang diliriknya setiap beberapa menit sekali, Taehyung tahu kalau pemuda itu tidak puas dengan permainannya. Jungkook selalu mengernyit dan berdecak pelan tiap kali ia melakukan kesalahan, dan Taehyung menyadari itu. Walaupun begitu, ia tiba-tiba menjadi sangat menyukai lagu itu.

Kekhawatirannya mengenai sekamar dengan Jungkook sudah lenyap. Toh mereka sama-sama pria. Dan Taehyung tahu Jungkook bukan gay. Sekamar dengan Jungkook sama amannya dengan sekamar dengan Jimin. Taehyung mendengus geli akan tingkah konyolnya karena begitu mengkhawatirkan malam ini. Mereka ini kan cuma pura-pura menikah, pura-pura saling mencintai, dan bahkan semua kata-kata cinta yang pernah terlontar dari mulut Jungkook maupun dirinya cuma pura-pura. Tidak lebih. Ia terlalu paranoid. Kalaupun ia tidur seranjang dengan Jungkook, ia yakin Si Pabo itu takkan menyentuhnya sama sekali.

Permainan Jungkook berangsur-angsur membaik. Tampaknya ia sudah menemukan semua nada lagu itu dengan benar. Taehyung benar-benar menyukai permainan Jungkook. Hanya itu hal pada diri Jungkook yang sama sekali tidak menyebalkan. Cara Jungkook bermain, setiap nada yang dihasilkannya, entah kenapa itu mengingatkannya akan sosok orangtuanya, membuatnya merasa tenang dan tentram.

Taehyung merasa pelupuk matanya menjadi semakin berat. Ia tidak tahu judul lagu yang sedang dimainkan Jungkook, tapi ia memutuskan mulai sekarang akan menyebutnya Lullaby Song. Ia akan mencari cord untuk versi biolanya nanti. Mata Taehyung sudah hampir terpejam ketika Jungkook mengganti lagu yang sedang dimainkannya. Dan samar-samar Taehyung mendengar… Jungkook bernyanyi?

Taehyung hanya sempat terjaga selama beberapa saat untuk mendengarkan suara Jungkook yang ternyata begitu lembut dan mantap ketika bernyanyi, sebelum akhirnya dia tertidur lelap.


 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
deuthie
#1
Chapter 14: Author aku udah baca ff ini lama bgt pengen komen tapi harus login, sekarang baru buat akunnya hehe...
aku suka sama ceritanya bagus dan detil banget ngejelasin soal musik huhu tapi kenapa sad ending ya? sedih si jk gitu amat.. cuma aku agak bingung sama pas bagian junghyun-nya ku pikir dia punya maksud terselubung /? sama si taehyung tapi ternyata pas dia balik ke korea gak ada apa2 lagi .-.
yep_permata #2
Chapter 14: Kok sedih akhirnya :((((
yep_permata #3
Chapter 5: yeayyyy semoga kuki hatinya terbuka buat tae segera hihi
veetaminbee #4
Chapter 3: halloo authornimmm ^^
aku baru nemu ff nya jadi aku review di updatean terakhirnya yang ini/?
suka banget ff nya, jalan ceritanya juga, hm apa nanti mereka bakal melanggar kontrak? iya dong yakan xD tapi kalo keluarganya jungkook malah setuju gimana._. penasaran kan, ditunggu kelanjutannyaaa
yep_permata #5
Chapter 3: Next chapt pleasee