Just Jungkook

HOLD ME TIGHT

Ponsel Jungkook berdering. Ia meliriknya sekilas, tapi terlalu malas mendekatkannya ke telinga, sehingga ia hanya menekan tombol loudspeaker-nya saja.

"Jungkook?" suara yang ia kenali sebagai suara kakaknya, Jeon Junghyun.

"Ne." jawabnya malas, tak peduli Junghyun mendengarnya atau tidak. Ia masih sibuk menekuni sederetan not-not balok di hadapannya.

"Jungkook, kau benar-benar yakin dengan apa yang kau lakukan? Ibu mengkhawatirkanmu," kata Junghyun. Sudah Jungkook tebak kemana arah pembicaraan ini. Kalau tau begini, tidak usah dia angkat saja teleponnya.

Jungkook sama sekali tidak menanggapi, melainkan menambahkan beberapa nada lagi di kertasnya. Not-not balok dihadapannya tidak terbentuk dengan sendirinya, ia perlu konsentrasi dan fokus.

"Jungkook," panggil Junghyun, mengharapkan respon yang lebih baik dari adiknya. "Kau tahu? Ayah sebenarnya menyayangimu, ia hanya tidak tahu bagaimana menunjukkannya…" Mendengarnya saja Jungkook sudah tahu itu tidak benar.

Jungkook mendengus geram, dan meletakkan penanya. "Oh, memanggilku dengan 'Anak itu' selama delapan belas tahun itu salah satu bentuk rasa sayangnya ternyata? Mengharukan," tanggapnya sarkastis. Ia sudah terlalu kenal dengan watak ayahnya itu. Dan ia bukan anak-anak lagi yang mudah dibohongi oleh kata-kata penenang dari Hyungnya itu.

Junghyun terdiam sepersekian detik mendengar kata-kata adiknya. "Yah… setidaknya ia sudah memanggilmu dengan benar sekarang…"

Jungkook berdecak kesal. "Sudahlah, hyung. Berhenti membujukku untuk pulang karena aku takkan pernah mau. Biarkan aku menjalani sisa hidupku dengan tenang tanpa bayang-bayang kalian…" Keputusan Jungkook untuk pergi memang sudah tidak bisa diganggu gugat.

"Ya! Jungkook," tegur Junghyun, tidak senang dengan perkataannya. "Tapi kau tidak perlu bersikap kekanakkan dengan meninggalkan Seoul segala kan? LA terlalu jauh, Kookie-ah…" kata Hyungnya sedikit merengek.

"Dan apa pedulimu, Hyung?" sergah Jungkook, sekarang memelototi ponselnya seolah-olah ponselnya adalah jelmaan kakaknya. "Hidupku tadinya lumayan baik-baik saja. Kau anak emas ayah, hanya kau yang dipandangnya, itu sudah cukup buatku. Aku sudah terbiasa diperlakukan seperti itu. Tapi lalu kau selalu saja mengacaukan segalanya. Kenapa kau bilang pada Ayah aku bercita-cita jadi pianis, hah?" tuntut Jungkook, mengeluarkan segala unek-uneknya.

"Kookie-ah itu…"

"Kalau kau ingin aku pergi dari rumah, bilang saja baik-baik. Aku akan melakukannya dengan senang hati, Hyung. Aku takkan menghalangi jalanmu menjadi pewaris Jeon." katanya memotong.

"Jeon Jungkook!" bentak sang kakak. "Aku tidak pernah menginginkanmu pergi dari rumah. Kau adikku, Kookie-ah."

Jungkook tertawa mencibir. "Sudah terlambat mengatakan itu, Hyung. Adik kecilmu sudah tidak ada."

Junghyun menghela napas perlahan. "Ayah hanya ingin masa depanmu terjamin, Jungkook. Memangnya apa yang bisa kau dapat dengan menjadi seorang pianis seperti kenginanmu?" Bahkan Hyung nya sendiri tidak bisa menerima mimpinya itu. Memangnya apa yang salah dengan seorang Pianis?

"Masa depanku bukan urusan kalian lagi."

Junghyun menambahkan, "Kau sudah hampir lima bulan di sana sekarang. Dan lihat apa yang kau dapat? Aku belum dengar satu kemajuan pun darimu."

"Sama seperti masa depanku, hidupku di sini juga bukan urusan kalian lagi."

"Jungkook, kau—" Junghyun hendak mengatakan sesuatu, tapi tampaknya ponselnya sudah direbut lebih dulu darinya karena detik berikutnya yang bicara adalah orang lain. "Pulang, sekarang. Tinggalkan mimpimu menjadi seorang pianis yang tidak berguna itu. Aku tidak menghendaki anakku jadi banci."

Sasuke tahu yang berbicara sekarang adalah ayahnya. Suaranya yang tegas dan tanpa kasih sayang itu sudah bosan ia dengar delapan belas tahun belakangan ini. "Sayangnya aku bukan anakmu lagi," balas Jungkook, susah payah menahan emosinya, sedih dan kesal karena ayahnya sendiri menghina cita-citanya.

"Aku bilang, pulang sekarang, anak sialan. Jangan membantahku."

Kedua tangan Jungkook terkepal erat di pangkuannya. Ia tidak akan mengikuti perintah itu lagi, Jungkook juga bisa lebih keras kepala dari ini. "Sayangnya, aku tidak akan pernah mematuhi keinginanmu."

Terdengar sang ayah menggeram marah. "Kau dididik untuk menjadi pewaris keluarga Jeon! Dan kau tak akan pernah bisa mengingkarinya! Darah Jeon mengalir di setiap pembuluh darahmu dan menjadi pianis banci tidak akan pernah menghapusnya. Aku akan menyeretmu pulang ke Seoul kalau perlu. Camkan itu."

Jungkook mendengus, dan langsung mematikan ponselnya. Ia menghela napas panjang, mencoba menetralkan emosinya. Ia tak mengerti kenapa sekarang, setelah ia benar-benar berniat untuk membuang keluarganya, mereka malah memintanya untuk kembali. Jungkook mengurut keningnya kesal, mood-nya untuk menulis lagu sudah lenyap. Ia menyeringai ketika menyadari alasannya. Keluarga Jeon adalah keluarga terkemuka di seluruh Korea Selatan bahkan Asia, pemilik dari perusahaan yang merajai tangga perekonomian Asia. Apa kata orang-orang kalau tahu anak bungsu dari keluarga beradab itu kabur dari rumah? Jungkook tertawa miris. Tentunya ayahnya menginginkan kepulangannya bukan karena dia benar-benar menyayangi Jungkook.

'Aku akan menyeretmu pulang ke Seoul kalau perlu. Camkan itu.'

"…" keluh Jungkook ketika teringat ancaman sang ayah. Itu bukan ancaman kosong. Ia tahu itu. Ayahnya selalu mengatakan itu padanya berulang kali. Walaupun ia mengganti nomor ponselnya dan pindah rumah setiap hari, dan memang itulah yang dilakukanya selama ini, ia yakin keluarganya masih bisa menemukannya. Jaringan keluarga Jeon terlalu luas. Tinggal menunggu waktu. Sekarang saja Junghyun sudah bisa melacak nomor ponsel barunya.

Satu-satunya cara tidak cukup hanya Jungkook yang membuang keluarganya. Ia harus membuat keluarganya membuangnya juga. Tapi bagaimana?


Jungkook bangun pagi-pagi keesokan harinya dan langsung berangkat ke Los Angeles College of Music, sekolah seni bergengsi yang menjadi alasan kenapa dia memilih LA sebagai tempat minggatnya. Setidaknya kalau ia ingin benar-benar menjadi seorang pianis, ia harus memperoleh pendidikan yang meyakinkan untuk itu. Ia tidak ingin setengah-setengah.

Pikirannya kembali melayang ke percakapan dengan ayahnya semalam. Ia harus membuat ayahnya benar-benar muak padanya, dan minggat dari rumah rupanya tidak cukup. Ia sudah memiliki rencana sebenarnya, tapi itu terlalu rumit, dan ia masih memikirkan cara untuk mempermudahnya.

"Ya! Jungkook-ah!"

Seseorang memanggilnya begitu ia memasuki halaman depan LACM. Jungkook menoleh. Park Jimin dan salah seorang senior lebih tua dari mereka, Min Yoongi. Jungkook memang merahasiakan nama belakangnya, jadi tidak heran semua orang di sini memanggilnya dengan nama kecilnya. Mengatakan 'aku Jeon Jungkook' sama saja membuat ia diseret pulang lebih cepat.

Jungkook berhenti, menuggu Jimin dan Yoongi menghampirinya. Memang tidak banyak orang Korea di LA, apalagi di LACM, tetapi Jungkook bersyukur ia bukan satu-satunya. Walaupun ia memang tidak begitu dekat dengan mereka. Yang ia tahu si Jimin ini bisa bernyanyi, bermain alat musik bahkan dance. Sedangkan yang Jungkook kagumi dari senior mereka, Min yoongi, adalah kemampuannya menciptakan lagu yang luar biasa.

"Tumben kau datang pagi-pagi?" sapa Jimin, dengan cengiran lebar dan eye-smile yang membentuk bulan sabit. "Tapi memang sebaiknya begitu, aku ada berita bagus." katanya bersemangat.

"Apa?"

Jimin menarik keluar selembar pamflet dari dalam tasnya dan menyodorkannya pada Jungkook. Pamflet berwarna mencolok dengan desain yang simple-elegan. Jungkook membacanya.

"LACM akan mengadakan charity concert di Swedia bulan depan! Dan akan diadakan audisi untuk mahasiswa tahun pertama yang ingin tampil di acara itu. Kau ikut kan, Jungkook?" tanya Jimin lompat-lompat bersemangat.

Jungkook menatap Jimin. Tentu saja dia ikut. Ini kesempatannya untuk melakukan debut. Mungkin kalau ia sukses dalam charity concert ini, ayahnya akan berhenti mengganggu hidupnya. Walau ia tahu itu hanya dugaan kosong. Ayahnya bukan tipe orang yang gampang menyerah.


 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
deuthie
#1
Chapter 14: Author aku udah baca ff ini lama bgt pengen komen tapi harus login, sekarang baru buat akunnya hehe...
aku suka sama ceritanya bagus dan detil banget ngejelasin soal musik huhu tapi kenapa sad ending ya? sedih si jk gitu amat.. cuma aku agak bingung sama pas bagian junghyun-nya ku pikir dia punya maksud terselubung /? sama si taehyung tapi ternyata pas dia balik ke korea gak ada apa2 lagi .-.
yep_permata #2
Chapter 14: Kok sedih akhirnya :((((
yep_permata #3
Chapter 5: yeayyyy semoga kuki hatinya terbuka buat tae segera hihi
veetaminbee #4
Chapter 3: halloo authornimmm ^^
aku baru nemu ff nya jadi aku review di updatean terakhirnya yang ini/?
suka banget ff nya, jalan ceritanya juga, hm apa nanti mereka bakal melanggar kontrak? iya dong yakan xD tapi kalo keluarganya jungkook malah setuju gimana._. penasaran kan, ditunggu kelanjutannyaaa
yep_permata #5
Chapter 3: Next chapt pleasee