The Worst Mistake and the Regret

Come Back to Me

“PARK DOBI!”

Sulur-sulur itu berubah warna. Cepat sekali.

Tidak. Bukan berubah ke warna yang Kris harapkan. Memudar! Sulur itu memudar! Layu dan menguning. Bahkan, berubah kecoklatan.

Tidak—Tidak! Ini tak boleh terjadi!

“CHANYEOL!!!”

Sang Pengendali Naga mengeluarkan dragon broadsword miliknya saat tubuh dan wajah Chanyeol ikut memucat.

Tunggu—Mengapa Chanyeol mulai menghilang? Ya, tubuh pengendali api itu bersinar terang—terurai menjadi titik-titik cahaya, mulai tersebar.

Tidak—Tidak boleh! Ini tidak boleh terjadi! Chanyeol—Chanyeol tak boleh menghilang!

Ditebaskannya pedang besar ke sulur yang menyelubungi Chanyeol. Ayunannya begitu kuat karena Kris menggunakan kekuatan penuh. Sebuah usaha untuk membebaskan Chanyeol dari kurungan sulur menyerupai penjara itu.

Sia-sia. Semua tak ada hasilnya. Tak ada efek sama sekali. Sulur itu sangat kuat—tak mampu ditebas, meskipun kelihatannya sangatlah rapuh. Pohon kehidupan dan sang Dewi pasti melakukan sesuatu sehingga membuatnya tak bisa dihancurkan. Sial!

Kris semakin frustasi. Berulangkali ia ayunkan pedang  sekuat tenaga, namun semua tanpa hasil. Rasa takut semakin memenuhi diri pengendali naga. Sulur mulai berwarna coklat kehitaman. Tubuh Chanyeol bahkan tak terlihat lagi. Hanya tersisa titik-titik cahaya yang semakin terurai. Terangkat ke udara. Melewati sela-sela kurungan sulur.

“CHANYEOL! KUMOHON, BERTAHANLAH! JANGAN PERGI! CHANYEOL!!!!!!” teriak Kris saat semua titik cahaya itu benar-benar terurai. Semua naik ke atas dan menghilang. Tanpa sisa.

Tubuh pengendali naga merosot seketika. Rasa sesak dan sakit memenuhi dada. Air mata tak berhenti—terus mengalir. Namun, Kris tak lagi pedulikan itu. Tak lagi peduli dengan apa yang terjadi pada dirinya. Tak peduli dengan emosi yang biasanya terkendali dan tersembunyi. Ia hanya ingin melepaskannya. Semuanya. Pikiran Kris hanya dipenuhi satu hal. Chanyeol sudah pergi. Chanyeol sudah meninggalkannya!

.

.

Hyung— Hyung—” panggil Lay pelan.

Sang Penyembuh mencoba membangunkan Kris yang tertidur di dekat tempat Chanyeol berbaring. Sedikit aneh baginya mendapati sang pemimpin tak nyaman beristirahat.  Kris terlihat buruk sekali. Terlihat sangat gelisah dan ketakutan. Apa Kris sedang mimpi buruk? Sangat miris melihat pengendali naga. Keringat tampak membanjiri tubuh jangkung itu. Air mata terlihat lolos menyusuri mata tertutup Kris.

Lay berniat menggoyangkan bahu Kris untuk membangunkannya, saat Kris tiba-tiba terbangun dan berteriak keras memanggil nama Chanyeol. Sontak saja, Lay terkejut.

Kris berdiri dengan tangan tertumpu pada pembaringan Chanyeol. Napas memburu dengan muka putih pucat. Terlihat penuh rasa takut. Pemimpin kedua belas terpilih menatap lekat tubuh yang terbaring itu. Begitu lekat, tanpa berkedip. Seolah, ada rasa takut jika ia menutup mata sekejap saja, tubuh Chanyeol akan menghilang. Tubuh Kris gemetar dengan peluh terus menetes. Air mata turun deras menyusuri wajah tampannya.

Lay yang sempat terkejut mendapati keadaan Kris hanya bisa berseru khawatir. “Kris Hyung! Kau tak apa-apa?” Ia hampiri sang pemimpin. Dipegangnya bahu lebar Kris—merasakan betapa takut dan gemetar hyungnya. Ia tepuk perlahan bahu pengendali naga—berusaha menenangkannya. “Hyung, kau baik-baik saja? Apa kau mimpi buruk? Ada apa, Hyung?” tanya Lay prihatin.

Kris bergeming. Tak sepatah kata pun keluar. Mendadak, tubuh jangkung itu merosot lemah di dekat pembaringan Chanyeol.

Pemuda itu bersimpuh—tampak begitu menyedihkan, seolah ia mulai kehilangan akal sehatnya. Pukulan demi pukulan ia layangkan pada sulur yang mengurung tubuh pengendali api sambil terus menangis. Sesekali, Kris menarik rambut frustasi, memukul dada atau menutup muka dengan kedua belah tangannya. Teriakan pun lolos dari mulutnya. Suara memelas itu terus meneriakkan mengapa semua itu terjadi. Bahkan, ia berteriak untuk meminta Chanyeol kembali dan tak meninggalkannya. Kris benar-benar tampak seperti orang gila.

Lay menatap miris Kris. Hyung yang selalu tampak kuat dan dingin saat memimpin mereka. Hyung yang jarang menunjukkan emosi atau kepedulian secara jelas di depan sebelah terpilih lain. Hyung yang selalu ia banggakan.

Namun, di mana sosok hyung itu? Pemuda di depannya itu jelas bukan Kris. Tak pernah ia bayangkan akan melihat Kris sehancur ini. Begitu rapuh. Begitu hancur. Jelas, sosok ini bukan Kris, bukan pemimpin yang ia kenal. Sosok pemuda di hadapannya itu—bagaimana ia harus menjelaskannya? Ia begitu menyedihkan dan merana. Begitu hebatkah perasaan bernama cinta sehingga bisa membuat orang semenderita ini?

Master dari Chiyu jelas sedih melihat kondisi Chanyeol. Bagaimana tidak sedih? Chanyeol sudah ia anggap sebagai dongsaengnya. Tapi, Lay berusaha mengendalikan emosi berlebihnya. Sedih dan menangis itu hal wajar. Marah pun ia rasakan. Ketakutan kehilangan Chanyeol juga membebani pikirannya. Tapi—tapi tidak sampai sejauh ini. Tak sampai seperti Kris. Mengapa? Mengapa Kris bisa sampai semerana itu?

Segera, Lay berjongkok. Ia mencoba menghentikan aksi menyiksa diri Kris. Tangan pemimpinnya itu tampak memerah, bahkan darah mulai mengalir. Lay tak bisa membiarkan ini lagi.

Kris sendiri berusaha melawan. Terus saja pukulan ia layangkan. Namun, Lay semakin keras menghentikan aksinya. Sang Penyembuh langsung memeluk pengendali naga erat. Awalnya, Kris meronta—berusaha melepaskan diri sambil terus berteriak.

Lay tak menyerah. Semakin erat ia memeluk sang pemimpin. Dan, usahanya tak sia-sia. Kris menyerah. Ia menangis sesenggukan dalam dekapan Lay.

“A-ku— Aku takut, Lay. Aku tak mau kehilangan dia. Aku tak bisa hidup tanpanya.” Kris terus menangis. Suara itu bergetar, penuh rasa takut dan kesedihan mendalam.

“Semua akan baik-baik saja, Hyung. Semua akan baik-baik saja. Chanyeol pasti bangun. Percayalah.” Lay mengusap punggung lebar Kris sembari menyalurkan energi positifnya.

“Kau tak mengerti, Lay! Aku bermimpi dia pergi! Benar-benar pergi! Menghilang tanpa jejak! Bagaimana mungkin aku bisa percaya semua akan baik-baik saja?” Kris mulai merasakan energi positif memenuhi, tapi dominasi ketakutan dan kesedihan masih belum bisa hilang.

Lay menarik tubuhnya dari Kris—melepaskan pelukan eratnya. Tangan berwarna pucat itu menggenggam erat tangan pengendali naga dan kembali menyalurkan energi positif tanpa berbicara apa pun. Tatapan lekat ia layangkan pada Kris yang terlihat menyedihkan.

Hyung, dengarkan aku! Aku tahu kau sedih dan takut. Tapi, kau tak boleh kehilangan harapan dan rasa percayamu. Harapan dan rasa percaya adalah hal yang tersisa saat ini. Hanya hal itu saja yang bisa membantu kita. Bagaimana mungkin Chanyeol bisa kembali, kalau kau saja tidak percaya padanya? Bagaimana Chanyeol bisa memercayai orang yang akan menuntunnya kembali, jika orang itu saja tidak percaya dia bisa melakukannya?” Entah bagaimana, Lay bisa bersikap dan berbicara sedewasa itu. Lay sendiri terkejut dengan apa yang keluar dari mulutnya.

Kris terdiam. Perkataan Lay begitu menohok. Ia mencoba mencerna kata-kata dewasa Lay. Energi positif pun semakin memenuhi—membuat Kris semakin tenang, menekan semua perasaan negatif yang ia rasakan. Perlahan, ia mulai kembali mengambil alih emosi dan pikirannya.

“Saat ini, hanya kita, terutama kau, yang bisa diandalkan untuk membawa Chanyeol kembali, Hyung. Jadi, tetaplah memegang teguh harapan dan rasa percaya pada keajaiban. Chanyeol akan bangun dan berkumpul dengan kita segera. Kita harus percaya itu. Kau harus percaya pada dirimu, Hyung. Percayalah juga pada Chanyeol. Dia tak akan semudah itu menyerah.”

Kris mengangguk lemah. Air matanya sudah tak mengalir. Diseka sisa cairan asin itu dari pipinya dengan kasar. Seulas senyum tipis ia lemparkan pada master Chiyu. “Lagi-lagi, kudapati salah satu yang terpilih begitu dewasa. Jauh lebih dewasa dibanding diriku, terutama saat aku tak bisa diandalkan. Lay, terima kasih. Ya, kurasa kau benar. Aku tak akan bisa membawa Chanyeol kembali jika aku saja ragu untuk bisa melakukannya. Ah, bukan aku, kita semua akan membawa Chanyeol kembali.”

Kris sudah kembali tenang. Lay merasa sangat senang. Kepalanya terangguk pelan dan senyuman manis menghiasi bibir—memperlihatkan lesung pipit di pipinya. Dengan segera, ia membantu Kris berdiri. Keduanya menatap sosok yang masih terbaring di balik sulur.

“Kau harus kembali, Park Dobi. Kembalilah! Kembali kepada kami! Kami akan menunggumu. Dan, begitu kau bangun, kita punya banyak pekerjaan. Kita bawa kembali semua pengendali dan mengakhiri perang tanpa akhir ini. Dengan begitu, kita bisa hidup damai. Jadi, cepatlah bangun! Semakin cepat kau bangun, semakin cepat ini selesai,” kata Kris penuh harap. Lay mengangguk—menyetujui ucapan Kris.

Mendadak, mata Lay terpaku pada satu titik. Dipicingkan mata—berusaha keras ia fokus pada titik itu. Bahkan, Lay terlihat mendekati sulur, tempat titik tadi berada—supaya semakin jelas memastikan apa yang dilihatnya sebenarnya. Begitu mengamatinya cukup lama, senyum Lay merekah. Ia menatap Kris lekat.

Hyung! Kris Hyung! Lihat ini! Sulurnya mulai bertunas. Sangat kecil—tapi, ini jelas tunas sulur. Aku bisa memastikan ini tak ada sebelumnya!” Lay berteriak penuh kegembiraan. Tangannya menunjuk ke titik yang menarik perhatiannya tadi.

Mendengar hal itu, Kris hanya bisa membelalakkan mata. Ia berjalan mendekati Lay dan ikut memusatkan mata pada titik yang ditunjukkan Lay. Ya, memang benar. Sebuah tunas kecil muncul dari sulur yang melekat pada tangan kiri Chanyeol. Kris tak bisa menyembunyikan betapa bahagianya dirinya. Senyuman tersungging lebar—Kris belum pernah tersenyum seperti itu, setidaknya di depan Lay atau pengendali lain.

“Kau berhasil, Chanyeol! Ayo, berjuanglah! Segera kembali kepada kami! Kami menunggumu!” seru Kris penuh rasa bahagia tak terhingga. Air mata kembali mengalir tanpa ia sadari. Kali ini, buka tangisan kesedihan, namun tangis penuh kegembiraan dan keharuan. Terima kasih sudah berusaha kembali, Chanyeol!

.


.

Dugaan Kyungsoo tepat. Para pengendali memang kedatangan tamu. Lebih dari seratus pasukan kegelapan menyambangi. Barisan terbentuk memanjang di belakang sesosok yang sangat mengerikan—sang pemimpin. Mereka semua bersiaga—siap menyerang, hanya tinggal menunggu perintah.

Para pasukan kegelapan dipimpin salah seorang panglima tertinggi musuh. Tubuh makhluk itu tinggi besar dengan gada di tangan kanannya. Bekas luka memanjang dari bawah mata kanan sampai pipi kiri terlihat menghiasi wajah seramnya. Sangat mengerikan. Apalagi wajah itu bukan wajah manusia. Ah, bagaimana menggambarkannya. Berwajah setengah manusia yang begitu pucat—namun, jika dilihat ia memiliki wajah seperti buaya. Tidak jelas bentuk apa sebenarnya muka sang panglima. Tubuhnya putih pucat, dengan beberapa bagian sedikit kehitaman dan berbau busuk. Ia bak zombie berwajah mengerikan. Terlalu mengerikan—dan menjijikkan.

Kedatangan tamu tak diundang itu tak terlalu mengejutkan. Para pengendali sudah bersiap menyambut mereka. Kyungsoo memilih duduk di bahu Gaia sembari memutar-mutar earth hammernya. Manta melayang dengan sang master yang berdiri tenang di atasnya. Mata Suho terpejam sementara water trident dipegangnya erat-erat.

Pengendali telekinesis memasang kuda-kuda di atas punggung Kokoro. Rantai psyche kusarigama ia putar-putar terus. Mata Luhan memancarkan ambisi besar untuk mengalahkan musuh yang telah membuat takdir para pengendali begitu berat seperti sekarang. Chen sendiri memasang seringai di atas Sango. Pengendali petir sudah tak sabar untuk melampiaskan emosi. Dipegangnya erat-erat lightning katana berwarna hitam mengkilat dengan ukiran kalajengking di pegangan dan sisi pedang itu. Sementara, pengendali angin-yang masih tak sadar-sengaja dibaringkan di bawah sebuah pohon, supaya aman dari pertarungan sengit yang akan terjadi.

“Sepertinya, rusa kecil kita sedikit bingung sekarang. Kau terlalu bingung untuk bisa membedakan di mana seharusnya kau berada, Rusa Kecil?” Suara panglima itu begitu menyeramkan. Begitu serak dan berat. Kekehan mengikuti membuat taring besarnya terlihat. Pandangan sang Panglima begitu kosong dan gelap. Benar-benar sosok yang jahat.

“Tutup mulutmu itu, Troy! Kau menjijikkan! Dan, dengar, aku berada di tempat yang benar! Aku memang seharusnya di sini!” seru Luhan penuh rasa jijik.

Eoh? Kau yakin? Seingatku, bukankah kau sudah mengkhianati dan menyakiti mereka? Kau bahkan ikut membunuh pengendali api, Rusa Kecil. Dan, kalian! Apa kalian percaya begitu saja dengan rusa kecil ini? Dia sedang membohongi kalian. Harusnya kalian tak percaya padanya!” Troy kembali tertawa. Kali ini begitu menggelegar—membuat telinga makhluk yang mendengarnya sakit. Ah, adu domba—panglima musuh berusaha memecah belah para pengendali lagi.

Luhan menggeram. Troy sengaja mengadu domba mereka. Pengendali telekinesis mengalihkan pandangan ke arah pengendali lain. Mereka hanya bergeming mendengar perkataan Troy. Tak terpengaruh. Luhan menghela napas lega. Ya, mereka memercayai dirinya. Ya, ia berharap begitu.

“Persetan dengan omong kosongmu, makhluk jelek! Saatnya kau merasakan apa yang dirasakan Chanyeol! SANGO!” teriak Chen sambil melompat turun dari sang hewan panggilannya. Pengendali petir langsung menyerang Troy penuh amarah. Sango tampak memisahkan diri dari sang master dan mulai menyerang pasukan kegelapan yang juga mulai bergerak.

Mendapati aksi Chen yang tak menunggu perintah, Suho membuka mata dan mendecih. “Aish, mengapa bocah itu selalu bertindak seenaknya sendiri? Aku belum memberi perintah apa pun! Ah, sial! Kalian! Lakukan apa yang kalian mau! Dan, ingat! Jangan mati! MANTA!” seru Suho memberikan perintah pada Kyungsoo dan Luhan.

Suho segera bergerak untuk membantu Chen melawan Troy. Pengendali petir pasti akan sedikit kewalahan melawan panglima bertubuh besar itu. Manta pun juga memisahkan diri dari Suho dan menyerang pasukan kegelapan dengan semburan air.

.

.

Masih berdiri di atas Kokoro, Luhan langsung memerintahkan hewan panggilannya untuk berlari ke arah segerombolan musuh. Diputarnya kusarigama dan dilemparkan pada para pasukan kegelapan. Sabit di ujung rantai miliknya berhasil melukai beberapa makhluk dan membuat mereka tumbang. Luhan beberapa kali melakukan hal yang sama. Dan, kini, beberapa lawan sudah terbujur kaku karena terkena sabit tajam nan mematikannya.

Master dari Kokoro menarik sabitnya dan memegang benda berlumur darah itu dengan tangan kanan. Sementara, tangan kiri Luhan sibuk memutarkan bandul besi di ujung rantai satunya. Dilemparkannya bandul itu ke arah salah satu pasukan berbadan raksasa. Makhluk itu memegang golok besar—nyaris sebesar tubuh Luhan. Rantai berbandul besi berhasil membelit golok musuh—membuat si empunya senjata tak bisa menggerakkannya. Luhan menarik rantainya kuat-kuat. Ia berusaha menahan pergerakan senjata musuh—setidaknya, lawan tak akan bisa menebaskan golok besar itu. Pengendali telekinesis pun segera berlari mendekati musuh.

Satu tangan menahan rantai, tangan Luhan yang satu memegang erat senjata sabitnya. Pemuda berwajah manis itu segera menebaskannya ke tubuh lawan. Namun, tangan bebas musuh berusaha menangkis serangan Luhan. Tangan itu kini malah bergerak untuk memukul Luhan. Dengan cepat, pengendali telekinesis menghindar dan melompat kembali ke atas punggung Kororo.

Luhan masih berusaha keras menahan gerakan musuh yang terus memberontak. Tak bisa menahan lebih lama, pengendali telekinesis pun memutuskan untuk menggunakan kekuatan. Ia memejamkan mata dan merapal sebuah mantra. Kokoro mengikuti gerakan sang master. Rusa itu memejamkan mata. Gerakan sama itu seolah menandakan keduanya siap melancarkan serangan kombinasi.

Secara bersamaan, mata Luhan dan Kororo terbuka lebar. Mendadak saja, senjata milik musuh yang telah dikalahkan Luhan—yang berserakan di sekitar—tampak melayang-layang. Berbagai tombak, pedang, pisau, anak panah dan senjata sejenis melayang dan mengarah pada sosok musuh yang dilawan Luhan—bersiap menyerang dan menusuknya.

Luhan menunjukkan seringai. Musuh begitu terkejut dengan berbagai benda tajam yang diarahkan padanya. Tanpa sempat meloloskan diri, senjata-senjata tadi satu per satu menembus tubuh dan membunuhnya. Tubuh besar musuh tumbang.

Pengendali telekinesis menarik kembali bandul kusarigama yang tadi sempat membelit golok besar milik lawan. Ia kini bergerak menyerang pasukan kegelapan yang lain.

.

.

Dengan earth hammer, Kyungsoo menghajar lawan. Dipukulkan senjata berupa palu dengan keras ke permukaan tanah—membuatnya retak dan terbelah. Beberapa musuh terperosok dan jatuh ke dalam lubang. Pengendali tanah pun segera menutup retakan dengan cepat—memerangkap dan menghancurkan lawan dalam tanah.

Kini, Kyungsoo dan Gaia beradu punggung. Sekitar sepuluh makhluk berpakaian gelap dengan tudung senada mengelilingi mereka. Senjata dan sihir siap dilayangkan ke pengendali tanah dan hewan panggilannya. Kyungsoo tetap bergeming. Ia menutup mata perlahan—mencoba berkonsentrasi. Sebuah mantra terapal sempurna. Tangannya bergerak cepat membentuk sebuah simbol.

Tanah di bawah musuh mendadak bergetar. Gundukan kecil terbentuk perlahan menyelubungi kaki lawan—secara tak langsung mengunci pergerakan sehingga tak satu pun yang bisa bergerak. Terlambat menyadari yang terjadi, pasukan kegelapan mulai panik. Mereka berusaha keras melepaskan diri dari tanah yang memaku.

Nihil. Usaha mereka sia-sia. Kesal tak berhasil melepaskan diri, musuh berusaha menyerang Kyungsoo dengan sihir. Tongkat sudah diarahkan ke Kyungsoo. Namun, belum sempat merapal mantra, kumpulan bebatuan terbang dan mengikat tangan mereka jadi satu. Musuh benar-benar tak berdaya. Mereka sama sekali tak bisa melawan.

Sebuah kekehan lolos dari mulut Kyungsoo melihat para musuh terperangkap. Ia memanggil nama sang hewan panggilan yang sedari tadi memunggunginya.

“Gaia— Sekarang, giliranmu bermain!”

Mendengar perintah itu, beruang bertubuh besar langsung mengeluarkan cakar. Dengan cepat, dihancurkannya tubuh lawan yang tak bisa berkutik—bahkan hanya sekadar membela diri. Suara teriakan memekik terdengar memenuhi area itu. Teriakan kesakitan sebelum ajal menjemput mereka dengan sangat mengerikan.

.

.

Chen dan Suho kewalahan melawan sang panglima. Dengan tubuh besar dan gada raksasa di tangan, Troy tak terkalahkan. Gadanya itu sangat mengerikan. Begitu ditebaskan dan mengenai sasaran, musuh pasti akan mati dengan mengenaskan. Pasti akan hancur. Aura kegelapan pun memancar kuat. Pengendali petir dan air beberapa kali sempat terhempas karena serangan gada yang tak langsung. Itu pun sudah mengakibatkan luka parah di tubuh mereka. Sungguh, Troy susah dilawan. Mendekati panglima adalah hal yang nyaris mustahil, apalagi melukai sosok raksasa itu.

Memang, semenjak tadi, dua pengendali ini masih berjuang keras melawan Troy. Senjata Chen dan Suho adalah tipe senjata jarak dekat. Jika tak berada di dekat Troy, mereka berdua jelas tak bisa bertarung maksimal. Alih-alih bisa menyerang, kedua pemuda ini sedari tadi sibuk menghindari serangan membabibuta dari sang panglima.

Sebuah rencana pun terbentuk secara cepat. Mereka harus bekerjasama dengan mengkombinasikan kekuatan. Suho bergeming. Mata tertutup—mencoba berkonsentrasi penuh. Trident tergenggam erat di tangan kanan sementara mulutnya merapal mantra.

Air berkumpul dan membentuk sebuah kubah yang menyelubungi tubuh Troy. Namun, hanya dengan sekali tebasan gada, kumpulan air terpecah—membasahi tubuh Troy dan area di sekitarnya. Ah, kubah air itu sama sekali tak ada pengaruh untuk sang panglima. Melukainya pun tidak. Sia-sia saja.

“Lemah sekali! Kalian pikir aku akan terluka karena cipratan air seperti itu?” Troy tertawa bengis—meremehkan lawan.

Suho tak terlihat kecewa karena serangannya gagal. “Benarkah? Apa kau yakin tak akan terluka karena air milikku?” Pengendali air membuka mata. Sebuah seringai terbentuk.

Mendapat tanggapan tak seperti harapan, Troy hanya mengerutkan kening. Jangan-jangan, pengendali yang satu akan menyerangnya mendadak. Matanya mengedar. Ya, pengendali petir itu tak tampak di mana pun.

“Mungkin air tak akan melukaimu, makhluk jelek! Tapi, bagaimana jika air bercampur petir menyerangmu? Rasakan ini! Hyaaaaa!”

Chen mendadak muncul jauh di belakang Troy. Ditancapkan katana yang sudah ia aliri kekuatannya ke tanah yang basah. Dengan cepat, Chen menariknya dan menebaskan senjatanya membelah udara ke arah musuh. Aliran petir mengalir cepat melewati permukaan tanah basah bersamaan dengan serangan udara langsung mengenai tubuh Troy—membuatnya lumpuh seketika. Sang panglima berusaha menggerakkan tubuh, namun tak bisa. Tubuhnya terasa kaku, bahkan mati rasa.

Manta dan Sango dipanggil. Bersama-sama, Suho dan hewan panggilannya menyemburkan air ke tubuh tak berdaya Troy, sementara, Chen dengan Sango mengalirkan listrik bertegangan tinggi. Troy semakin tak berkutik. Belum bisa mengambil kendali akan tubuh mati rasanya, Sango menusukkan ekor beracunnya ke punggung lawan. Sang panglima hanya berteriak kala tubuhnya mendadak terasa panas terbakar. Rasa sakit yang belum pernah ia rasakan mendera dan menyiksa. Kulitnya kini menghitam. Darah hitam keluar dari mulutnya. Ia pun langsung tumbang. Mati.

Chen dan Suho saling melempar senyum. Mereka sekarang kembali bergerak mengalahkan para pasukan kegelapan. Sang pemimpin sudah diatasi. Ini akan jauh lebih mudah.

.


.

“Kau sudah mengumpulkan mereka?” tanya Erebos –masih dalam tubuh Baekhyun- pada Seishin yang berjalan di sampingnya. Mereka menyusuri selasar kastil sepi dan suram itu.

Seishin mengangguk. “Aku sudah mengumpulkan mereka semua. Sekarang, mereka ada di ruang perkumpulan—seperti yang kauminta. Nyaris semua. Kau jelas tahu beberapa dari mereka sudah mati.” Jawaban pemuda bertudung abu-abu begitu datar. Begitu pun raut mukanya. Tak berubah.

“Itu tak masalah. Kristalku akan kembali padaku sekalipun wadah yang kugunakan telah mati—kecuali, jika hancur seperti yang dialami pengendali telekinesis. Ah, tidak masalah jika mereka tak berkumpul semua. Kurasa aku akan membiarkan beberapa kristal tetap berada di tubuh beberapa makhluk—untuk berjaga-jaga. Terutama, mereka yang berada di luar jangkauanku. Yang penting sebagian sudah terkumpul, kan? Itu lebih dari cukup. Tubuhku akan terbentuk sempurna meskipun tak semua kristal kembali.” Erebos menatap ke depan dengan bola mata putihnya—tak memandang lawan bicaranya sama sekali.

Seishin kembali mengangguk. Ia tak mengatakan apa pun.

“Ah, panggil pengendali waktu. Aku berubah pikiran tentangnya. Aku akan mengambil kristal dalam tubuhnya, namun, aku akan menahan dia. Sementara ini, aku tak membutuhkannya. Mungkin, jika aku berubah pikiran, aku bisa mengendalikannya lagi.” Erebos memejamkan mata.

Alis Seishin menaut sempurna mendengar perkataan penguasa kegelapan. “Mengapa?”

Erebos menyeringai. Mata kosongnya terbuka. “Dibanding yang lain, dia memiliki sebagian besar kristalku. Kau jelas tahu dia tubuh pertama yang kugunakan setelah keluar dari segel. Dengan kristal dalam tubuhnya, wujudku akan nyaris sempurna. Memang tinggal di dalam pengendali waktu sangat nyaman,  tapi, tidak senyaman tubuhku sendiri. Untuk saat ini, dia tak berguna untukku.”

“Kau yakin akan mengambilnya? Kurasa itu terlalu berisiko. Lagipula, kau tak akan bisa mendapatkan kekuatanmu kembali seutuhnya sebelum bulan merah. Bukankah penyatuan tubuh dan jiwamu harus dilakukan saat itu?” tanya Seishin lagi.

“Aku tak bisa menunggu lebih lama. Zoe telah kembali. Aku bisa merasakannya, meskipun aku tak tahu keberadaannya sekarang. Aku harus segera bertindak sebelum semua kacau. Lagipula, tak masalah jika upacara ini kulakukan lebih awal. Tak akan ada kegagalan kali ini. Semua akan berjalan sesuai rencana. Tak masalah jika kekuatanku belum kembali seutuhnya. Kekuatanku sudah cukup besar sekarang, apalagi dengan kondisi lawan yang tak ada apa-apanya. Kita masih di atas angin.” Erebos membolak-balik punggung dan telapak tangan Baekhyun berulangkali.

Kening Seishin berkerut. “Begitukah? Kalau begitu, aku akan memanggil pengendali waktu.” Seishin memutar badan. Ia berniat kembali untuk memanggil Tao—meninggalkan Erebos yang mendadak menghentikan langkahnya di depan pintu ruang perkumpulan.

“Grey!” panggil Erebos tanpa berbalik.

Seishin berhenti dan menoleh. “Mm—”

“Dua peliharaanku—Kau tahu? Aku tak merasakan keberadaan mereka sekarang. Maksudku, pengendali es dan teleportasi—aku kehilangan jangkauanku atas kristal di tubuh mereka. Apa kau tahu sesuatu? Atau jangan-jangan kau tahu apa yang terjadi sebenarnya?” tanya Erebos menyelidik. Nada suaranya begitu dingin—mengintimidasi.

Seishin tak mengubah raut mukanya. Ia hanya menggeleng. “Aku bukan pengasuh mereka. Mengapa kautanyakan ini padaku? Bagaimana mungkin aku tahu keberadaan mereka? Kau lucu sekali,” tanggapnya datar.

Tanggapan datar Seishin rupanya dianggap Erebos cukup memuaskan. Ia tak tampak curiga pada salah satu panglima terkuatnya itu. “Oh—Baiklah kalau begitu. Mm—Lagipula tak masalah bagiku kehilangan mereka. Tapi—kau tentu tahu akibatnya kalau kau ada hubungannya dengan ini, kan? Aku tak suka ada yang bermain-main dan mengacaukan rencanaku, Grey.” Erebos memegang gagang pintu besar penghubung selasar dan ruang perkumpulan.

“Kau bercanda? Untuk apa aku mengacaukan rencanamu? Kau pikir aku punya waktu untuk bermain-main? Aku tak pernah suka bermain-main. Aku selalu serius. Kau ini lucu sekali.”

Erebos tersenyum kecil. “Baiklah, baiklah. Aku percaya padamu, Grey. Cepat, kau panggil pengendali waktu ke sini. Ah, ini akan jadi pertunjukan yang menarik. Aku ingin tahu reaksinya saat dia sadar apa yang terjadi selama ini.” Erebos membuka pintu besar itu dan memasuki ruangan. Pintu segera tertutup.

Seishin kembali berbalik. Ditutup matanya sejenak sebelum dibukanya lagi. Tangannya disatukan—bertepuk tangan pelan tanpa suara. Seringai mengerikan mendadak menghiasi wajah pucatnya. “Benar sekali, Erebos. Aku memang tak suka bermain-main. Aku serius. Ini pasti menarik. Pasti.”

Pemuda bertudung abu-abu itu terkekeh pelan sebelum melangkahkan kaki untuk memanggil pengendali waktu di kamarnya.

.


.

Tao melangkahkan kaki ke ruang perkumpulan dengan Seishin. Ia tak tahu apa sebabnya pemuda tanpa ekspresi itu tiba-tiba mengatakan kalau Baekhyun membutuhkannya. Ya, karena Baekhyun yang memanggil, terang saja Tao segera mengikuti Seishin tanpa curiga.

Saat memasuki ruang perkumpulan, mata merah Tao yang sedikit redup membelalak kaget. Puluhan ah tidak, ratusan orang terkapar di lantai. Mereka terlihat tak berdaya. Tao tahu persis mereka masih hidup. Namun, sebagian besar dari mereka tak sadarkan diri dan terlihat begitu lemah.

Kristal hitam beraura gelap tampak melayang di atas setiap tubuh yang terkapar di ruangan itu. Tao merasa familiar dengan kristal-kristal hitam itu, namun ia tak tahu mengapa. Ah, ada suatu ingatan samar tentang itu—sangat samar. Entahlah, Tao tak mengerti apa yang terjadi. Belakangan, kepalanya sering terasa sakit dengan dada sesak. Ada suatu pertentangan kuat dalam dirinya. Tapi, ia benar-benar tak tahu apa yang terjadi. Sungguh.

Sosok yang mencarinya tampak berdiri di tengah ruangan. Bola mata Baekhyun terlihat putih dan kosong. Tangan pengendali cahaya sibuk bergerak membentuk sebuah simbol. Melihat kejanggalan pada Baekhyun, pengendali waktu pun berniat mendekati hyungnya itu. Namun, ia terhenti. Seishin menahan tangannya. Tao menatap si pemuda bertudung abu-abu tajam karena berani mengusik langkahnya.

Baekhyun mengarahkan simbol yang terbentuk ke arah semua tubuh tak berdaya. Seketika itu, simbol aneh tadi menarik kristal-kristal gelap yang melayang menjadi satu. Semua kristal saling menempel dan membentuk kristal yang lebih besar. Dalam waktu sekejap, kristal gelap setinggi orang dewasa tercipta. Beberapa kristal tampak terbang melayang dari luar ruangan dan bergabung dengan kristal besar.

Tao mengernyitkan kening. Ia tak mengerti apa yang dilakukan Baekhyun sebenarnya. Dan kristal gelap itu—benda apa sebenarnya? Takut terjadi sesuatu yang buruk dengan pengendali cahaya, Tao segera melepaskan genggaman tangan Seishin dan berlari ke arah Baekhyun. Dipegangnya erat-erat pergelangan hyung yang dicintainya itu. Sungguh, ia hanya ingin memastikan Baekhyun baik-baik saja.

Alih-alih menanggapi dirinya, Baekhyun malah menatap Tao dan memberikan senyuman aneh. Tao hanya menautkan alis. Sebenarnya, apa yang terjadi? Sebelum ia mendapatkan jawaban, tubuh Tao terlempar ke arah kristal besar. Tubuh tinggi pengendali waktu terhantam keras. Ia jatuh tersungkur.

Tao merasakan tubuhnya terasa berat dan sakit kala bersentuhan kasar dengan kristal gelap. Pengendali waktu baru saja akan bangkit saat Baekhyun sudah menyambar leher dan mencekiknya. Sosok yang lebih kecil dari Tao itu memaksanya berdiri. Ia terus mendorong tubuh pengendali waktu sehingga punggungnya menyentuh benda beraura kelam itu. Baekhyun masih mencengkeram leher jenjang Tao. Semakin lama, semakin kencang.

Mendapat perlakuan itu, Tao pun meronta—berusaha melepaskan diri dari Baekhyun. Sia-sia. Tak bisa ia melawan kekuatan besar yang mencekiknya. Pengendali waktu mulai kehabisan napas. Ia berusaha menarik napas tapi tak berhasil.

Dengan tangan kiri mencengkeram leher, tangan kanan Baekhyun bergerak memegang dada Tao. Pengendali waktu semakin bingung. Mengapa Baekhyun melakukan ini padanya? Dan, apa yang akan dilakukannya sekarang?

HyungHyung—sakit—” erang Tao dengan susah payah.

Baekhyun bergeming—mengabaikan diri Tao. Malah, sekarang ia tampak memejamkan mata dan berkomat-kamit. Kini, matanya terbuka lebar dan muncullah seringai mengerikan menghiasi wajah Baekhyun yang biasanya manis.

Tao masih tak mengerti dengan perubahan diri Baekhyun. Ia masih bergelut dengan berbagai pertanyaan kala energi kuat terasa memasuki tubuhnya. Sebuah dorongan dari dalam tubuh mendadak terjadi. Tao merasakan sakit yang luar biasa. Darah tersembur dari mulut pengendali waktu. Begitu kuatnya energi yang masuk dan mendorong sesuatu dari dalam secara paksa sehingga membuat kondisi Tao semakin mengenaskan. Sesuatu yang besar dan kuat telah keluar dari tubuh Tao. Ya, ia menyadari itu. Apalagi, tubuhnya melemah seketika saat benda itu keluar.

Baekhyun melepaskan cekikannya. Ditinggalkannya pengendali waktu terkapar di bawah kristal besar. “Dasar pengendali waktu yang malang. Kasihan sekali nasibmu. Tsk tsk, kau benar-benar telah banyak membantuku. Sayang, aku tak membutuhkanmu lagi. Ya, setidaknya saat ini, kau tak ada gunanya untukku.” Erebos terkekeh menggunakan tubuh Baekhyun.

Tao masih belum bisa mencerna apa yang terjadi. Mengapa Baekhyun mendadak berubah jahat? Dan, apa maksud perkataan itu? Aish, mengapa kepala dan seluruh tubuhnya terasa sangat sakit? Apa pula ingatan aneh yang berputar-putar ini? Mengapa? Mengapa? Apa yang terjadi? Semua pertanyaan itu tak bisa dijawabnya.

Erebos berjongkok di depan tubuh tak berdaya Tao. Ditariknya kasar rambut pengendali waktu. Tao meringis menahan sakit mendapat perlakuan seperti itu. Tangannya bergerak untuk menahan tangan mungil itu dari usaha membuat kepalanya semakin sakit.

“Kau ini benar-benar menyedihkan! Bodoh sekali! Apa kau masih belum sadar kalau kau sudah masuk perangkapku? Oh, pionku yang sangat berharga—kau tolol!” Semakin kuat, Erebos menarik rambut Tao. Teriakan keluar dari mulut pemuda tinggi itu.

“Tao—Tao yang malang. Apa kau masih ingat mimpi yang menghantuimu beberapa bulan lalu? Mimpi tentang seluruh pengendali yang terpecah? Mimpi tentang kekalahan melawan penguasa kegelapan? Mimpi tentang kematianku? Ah, salah. Mimpi tentang pemuda yang kupakai tubuhnya ini?!” Erebos mendelikkan mata. Kembali, ia menjambak surai pemuda bermata panda itu. Kakinya pun bergerak menginjak tangan Tao keras-keras.

Tao memejamkan mata. Mulutnya mengatup rapat-rapat—usaha untuk menahan rasa sakit yang menjadi-jadi. “Si—siapa—siapa kau sebenarnya? Dan, bagaimana kau tahu tentang mimpiku?”

Erebos bersiul pelan lalu menekan Tao ke lantai. “Hei, apa kau begitu bodoh? Tak bisakah kau mencerna semua perkataanku? Apa kau sungguh tak mengenaliku? Selama ini, aku tinggal dalam tubuhmu!”

Mata Tao terbelalak sempurna. “Apa? Apa yang kaukatakan?” tanyanya terkejut.

Aish. Aku tinggal dalam tubuhmu, Tao ya. Ya! Bukankah kau sendiri yang membiarkan aku tinggal di sana—menguasai tubuhmu? Kau yang membuka pintu lebar-lebar sehingga aku bisa menggunakan tubuhmu dengan leluasa—sama seperti aku menggunakan tubuh ini! Kutanya sekali lagi! Apa kau tak mengingat siapa aku? Baiklah, akan kuberi tahu. Aku kristal hitam yang kaulihat beberapa bulan lalu, Tao ya. Kristal hitam yang kaubebaskan! Namaku Erebos. Aku sang Penguasa Kegelapan—musuh yang seharusnya kauhancurkan bersama pengendali yang terpilih! Apa kau masih tak mengerti? Aish, kau ini benar-benar bodoh!”

Erebos menarik lagi rambut Tao. Kali ini, ia memaksanya kembali berdiri. Ia melemparkan tubuh pengendali waktu sehingga menabrak salah satu tiang besar penyangga ruangan. Tao hanya bisa meringkuk lemah sembari menahan rasa sakit. Punggungnya terasa sangat remuk.

“Tao ya, kau belum pernah melihat sosok penguasa kegelapan sebenarnya, kan? Kalian hanya melawan cecunguk-cecungukku selama ini! Ya, aku tersegel sebelumnya. Karena itulah, aku tak bisa melawan kalian secara langsung! Aku bahkan tak bisa menggunakan tubuhku sendiri! Kau tahu? Itu karena aku terlalu lemah! Aku masih terlalu terikat dengan perasaan yang dinamakan cinta! Namun, akhirnya aku tahu kesalahanku! Aku membunuh perasaanku dan mengubahnya menjadi sesuatu yang baru. Obsesi dan kebencian. Ya, cinta yang dulu kupercaya begitu indah ternyata bisa menghancurkan. Dan, itu menarik sekali dan aku pun akhirnya memanfaatkan apa yang dinamakan cinta dengan cara yang berbeda!”

Tao tak bisa mengerti apa yang dikatakan sosok jahat yang mendiami tubuh Baekhyun. Pemuda itu berusaha bangkit berdiri, namun, secara mendadak, Erebos kembali muncul dan menendangnya kuat-kuat. Tao meringis.

“Kau tahu apa yang lebih menarik? Rencanaku kali ini berbeda, Tao ya. Rencanaku sangat luar biasa. Itu semua karena kau, Tao ya. Kegelapan dalam dirimu—aku bisa melihatnya dengan jelas. Kau kunci segalanya! Kau adalah jalan keluar dari segelku! Ah, memang menyedihkan sekali, kan, mencintai secara sepihak? Bertepuk sebelah tangan? Orang yang kaucintai malah mencintai orang lain. Dan, sosok pengendali api pun punya perasaan yang sama pada pengendali cahaya. Malang sekali nasibmu, Pengendali Waktu! Bahkan, kau tak bisa menghabiskan waktu dengan pemilik tubuh ini, sekalipun kau menginginkannya! Kau makhluk yang sangat menyedihkan! Menyedihkan!”

Tao mengepalkan tangan kuat-kuat—menahan gejolak amarah yang memenuhi diri. Ia mulai bisa mengingat apa yang sebenarnya telah terjadi.

“Ah—Kau marah? Lucu sekali kau baru marah sekarang. Terlambat! Semua sudah sangat terlambat! Dan, kaulah yang memulai semua, Tao ya! Semua kehancuran yang dialami teman-temanmu, kaulah penyebabnya!” Erebos kembali menendang Tao—kali ini pada perut. Pengendali waktu mengeluarkan darah segar dari mulutnya.

Erebos kembali berbicara. “Jadi, begitulah. Tujuanku adalah memanfaatkanmu! Untuk mendapatkanmu, aku sengaja mengirimkan mimpi buruk itu. Kumanipulasi pikiranmu tentang bayangan yang sebenarnya tak nyata itu. Gambaran itu jelas membayangimu, kan? Sebagai pengendali waktu, aku yakin kau pasti menganggapnya sebagai gambaran masa depan. Benar, kan? Lagipula, selama ini, kau sering mengalaminya. Aku terus mengulanginya, sehingga kau memercayai gambaran itu akan jadi kenyataan—bukan sekadar mimpi buruk. Dan, saat itulah, kau telah jatuh dalam perangkapku.” Erebos terkekeh.

“Sialan! Sialan kau!” teriak Tao marah. Berusaha ia memberontak saat Erebos kembali menarik rambutnya. Tapi lagi-lagi, sia-sia.

Erebos hanya tertawa mendapati usaha perlawanan yang tak berarti itu. “Semua terlihat begitu nyata, kan? Melihatmu jatuh dalam perangkap, aku segera mengirimkan petunjuk untuk menghalangi mimpi itu supaya tak terjadi. Petunjuk untuk mengubah masa depan. Kau jelas ingat, kristal hitam, yaitu aku. Kau harus mencari dan membebau!Kau tahu? Awalnya, aku tak yakin dengan rencana ini! Tapi, di luar dugaanku, kau melakukannya sesuai rencana! Ya, rasa cintamu terhadap pengendali cahaya begitu kuat. Kau tak bisa melihatnya mati! Karena itu, kau berniat melakukan apa pun untuk membuat mimpi itu tak terjadi, kan? Dan, begitulah, kau membebau dan aku mengambil alih tubuhmu. Kau tahu apa yang lucu? Kau berniat menghalangi mimpi burukmu terjadi, tapi justru kau malah membuatnya terjadi. Bukankah itu sangat lucu?” Erebos kembali tertawa dengan kejamnya.

Tao meronta. Amarahnya tak bisa ditahan lagi. “Kau! Jadi selama ini—Kau! Keparat! Sial!”

“Ya! Harusnya kau berterima kasih padaku! Bukankah kau akhirnya bisa menyingkirkan sainganmu? Pengendali api—bukankah kau berhasil membunuhnya? Dia sudah mati! Kau harusnya senang akhirnya bisa bersama pengendali cahaya! Kau bisa memilikinya! Itu bayaran yang pantas, kan?” kata Erebos, penuh nada remeh.

“Akan kubunuh kau, Erebos! Aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri! Ingat itu! Kau—kau membuatku menjadi seorang pengkhianat! Kau membuatku melakukan kesalahan besar yang tak termaafkan! Sialan kau! Kami pasti mengalahkanmu! Kami pasti akan memusnahkanmu! Pasti!” teriak Tao penuh ambisi di sela-sela rasa sakitnya.

Erebos mendecih. “Mengalahkanku? Kau bercanda? Mana mungkin itu terjadi? Kalian telah terpecah belah. Kaulah yang memulainya, Tao ya. Aku cuma memberikan api. Kau yang menentukan apa akan kaupadamkan, atau kaugunakan untuk membakar habis semuanya. Aku sama sekali tak bersalah. Itu semua salahmu! Pengendali api telah mati. Pengendali lain ada dalam kendali. Kau pengkhianat dan tubuh pengendali cahaya jadi milikku. Apa yang bisa kalian lakukan? Kembali bersatu? Mustahil! Ah, akan semakin mustahil karena aku akan melakukan ini!”

Erebos mendekati kristal besar di tengah ruangan. Ditatapnya Tao tajam—membelakangi kristal yang jauh lebih besar dari tubuh yang ia manfaatkan. Sebuah seringai terlempar. Tao hanya bisa terdiam—membalas tatapan Erebos tajam.

“Kau jelas tahu, aku tak akan melepaskan pengendali cahaya! Akan kukurung pemuda ini sehingga kalian semakin tak bisa bersatu! Permainan sesungguhnya baru dimulai!” Erebos membalikkan tubuh dan menyentuh kristal dengan kedua tangan Baekhyun.

Pengendali waktu terlambat menyadari aksi Erebos. Ia berusaha bangkit dan menghentikan apa pun yang akan Erebos lakukan. Tapi, seberapa keras ia mencoba, Tao tetap tak bisa menggerakkan tubuhnya.

“Jangan! JANGAN! BAEKHYUN HYUNG!” teriak pengendali waktu kencang.

Tubuh Baekhyun secara ajaib masuk dan menembus kristal hitam. Sinar gelap memancar. Semua jadi tak terlihat. Dan, setelah beberapa saat, cahaya itu memudar—menghilang. Ruangan itu kini berubah normal.

Tao berusaha keras memusatkan pandangannya yang kabur ke arah kristal. Tubuhnya terasa sangat sakit—tak bisa bertahan lebih lama. Saat, sinar gelap menghilang, sebuah sosok keluar. Siapa? Apa itu pengendali cahaya?

Sosok itu masih samar-samar. Dari postur tubuh, Tao tahu itu bukan tubuh Baekhyun. Masih belum terlihat, belum jelas. Dan, sosok itu akhirnya berjongkok di depan tubuh Tao—menyeringai. Saat semua berubah normal, Tao terbelalak mendapati sosok di depannya.

“Senang bertemu denganmu, Pengendi Waktu. Perkenalkan, aku Erebos, sang Penguasa Kegelapan.” Erebos menelengkan kepala sembari tertawa bengis.

Tao menatap Erebos dingin—penuh amarah. Namun, sadar itu bukan Baekhyun, mata pengendali waktu segera mengedar. Matanya terpaku pada benda di tengah ruangan.

Tidak. Tidak. Kristal itu! Tidak mungkin! Bagaimana mungkin tubuh Baekhyun terjebak di dalamnya? Tidak! Tidak mungkin!

Mata Tao nanar. Ia akhirnya menangis.

Semua ini salahnya. Semua seharusnya tak terjadi! Ini kesalahannya! Tidak!

Tao menyerah. Ia tenggelam dalam kegelapan—tak sadarkan diri.

.


.

Tao menyerah. Berulangkali mencoba keluar dari ruang gelap itu, ia terus saja gagal. Ia tak mampu melakukannya.

Cairan kental merah kental berbau anyir mengalir menyusuri punggung tangannya. Rasa sakit sebenarnya telah ia rasakan sejak tadi. Kepalan tangan yang ia pukulkan berkali-kali ke dinding ruang gelap dan pengap itu—ah, ia sudah tak peduli. Remuk pun ia tak akan menyesal, asal ia bisa lolos. Tapi, semua itu sia-sia!

Sungguh, pengendali waktu begitu frustasi. Kekuatannya tak bisa ia gunakan di ruangan itu. Hewan panggilan pun tak bisa dipanggil. Dan, yang jelas, ia sendirian di ruang gelap, ketakutan dan jauh dari para pengendali yang telah ia khianati.

Lelah, Tao memilih berhenti sejenak. Disandarkan punggungnya pada dinding. Lutut tertekuk dan segera dibenamkan mukanya di antaranya. Air mata mengalir menyusuri pipi tirus pengendali waktu. Semua—Ia bisa mengingat semua dengan jelas sekarang. Dan, apa yang bisa ia lakukan? Hanya menangis dan menyesali apa yang terjadi. Merutuki setiap kesalahan yang telah ia perbuat. Semua salahnya. Semua rangkaian peristiwa tragis ini—semua salahnya! Kilasan demi kilasan tindakan yang pernah dilakukan semakin jelas. Tao semakin tak bisa memaafkan dirinya sendiri.

Hyung—Hyung—Maafkan aku. Maaf. Maafkan aku, ini semua salahku. Seandainya aku tidak bodoh, aku tak akan melakukan semua itu. Seandainya aku tak dibutakan cinta, semua tak akan terjadi. Hyung, Baekkie Hyung, maaf. Maafkan aku semua. Chanyeol Hyung maaf, maafkan aku. Maafkan aku. Semua salahku. Maaf. Aku minta maaf.” Tao terus meminta maaf. Ia terus saja terisak menyesali kejadian di masa lalu.

.

.

-Flashback On-

Set

Tao terbangun tiba-tiba. Keringat membasahi sekujur tubuh. Napas memburu.

Mimpi itu—lagi-lagi mimpi yang sama. Beberapa minggu ini, Tao dihantui mimpi buruk yang sama. Bahkan, semakin hari, mimpi itu semakin jelas dan buruk saja. Apa arti mimpi ini? Apa ini suatu pertanda?

Tao menutup muka dengan kedua belah tangannya lalu mengelap keringat. Kini, tangannya beralih memijit pelipis, sembari menormalkan irama pernapasannya yang masih terengah.

“Apa ini gambaran masa depan? Atau, ini hanya mimpi buruk? Tapi, mengapa semakin lama semakin jelas? Mengapa terus berulang? Apa benar semuanya akan terjadi?” tanya pengendali waktu lirih pada dirinya sendiri.

Belakangan, mimpi buruk selalu menghantui Tao kala ia tidur. Mimpi yang sama. Para pengendali kalah dalam pertarungan. Semua terluka parah dikalahkan penguasa kegelapan. Pengendali bertarung satu sama lain. Mereka diambil alih oleh kegelapan. Semua bertambah buru, saat Baekhyun—hyung yang sangat ia cintai—mati dalam pertarungan.

Tidak—Itu tak boleh terjadi. Itu hanya mimpi.

Tapi—Tapi, mengapa semuanya tampak begitu nyata? Semakin lama, semakin buruk! Mengapa?

Tao mengembuskan napas dalam. Mimpi kali ini sedikit berbeda. Ada petunjuk dalam mimpi semalam—petunjuk yang ia ragu bisa dipercaya atau tidak. Sebuah petunjuk yang mengarahkannya untuk melakukan sesuatu. Melakukan suatu hal untuk menghentikan masa depan yang ditunjukkan dalam mimpi. Ia bisa melakukan itu untuk mengubah masa depan!

Tao tak terlalu berlebihan menanggapi mimpi semacam itu. Ia sering mendapatkan penglihatan masa depan lewat mimpi—tanpa menggunakan kekuatan. Satu anugerah di saat mimpi tentang masa depan datang sendirinya. Tugas Tao adalah menanggapinya secara bijaksana penglihatan itu. Masa depan bergantung dari keputusan yang ia ambil. Semua bisa berakhir baik atau sebaliknya. Semua keputusan ada di tangan Tao.

.

.

Tao bangkit berdiri dan keluar dari kamar. Dilangkahkan kakinya keluar rumah—berusaha mencari udara segara. Ia baru saja menghirup udara yang menenangkan perasaan, kala terdengar samar suara ceria Baekhyun. Senyum mendadak terkembang di bibir Tao. Gembira rasanya Baekhyun bisa seceria itu. Bagaimanapun, selama ini, hidup pengendali cahaya sangat berat. Karena itulah, bagaimana Tao tidak ikut bahagia mendapati Baekhyun seperti itu?

Tao memutuskan untuk menemui Baekhyun. Akhirnya, setelah berjalan beberapa saat, ia menemukan pengendali cahaya. Lima meter jarak yang memisahkan mereka. Tao memandangi Baekhyun dari jauh. Kembali senyum terbentuk. Namun, kali ini sedikit miris. Ya, ia melihat sosok yang bisa membuat Baekhyun tertawa seceria itu.

Chanyeol—Pengendali api yang tak bisa mengendali kekuatan apinya. Orang yang dicintai dan mencintai Baekhyun.

Perasaan ngilu mendadak menyergap diri Tao. Sakit rasanya melihat kedekatan dua hyungnya itu. Cemburu. Tentu saja. Itu jelas. Namun, Tao berusaha keras menahan rasa sakit hatinya. Ia tak pernah bisa membuat Baekhyun tertawa selepas itu. Tao tahu, sejak awal, ia sudah kalah. Ia tak punya kesempatan. Tak ada yang bisa ia lakukan, kan?

Tiba-tiba, ingatan akan mimpi buruk kembali memenuhi pikiran Tao. Tidak. Tao tak bisa membiarkan senyum Baekhyun menghilang. Tak akan ia biarkan Baekhyun mati. Tidak. Sekalipun, Tao tak bisa memiliki Baekhyun, setidaknya ia bisa melakukan sesuatu untuknya. Ya, hanya itu yang bisa ia lakukan. Hanya itu caranya. Cara untuk membuat Baekhyun terus hidup. Cara untuk mengubah masa depan. Ya, Tao harus mengambil keputusan.

Tao pergi ke gerbang luar desa dan memanggil hewan panggilannya. Chronos—seekor ular kobra besar dengan warna hitam kemerahan. Segera, pengendali waktu naik ke kepala Chronos dan pergi ke tempat yang diperlihatkan dalam mimpi.

Tao berniat mengubah masa depan dan menyelamatkan Baekhyun sesuai petunjuk. Itu menurutnya. Tapi, nyatanya? Justru, ia telah membuat masa depan dalam mimpinya menjadi kenyataan. Seandainya saja, ia tahu itu semua hanyalah perangkap, akankah ia melakukan semuanya?

.

.

Setelah menempuh perjalanan cukup jauh, Tao akhirnya sampai di sebuah reruntuhan. Tampaknya, dulu di sana ada sebuah kuil. Tapi, sekarang sudah hancur dan tampak begitu gelap. Tao tak yakin ada orang bisa menemukan tempat itu. Ia beruntung bisa ke sana karena penglihatan yang ditunjukkan dalam mimpi.

Aura kegelapan menguar kuat dari tempat itu, namun Tao mencoba mengabaikannya. Pengendali waktu berpikir, mungkin setelah berhasil melalui tempat gelap itu, ia akan bisa melakukan sesuatu untuk mengubah masa depan. Sejujurnya, ia sangat takut. Tapi, mengingat bagaimana wajah ceria Baekhyun yang terpatri di benaknya, Tao menguatkan diri. Ia mengumpulkan semua keberaniannya. Menguatkan tekadnya. Tao harus melakukannya!

Akhirnya, pengendali waktu memasuki sebuah ruangan persis seperti dalam mimpi. Chronos dimintanya pergi. Ruangan itu sangat besar dengan sebuah kristal hitam besar berdiri di tengah. Sulur mengikat kristal itu, bak menguncinya. Di sekitar kristal, kerangka berserakan. Entah berapa lama sudah ada di sana. Tao bergidik ngeri, namun memantapkan diri dan mendekatkan diri ke arah kristal.

Dikeluarkannya time spear untuk berjaga-jaga. Tangannya mengerat—memegang senjatanya. Tao menarik napas dalam-dalam sebelum memutuskan untuk melakukan apa yang ditunjukkan dalam mimpi. Ini semua demi Baekhyun. Demi semua. Ia harus melakukannya!

Pengendali waktu merapal sebuah mantra dan waktu di sekitar pun berhenti. Sebuah energi keluar dari tangan Tao dan kemudian menyelubungi tombaknya. Dengan segera, Tao berusaha menghancurkan sulur yang mengikat kristal. Awalnya, sangat susah karena sulur itu ternyata cukup kuat. Namun, lama-kelamaan, semua sulur sudah berhasil ia singkirkan.

Sedikit ragu, Tao menyentuh kristal hitam itu. Sungguh, ia sangat ragu. Ia takut. Namun, ada suatu kekuatan aneh yang menariknya untuk memegang kristal. Ya, akhirnya, ia memegangnya.

Tiba-tiba, kristal bersinar dengan cahaya yang begitu gelap—membuat tubuh Tao terasa sangat sakit. Pengendali waktu berusaha melepaskan tangannya, tapi tak bisa. Ada sesuatu yang membuatnya tak bisa lepas. Ada sesuatu yang menahannya. Semakin lama, terasa semakin sakit. Tao tak bisa menahan rasa sakit itu. Ia hanya bisa berteriak sekuat tenaga, saat sesuatu menembus tubuhnya. Tao tak tahu apa itu—yang pasti, itu sangat menyakitkan. Setelah itu, Tao tak tahu lagi apa yang terjadi.

-Flashback Off-

.

.

Tao semakin membenamkan kepala dalam lututnya. Ia sungguh takut berada di kegelapan seperti itu. Sendirian. Tak bisa keluar. Tak bisa melakukan apa pun. Tak bisa menggunakan kekuatan. Tak bisa memanggil Chronos. Tak bisa meminta bantuan.

Tapi, ia jauh lebih takut dengan apa yang terjadi di luar sana. Takut—sangat takut. Jika sesuatu yang buruk benar-benar terjadi dan dunia hancur karenanya, Tao akan membunuh dirinya sendiri. Ia penyebab semua itu terjadi. Ia tak akan pernah bisa memaafkan dirinya sendiri. Tidak. Tidak akan pernah.

Hyung— Hyung— Maaf— Maaf— Maaf— Ini salahku—salahku— Aku bodoh!— Aku tak pantas menjadi pengendali— Aku pantas mati— Aku pengkhianat— Aku— Aku— Aku takut, Hyung. Selamatkan aku—” Tao kembali menangis dalam kegelapan dan kesendirian. Hanya bisa menyesali kesalahan bodoh yang telah ia lakukan. Ya, ia hanya bisa menyesal.

.

TO BE CONTINUED


Yo, saya kembali. Maaf update lama karena saya ada kesibukan. Lagipula, belum tentu ada yang menunggu FF ini, kan?

Mari, biasakan meninggalkan jejak setelah baca, ya?

PS. Aku menggunakan nama Erebos dan Baekhyun dalam satu waktu ketika sedang berbicara dengan Tao. Tolong cermati baik-baik mengapa aku menuliskannya seperti itu, ya? Kuharap kalian tidak bingung.

Untuk percakapan Erebos dan Tao serta flashback dari pengendali waktu, tolong dipahami itu sengaja dibuat seperti itu. Bukan bermaksud membuatnya double, tapi kalian pasti jelas tahu apa fokus masing-masing.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
chachamariditha
Well, I posted Chapter 6 here *and other sites*! If you want to read the next chapter, you can visit my wordpress. Kekeke

Comments

You must be logged in to comment
Sky_Wings
#1
❤_❤
drnewbie #2
Wow genre favorite ini haha, pas baca fereword nya jdi tertarik sendiri haha, oke i'll begin to explore and hopefully to find a lot of 'awesome' things later, ya dan kayanya dalam 1 jam kedepan bakal selesai sampai chapter terakhir yang di update haha
PCY92BH #3
Hey you! I knew you haha cerita ini pernah aku baca di screenplays (kalau tdk salah) dan ini cerita dewa banget. Semangat terus ya, jangan patah semangat seperti yang tahun lalu kkk~
HaeHunUp
#4
Chapter 6: eonni dimana" ada. ga sabar nunggu ch 17 apa 18, lupa ._.
cepat kembali eonni ~~
AWPark #5
Chapter 5: Lanjut dong min...