The Story of the Past

Come Back to Me

“Jadi, seperti itukah kejadian sebenarnya?” tanya Suho. Tatapan menyelidik ia layangkan pada sosok Luhan yang duduk di sampingnya.

Para pengendali tengah menempuh perjalanan kembali ke desa. Sudah setengah jalan, rupanya. Luhan dan Suho duduk di atas Manta yang melayang tiga meter di atas permukaan tanah. Hewan panggilan itu bergerak lambat—sedikit kelelahan. Sementara itu, Kyungsoo dan Chen berjalan mengiringi Manta di sebelah kiri dan kanannya—dengan Gaia dan Sango tentunya. Sehun yang masih tak sadarkan diri tampak terbaring di atas punggung kalajengking raksasa milik pengendali petir.

Luhan menutup mata sebelum menganggukkan kepala. Ya, baru saja ia menceritakan semua hal yang bisa ia ingat kala bertarung dengan Chanyeol. Ingatan itu masih samar sebenarnya—terutama ingatan setelah ia terhempas oleh kekuatan cahaya Baekhyun. Dan, yang jelas, setelah itu, pengendali telekinesis baru tahu kalau Chanyeol sekarat dan Baekhyun telah dikendalikan.

“Jadi, Baekhyun telah diambil alih? Dan, Baekhyun sendiri yang membuat Chanyeol sekarat?” Lagi-lagi Suho bertanya.

“Oh uh—Sebenarnya, aku tak bisa mengingat jelas apa yang terjadi. Kurasa aku tengah tak sadarkan diri kala itu. Namun, dalam keadaan setengah sadar, aku tahu pertarungan sudah selesai dan kepalaku sakit sekali. Aku tak sanggup memikirkan apa pun. Aku sungguh tak tahu—Aku tak tahu—” Luhan menutup muka dengan kedua belah tangan yang masih terikat rantai air.

“Tak bisakah kalian melawan kendali itu? Tak bisakah jiwa kalian menghentikan perbuatan jahanam itu?” cecar Suho kesal. Nada suaranya mulai naik.

Suho terus terang masih belum bisa menerima bahwa teman seperjuangannya sendiri yang melakukan tindakan keji pada Chanyeol—tak peduli mereka dalam kendali atau tidak. Setidaknya, bisakah mereka mencoba melawan kendali kegelapan? Mereka itu yang terpilih, kan? Mereka pengendali kekuatan! Harusnya dengan kekuatan masing-masing, mereka bisa mencoba melawan kendali itu! Nyatanya? Ah, pengendali air tak habis pikir dengan hal yang terjadi.

“Dengarkan aku, Suho ya. Aku baru tahu selama ini aku benar-benar sadar dengan apa yang kulakukan—meskipun aku dikendalikan. Dalam pikiranku, itu hal yang memang harus kulakukan. Tindakanku benar! Ya, meskipun jiwaku yang terjebak dan tak bisa keluar menentang semuanya!”

Luhan memegang dada dan menepuk-nepuknya. Sungguh, rasanya sakit mengingat bagaimana jiwa baiknya tak bisa melawan kendali jiwa jahatnya. Memang tak bisa dipungkiri, setiap makhluk memiliki sifat yang saling berlawanan. Sebaik apa pun seseorang, pasti ia memiliki kekurangan. Pasti ia punya sesuatu yang negatif—entah pikiran atau sifat.

Pengendali telekinesis menarik napas dan mengembuskannya. Ia kembali melanjutkan. “Kekuatan jahat itu terlalu kuat untuk dilawan. Ia mengendalikan dan membalikkan cara berpikirku. Selama ini, kita yakin telah dipilih untuk mengalahkan kegelapan dengan kekuatan kita. Itu hal yang selalu kita percayai. Karena itu, kita berjuang keras untuk memenuhi takdir itu. Namun, itu semua diputarbalikkan! Itu semua tampak salah!” seru Luhan emosi. Napasnya terengah—berat sekali menceritakan semua itu.

“Semua itu jadi salah di mataku. Pihak yang selama ini kita bela adalah musuh! Karena itulah, aku merasa tindakanku benar—termasuk melakukan perbuatan terkutuk itu. Aku harus melakukannya untuk memenuhi takdir sebagai pengendali! Aku pun merasakan dorongan begitu kuat untuk melawan kalian—tak peduli kita sebenarnya satu! Karena—karena, di mataku, kalian pengkhianat! Kalian seharusnya berada di pihak yang sama dengan kami. Itu—itu yang ada di kepalaku. Aku yakin itu pula yang dipikirkan pengendali lain,” jelas Luhan lirih.

“Gila! Itu semua gila! Ba—bagaimana mungkin? Tak bisa dipercaya! Kalian melakukannya dengan sadar! Hyung, itu tak masuk akal! Aku—aku tak bisa memercayai ini. Astaga—kalian—kalian—” Suho menggelengkan kepala. Sungguh, kenyataan pahit itu—kenyataan bahwa pengendali melakukannya dengan sadar—ah, ia sungguh tak bisa menerimanya.

“Aku juga sulit memercayainya, Suho ya. Namun, itulah yang terjadi. Aku baru menyadari semuanya sekarang. Karena itulah, aku merasa sangat aneh dengan kendali ini. Ini semua menjelaskan mengapa perasaanku dan Sehun tetap sama—masih saling mengasihi. Persahabatanku dengan Xiumin masih seerat biasanya. Kami tetaplah kami, dengan pola pikir terbalik. Kebaikan adalah kejahatan, kawan jadi musuh, begitu sebaliknya. Dan, satu lagi, ketika berhadapan langsung dengan kalian yang tak dikendalikan, perasaan benci dan ingin mengalahkan kalian menguat. Kami jadi brutal dan kejam. Bagi kami, tak masalah menyakiti kalian. Miris sekali, kan?”

Mendengar penjelasan yang sulit dipercaya itu, Suho memilih memejamkan mata. Tangan kanannya bergerak memijit pelipis kepalanya yang mendadak pening. Semua cerita Luhan—sungguh membingungkan. Tak masuk di akal. Sulit dimengerti. Mengapa? Mengapa semua begitu rumit?

“Tak adakah hal lain yang bisa kauceritakan, Hyung? Misalnya, hal janggal atau mungkin kelemahan musuh yang kauketahui?” tanya Kyungsoo. Pemuda itu duduk di bahu Gaia—beruang besar dengan warna abu-abu keperakan.

Pengendali telekinesis mengerutkan kening—mencoba mengingat kembali hal yang belum ia ceritakan. Setelah bergelut dengan pikiran sembari menggigit bibir bawahnya, pemuda bermata rusa itu kembali berbicara. “Hewan panggilan—kami tak bisa memanggil mereka. Kami pun tak bisa menggunakan kekuatan secara maksimal. Lalu—”

Luhan terdiam sejenak lalu melanjutkan. “Aku tak bisa menggunakan telepatiku sama sekali, sekalipun menggunakannya untuk berhubungan dengan pengendali lain. Ya, aku ingat betul aku bisa menggunakannya saat meminta Sehun menjemputku. Saat itu, aku berpikir telah berhasil lepas dari kendali. Namun, mereka sengaja melepau sejenak untuk menjebak Sehun. Setelah itu, kemampuan telepatiku kembali menghilang. Telekinesis—ya, aku bisa menggunakannya, tapi tidak dengan telepati. Sebelum kalian datang tadi pun, aku tak bisa menjangkau Sehun dengan kekuatanku itu. Ada suatu penghalang di sana. Kuat sekali. Kurasa itu karena pengaruh kristal hitam jahat.”

Chen mengelus kepala Sango. Kalajengking itu berjalan cepat dengan empat pasang kaki besarnya. Dilemparkannya pandangan bingung pada Luhan.

“Aneh—aneh sekali. Hyung, kristal itukah yang mengendalikan kalian? Tapi, bukankah kalian dikendalikan mind controller? Mm—Sebenarnya, apa kaitan mind controller dan kristal? Apa mungkin dia tak bisa mengendalikan kalian tanpa media? Lalu, bagaimana cara kerja kristal gelap itu? Menurutku hal paling lucu di sini adalah kau bisa mengingat semua itu. Tak masuk akal. Setahuku, mereka yang dikendalikan tak bisa mengingat apa pun. Mengapa kau bisa mengingatnya? Dan, masalah Tao—Bukankah seharusnya dia juga tersadar? Dia terkena cahaya langsung dari Baekhyun, kan?” Cecaran pertanyaan tak berhenti mengalir dari mulut Chen. Ia penasaran sekaligus masih sedikit curiga dengan cerita tak masuk akal yang diceritakan Luhan.

Pengendali telekinesis sedikit terkekeh mendengar rentetan pertanyaan yang mirip interogasi itu. Namun, ia menganggukkan kepala segera.

“Aku yakin kristal itulah yang sebenarnya mengendalikan kami. Benda itu membalikkan pola pikir kami serta menguatkan kegelapan jiwa sehingga mendominasi. Tapi, aku tak tahu cara kerja kristal itu sebenarnya. Dan, mengenai mind controller—ah, tidak, kurasa dia tak ada hubungannya dengan kristal. Setelah bergabung dengan mereka, aku tahu persis itu bukan ulahnya. Namun, ya, aku baru sadar belakangan ini. Tugas lelaki itu hanyalah melemahkan kami sehingga kristal jahat itu bisa mengambil alih kendali dengan mudah. Lalu, aku mengambil alih posisinya untuk melemahkan pengendali lain. Kurasa mereka memang sengaja membuat kesan kalau ini semua ulah mind controller. Mereka pasti tak ingin orang tahu tentang kristal gelap itu.”

Luhan kembali terdiam dan memijit pelipis kepala. Helaan napas panjang keluar. Masih ada yang harus ia beritahukan. “Ya, tak bisa dipungkiri kalau aku jatuh dalam kendali. Tapi, bukankah aku pengendali telekinesis? Kekuatan pikiranku lebih kuat dibanding yang lain. Jadi, saat tahu bahwa aku tak bisa melawan, aku mencoba keras bertahan. Aku bisa menjaga pikiran alam bawah sadarku, walaupun tak sepenuhnya bisa kukendalikan. Tapi, aku berusaha memusatkan pikiranku itu untuk menyimpan semua hal yang terjadi dan kutahu. Aku punya harapan bisa menggunakan semua itu ketika aku bebas.”

Pemuda bermata rusa terdiam sejenak. Mulutnya terasa sangat kering karena terlalu banyak berbicara. Suho memberikannya sedikit air dan Luhan meminumnya cepat. Dahaga pun menghilang.

“Masalah Tao—aku tak tahu. Mungkin kendali atas dirinya jauh lebih kuat. Lagipula, kekuatan pikirannya tak sekuat diriku. Jadi, dia tak bisa menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Mungkin itu juga yang terjadi pada pengendali lain. Atau, karena mereka tak terkena cahaya Baekhyun langsung, jadi mereka tetap sama. Namun, aku punya sedikit keyakinan kalau mereka akan bisa mengingat semua yang telah mereka lakukan ketika sadar.”

Beberapa pertanyaan melintas di benak pengendali air setelah mendengar semua cerita Luhan. “Lalu siapa? Siapa sebenarnya pemimpin mereka? Apa kau pernah melihatnya, Hyung? Apa benar penguasa kegelapan sendiri yang memimpin mereka? Aku sungguh penasaran bagaimana rupanya. Kita sama sekali belum pernah bertemu langsung dengan musuh kita itu.”

“Aku tak pernah melihat pemimpin mereka. Dia tak pernah menunjukkan dirinya. Tak sekalipun. Ada seorang yang mengendalikan semua pasukan kegelapan. Tapi, aku tak mengerti mengapa dia yang memimpin.” Luhan berdiam sejenak. Agak ragu sepertinya untuk meneruskan cerita.

Tiga pengendali lain menahan napas—menunggu jawaban pemuda bermata rusa itu. Mereka berharap jawaban Luhan bisa memberi titik terang tentang musuh yang harus mereka hadapi.

“Kalian tahu apa yang aneh? Semuanya—” Luhan kembali bergeming. Mulut terkatup rapat seolah tak ingin melanjutkan perkataannya. Namun, ia menarik napas panjang dan membuka mulut dengan setengah hati. “Semua di bawah kendali Tao.”

Ketiga pengendali terbelalak.

.


.

Hyung, istirahatlah dulu. Kau pasti sangat lelah. Kau belum istirahat sama sekali sejak kemarin. Biarkan aku yang menunggu Chanyeol. Nanti, kau bisa menjaganya lagi.” Lay memegang bahu Kris dari belakang.

Saat itu, pengendali naga tengah berdiri di samping tempat Chanyeol berbaring. Tangannya tampak membelai lembut surai hitam pengendali api. Sehari sudah berlalu. Namun, tak ada tanda-tanda perubahan baik.

“Aku baik-baik saja, Lay. Kau sendiri—istirahatlah. Kau sudah bekerja keras kemarin. Kembalikan energimu,” tanggap Kris dingin, tanpa sekalipun memandang lawan bicaranya. Mata elangnya terfokus pada Chanyeol seorang.

Meskipun kata-kata pemimpinnya terdengar sangat dingin, Lay tahu persis Kris benar-benar tulus mengatakan hal itu. Sang Penyembuh berjalan mendekat dan berdiri di samping Kris. Perlahan, ia memasukkan tangan kanannya melewati celah sulur dan menggenggam tangan Chanyeol yang masih terlilit.

“Chanyeol itu kuat, dia akan kembali. Kau percaya itu, kan, Hyung?

Seulas senyum tipis terbentuk di bibir Lay kala melihat Chanyeol yang tak bergerak. Dada pemuda itu naik turun pelan—menandakan bahwa ia masih bisa bernapas, meskipun lemah. Kris mengangguk lemah tanpa mengalihkan pandangan.

“Cerita Zoe tadi—Ah, lucu dan ironis, ya? Selama ini, kita sama sekali tak tahu apa-apa. Kita baru tahu kenyataan itu dalam keadaan seperti ini. Sungguh ironis.” Lay terkekeh miris. Lesung pipit yang membuatnya terlihat manis terlihat.

Kris tak memberi tanggapan. Diam-diam, ia juga memikirkan kisah yang diceritakan Zoe tadi. Seandainya saja mereka tahu semua itu lebih awal—mungkin berbagai kejadian buruk bisa dicegah. Namun, semua sudah terjadi. Tak ada yang bisa diubah dari masa lalu, kan?

.

.

-Flashback On-

“Jadi, semua kisah ini dimulai saat dunia masih sangat baru. Pohon kehidupan masih jadi pusat kehidupan dan sumber kekuatan terbesar. Semua makhluk—manusia, peri, makhluk legenda dan para monster masih hidup berdampingan dalam perbedaan. Semua hidup tenang dan saling melengkapi. Kedamaian dan keseimbangan masih terjadi, meskipun ada satu dua hal yang membuat keseimbangan kadang goyah. Namun, semua itu bisa diatasi. Dan, yang pasti, pohon kehidupan masih terisi dua jiwa dan dijaga oleh dua penjaga.” Zoe memulai kisahnya.

Ketiga lelaki –dengan satu orang yang tak sadarkan diri- mendengarkan dengan seksama.

“Dua?” tanya Wu Yanzi penasaran.

Lelaki berusia tujuh puluh tahunan itu memang belum pernah mendengar kisah ini. Ia memang tahu kisah dua belas terpilih yang ditakdirkan mengalahkan penguasa kegelapan. Kisah itu telah diceritakan secara turun temurun. Tapi, hanya itu. Kakek tua itu tak pernah tahu bagaimana sosok penguasa kegelapan dan seberapa mengerikannya dia. Yang ia tahu, sosok itu mengancam dunia dan harus dikalahkan.

Masalah pohon kehidupan dan Zoe, sang Tetua Besar hanya tahu sedikit. Itu pun karena dulu, kakek buyutnya pernah mengajaknya untuk bertemu Zoe. Sekali saja. Dan itu sudah lama terjadi. Mungkin saat itu ia masih berusia sepuluh tahun—bahkan kurang. Wujud Zoe yang ia ingat pun bukan seperti ini. Bukan berupa anak kecil atau nenek tua, tapi seorang gadis beranjak dewasa. Dan, saat itu, pertemuan dengan Zoe tidak berhubungan dengan kedua belas pengendali, namun terkait dengan membangkitkan sesuatu atau seseorang. Entahlah, Wu Yanzi tak bisa mengingatnya dengan jelas. Itu pertemuan singkat yang sudah lama terjadi.

Sedikit hal lain yang ia ketahui tentang pohon kehidupan –yang sengaja ia sembunyikan- adalah letak pohon itu. Ia tahu jika pohon kehidupan berada di desa, tersembunyi. Meskipun tahu fakta besar ini, ia harus menyimpannya sendiri—tak boleh memberitahukannya pada yang lain. Itu janjinya pada sang Kakek dahulu.

Sesekali, secara diam-diam, Wu Yanzi berusaha mendatangi pohon kehidupan dan meminta Zoe membantu untuk melawan kegelapan. Namun, Zoe tak pernah muncul seberapa keras pun ia mencoba. Sang Dewi Kehidupan rupanya menyegel dirinya sendiri bersama pohon kehidupan. Tak seorang pun –termasuk sang Tetua Besar- tahu kapan sang Dewi akan bangkit dan melepaskan segel.

Rahasia Zoe dan pohon kehidupan hanya ia simpan sendiri. Itu tugasnya. Akan sangat berbahaya jika musuh mengetahui rahasia besar yang diamanatkan padanya.

Bahkan, ide menyelamatkan Chanyeol dengan bantuan pohon kehidupan tadi muncul begitu saja—hanya sekadar mengikuti insting. Padahal, sesungguhnya, Wu Yanzi tak yakin apa pohon kehidupan akan membantu. Mungkin tadi, ia teringat perkataan kakek buyut jika pohon kehidupan bisa menyembuhkan semua luka—termasuk yang tak ada obatnya. Dengan catatan, orang itu memintanya dengan kesungguhan hati. Dan, ia sungguh terkejut mendapati bahwa pohon raksasa itu bereaksi terhadap Chanyeol, bahkan, sang Dewi pun akhirnya menunjukkan diri.

Zoe menganggukkan kepala pelan. Tangan kanan yang pucat dan keriput ia julurkan ke depan dan ia memejamkan mata.

Secara tiba-tiba, sulur bermunculan dari dalam tanah dan membentuk empat buah kursi nyaman yang siap diduduki. Bunga penuh warna nan wangi menghiasi setiap sudut kursi itu. Sang Dewi duduk di salah satu kursi dan mempersilakan ketiga lelaki di depannya melakukan hal yang sama. Dengan sedikit ragu, mereka pun menuruti Zoe.

“Aku tak mengerti dengan perkataanmu tadi. Dua jiwa dan dua penjaga? Jadi, bukan hanya dirimu saja yang menjaga pohon kehidupan? Masih ada yang lain?” tanya Kris tak mengerti.

Pengendali naga tak menggunakan bahasa yang terkesan meninggikan Zoe. Ia memilih menggunakan istilah ‘aku dan kau’ daripada ‘Anda dan saya’. Ya, ia merasa tak ada gunanya bersikap sopan pada Zoe. Bagaimanapun juga, secara tidak langsung, Zoe bertanggungjawab dengan apa yang terjadi. Dan, Kris belum sepenuhnya bisa memaafkan dewi berambut emerald itu.

“Kalian harus tahu kalau pohon kehidupan adalah pusat keseimbangan. Keseimbangan antara hidup dan mati, kebahagiaan dan kesedihan, cinta dan kebencian, kebaikan dan kejahatan, cahaya dan kegelapan. Kalian tahu apa bedanya semua itu?” Senyuman manis terbentuk.

“Semua berlawanan. Apa yang Anda sebutkan merupakan kebalikan satu dengan yang lain,” jawab Lay tak yakin. Keningnya mengernyit. Ia sungguh tak tahu apa jawaban itulah yang dimaksud oleh Zoe.

“Kau benar, Lay. Semua saling berkebalikan. Lainnya?”

Yang ditanya memilih diam. Terlalu bingung untuk menjawab lagi. Sebenarnya, apa yang ingin dikatakan Zoe? Mengapa ia malah berbalik bertanya? Berbelit-belit sekali.

“Hidup-mati, kebahagiaan-kesedihan, cinta-kebencian, kebaikan-kejahatan, cahaya-kegelapan, ya, semua itu memang berlawanan. Berkebalikan antara satu dengan yang lain. Namun, kalian harus tahu, hubungan itu tak bisa dipisahkan. Mereka saling berkaitan,” jelas Zoe dengan suara serak khas nenek tua.

Jelas saja, Lay, Kris dan kakeknya mengerutkan kening tak mengerti.

Zoe kembali menjelaskan. “Mereka saling melengkapi. Kau tak akan mengerti arti hidup sebenarnya tanpa tahu kematian, dan kau tak akan benar-benar mengenal cinta tanpa tahu tentang kebencian. Semua seperti itu.”

“Tunggu dulu— Aku tak mengerti dengan apa yang kaukatakan. Bukankah, akan lebih baik jika kita mengerti satu hal saja? Tak ada salahnya hanya mengetahui tentang cinta atau kebaikan saja, tanpa perlu mengenal hal sebaliknya,” tukas Kris tak setuju.

Bagi pengendali naga, semua jadi sangat membingungkan. Mengenal sesuatu hal yang baik saja akan membawa dampak yang lebih baik pula. Dunia akan jadi lebih indah. Jadi, tak perlulah mengenal hal buruk.

“Apa kau berpikir begitu? Mm—Sejak awal, dunia telah diciptakan dengan hal berlawanan yang saling melengkapi. Dunia tak akan sempurna dengan membiarkan semua hidup di salah satu sisi saja. Karena jika itu terjadi, dunia pun tak akan seimbang.”

Kris menghela napas panjang. Muak dan bosan ia mendengarkan penjelasan Zoe. Semua malah berputar-putar dan memusingkan. Terlihat tak jelas. Semakin membingungkan.

“Bisa Anda menjelaskan ini dengan lebih mudah, Zoe? Saya masih tak bisa mengerti.” Lagi-lagi, Lay melontarkan pertanyaan dengan penuh kesabaran, sekalipun ia ingin sekali tahu apa yang sebenarnya ingin dikatakan Zoe.

“Kau tak akan bisa melihat cahaya dengan jelas—atau bahkan menghargainya tanpa ada kegelapan, begitu pula sebaliknya. Kalian akan tahu betapa pentingnya cahaya itu kala kalian berada dalam kegelapan. Bisa kalian bayangkan itu? Coba cerna sendiri apa maksud perkataanku.”

Sejujurnya, tiga lelaki itu masih tak mengerti. Namun, mereka berusaha keras menyembunyikannya.

Kris ternyata memang tak bisa lagi bersabar. “Baiklah, cukup dengan perumpamaan membingungkan tadi. Aku bosan karena kau malah membuatnya semakin rumit. Masalah tadi—dua penjaga dan dua jiwa. Apa maksudnya?” cecar Kris dengan sedikit terburu. Ia benar-benar sudah malas mendengar Zoe berbicara panjang lebar tak ada ujungnya.

Zoe menarik napas sejenak sebelum mengembuskannya kala mendengar tanggapan Kris. Dijulurkannya tangan kirinya ke depan lalu ditengadahkan. Mendadak saja, di atas telapak tangan Zoe, bola cahaya muncul. Bola itu terisi dua cahaya: cahaya putih bersinar terang dan cahaya hitam bersinar gelap. Keduanya berputar dalam bola beraturan, sama rata, tanpa bercampur.

“Seperti inilah jiwa pohon kehidupan pada awalnya. Akulah cahaya yang bersinar terang. Tugasku menjaga segala hal positif: kehidupan, kebahagiaan, cinta dan semacamnya.” Zoe menatap lekat bola cahaya di tangannya. Sorot matanya mendadak terlihat sedih.

“Lalu, yang hitam? Apa dia yang mengatur segala hal negatif? Berkebalikan dengan tugas Anda?” Sebuah pertanyaan terlontar dari sang Tetua Besar.

Zoe mengangguk. “Ya, itu semua ada di bawah kendalinya. Dia mengendalikan seluruh kekuatan negatif. Kami berdua menjaga keseimbangan dunia dan membuat pohon kehidupan tetap hidup dan kuat. Bersama, kami turun tangan kala ada hal-hal yang melampaui batas dan mengacaukan keseimbangan.”

“Apa dia jahat? Maksudku, bukankah dia mengendalikan segala sesuatu yang negatif?” tanya Lay polos.

Gelengan tercipta. “Tidak. Dia sangat baik dan sangat bertanggungjawab. Menjadi penjaga hal negatif, bukan berarti dia jahat, Lay. Dia sangat kuat. Tak pernah ia terpengaruh dengan berbagai hal buruk dalam kendalinya. Ya, tidak pernah, hingga tiba satu saat semua hal itu berubah.”

“Apa maksud Anda?” Wu Yanzi menautkan alis.

“Dia berubah. Dia ditelan oleh energi negatif yang seharusnya dikendalikannya. Kekuatan gelap itu menguasainya—membalikkan kendali. Dia tak lagi mengendalikan kekuatan yang dipercayakan padanya, namun, dialah yang dikendalikan.” Zoe menutup mata. Sungguh, terlalu menyakitkan mengingat kejadian yang terjadi dulu.

Kris, Lay, dan sang Tetua Besar hanya termenung mendengar kisah itu. Apalagi Zoe terlihat sangat sedih kala menceritakannya. Mereka ikut miris dengan apa yang terjadi, namun, mereka masih belum mengerti sepenuhnya yang terjadi. Jadi, mau tak mau, mereka harus mendengar kisah itu sampai akhir.

“Mengapa dia berubah? Apa sebabnya? Tapi—diakah lawan kami sebenarnya? Jadi, kami harus melawan sang Penjaga?” Kris melipat tangannya di depan dada—tertarik ia mendenagr jawaban atas pertanyaan yang dilontarkannya.

“Benar. Dialah sebenarnya lawan kalian. Erebos, sang Penguasa Kegelapan, itu sebutannya sekarang. Meskipun dulu, dia adalah salah satu penjaga. Dia jatuh dalam kegelapan karena—” Zoe terdiam sejenak menundukkan kepala. “Itu semua karena aku.” Ditutup wajahnya dengan tangan keriput itu.

“Eh? Karena Anda?” Telengan kepala terbentuk. Lay penasaran mendengar kelanjutannya.

“Erebos jatuh cinta padaku dan dia ingin memilikiku seutuhnya. Ya, memang kami saling melengkapi. Namun, kami tak boleh melewati batas. Selalu bersama dan saling melengkapi bukan berarti kami bisa melakukan hal yang kami mau. Erebos menentang aturan itu. Dia terus memaksakan kehendaknya, namun, aku sendiri tetap bertahan dengan aturan yang ada. Meskipun aku juga mencintainya, keegoisan kami harus ditahan demi kelangsungan tugas. Erebos marah dan lepas kendali. Dia kalah oleh emosi dan kegelapan menelannya. Keseimbangan pun terganggu karena sang Penjaga tak bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Perlahan, kekuatan negatif melewati batas dan merusak energi positif yang kujaga. Hal itu jelas membuat pohon kehidupan melemah. Jadi, sebuah keputusan diambil. Erebos dilepaskan dari ikatan pohon kehidupan dan dikunci dengan sebuah segel.”

“Lalu, apa yang terjadi?” tanya Wu Yanzi, lagi.

“Dengan disegelnya Erebos, aku menjadi satu-satunya penjaga. Aku tak bisa mengendalikan kekuatan negatif dalam pohon kehidupan. Semua di luar kendaliku. Banyak kekuatan itu yang bebas dan menyebar luas ke seluruh penjuru dunia. Keseimbangan semakin rusak dan pohon kehidupan pun semakin lemah. Meskipun Erebos tersegel, rupanya, dia tetap bisa memimpin pasukan yang jumlahnya semakin bertambah. Dan, akhirnya, pohon kehidupan memintaku memilih dua belas pengendali untuk menyegel semua kekuatan negatif yang tersebar sehingga keseimbangan bisa kembali seperti semula. Semenjak itulah, pertarungan kedua belas pengendali dengan pasukan kegelapan terjadi. Kekuatan negatif bisa disegel oleh para pengendali, namun, Erebos selalu bisa kembali membangun kekuatan. Entah bagaimana caranya. Kurasa ada sesuatu yang salah selama ini.”

“Salah? Apa itu?” Kris menatap tajam Zoe dengan tatapan menyelidik.

Sang Dewi Kehidupan menggeleng. “Aku tak tahu persis apa itu. Kalian harus menemukan sendiri apa yang salah. Itu di luar kendaliku.” Lirih sekali suara Zoe.

Memang, seandainya Dewi Kehidupan tahu jawabannya, ia pasti akan mengatakannya. Tapi, ia sendiri tak tahu. Apalagi, selama ini, Zoe menyegel dirinya bersama pohon kehidupan. Sangat berbahaya jika Erebos tahu letak keberadaan mereka. Erebos masih berniat memiliki Zoe seutuhnya dan menguasai dunia dengan kekuatan gelap. Itu tak boleh terjadi. Karena itulah, Zoe dan pohon kehidupan bersembunyi.

Kris meniup surai pirangnya sembari mendecih pelan. “Ah, kurasa tak perlu kisah cinta tragis kalian dilanjutkan. Aku sudah cukup lelah mendengarnya. Sekarang, aku ingin bertanya. Bagaimana wujud Erebos? Kau tahu apa yang lucu? Selama ini, kami tak pernah tahu siapa lawan kami sebenarnya—bahkan wujudnya pun tak tahu. Yang kami lawan hanyalah para jenderal dan cecunguk-cecunguknya. Apa Erebos sama sepertimu? Maksudku bisa berubah seenakmu jadi sesosok gadis kecil atau nenek tua? Sejujurnya, aku sendiri bingung dengan wujud aslimu,” kata Kris datar. Tak peduli ia dengan perkataan yang cukup kasar itu.

Zoe tak tersinggung. Ia malah terkekeh. “Aku hanya bosan dengan wujud asliku. Jadi, aku suka menggunakan wujud manusia. Kadang seperti anak kecil, kadang seperti sekarang. Tapi, aku juga sering memakai wujud gadis belia yang cantik. Kau tertarik?” tawar Zoe.

Kris menatap Zoe tanpa rasa tertarik. “Tidak. Tidak sama sekali. Katakan saja bagaimana wujud Erebos.”

Zoe mendecih. Tawarannya ditolak mentah-mentah. Sang Dewi mendadak tertawa. Ah, sudah lama sekali sejak ia bisa berinteraksi dengan manusia, apalagi seperti Kris. Ini menyenangkan. “Erebos pun sama sepertiku. Dia sering menggunakan wujud manusia. Bisa kubilang, dia sangat pintar memilih wujudnya. Tampan sekali. Namun, kami tahu, wujud manusia hanya bisa kami gunakan dalam rentang waktu tertentu. Tak bisa selamanya. Ah, kami juga bisa memanfaatkan tubuh manusia sebagai wadah jiwa kami. Maksudku, aku bisa saja merasuk ke dalam tubuhmu dan mengambil kendali atas dirimu. Ya, kau jelas tahu kalau pada dasarnya kami hanyalah jiwa, kan? Tapi—kalian harus tahu, wujud kami sebenarnya adalah———”

-Flashback Off-

.

.

“Aku sebenarnya masih tak mengerti dengan cerita Zoe, Hyung. Terlalu banyak yang harus dicerna. Semua terlampau rumit.” Lay menarik tangannya dari celah sulur. Dibaringkan tubuhnya di atas permukaan tanah berselimutkan rumput, tepat di samping Chanyeol berbaring.

Kris bergeming. Tak mengeluarkan sepatah kata apa pun. Namun, akhirnya, mulutnya terbuka. “Aku pun sama. Apalagi kelanjutan kisah yang diceritakan Zoe tadi. Mengapa pengendali bisa gagal menyegel kekuatan gelap sepenuhnya? Pertarungan besar melawan kekuatan Erebos terjadi sekitar seratus tahun lalu. Erebos selalu mencoba membangkitkan diri dalam rentang seratus tahun sekali. Namun, dalam rentang waktu itu, kekuatan gelapnya terus menyebar. Mengusik keseimbangan. Dan, kala Erebos mencoba bangkit, kekuatan yang terpilih ikut bangkit dan memilih para pengendalinya. Takdir menjadi yang terpilih memang sudah ditentukan bahkan sebelum kita lahir. Setelah kita ditemukan, kita dilatih agar siap untuk melawan musuh. Dan, lucu sekali, kalau kita baru tahu namanya sekarang. Erebos.” Tawa miris terdengar.

Pemuda itu menghela napas. Tangannya mengusap pipi Chanyeol lembut. “Konyol sekali tak satu pun dari kita yang pernah mendengar kisah Erebos dan Zoe. Ini benar-benar tak masuk di akal. Mengapa para pengendali terdahulu menyembunyikannya? Kenyataan ini benar-benar merepotkan—apalagi kita baru tahu sekarang. Sangat ironis. Ironis sekali.”

Lay mulai memejamkan mata—menikmati kedamaian dunia yang diberi nama Divine World itu. “Sekarang, Erebos sudah mengambil alih sebagian dari kita. Lalu, bagaimana kita harus mengambil mereka kembali, Hyung? Baekhyun pun sudah jatuh. Padahal, dia pengendali cahaya. Apa kita bisa mengalahkan Erebos dengan kondisi seperti ini?” Rasa pesimis mendadak menyergap.

“Kondisi kita jauh berbeda dengan apa yang dialami pengendali terdahulu. Bisa kubilang, ini sangat genting dan di luar kendali. Pengendali terdahulu tak pernah melawan Erebos langsung. Mereka hanya melawan kekuatan Erebos saja lewat makhluk yang dia kendalikan. Selama ini, Zoe bisa memastikan bahwa Erebos masih tersegel. Meskipun begitu, melawan sebagian kekuatan Erebos saja sudah membuat pengendali kewalahan. Tapi, sekarang? Kita akan melawan sosok Erebos seutuhnya! Sungguh tak masuk di akal! Zoe mengatakan sendiri segel Erebos sudah mulai terbuka! Pertarungan ini akan sangat berat, Lay. Apalagi, dengan kondisi kita yang terpecah belah.” Napas panjang nan berat terhela. Rasa sesak memenuhi dada Kris. Ini tak adil. Mengapa takdir seperti ini harus mereka alami? Mengapa harus sekarang?

“Jika segel Erebos tak terlepas, kita hanya perlu menyegel sebagian kekuatannya saja, Hyung. Dan, kurasa itu tak akan begitu berat. Tapi, sekarang itu tak mungkin, kan? Kita benar-benar harus bertarung mati-matian. Semua di tangan kita pada akhirnya, Hyung. Nasib dunia ini—tergantung bagaimana akhir pertarungan kita.” Lay mendadak terkekeh miris. Mata kelabunya menatap langit nan biru. Sorot matanya berubah sendu.

“Yang aku sesalkan, mengapa salah satu dari kita yang membuka segelnya? Mengapa? Apa yang dia pikirkan?” Mulut Lay terkatup rapat. Gigi bergemeretak. Amarah mendadak menyelimuti mengingat kembali apa yang diceritakan Zoe.

Kris bergeming—tak merespon apa yang diceritakan Lay. Tangan pengendali naga bergerak membelai surai hitam Chanyeol.

“Benar sekali. Mengapa? Tao ya, apa yang kaupikirkan sebenarnya? Mengapa kau sampai melakukan semua ini? Perbuatanmu itu membuat kita semua menderita. Semua terpecah belah, semua tersakiti. Dan, karena perbuatanmu, kau nyaris membunuh Chanyeol. Tao ya, mengapa? Mengapa kau melakukan semua itu?”

Kris sungguh tak mengerti mengapa pengendali waktu melakukan tindakan terkutuk itu.

Ya, semua takdir kejam ini dimulai semenjak Tao membebaskan Erebos dari segel. Kenyataan pahit inilah yang mereka dengar dari Zoe. Kris dan Lay tak bisa menerimanya begitu saja. Semua itu sungguh menyakitkan untuk dipercaya. Sungguh, mengapa Tao melakukannya? Takdir menyakitkan ini—Tao, semua gara-gara pemuda itu. Miris sekali mendapati salah satu dari yang terpilihlah yang membuat semua terjadi.

.


.

Tangan itu digerakkannya berulangkali. Telapak dan punggung tangannya ia bolak-balik—memastikan itu nyata. Baekhyun tersenyum kecil sembari bangkit dari ranjang besarnya. Kakinya melangkah ke arah jendela besar di sisi kanan kamar. Sempat ia terhuyung sebentar, sebelum benar-benar bisa berjalan tegak ke tempat yang ia tuju.

Pemuda bertubuh mungil itu membuka jendela besar kamar yang ia tempati. Matanya mengedar menatap area sekitar kastil Sinister Kingdom. Semua tampak kosong dan gelap. Rasa dingin menusuk. Udara begitu pekat. Semuanya menambah kesuraman tempat itu.

“Indah sekali,” gumamnya pelan. Seringai menakutkan terbentuk.

Kriet—

Derit pintu terbuka terdengar.

Baekhyun bisa mendengar derap langkah seseorang memasuki kamarnya. Namun, pandangannya sama sekali tak beralih dari pemandangan luar jendela.

“Kau datang, Grey?” tanya Baekhyun pada sosok berjubah abu-abu dengan tudung yang baru masuk.

Sosok itu berhenti di belakang Baekhyun dan membuka tudung kepala. Wajahnya terlihat tampan, meskipun tampak sangat pucat. Mata abu-abunya begitu suram. Raut mukanya datar, tanpa ekspresi.

“Berhenti memanggilku dengan nama itu, Erebos. Menjijikkan. Apalagi, itu keluar dari mulutmu. Namaku Seishin,” jawab pemuda bertudung di belakang Baekhyun—ah, bukan. Sekarang, ia adalah Erebos. Penguasa kegelapan sudah mengambil alih tubuh pengendali cahaya.

Erebos terkekeh. “Grey panggilan yang cocok untukmu. Kau tahu? Sangat sesuai dengan—” Erebos memicingkan mata saat mengalihkan pandangan pada sosok pemuda di belakangnya, “gayamu”.

Seishin tak mengacuhkan ejekan itu. Dilangkahkan kakinya sehingga berdampingan dengan Erebos. Matanya ikut menatap pemandangan luar.

“Kau yakin menggunakan wujud itu?” tanya Seishin. Terdengar sedikit rasa jijik di balik suara rendahnya.

“Benar sekali, sahabatku yang baik. Akan kugunakan tubuh ini, setidaknya untuk sementara. Kau tahu? Hanya untuk berjaga-jaga saja. Pengendali ini cukup berbahaya, jadi perlu kuamankan. Iya, kan? Lagipula, sejak awal, aku sudah mengincarnya. Dia harus berada di pihak kita agar tak merepotkan. Dengan begitu, para pengendali itu akan mati kutu—tak bisa mengalahkanku. Aku sudah memegang kunci kemenanganku, Grey. Pemuda ini sudah ada di bawah kendaliku. Jiwanya tak akan mampu melawanku. Dia akan tetap terkurung di dalam sini.” Erebos tertawa keras-keras sembari mengarahkan telunjuk ke arah tubuhnya sendiri.

“Ya! Aku bukan sahabatmu. Jangan pernah memanggilku seperti itu. Kau membuatku ingin muntah. Ah, aku mau menanyakan sesuatu. Sampai kapan kau akan bermain-main dengan pengendali?” Pertanyaan kembali terlontar dengan datar. Ekspresi Seishin tetap tak berubah.

“Aku masih menikmati permainan ini, Grey. Jadi, biarkanlah aku terus bermain. Ini menyenangkan,” tanggap Erebos santai.

“Jadi, kau akan terus bersandiwara, seolah-olah kau adalah pengendali cahaya yang baik hati? Seperti yang dikenal para pengendali lain?” Mata tajam Seishin terpicing. Ingin ia tahu rencana Erebos lebih jauh.

“Mungkin saja. Kau jelas tahu, mereka adalah mereka. Aku hanya membalikkan apa yang percayai selama ini. Emosi mereka tetaplah sama. Termasuk cinta. Astaga, itu memuakkan sekali. Cinta? Cinta yang mereka percayai justru akan membutakan mata hati. Cinta adalah sumber kehancuran para pengendai. Ah, senang sekali bermain-main dengan cinta. Akan kutunjukkan pada mereka bahwa cinta itu sangat berbahaya. Indah sekaligus berbahaya. Dan, sangat rapuh.” Seringaian puas terbentuk di bibir Erebos.

“Itukah sebabnya kau memiilih pengendali waktu?”

Erebos mengangguk. “Dia yang paling lemah dan bodoh. Cinta membuatnya kehilangan akal sehatnya. Dan, dengan mudah menyerahkan diri dan menjadi bagian kita dengan senang hati. Ya, meskipun sebenarnya dia tak tahu sebenarnya yang terjadi. Memanfaatkan pengendali waktu adalah pilihan terbaik untuk mengawali segalanya. Lagipula, dia cukup berbahaya karena waktu berpihak padanya.”

Kerutan di kening terbentuk. “Itukah sebabnya kau berpura-pura menjadi pengendali cahaya di depan pengendali waktu? Ah, kau sengaja melakukannya ternyata. Tapi, mengapa kau harus repot-repot melakukannya? Tao sudah di bawah pengaruhmu sepenuhnya, kan? Kau pun telah cukup lama bersembunyi dan menguasai pengendali waktu. Mengapa kau harus berpura-pura? Aku sungguh tak mengerti.”

“Aku hanya ingin memanjakannya sedikit, Grey. Anggap saja sebagai tanda terima kasih karena dia telah membawaku sampai ke tahap ini. Semua rencanaku bisa berjalan karena Tao—meskipun dia tak sepenuhnya sadar karena aku mengendalikannya langsung. Lagipula, dia ini berharap bisa dekat dengan pengendali cahaya. Aku juga tak mau dia curiga dengan keberadaanku yang sudah berpindah ke tubuh ini. Ini sungguh sangat menyenangkan, Grey! Aku ingin melihat bagaimana cinta akan menghancurkan seseorang.”

“Kau makhluk yang rumit. Sulit menerka jalan pikiranmu.” Sungguh, Seishin tak mengerti dengan Erebos. Ia sosok yang terlalu berbelit-belit namun licik.

“Ya, itulah aku, sang Penguasa Kegelapan. Beginilah caraku menghancurkan keseimbangan.”

Mind controller mengedikkan bahu. Tak tertarik dengan kesombongan Erebos. “Bagaimana dengan rencanamu selanjutnya?”

“Aku harus melakukan ritual untuk mengambil alih seluruh jiwa yang berada di tubuh makhluk yang kukendalikan. Dengan begitu, aku bisa menggunakan tubuh sempurnaku. Aku pun akan lebih mudah mengendalikan makhluk lain tanpa harus menyentuh mereka. Tapi, untuk sementara, aku akan tetap memakai tubuh ini. Menyenangkan sekali bisa mengendali tubuh ini. Tubuh pengendali cahaya akan tetap jadi milikku nanti. Dia sangat berguna!”

Erebos terlihat sangat gembira. Namun, mendadak senyumannya menghilang. Ia memejamkan mata dan membuka mata cepat.

“Ah, peliharaanku lepas satu, rupanya. Aku sungguh lupa tentang mereka. Bodoh sekali aku ini. Aku lupa efek kekuatan cahaya pada kekuatanku—terlebih jika dia tak di bawah kendaliku. Aish—bodoh! Mengapa aku baru sadar? Pengendali ini—dia sudah berhasil melepaskan segel kekuatannya. Kurasa dia memutuskan untuk bertarung sebelum kita datang. Karena itulah, dia bisa melepaskan kekuatannya. Astaga, ini sedikit di luar rencana. Karena itulah, peliharaanku bisa lepas. Beruntung aku saat itu ada di tubuh pengendali waktu dan tetap mengendalikannya. Kalau aku tak di sana, Tao juga akan lepas dari kendali dan menyadari semua yang terjadi. Sungguh sial, efek kekuatan cahayanya benar-benar melemahkanku.” Erebos mendecih.

“Pengendali telekinesis dan angin?” tanya Seishin.

Erebos mengangguk kesal. “Pengendali telekinesis berhasil bebas dari kendali. Ini di luar rencanaku. Tapi—ah, mereka sudah tak ada gunanya. Aku akan mengirim beberapa pasukan untuk membunuh mereka. Dan, mengenai kekuatan si kecil ini, kurasa aku akan memanfaatkannya dengan caraku sendiri. Seperti ini—”

Cahaya terpancar dari tangan Erebos –tangan Baekhyun, lebih tepatnya-. Cahaya itu tidak terang, justru memancarkan kegelapan pekat. Rupanya, Erebos sengaja mencampurkan kekuatan Baekhyun dan menambahkan kekuatan gelapnya. Karena itulah, sinar kegelapan muncul dari tangan Baekhyun.

Namun, alih-alih tertarik, Seishin malah menatap Erebos bosan. “Benarkah mereka tak berguna? Bagaimana dengan pengendali lain?” Mata Seishin mendadak terpicing saat ia menyadari sesuatu. Namun, ia memilih diam. Berpura-pura tak mengacuhkannya.

“Kurasa mereka masih sedikit berguna. Aku hanya harus lebih mewaspadai pengendali waktu. Sandiwaraku sungguh penting untuk memastikan dia tetap di pihak kita. Sekalipun dia lepas dari kendali, dia akan tetap takluk selama pengendali cahaya masih di tanganku. Namun, sebisa mungkin aku harus memastikan dia tetap di bawah kendaliku. Kau jelas tahu, kendaliku tak bisa mengambil alih secara penuh tubuh dan pikiran semua makhluk—terutama para pengendali.”

“Kendalimu memang tak sesempura yang kubayangkan. Kebencian para pengendali menguat saat menghadapi kawan mereka di sisi lain, kan? Dan, dalam posisi ini, kendalimu lemah. Mereka hanyalah mereka, dengan pola pikir terbalik. Bahkan, kau tak bisa membuat mereka menggunakan kekuatan maksimalnya. Memanggil hewan panggilan pun tak bisa. Astaga, ini ironis. Kau lemah, Erebos.” Seishin terkekeh meremehkan.

Erebos sendiri hanya melemparkan tatapan tajam. “Kau terlalu banyak bicara, Grey. Sudahlah, aku tak perlu menanggapi celotehanmu, kan? Sekarang, lebih baik kau mengumpulkan semua makhluk yang telah kukendalikan. Aku butuh semua jiwaku sebelum bulan merah,” perintah Erebos dengan serius.

“Kau berniat mengambil semua jiwamu dari mereka yang kaukendalikan? Maksudku, kristalmu? Kau tahu, kenyataan ini sebenarnya membuatku ingin tertawa. Tubuh sekaligus jiwamu sesungguhnya hanya berbentuk kristal. Ya, memang menarik bisa memecah-mecah tubuh untuk mengendalikan makhluk lain. Dengan begitu, kau bisa muncul, bersembunyi atau mengambil alih tubuh siapa pun, di mana saja para ‘peliharaanmu’ berada. Tapi, tetap saja, aku ingin tertawa. Kau hanya bisa bertahan di satu tubuh dalam satu waktu, sekalipun ribuan tubuh di bawah kendalimu.”

Seishin berhenti sejenak—membiarkan tatapan jengkel dilayangkan ke arahnya.

“Seperti sekarang, kau hanya mengendalikan tubuh pengendali cahaya. Itu berarti sosokmu tak akan berada dalam tubuh lain. Semua tubuh yang kaukendalikan sekarang hanyalah cangkang kosong tanpa pikiran mereka sendiri. Mereka tak tahu apa yang benar dan salah. Astaga, Erebos. Ini lucu sekali.” Seishin tertawa.

“Oh iya, bukankah kekuatanmu sekarang sedang melemah?  Kau harusnya memerhatikan seluruh cangkang kosong yang kautebar, Erebos. Jangan-jangan, ada dari mereka yang lepas kendali. Kau harus tahu emosi seseorang tak bisa sepenuhnya kaukendalikan. Kau bisa terbakar kala menyalakan api. Apalagi, jika kau tak berhati-hati, angin bisa membuat api berkobar lebih besar dan tak terkendali.  Ah, aku lupa, kau tak bisa benar-benar memantau semua cangkang kosong yang kautinggalkan, kan, Erebos?” Lagi-lagi, Seishin terbahak. Raut mukanya tampak sangat mengerikan.

Kening Erebos berkerut. Emosi mendadak menyelimuti. Namun, alih-alih marah, ia malah menyeringai. “Tertawalah sepuasmu, Grey. Tak masalah bagiku kau mau berbicara apa dengan mulut busukmu. Namun, harusnya kau sadar diri. Jangan macam-macam denganku. Aku masih memiliki kekasih cantikumu sebagai jaminan. Kau tahu apa yang lucu? Aku tak pernah mengendalikanmu, kan? Ya, aku bisa saja dengan mudah mengambil kendali atasmu. Tapi, aku tak mau. Menggunakan kekasihmu sebagai tawanan, ah, itu sudah cukup membuatmu bertekuk lutut di hadapanku. Aku percaya kau akan melakukan apa saja demi kekasihmu. Cintamu terlalu besar, Grey. Ah, bukankah ini lucu? Sudah kubilang cinta adalah kelemahan terbesar, kan? Jadi, jadilah anak baik dan jangan main-main denganku. Kau mengerti, Grey?” tekan Erebos. Kini, gilirannya untuk tertawa.

Tawa Seishin lenyap seketika. Ia sadar posisinya sekarang tidaklan menguntungkan. Tangannya terkepal, mulut terkatup rapat. Seishin membalikkan tubuh dan memasang tudung abu-abunya.

“Tentu aku mengerti. Aku sangat mengerti, Tuan Erebos,” jawab Seishin dengan datar dan sedikit sarkastik. Ia segera melangkah keluar, meninggalkan Erebos yang memamerkan seringainya.

.

.

Sosok pemuda yang sedari tadi bersandar di luar pintu kamar Baekhyun hanya terdiam—tak bergerak, tak berbicara. Ia tengah mendengarkan semua pembicaraan Baekhyun –atau lebih tepatnya Erebos- dengan Seishin. Setiap garis besar percakapan itu, ia ingat baik-baik. Tak ada perubahan berarti pada raut mukanya kala mendengar semua hal itu.

Kala menyadari Seishin akan keluar, pemuda itu segera meninggalkan posisinya. Tak akan ada yang tahu bawa ia tadi di sana—mencuri dengar.

Seishin keluar dengan kecamuk emosi dalam diri. Namun, ia berusaha keras menenangkan diri. Pintu kamar Erebos ia tutup perlahan. Mata abu-abunya terpaku pada punggung pemuda yang tengah berjalan di lorong dengan tenangnya.

Seishin tersenyum, memejamkan mata dan merapal sebuah mantra. Tak lama, matanya kembali terbuka.

“Ini semua akan jadi lebih menarik, Erebos. Tunggu saja.” Kekehan pelan terdengar. Seishin segera berbalik dan berjalan menyusuri lorong panjang—berlawanan dengan arah perginya pemuda yang mencuri dengar percakapannya dengan Erebos.

.


.

Tangan pengendali es tampak sibuk mengoleskan ramuan pada luka-luka di sekujur tubuhnya. Segera ia kenakan pakaiannya sembari menyambar busur panah es dari atas ranjang. Xiumin beranjak berdiri dan melangkah keluar dari kamar yang ia tinggali.

Di depan pintu, secara mendadak, Kai muncul tepat di hadapannya.

Hyung, kau mau ke mana?” tanya pemuda berkulit sedikit gelap itu pada pengendali es.

Jawaban pendek keluar dari mulut Xiumin. “Bertemu Luhan dan Sehun.”

Mendengar jawaban itu membuat Kai menelengkan kepala tak mengerti. “Ya! Untuk apa, Hyung? Mereka hanya terlambat. Sebentar lagi, mereka pasti akan muncul. Jangan terlalu khawatir. Lagipula, kau masih terluka, HyungAish, ini semua gara-gara pengendali api sialan itu.” Kai mulai mengumpat penuh emosi. Kesal benar ia dengan Chanyeol karena membuatnya terluka parah.

Xiumin menatap Kai malas. Ia tak mengacuhkan pemuda itu. Tekad untuk menemui Luhan dan Sehun sudah bulat. Apa yang ia dengar tadi membuat perasaan aneh muncul tiba-tiba. Perasaan berkecamuk memenuhi diri—membuat dadanya sesak. Xiumin merasa harus melakukan sesuatu. Ya, ia memang tak tahu persis perasaan tak nyaman apa yang menyergap. Namun, ia tahu pasti, bahwa Luhan, sahabatnya, tahu semua jawabannya. Karena itu, pengendali es harus segera menemui Luhan.

Dengan cepat, Xiumin meninggalkan Kai yang masih sibuk mengumpat dan mengeluarkan sumpah serapah.

Diabaikan oleh hyungnya itu membuat Kai bingung. Segera ia kejar pemuda tertua dalam kelompoknya itu dengan teleportasi. “Hyung, tunggu sebentar. Lebih baik kita tunggu perintah. Aku yakin semua baik-baik saja.”

Pengendali teleportasi itu berusaha menghentikan Xiumin. Pengendali es pun berhenti dan menatap tajam Kai. “Aku tak pernah menerima perintah dari siapa pun, Kai. Camkan itu baik-baik. Aku pergi,” tukas Xiumin datar.

Kai hanya mendengus mendapat tanggapan seperti itu dari Xiumin. Dipukul-pukul kepalanya sejenak, sebelum memutuskan untuk mengikuti pengendali es.

Sementara itu, tak jauh dari posisi dua pengendali, Seishin menyeringai. “Sesuai rencana. Sudah kubilang ini akan semakin menarik, Erebos. Ah, jangan pernah berani main-main denganku juga.” Ia terkekeh.

.


.

Perjalanan ke desa masih berlanjut. Suho dan yang lain memutuskan berhenti dan beristirahat sejenak. Mereka cukup kelelahan, pun dengan para hewan panggilan.

Suho meminum air yang dibawanya. Chen sibuk mengelus tubuh besar Sango, kalajengking raksasa yang ia sayangi itu. Luhan sendiri dengan posisi masih terikat rantai air, terlihat sedang mengawasi Sehun. Sorot khawatir terlihat jelas di matanya kala melihat luka di sekujur tubuh pemuda berkulit seputih susu itu.

Pengendali tanah tengah membersihkan senjatanya. Dan, secara tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang aneh. Ya, ia memang peka. Sangat peka. Segera, pemuda itu berjongkok. Tangan kanannya ia tempelkan ke tanah—berusaha merasakan getaran bumi.

Mata Kyungsoo berkedut dan tautan alis terbentuk. Dengan cepat, ia berdiri memandang kelompoknya. “Bersiaplah! Kita kedatangan banyak tamu! Ini akan melelahkan!” seru Kyungsoo. Pengendali itu mulai mempersiapkan diri.

Pengendali lain menyeringai—kecuali Luhan dan Sehun.

Chen mengeluarkan katananya. “Aku benar-benar akan melampiaskan seluruh amarahku. Tak ada lagi main-main. Aku akan menghancurkan semua tanpa ampun. Boleh, kan, Hyung?” tanya Chen pada Suho.

Pemuda itu tengah meletakkan wadah air minumnya perlahan sebelum menganggukkan kepala. Ya, ia sendiri ingin menghajar para tamunya dengan sekuat tenaga. Demi Chanyeol dan semua yang telah menderita karena takdir kejam yang mereka alami.

Luhan menutup Suho penuh harap. Ia sadar luka di tubuhnya masih belum sembuh. Namun, ia tak bisa tinggal diam dengan pertarungan yang mungkin akan segera terjadi. “Suho ya—” Suara lirih Luhan memanggil Suho. Sedikit memelas.

Pengendali air memandang Luhan ragu. Suho berjalan mendekati pengendali bermata rusa itu. “Pastikan kau menghajar mereka, Hyung. Atau aku yang benar-benar menghajarmu,” kata Suho sambil memamerkan seringainya. Dirapalnya sebuah mantra untuk melepas rantai air yang membelenggu Luhan. Pengendali telekinesis pun akhirnya bebas.

Luhan memejamkan mata sembari mengeluarkan sebuah senjata berbentuk rantai panjang keperakan dengan senjata tajam menyerupai sabit di salah satu ujung dan bandul besi di ujung lainnya. Ya, itulah senjata Luhan. Psyche Kusarigama. Seekor rusa putih dengan tanduk besar di kepala muncul. Itu Kokoro, hewan panggilan Luhan.

Pemuda itu mulai memasang kuda-kuda. “Aku benar-benar akna menghajar mereka karena sudah mempermainkan hidup kita. Ini juga untukmu, Chanyeol ah,” kata Luhan sembari mengeratkan pegangan pada kusarigamanya.

.


.

Erebos memejamkan mata sembari mencoba mengumpulkan kembali kekuatannya. Jiwanya memang terasa lemah. Tubuh –kristal- miliknya memang sekarang tersebar di banyak tubuh. Ya, ia terpaksa memecah belah tubuhnya sendiri untuk mengendalikan pasukannya. Karena itulah, ia merasa sangat lemah. Tubuhnya tak menjadi kesatuan utuh. Ditambah, cahaya Baekhyun telah berhasil membuatnya lemah. Pengendali cahaya sangat berbahaya untuknya—terlebih jika tak berada dalam kendalinya.

Kristalnya memang sekarang berada di dalam tubuh sosok-sosok kuat yang ia kendalikan. Para jenderal dan beberapa pasukan terkuatnya. Sementara, untuk para cecunguk pasukan, Erebos bisa dengan mudah menciptakannya dengan kekuatan gelap. Namun, mereka pasukan yang lemah. Sekarang ini, Erebos memang tak bisa menciptakan sosok kuat di pihaknya, karena itulah, ia hanya bisa mengendalikan mereka.

Selama tubuhnya tersegel, Erebos memang tak bisa seenaknya menyarangkan bagian tubuhnya ke makhluk-makhluk yang ada seenaknya. Ia punya keterbatasan untuk itu. Namun, beruntung, dengan kekuatan jahat yang terus memenuhi dunia, ia bisa menciptakan pasukan kegelapan lemah untuk terus mengacaukan keseimbangan. Erebos harus tetap bersabar kala dalam segel. Suatu saat nanti, Zoe dan dunia akan jadi miliknya secara utuh.

Erebos tahu persis, apa yang dikatakan Seishin benar. Kendalinya akan ikut melemah ketika dirinya juga dalam kondisi tidak baik. Kebingungan mungkin sekarang akan menghinggapi sosok-sosok yang ia kendalikan dengan kristalnya. Bahkan, kemungkinan mereka lepas dari kendali pun ada. Namun, Erebos cukup yakin, ia bisa tetap menahan kendali atas cangkang-cangkang kosong yang tak ia hinggapi secara langsung itu. Mereka hanya akan tetap linglung. Ya, beberapa hari lagi—mereka semua tak ada gunanya. Erebos akan mengambil alih kendali atas dirinya sendiri.

Bulan merah akan segera tiba. Dan, saat itu, tubuh Erebos akan kembali seutuhnya. Kristal yang tersebar akan ia ambil kembali. Tubuhnya akan kembali utuh. Erebos, sang Penguasa Kegelapan akan benar-benar sempurna. Dan setelah itu, dengan mudah ia akan bisa mengendalikan para makhluk tanpa merasuki mereka dengan kristalnya.

Ya, tinggal sebentar lagi. Semua akan dimulai. Ia akan bangkit. Erebos puas mendapati rencananya berjalan dengan sangat baik. Rencana yang sudah ia persiapkan dengan matang. Ia telah belajar dari berbagai pengalaman, terlebih ia tahu mengapa sebelumnya, ia tak benar-benar bisa lepas dari segel dan bangkit. Namun, dengan rencana baru ini, ah, semua berjalan sangat sempurna.

Erebos terkekeh. Kelemahannya selama ini berubah jadi kekuatan. Bagus sekali. Sempurna.

Kriet—

Pintu kembali berderit terbuka.

Sesosok pemuda muncul mendekati Erebos. Penguasa kegelapan tahu persis siapa itu.

Tao. Pengendali waktu. Pemuda bodoh yang ia manfaatkan sehingga ia bisa sampai tahap ini. Pemuda bodoh yang rela menyerahkan diri dan menjadi bagian dari kegelapan tanpa ia sadari karena sebuah perasaan bernama cinta. Miris sekali.

Erebos membuka mata. Saatnya bersandiwara. Saatnya menjadi Baekhyun, sang Pengendali Cahaya.

Tao mendadak mendekati Baekhyun dan langsung memeluknya dari belakang. Begitu erat, seolah tak rela melepasnya.

“Tao ya, ada apa?” tanya Baekhyun lembut. Senyum simpul terbentuk.

“Tidak apa-apa, Hyung. Biarkan aku seperti ini sebentar saja,” pinta Tao.

“Baiklah, kau boleh memelukku kapan pun kau mau, Tao ya.

Mendengar tanggapan Baekhyun, Tao terperangah. Dilepaskan pelukannya karena terkejut.

Baekhyun membalikkan badan, menatap lekat pengendali waktu. Kepalanya terteleng. “Mengapa? Kau terkejut?”

Tao hanya mengangguk. “Bukankah Hyung mencintai dia?” tanya Tao takut-takut.

“Dia? Siapa? Dia sudah mati. Kau tahu? Dia hanya membuatku terus menderita. Kurasa memang ini saat untuk melupakannya. Kau jauh lebih baik, Tao ya.” Baekhyun kembali tersenyum.

Tao memilih diam. Ia tak tahu apa yang harus dilakukannya.

“Tao ya, kau mencintaiku?”

Baekhyun mendadak menggenggam tangan Tao. Ditatap langsung mata merah redup Tao. Keredupan itu menandakan betapa lemah kendali kristal atas Tao. Beruntung, pengendali waktu belum sadar apa yang terjadi. Apalagi, saat ini, usaha Erebos lewat Baekhyun pasti akan menahannya lebih lama. Buaian Baekhyun pasti berhasil menjerat Tao.

Kening Tao berkerut. Menundukkan kepala sedih dan mengangguk lemah.

“Kau akan selalu bersamaku, kan?”

Lagi, sebuah anggukan lemah.

“Kau akan melakukan apa pun yang kuminta, kan?”

Tao mengangkat kepala dan mengangguk kembali. Ditatapnya lekat hyung yang sudah ia cintai sejak lama itu.

“Kalau begitu, tetaplah di sisiku.”

Baekhyun menangkupkan kedua belah tangannya pada Tao dan segera mencium bibir pemuda itu.

Tao terkejut mendapat perlakuan itu. Namun, dengan segera, ia membalas ciuman dari pemuda yang ia cintai. Kebahagiaan yang sudah ia harapkan sejak lama, akhirnya—akhirnya, ia mendapatkannya.

Di sela ciumannya, Baekhyun –atau lebih tepatnya Erebos- hanya menyeringai licik. ‘Bodoh!’

.


.

Di saat yang bersamaan, Kris masih setia mendampingi Chanyeol. Belum ada perubahan baik yang ditunjukkan pemuda berkekuatan api itu. Meskipun begitu, Kris tak sekalipun meninggalkan tempat Chanyeol dibaringkan. Tangan besarnya terus memegang erat tangan sang Pengendali Api—sama sekali tak melepaskannya. Sesekali, dielus surai hitam Chanyeol atau diusapnya wajah pemuda yang masih belum sadar itu.

Kris terus mengajak Chanyeol berbicara. Tanpa berhenti. Semua ia bicarakan; mulai dari hal konyol yang biasa Chanyeol lakukan atau berbagai hal yang sering mereka berdua belas lakukan. Pengendali naga pun tak keberatan menceritakan hal pribadi, kehidupannya yang sama sekali tak pernah ia buka pada siapa pun. Begitu juga rasa sayang melebihi rasa sayang seorang kakak dan sahabat pun tak ketinggalan ia ungkapkan. Terus, tanpa berhenti sama sekali.

Ya, hanya itu yang bisa Kris lakukan untuk membuat Chanyeol bertahan. Tak akan mungkin ia hidup jika pengendali api meninggalkannya—apalagi dengan cara seperti ini. Tidak. Tidak akan pernah Kris membiarkan itu terjadi!

Namun, sekeras apa pun usaha Kris, tak ada hasilnya. Tak tampak sedikit pun perubahan berarti. Sulur hijau pupus tetap seperti itu. Tak layu, namun juga tak bertunas. Sesungguhnya, Kris sudah sangat frustasi. Tapi, ia tetap harus sabar dan berusaha. Kris sadar semua butuh waktu.

Pengendali naga baru saja akan menutup mata karena kantuk yang menyerang, kala ia merasakan tangan Chanyeol menjadi dingin. Segeralah ia tersadar dan bangkit berdiri.

Mata Kris terbelalak. Tak bisa ia percaya dengan apa yang dilihatnya.

Sulur-sulur itu—semua berubah!

Tapi, bukan berubah menjadi yang Kris harapkan. Tumbuhan itu malah menguning dan mulai layu.

Tidak! Tidak! Ini tidak boleh terjadi!

“PARK DOBI!” teriak Kris sekuat tenaga.

.

-TO BE CONTINUED-


Menghilang dari peradaban dunia maya dalam waktu yang belum ditentukan. Muncul sewaktu-waktu untuk memantau. Pyoong.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
chachamariditha
Well, I posted Chapter 6 here *and other sites*! If you want to read the next chapter, you can visit my wordpress. Kekeke

Comments

You must be logged in to comment
Sky_Wings
#1
❤_❤
drnewbie #2
Wow genre favorite ini haha, pas baca fereword nya jdi tertarik sendiri haha, oke i'll begin to explore and hopefully to find a lot of 'awesome' things later, ya dan kayanya dalam 1 jam kedepan bakal selesai sampai chapter terakhir yang di update haha
PCY92BH #3
Hey you! I knew you haha cerita ini pernah aku baca di screenplays (kalau tdk salah) dan ini cerita dewa banget. Semangat terus ya, jangan patah semangat seperti yang tahun lalu kkk~
HaeHunUp
#4
Chapter 6: eonni dimana" ada. ga sabar nunggu ch 17 apa 18, lupa ._.
cepat kembali eonni ~~
AWPark #5
Chapter 5: Lanjut dong min...