The Life Goddess and the Darkness Master

Come Back to Me

"Jawab aku! Siapa kau?" Pertanyaan sama kembali dilontarkan Kris pada gadis kecil berusia sepuluh tahunan itu. Kali ini, nada curiga terdengar jelas.

Namun, lagi-lagi, si gadis manis itu hanya tersenyum. Alih-alih menjawab pertanyaan Kris, ia malah berjalan mendekati Chanyeol yang terperangkap sulur hijau pupus. Tangan mungilnya ia masukkan di antara celah sulur yang menyelubungi tempat pengendali api berbaring. Dengan lembut, gadis berambut panjang emerald itu menyentuh pipi Chanyeol yang penuh lebam dan luka. Ia menutup mata—seolah berusaha menangkap apa yang dirasakan pemuda itu.

"Apa yang kaulakukan?!" teriak Kris. "Jauhkan tanganmu dari Chanyeol!"

Teriakan Kris diabaikan begitu saja. Jelas saja, Kris dan Lay merasa tak tenang. Mereka baru akan berlari mendekati Chanyeol, saat tangan mereka kembali tertahan.

Sang Tetua Besar. Mengapa lelaki tua itu menghalangi mereka lagi? Pandangan tak mengerti mereka layangkan. Sungguh, apa maksud semua ini?

"Tunggu dan lihat saja," kata Wu Yanzi datar. Mata elangnya terpaku pada gadis kecil misterius.

Pernyataan datar tadi berhasil membuat Kris mendecih. Dilepaskan paksa tangan sang Kakek yang menahan tangannya. Mau tak mau, ia memilih mengikuti perintah sang Tetua Besar. Kris sudah berjanji akan percaya padanya.

"Kegelapan. Kesakitan. Keputusasaan. Kau benar-benar di ambang batasmu, Pengendali Api," kata si gadis bergaun indah lirih. Mata yang tadi tertutup kini telah terbuka sempurna—menampakkan betapa indah matanya itu. Iris berwarna senada dengan rambutnya dengan bulu mata lentik. Sorot kehangatan terpancar. Tangannya ia tarik kembali—melewati celah sulur.

Kening Kris dan Lay mengerut. Apa maksud perkataan gadis misterius itu?

"Apa maksud perkataanmu? Dan, siapa kau sebenarnya? Beritahu kami," tanya Lay penasaran.

"Luka-lukamu sangat parah. Kau mungkin tak bisa bertahan jika jiwamu selemah ini. Apa kau berniat menyerah? Penyembuhanmu akan memakan waktu lama, kecuali jika kau mau bangkit, Pengendali Api." Lagi-lagi, gadis kecil berambut emerald mengabaikan pertanyaan Lay. Ia malah terlihat serius berbicara dengan Chanyeol—tak memedulikan keadaan di sekitarnya.

Diabaikan seperti itu, Kris tak bisa lagi menahan emosi. "Apa kau tuli? Tak bisa mendengar kami? Jawab kami! Siapa kau ini?!" Mata Kris tampak merah berkilat karena amarah memuncak.

"Kris! Diamlah!" seru sang Tetua Besar tanpa sekalipun memalingkan wajah dari gadis misterius di depan sana.

"Harabeoji—Dia itu—" Bantahan Kris terhenti. Kembali Wu Yanzi menyuruhnya diam.

Si gadis misterius menoleh ke arah tiga manusia yang sempat ia abaikan. Senyuman kembali tersungging menghiasi wajah polosnya. "Kalian terus bertanya siapa aku. Apa kalian benar-benar tak mengenaliku? Kau juga, Wu Yanzi?"

Sang Tetua Besar menundukkan kepala—memberi hormat pada gadis kecil itu.

Pemandangan tak lazim kontan membuat Kris dan Lay melayangkan pandangan bingung dan tak percaya. Apa-apaan itu? Bagaimana mungkin tetua besar desa memberi hormat pada seorang gadis kecil yang entah siapa itu?

"Tentu saya mengenal Anda. Ya, meskipun saya sedikit terkejut melihat wujud Anda sekarang. Lagipula, ini pertama kalinya Anda mau menampakkan diri sejak terakhir saya melihat Anda puluhan tahun lalu. Sungguh, maafkan kelancangan dan kekasaran kami, Dewi Kehidupan." Suara Wu Yanzi terdengar penuh rasa hormat.

Membelalak lebarlah mata kedua pemuda terpilih mendengar apa yang dikatakan sang Tetua Besar. Dewi Kehidupan?

Wu Yanzi tampaknya tahu Kris dan Lay terkejut mendengar perkataannya. Ia harus segera menyadarkan kedua pemuda itu. "Beri hormat pada Dewi Kehidupan, Anak-anak. Beliau adalah Zoe, penjaga sekaligus jiwa dari pohon kehidupan."

"Apa?!" seru Kris dan Lay bersamaan.

Zoe kembali tersenyum manis.

.

.

"Jadi, Anda benar-benar Zoe? Dewi Kehidupan? Dan, pohon di depan kami ini—pohon kehidupan? Begitu?" tanya Lay memastikan. Sungguh, tak pernah terlintas dalam bayangan, ia akan mengalami kejadian seperti ini.

"Tepat sekali, Lay, sang Penyembuh. Mereka yang tahu keberadaanku memanggilku Zoe, Dewi Kehidupan." Zoe menganggukkan kepala.

"Dewi Kehidupan katamu? Eoh? Dewi kehidupan apa? Cih. Sekarang apa andilmu dalam pertarungan ini? Mengapa kau tak pernah sekalipun muncul membantu kami? Mengapa kau tak ikut mengalahkan kegelapan bersama yang terpilih? Bukankah itu juga tanggungjawabmu? Jangan-jangan, kau sengaja melimpahkannya pada kami dan melarikan diri dari tanggungjawab?" tukas Kris dingin.

Tak kuasa lagi pengendali naga menahan diri dengan semua yang terjadi. Peperangan melawan kegelapan membuat banyak makhluk menderita—terlebih, Chanyeol menjadi seperti sekarang karenanya.

Kris muak. Ia benci fakta bahwa ia terpilih menjadi salah satu pengendali—bahkan seorang pemimpin. Ia benci semua hal, termasuk sosok Zoe yang baru muncul ini. Mengapa ia tak muncul dari dulu? Jika ia mau membantu sedikit saja, mungkin takdir kejam tak akan terjadi. Tak ada lagi yang terpecah belah. Dan, Chanyeol tak akan sekarat seperti sekarang.

Zoe memahami apa yang Kris rasakan. Ia beranjak mendekati pengendali naga. Senyuman manis masih terpajang sempurna, namun kali ini, sorot mata penuh kesedihan terpancar.

Mendapati Zoe mendekat, Kris malah memilih mundur—menjauhi sang Dewi. Tak mau ia dekat-dekat dengan dewi bertubuh seperti anak kecil itu. Amarah masih saja memenuhi dirinya. Ia tak bisa percaya dengan sosok yang dipercaya sebagai penjaga dan jiwa pohon kehidupan. Ia tak sudi memercayai sosok yang sudah menyebabkan semua makhluk menderita!

Langkah Zoe terhenti. Ditatapnya pohon kehidupan lalu beralih ke pengendali naga. "Apa kau marah dengan semua yang terjadi? Ah, tentu saja kau marah. Mungkin ini memang salahku. Aku tak muncul sejak awal. Namun, kau harus tahu kalau itu bukan kemauanku. Aku tak punya hak untuk melakukan segala sesuatu sesuai kehendakku sendiri. Aku terikat dengan pohon kehidupan, Pengendali Naga. Akulah jiwa dan penjaga pohon ini. Campur tangan secara langsung dalam peperangan tanpa akhir adalah hal yang salah. Melawan penguasa kegelapan merupakan tugas yang terpilih. Itu tugasmu dan sebelas pengendali lain. Aku tak bisa melakukan apa pun kecuali mendukung kalian dari sini." Lirih sekali suara gadis manis itu. Tampak jelas ia merasa bersalah dengan apa yang terjadi. Tapi, sungguh, ia tak bisa melakukan apa-apa.

"Cih! Persetan dengan omong kosongmu! Lucu sekali! Apa kaupikir kami pernah meminta menjadi pengendali terpilih? Apa kaupikir kami senang dengan kekuatan yang kami miliki sekarang? Apa kaupikir kami menikmati peperangan mengerikan tanpa akhir ini? Bisa kaubayangkan perasaan kami dipermainkan takdir sekejam ini?! Katakan pada kami! Tahukah betapa sakit rasanya?!" seru Kris sarkastik. Muak sekali ia dengan takdir yang menaungi.

Ya, pengendali naga memang tak bisa lagi mengendalikan emosi. Emosi yang selama ini tertahan sudah memenuhi diri—bersiap meledak saat pemicu ditekan. Cukup sudah ia menahan semua rasa sakit seorang diri selama ini. Cukup sudah ia bergelut dengan berbagai pertanyaan mengapa harus mereka yang dipilih, berbagai kemelut emosi yang merajai saat-saat berat dalam pertarungan, berbagai masalah yang terjadi—yang membuat perasaan terluka. Cukup sudah! Ia tak tahan lagi.

Selama ini, tak sekalipun ia mengeluh. Bukan karena tak bisa, namun, karena Kris tak tahu siapa orang yang bisa disalahkan atas takdir yang mereka alami. Dan, kini, sosok yang disebut Dewi Kehidupan muncul. Sosok yang mendadak muncul itu harus membayar semua penderitaan mereka selama ini. Zoe-lah yang harus disalahkan!

"Kris!" tegur sang Tetua Besar. Wu Yanzi tak pernah menyangka cucu kesayangannya bisa meledak penuh amarah—apalagi bertindak sekasar itu. Di mana wibawa dan kepala dingin yang biasa ditunjukkan Kris?

"Tak apa-apa. Biarkan pengendali naga meluapkan emosi. Dia pantas marah. Tanggungjawabnya sebagai pemimpin terlalu berat dan selama ini, dia sudah menanggungnya sendiri."

Suara Zoe begitu lembut. Gadis itu beralih dari sang Tetua Besar ke sosok Kris. "Marahlah sepuasmu, Kris, sang Pengendali Naga! Luapkan semua emosi yang sudah kautahan selama ini! Dengan begitu, kau akan merasa lebih baik. Jika tidak kaulampiaskan, suatu saat kegelapan bisa memanfaatkan kegelapan dalam hatimu itu. Nah, terus teriakkan amarahmu. Emosi bisa sangat berbahaya ketika melawan kegelapan."

Mendengar perkataan Zoe, Kris justru memilih diam. Digertakkan gigi—ditahan emosinya. Sengaja ia lakukan. Tak sudi ia melakukan apa yang Zoe katakan. Tidak akan pernah!

Kepala gadis kecil itu meneleng. "Mengapa kau berhenti? Apa karena aku meminta kau melampiaskannya? Apa kau begitu membenciku sehingga kau tak mau melakukan apa yang kuminta? Sekalipun itu demi kebaikanmu?" Tatapan ia layangkan sendu. Kris memalingkan wajah.

Zoe mengerjapkan mata indahnya. Helaan napas panjang keluar. Ditatapnya tiga lelaki di hadapannya dan seketika ia terpaku pada Lay.

Sang Dewi Kehidupan melangkahkan kaki menuju sang Penyembuh. Hal itu membuat Lay beringsut mundur. Sedikit. Hanya sedikit. Ia sungguh tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia pandang pemimpinnya—mencoba mendapat jawaban apa yang harus ia lakukan. Namun, pandangan tajam Kris hanya terarah pada Zoe seorang—tak sekalipun berkedip. Sepertinya Kris tak percaya sedikit pun pada dewi itu.

Tak mendapatkan jawaban dari pengendali naga membuat Lay menyadari sesuatu. Mau tak mau, ia harus melakukan apa yang ia percayai. Alih-alih terus menghindari sang Dewi, Lay malah berhenti. Memilih diam di tempat ia berdiri dan membiarkan Zoe mendekat.

Sesampainya di depan Lay, Zoe menatap Lay lembut. Perlahan, diangkatnya tangan kanan Lay yang terluka. Luka akibat usaha menyembuhkan luka pada perut Chanyeol itu membuat tangannya merah kehitaman. Mendapati tangannya dipegang Zoe, Lay hanya diam. Tak melakukan apa pun. Berusaha menarik tangannya pun tidak.

"Aku tahu kau telah berusaha keras menyembuhkan luka pengendali api. Namun, kau harus tahu bahwa ada luka yang tak bisa kausembuhkan, Lay, sang Penyembuh. Ya, setidaknya untuk saat ini. Ketika keduabelas pengendali terpilih berkumpul dan segel terbuka, kekuatanmu akan menjadi sempurna. Kau akan jadi lebih kuat daripada saat ini." Zoe tersenyum manis lagi. Namun, senyuman itu justru membuat Lay bingung—tak mengerti.

Zoe kembali angkat bicara. "Lay, kau adalah sang Penyembuh dan master dari Chiyu, sang Unicorn. Jelas, kau tak bisa bertarung langsung secara maksimal dengan kekuatanmu karena kau seorang penyembuh. Kau mungkin akan selalu berperang di garis belakang, selalu bersiap memberikan dukungan pada para pengendali di garda depan. Namun, kau harus tahu betapa penting peranmu dalam peperangan ini. Sentuhan ajaibmu mampu mengurangi rasa sakit dan menyembuhkan luka. Hatimu selembut sang Unicorn, Lay. Buanglah perasaan negatif karena merasa tak berguna hanya karena kau tak bisa turut serta bertarung di garda depan. Lepaskan dan buang jauh-jauh pikiran itu. Yakinlah, kau pantas menjadi yang terpilih."

Tangan Zoe menangkup tangan kanan Lay yang terluka. Mata gadis itu terpejam. Tak lama, cahaya terang keluar dari tangkupan tangannya.

Secara mendadak, kehangatan luar biasa dirasakan master dari Chiyu. Rasa sakit di tangan kanannya tak terasa lagi. Pemuda berlesung pipit itu bisa merasakan adanya kekuatan besar mengalir ke seluruh tubuh—membuatnya jauh lebih kuat. Rasa lelah dan sedih yang ia rasakan menghilang tanpa bekas. Semua terasa begitu damai. Begitu nyaman.

Peristiwa itu sontak membuat Kris dan sang Kakek terkejut. Mata mereka membelalak tak percaya—terutama Kris. Semakin terperangah ia begitu mendapati tangan Lay sembuh. Tanpa bekas sama sekali. Tak ada luka yang mewarnai tangan sang Penyembuh.

Berbagai hal berkecamuk dalam benak Kris. Sebenci apa pun ia pada Zoe –yang secara tak langsung telah membuat Chanyeol seperti ini—, tapi apa yang dilihatnya tadi, memaksa Kris berpikir ulang. Apa sang Dewi Kehidupan bisa menyelamatkan Chanyeol? Haruskah ia percaya pada gadis kecil itu? Atau haruskah ia terus memegang teguh pendiriannya untuk tak memercayai Zoe?

Butuh beberapa saat bagi Kris mengambil keputusan. Ia sadar Chanyeol sedang sendirian sekarat—tak berdaya, menunggu untuk kembali. Dan, pengendali api bisa kapan saja pergi menghilang. Ya, Kris tahu keselamatan Chanyeol lebih penting. Bukan saatnya ia memenuhi ego tingginya.

"Kau! Kau yang dipanggil Dewi Kehidupan! Apa kau bisa menyembuhkan Chanyeol seperti kau menyembuhkan Lay?" seru Kris setengah hati. Kecamuk dalam diri masih besar. Tak ingin ia meminta bantuan Zoe sebenarnya, tapi, jika bukan bergantung pada Zoe, pada siapa lagi Kris harus meminta tolong?

Penyembuhan Lay yang sengaja Zoe perlihatkan di depan Kris nyatanya bisa menghancurkan tembok amarah dan kekeraskepalaan pengendali naga. Gadis kecil itu hanya tersenyum menatap Kris penuh arti.

.


.

"Luhan Hyung, kau yakin baik-baik saja?" tanya Sehun sedikit panik.

Ya, pengendali angin sungguh khawatir dengan keadaan Luhan. Semenjak berhenti mengeluh tentang sakit kepalanya, pemuda bermata rusa itu terlihat linglung. Ah, tepatnya seperti shock. Sehun tak mengerti apa sebabnya Luhan seperti itu. Apa mungkin kepala Luhan terbentur dan membuatnya mengalami masalah dengan pikirannya?

Sementara Sehun khawatir dengan keadaannya, Luhan malah memilih diam. Ia sibuk menelaah setiap kejadian yang kini memenuhi benaknya. Satu per satu, memori kembali menunjukkan wujud utuhnya—terangkai membentuk puzzle sempurna.

'Astaga—Mengapa semua bisa terjadi sampai seperti ini?' pikirnya begitu ia menemukan titik terang.

Luhan merutuk dirinya sendiri. Merutuk bagaimana ia bisa jatuh dalam kendali, menyesali bagaimana mudahnya ia menyakiti kawan perjuangannya, menyalahkan diri karena membuat Baekhyun jatuh dalam kegelapan. Namun, yang paling membuatnya sakit adalah membuat Chanyeol—membuat pengendali api—

Pengendali telekinesis menggelengkan kepala—tak percaya dengan semua ingatan yang memenuhi benaknya. Ya, ia sudah kembali sadar. Benar-benar sadar. Ia sudah mengambil alih pikirannya. Kegelapan yang sempat mengaburkan semua isi kepalanya sudah menghilang—tanpa sisa. Namun, satu pertanyaan menggantung. Luhan sungguh penasaran bagaimana bisa ia lepas dari kendali? Apa sebabnya?

"Sehunie—Bisa kita turun dan beristirahat?" pinta Luhan pada Sehun yang masih menggendongnya.

Pengendali angin menatap Luhan penuh arti. Ia mengedarkan pandangan ke depan—mencoba mencari keberadaan pengendali lain. Mereka tak terlihat lagi. Mereka mungkin sudah nyaris sampai di Sinister Kingdom. Mereka tadi memang duluan bergerak. Sehun memang sedikit lambat karena harus menjaga Luhan.

"Ya, kurasa tak ada salahnya kita beristirahat, Hyung. Aku yakin kita bisa menyusul mereka nanti. Tapi, apa kau masih merasa pusing? Kau butuh sesuatu? Apa kau benar-benar yakin kau baik-baik saja?" Rentetan pertanyaan tanda khawatir Sehun layangkan sembari menurunkan tubuh Luhan dari punggungnya. Dibantunya pemuda bermata rusa untuk menyandarkan tubuh lemahnya pada sebuah pohon.

Luhan menatap Sehun lekat. Pikiran pemuda itu benar-benar sudah jernih. Bisa ia tarik setiap fakta, menghubungkan setiap bagian yang ada untuk membuat kesimpulan yang jelas bisa dipercaya.

'Sehun masih di bawah kendali dan itu membuatnya menjadi jahat. Yang aneh, mengapa sikap dan perasaannya padaku masih sama? Aku sungguh tak habis pikir. Saat di bawah kendali, aku sadar benar melakukan perbuatan biadab itu. Tapi—mengapa? Mengapa bisa seperti itu? Bukankah aku dikendalikan? Astaga, ada apa?' Luhan benar-benar ingin mendapat jawaban atas setiap pertanyaan yang ada.

"Hyung? Ada apa?" tanya Sehun lagi. Luhan seperti banyak pikiran dan pikiran itu pastinya begitu berat. Itu membuat Luhan bertambah pucat. Pengendali angin tak suka itu.

Sosok yang ditanya terdiam—tak menanggapi pertanyaan yang dilayangkan. Sibuk ia bergelut dengan pikirannya sendiri untuk memecahkan apa yang sebenarnya terjadi.

Kening Luhan berkerut ketika sebuah pemikiran terlintas. 'Tunggu sebentar—Kami dikendalikan. Kendali itu membiarkan kami sadar ketika melakukan tindakan jahat, meskipun begitu, kami tak bisa melepaskan diri. Tubuh dan pikiran kami terkunci. Namun, perasaan terdalam kami dibiarkan tetap ada. Mmm—bagaimana mungkin perasaan itu masih tersisa? Apa itu kelemahan mind controller? Atau mereka sengaja menyisakannya? Tapi, untuk apa?' Luhan memijit kepalanya yang masih terasa sakit.

Terus diabaikan membuat Sehun semakin khawatir. Luhan benar-benar harus beristirahat. Mungkin, ia harus membiarkan hyungnya sendiri sebentar. Ya, Sehun akhirnya mengambil keputusan.

"Hyung, beristirahatlah. Mungkin kau benar-benar lelah dan butuh tidur. Aku akan pergi sebentar untuk mencari sesuatu untuk diminum—mungkin dimakan. Baiklah, aku pergi dulu." Sehun mengelus lembut surai Luhan sebelum mencium pucuk kening pengendali telekinesis. Dengan cepat, Sehun melompat dari pohon satu ke pohon lain—meninggalkan Luhan dengan pikiran yang terus berkecamuk.

Luhan tersadar dari pergelutan isi kepalanya begitu Sehun meninggalkannya sendirian. Ia ingin dongsaengnya itu tetap di sampingnya—menemaninya. Namun, terlambat, Sehun sudah terlalu jauh.

'Sehunie—Sehunie—' Luhan mencoba bertelepati dengan pengendali angin. Namun, kenyataan ia tak bisa menjangkau Sehun membuat Luhan terkejut. Aneh. Sungguh aneh. Telepatinya tak bisa menembus pikiran Sehun. Ada suatu penghalang. Lagi-lagi, pergelutan di kepala Luhan kembali. Apa lagi ini? Apa Luhan melupakan sesuatu?

"Baekhyun. Chanyeol. Tao. Ilusi. Kristal. Memori. Kegelapan. Cahaya. Kendali. Segel. Penghalang—" Dengan cepat, gumaman demi gumaman keluar dari mulut Luhan seiring dengan berbagai rincian yang bisa ia ingat. Satu per satu yang muncul di benaknya ia sebutkan. Semakin lama, rentetan katanya semakin banyak. Luhan tak berhenti. Ia terus mengucapkan dan mengulangnya. Dan, tiba-tiba saja—

"Astaga! Aku tahu apa yang terjadi!" serunya keras.

Luhan baru saja akan bangkit berdiri, menghela napas lega saat beberapa sosok muncul di depannya. Sontak, pemuda berkekuatan telekinesis itu terkejut setengah mati.

"Apa maksudmu kau tahu apa yang terjadi?" tanya seorang dari sosok yang datang dengan sinis. Nada penuh amarah terdengar jelas di balik kata-kata yang ia ucapkan. Pandangan berkilat penuh emosi pun tampak jelas.

"KALIAN!" seru Luhan tak percaya. Mata pemuda itu membelalak lebar saat sosok-sosok itu memasang kuda-kuda siap menyerang.

.


.

"Aku bertanya padamu, Zoe! Apa kau bisa menyelamatkan Chanyeol?" Pertanyaan itu terlontar diwarnai sedikit emosi. Sungguh, Kris tak sabar mendapat jawaban dari dewi yang mengambil sosok gadis kecil itu.

Zoe tak menjawab. Ia malah melangkah menjauhi ketiga lelaki yang memandangnya penuh harap. Lagi-lagi, sang Penjaga mendekati tubuh Chanyeol—kembali mengusap lembut wajah pengendali api.

"Aku dan pohon kehidupan mungkin bisa menyembuhkannya. Tapi, semua tergantung pada pengendali api sendiri," jelasnya lirih.

"Apa maksud Anda?" Sang Tetua Besar yang sedari tadi memilih diam, akhirnya bersuara.

"Kalian—mendekatlah!" seru Zoe.

Lay, Kris dan sang Kakek dengan ragu berjalan mendekat. Dimantapkannya diri mereka untuk melihat kondisi menyedihkan Chanyeol di dalam kurungan sulur.

"Pohon kehidupan dan aku memutuskan untuk menyelamatkan pengendali api. Sulur-sulur muda ini akan menyembuhkan setiap luka—baik fisik maupun luka hatinya." Zoe memberikan penjelasan pada ketiga lelaki yang kini telah berdiri mengitari tubuh Chanyeol.

"Tapi, bagaimana bisa? Apa Anda serius?" tanya Lay penasaran. Belum pernah sekalipun ia mendengar cara ini. Hal itu membuatnya sedikit meragukan penjelasan Zoe.

Sang Dewi Kehidupan mengangguk. "Kami akan menyerap setiap rasa sakit dan menyembuhkan luka lewat sulur muda ini. Pengendali api akan sembuh seutuhnya saat sulur ini tumbuh dan berkembang serta memunculkan bunga. Dan, begitu bunga mekar sempurna, pengendali api akan bangun—tanpa luka."

"Lalu, kapan bunga itu akan muncul dan mekar? Butuh waktu berapa lama?" cecar Kris tak sabaran. Sesungguhnya, ia sangat bahagia karena ada harapan bahwa Chanyeol bisa diselamatkan. Tapi, masalahnya, berapa lama Chanyeol bisa bangun?

"Aku tidak tahu. Kita hanya bisa menunggu," jawab Zoe datar.

"Ya! Apa maksudmu tidak tahu?! Jelaskan padaku!" teriak Kris. Jawaban Zoe terkait penyembuhan Chanyeol—Ia harus tahu kejelasan itu sekarang.

"Pengendali api terperangkap dalam kesakitan dan kegelapan yang dalam. Ia sama sekali tak mau bangkit atau keluar dari tempat itu. Chanyeol tampak sudah menyerah. Benar-benar menyerah. Padahal, jika ia mau bangkit, kesembuhan dan kesadaran akan semakin cepat ia dapatkan. Aku tak bisa mengajaknya bicara. Ia tak mau mendengarku. Jadi, aku minta bantuan kalian. Ajaklah dia kembali. Karena sampai saat pengendali api memutuskan untuk kembali dengan keputusannya sendiri, kita tak bisa melakukan apa-apa kecuali menunggu."

"Apa yang terjadi jika dia tak mau kembali?" Satu pertanyaan terlontar dari mulut Wu Yanzi. Pertanyaan yang tak berani ditanyakan oleh dua pengendali.

Sang Dewi Kehidupan memejamkan mata. Helaan napas berat terdengar. "Sulur-sulur itu akan mati, begitu juga pengendali api. Dan, saat itu terjadi, tak ada yang bisa kita lakukan lagi."

"Jangan bercanda dengan kami!" teriak Kris tak terima. Tangannya mengepal dan bersiap memukul Zoe jika Lay tidak menghentikannya. "Dengarkan aku! Chanyeol akan hidup! Park Dobi akan kembali! Kupastikan itu akan membuka matanya!"

Kris jatuh berlutut. Surai pirangnya ia tarik frustasi. Kenyataan yang ia dengar—ia tahu benar kemungkinan besar bisa terjadi. Namun, jelas saja ia tak bisa menerimanya semudah itu. Tidak. Ia tidak mau menerima kenyataan itu!

Penjaga pohon kehidupan memandang Kris iba. Didekatinya sang Pengendali Naga. Gadis itu menangkup tangan besar Kris dengan tangan anak-anaknya. "Kris, sang Pengendali Naga, pemimpin dari dua belas pengendali terpilih—Kau adalah sosok pemimpin kuat nan tegas. Selalu bertindak dengan kepala dingin dan sangat bijaksana. Kau begitu peduli dengan semua makhluk—termasuk kawan-kawan perjuanganmu, meskipun tak pernah kautunjukkan perasaan itu secara langsung. Kau selalu mencoba menghadapi masalah sendiri karena tak ingin membebani yang lain. Kau selalu menekan dan menyembunyikan emosi dan perasaanmu. Tapi, kecamuk emosi tak bisa kautekan lagi saat perasaanmu tak terbalas. Berulangkali, kau berusaha membuang perasaan itu—tapi kau tak mampu. Cinta bisa dengan mudah menggoyahkan emosi dan sikap seseorang. Kendalikan dirimu, Kris. Tenangkan emosimu. Dan, semua akan baik-baik saja."

Sentuhan sang Dewi membuat Kris bergetar. Ia merasakan apa yang dialami Lay sebelumnya. Kehangatan dan kedamaian menyeruak dan memenuhi diri. Seluruh emosi menghilang begitu saja—seluruh amarah, kesedihan dan rasa sakit, setiap perasaan negatif yang terpendam dalam jiwanya. Seluruh luka hati Kris telah disembuhkan oleh sang Dewi. Belum—belum seutuhnya. Hanya diredakan sedikit. Tapi, itu bukan masalah. Pengendali naga merasa jauh lebih baik. Suatu energi membuncah—membuat Kris lebih kuat dan tegar.

"Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Kris. Tak ada lagi amarah terdengar dari nada suaranya—sudah melembut. Pengendali naga bangkit berdiri dibantu Zoe.

Gadis kecil itu menangkupkan kedua belah tangannya di depan dada. Sinar terang memancar dan melingkupi seluruh diri Zoe—membuat ketiga lelaki di sana memalingkan wajah, berusaha menghindari cahaya dengan lengan dan telapak tangan masing-masing.

Saat cahaya meredup, tak mereka temukan sosok gadis kecil tadi. Yang mereka dapati hanyalah sesosok nenek tua berjubah putih tersenyum ramah. Kehangatan merasuk jiwa kala melihat sosok asing itu tersenyum. Senyuman sang nenek tampak begitu familiar.

"Siapa Anda? Di mana Zoe?" tanya Lay—bingung.

Senyuman masih belum terhapus dari bibir wanita tua itu. "Apa kau tak mengenaliku? Ini aku, Zoe. Aku hanya sedikit mengubah penampilanku—terkejut?" Zoe tua melontarkan candaan.

"Bagaimana—bagaimana bisa?" Tak bisa Kris percaya dengan apa yang ia lihat. Bagaimana mungkin gadis kecil bisa menjadi tua dalam kurun waktu kurang dari satu menit? Tak masuk akal.

"Ah, itu masalah mudah. Nanti akan kujelaskan. Lagipula, wujud ini pas kugunakan seperti sekarang. Oh ya, mau dengar satu kisah? Ini kisah terang dan kebaikan melawan kejahatan dan kegelapan. Tertarik?" tawar Zoe. Nada suaranya begitu renyah meskipun sedikit parau. Sang Dewi benar-benar sudah seperti pendongeng tua yang siap menceritakan kisahnya pada anak-anak.

Tak ada persetujuan, pun tanggapan dari ketiga lelaki itu. Namun, Zoe tahu pasti bahwa mereka tertarik. Mau tak mau, mereka harus mendengarkan ceritanya. Nenek tua itu mengembuskan napas sejenak sebelum membuka mulut.

"Jadi, semua kisah ini dimulai saat—"

.


.

"Teman-teman, ini aku Luhan!" seru Luhan saat mendapati para sahabatnya –yang tidak dikendalikan- memasang kuda-kuda. Siap menyerang.

"Tentu kami tahu, kau ini Luhan. Tapi, kau bukan Luhan Hyung yang kami kenal! Jangan berpura-pura lagi!" teriak Chen penuh emosi.

Tampak pengendali lain juga berapi-api—penuh amarah karena apa yang dialami Chanyeol. Tak bisa mereka memaafkan siapa yang telah membuat pengendali api sekarat seperti itu!

"Dengar—dengarkan aku! Aku sudah sadar! Aku sudah terlepas dari kendali! Aku tak bercanda!" seru Luhan frustasi. Mengapa mereka tak mau memercayainya? Bagaimana cara ia membuktikan bahwa ia sudah sadar dan kembali di pihak teman-temannya?

"Cih! Jangan bercanda! Bagaimana mungkin kami bisa percaya? Sungguh, kalian sungguh keterlaluan! Apa kalian tak punya hati lagi sampai membuat Chanyeol sekarat? Apa kalian sudah benar-benar gila?" Kali ini, Suho berteriak marah.

"Katakan padaku! Apa yang harus kulakukan untuk membuktikan diriku sudah benar-benar sadar? Aku sudah bebas dari kendali. Percayalah padaku! Dan, aku tahu apa yang terjadi. Semuanya! Tiang cahaya Baekhyun telah membebau dari pengaruh mereka. Kristal jahat yang merasuk tubuhku hancur karena cahaya. Dan, aku benar-benar telah kembali seutuhnya. Tak bisakah kalian percaya?"

Seruan Luhan ditanggapi dingin oleh pengendali air, petir dan tanah. Mereka masih belum bisa percaya pada pemuda bermata rusa itu. Senjata di tangan dan posisi bersiaga masih mereka pertahankan. Suho dengan water trident, Chen dengan lightning katana, dan Kyungsoo dengan earth hammernya.

Merasa para pengendali masih ragu atas kesadarannya, Luhan kembali membuka mulut. "Baiklah, aku mengerti kalian masih tak bisa memercayaiku. Karena itu, belenggulah aku. Bawa aku kembali ke desa. Aku harus menceritakan semua yang terjadi sebenarnya. Aku telah tahu semua jawabannya! Teman-teman, jika kalian masih meragukanku, lakukan apa yang kuminta! Tak masalah, kalian akan melakukan apa padaku, yang pasti aku akan meyakinkan kalian aku sudah bebas. Kumohon, lakukanlah! Ini penting! Kita harus menyelamatkan yang lain!"

Tautan alis terbentuk sempurna. Suho mengatupkan mulut rapat-rapat. Dialihkan pandangannya dari Luhan ke arah Chen dan Kyungsoo—berusaha mendapat persetujuan dari mereka. Dengan berat hati, kedua pengendali yang lebih muda menganggukkan kepala.

Pengendali air mendekati Luhan. Dengan cepat, dirapalnya sebuah mantra. Rantai air tercipta dan membelenggu tangan Luhan.

Pemuda bermata rusa menganggukkan kepala dan tersenyum. Ia tak peduli dengan belenggu itu. Yang penting, ia bisa meyakinkan ketiga pengendali yang meragukannya. Luhan benar-benar harus meluruskan semuanya sebelum terlambat.

.

.

Suho baru saja akan menuntun Luhan ke arah Manta, saat embusan angin besar datang menyerang. Beruntung, Kyungsoo yang menyadari keberadaan Sehun, langsung membuat earth wall untuk melindungi pengendali air.

"Singkirkan tangan busukmu! Lepaskan Luhan Hyung!" teriak Sehun. Pisau angin berterbangan menyerang para pengendali. Rupanya, Sehun berpikir mereka menangkap Luhan.

Lagi-lagi, Kyungsoo membuat tembok tanah untuk melindungi pengendali lain dari serangan senjata angin Sehun.

Serangan Sehun membuat Suho curiga. Ia layangkan pandangan tajam pada sosok Luhan. Takut kalau itu jebakan yang sengaja mereka buat. Berusaha pengendali air mencari tahu mengapa Sehun menyerang mereka.

Luhan mengangguk—menjawab pertanyaan pemuda berkulit putih nan tampan di sampingnya lewat telepati. 'Sehun masih dikendalikan. Kristal kegelapan masih bersarang dalam tubuhnya dan aku tak tahu bagaimana mengeluarkannya. Yang aku ingat, aku bisa lepas dari kendali karena bersentuhan langsung dengan cahaya Baekhyun. Namun, waktu itu, Sehun cukup jauh dari posisi Baekhyun,' jelas Luhan.

Mendengar penjelasan Luhan –yang masih belum ia percaya sepenuhnya-, Suho mendengus. Saat ini, tak ada cara lain selain membawa Sehun secara paksa. Pengendali air belum tahu bagaimana harus menyadarkan pengendali termuda itu nanti. Yang pasti, mereka harus menjauhkan Sehun dari pengaruh kegelapan sekarang juga. Setidaknya, pengendali angin berada di bawah pengawasan mereka.

"Chen ah, Kyungsoo ya, mau tak mau, Sehun harus dilawan. Menjauhkan Sehun dari mereka yang dikendalikan adalah pilihan terbaik. Tapi, ingat, jangan terlalu keras melawannya karena bagaimanapun ia sahabat kita. Bersiaplah!" perintah Suho.

Chen dan Kyungsoo mengangguk mendengar perintah wakil pemimpin keduabelas pengendali terpilih. Ya, Suho memang dikenal sebagai pemimpin kedua—setelah Kris tentunya. Kemampuan memimpin Suho sama baiknya dengan Kris—namun, ia lebih bersahabat dan lembut dibanding pengendali naga.

Ketiga pengendali memasang kuda-kuda. Senjata di tangan dan mereka memusatkan konsentrasi. Siap menggunakan kekuatan mereka kapan saja. Luhan sendiri hanya berdiri di belakang.

Sehun melompat dari pohon satu ke lainnya. Area pertarungan itu sangat menguntungkan bagi pengendali angin karena mendukung kekuatannya. Banyak pohon yang bisa ia gunakan untuk berpijak—apalagi kemampuan bertarung di udaranya memang di atas rata-rata. Pepohonan juga bisa jadi tempat persembunyian yang cukup baik—melindungi dari serangan musuh. Lagipula, ia bisa melancarkan serangan cepat dan tak terduga dengan kekuatan anginnya. Namun, Sehun juga harus sadar bahwa lawannya bukan orang biasa. Mereka juga pengendali—sama sepertinya. Ia harus jauh berhati-hati melawan ketiga pengendali itu.

Sebagai pengendali tanah, reflek Kyungsoo cukup baik. Dengan sigap, ia membuat tembok tanah untuk menahan serangan angin Sehun. Untuk masalah pertahanan, Kyungsoo ahlinya. Apalagi didukung dengan water barrier Suho, kekuatan angin Sehun bisa dipatahkan.

Chen mengamati pergerakan Sehun dengan matanya yang tajam. Ia harus bisa menemukan posisi bocah yang cukup cepat itu. Mata Chen sangat awas—ia bisa menebak posisi lawan tanpa membutuhkan waktu lama. Kemampuan serangan terhadap musuh pun akurat secepat kilat. Ia pengendali yang bisa menyaingi kekuatan angin Sehun yang cepat.

Setelah mengedar sesaat, mata Chen terpaku pada sebuah pohon. Pemuda bersurai coklat karamel itu merangsek ke depan, melewati pertahanan yang dibuat kedua sahabatnya. Pusat perhatiannya hanya satu. Pohon berukuran sedang yang diapit beberapa pohon besar di sekelilingnya.

Pengendali petir memejamkan mata, merapal mantra dan menebaskan katananya dengan cepat ke arah pohon. Seketika, tebasannya menciptakan petir besar yang langsung membakar habis pohon dalam hitungan detik. Akurat. Tepat sasaran.

Chen yakin Sehun bersembunyi di pohon berdaun rimbun itu. Namun, sesaat sebelum serangannya mengenai pohon, Sehun berhasil lolos. Chen mendecih kesal. Beberapa detik bisa membuat perbedaan yang sangat besar—terutama kau pengendali yang ahli dengan kecepatan.

Sehun memajang senyum remeh pada Chen. Ia berusaha melompat ke pohon terdekat, namun, batu-batu mendadak berterbangan ke arahnya. Sontak saja, konsentrasi terpecah. Dikeluarkan angin untuk menangkis batuan itu meskipun dengan kekuatan tak maksimal.

Usaha itu sia-sia. Sekuat apa pun Sehun mencoba menangkis bebatuan yang menyerang, kekuatan anginnya tak mampu menahan serangan batu yang cukup besar tadi. Sehun terlempar kala beberapa batu menerjang tubuh dan menghempaskannya. Terlempar pemuda itu ke arah sebuah pohon berbatang besar dengan keras.

Sehun merasa punggungnya remuk. Terasa begitu sakit. Belum sadar sepenuhnya dari serangan Kyungsoo, air mendadak menyelimuti—menjebak Sehun dalam kubah air. Ia berusaha keras meloloskan diri dari water dome Suho. Digunakannya wind dagger dengan kekuatan anginnya secara penuh. Ia harus berhasil keluar dari kumpulan air yang membuat paru-parunya terasa terbakar itu. Namun, percuma. Tak ada gunanya. Napas Sehun semakin tipis dan mulai menyerah pada alam sadarnya.

Itu bisa dimaklumi. Sehun masih kelelahan akibat pertarungan sebelumnya melawan Chanyeol. Tenaganya terkuras banyak. Belum lagi, luka di sekujur tubuh yang belum ia obati. Sehun pun benar-benar tak sadarkan diri.

Mengetahui Sehun pingsan, pengendali air pun menghancurkan kubah air yang melingkupi Sehun. Sementara, Kyungsoo segera menghampiri bocah paling muda dalam kelompoknya itu—memastikan pengendali angin baik-baik saja. Setelah mendapati Sehun dalam kondisi baik –meskipun basah-, Kyungsoo merapal sebuah mantra dan mengikat kaki dan tangan pemuda itu dengan kekuatan tanah. Tak mau ia mengambil risiko kalau Sehun akan melawan nanti.

"Chen ah, Kyungsoo ya, panggil Sango dan Gaia. Kita akan pulang ke desa sekarang. Luhan Hyung, kau berutang penjelasan pada kami! Dan ingat, jangan berani melakukan tindakan bodoh!" seru Suho dingin. Belum bisa ia memercayai Luhan. Bisa saja pemuda berkekuatan telekinesis itu berbohong dan berusaha menjebak mereka. Waspada dan hati-hati harus ia lakukan. Demi kebaikan.

"Kuharap Chanyeol Hyung baik-baik saja. Kuharap ia selamat dan bangun kala kita sampai ke desa." Suara Kyungsoo begitu lirih. Sedih sekali sepertinya.

Luhan memandang pengendali tanah sendu. Ditundukkan kepalanya karena ia merasa sangat bersalah. Jika terjadi sesuatu yang buruk dengan Chanyeol, Luhan tak akan pernah bisa memaafkan dirinya sendiri. Tak akan pernah.

.


.

Baekhyun membuka mata—mendapati dirinya berada di sebuah ruangan besar bercahaya remang. Tubuh kecilnya terbaring di atas ranjang.

Pengendali cahaya mengedarkan pandangan. Ah, matanya sekarang sudah bisa melihat, rupanya. Ia mengamati setiap sudut dan benda di ruangan itu. Aneh rasanya. Terasa begitu asing. Berapa lama ia tak bisa melihat?

Pandangannya terhenti mendapati Tao di samping ranjang—memegang tangannya. Terlihat sorot mata khawatir dari manik merah Tao.

Baekhyun bangkit dan menyandarkan tubuh pada kepala ranjang. Disunggingkan senyum manisnya pada pengendali waktu yang dibalas dengan senyuman kecil.

"Kau tak apa-apa, Hyung? Aku senang kau akhirnya bergabung dengan kami. Kami sangat bahagia, Hyung."

Pengendali cahaya mengangguk. "Terima kasih, Tao ya. Kau memang yang terbaik," kata Baekhyun sembari memeluk dongsaeng yang lebih tinggi darinya. Tao pun membalas pelukan hangat Baekhyun—pelukan yang selama ini ia damba.

Mendadak, Baekhyun mengecup kening Tao lalu kembali berbicara. "Beristirahatlah. Aku tahu kau pasti lelah. Dan, lihatlah lukamu itu. Sembuhkanlah dulu." Suara Baekhyun terdengar sangat lembut—penuh kasih.

Tao memang lelah dan ia benar-benar butuh tidur. Tapi, meninggalkan Baekhyun yang baru sadar—ah, ia tidak bisa. "Tapi, Baekhyun Hyung—" Tao berusaha melontarkan bantahan. Bantahan itu terhenti kala Baekhyun menggeleng—menginginkan apa yang dikatakannya dilakukan oleh Tao.

Pengendali waktu menyerah. Ia meninggalkan ruangan besar itu setelah memberikan senyuman terbaiknya pada Baekhyun. Pengendali cahaya pun ikut tersenyum.

Pintu tertutup. Baekhyun menarik senyuman. Matanya berubah menjadi kosong. Mendadak seringaian jahat terbentuk lalu pemuda itu tertawa.

"Bodoh! Bodoh sekali! Rencanaku berjalan lancar. Memanfaatkan dan mengendalikan pengendali waktu, mengambil alih pikiran dan tubuh para pengendali, memecah belah yang terpilih, menghancurkan pengendali api dan memiliki tubuh pengendali cahaya. Bagus sekali! Bagus sekali! Benar-benar berjalan sesuai rencana!"

Baekhyun menggeliatkan tubuh. "Bodoh sekali manusia-manusia itu! Lemah! Mudah sekali mempermainkan perasaan mereka! Mengambil alih tubuh dan pikiran mereka dan menyisakan perasaan terdalam tersisa untuk dipermainkan lebih jauh. Menyenangkan sekali! Sebentar lagi, aku akan benar-benar bangkit. Aku, Erebos, sang Penguasa Kegelapan akan benar-benar kembali! Tak lama lagi, dunia akan segera hancur dan tak ada seorang pun yang bisa menghentikanku!"

.


To Be Continued


NOTE: Silakan bayangkan nama-nama asing dengan castini.

Seishin/Grey: Yesung (SuJu)

Zoe: Hyomin (T-ARA)

Erebos: Doojoon (Beast)


Sumangga, yang mau meninggalkan jejak...

Terima kasih yang sudah mau mampir ke wordpress dan meninggalkan sandal dan sepatu. Itu sangat berharga. Dan, untuk yang belum meninggalkan sandal atau sepatu di sana kemarin, masih ditunggu. Jangan lupa apa yang sudah kalian bilang padaku, ya? Aku ga pernah lupa janji kalian lhoo~ Aku masih setia menerimanya kok. Mau diganti sembako atau angpao juga boleh. Kekeke~

Ingat, ya. Semua orang bisa menulis. Tapi, ga semua orang mau menulis. So, learn to appreciate it. That's all.

Silent readers tersayang, jaga kesehatan kalian.


Kunjungi wordpressku: chathelastcross.wordpress.com

Untuk yang kangen karya November0627, silakan datangi wordpressnya: diosaurus.wordpress.com

Kami sekarang akan aktif di wordpress.


Sosee you laterMaybe.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
chachamariditha
Well, I posted Chapter 6 here *and other sites*! If you want to read the next chapter, you can visit my wordpress. Kekeke

Comments

You must be logged in to comment
Sky_Wings
#1
❤_❤
drnewbie #2
Wow genre favorite ini haha, pas baca fereword nya jdi tertarik sendiri haha, oke i'll begin to explore and hopefully to find a lot of 'awesome' things later, ya dan kayanya dalam 1 jam kedepan bakal selesai sampai chapter terakhir yang di update haha
PCY92BH #3
Hey you! I knew you haha cerita ini pernah aku baca di screenplays (kalau tdk salah) dan ini cerita dewa banget. Semangat terus ya, jangan patah semangat seperti yang tahun lalu kkk~
HaeHunUp
#4
Chapter 6: eonni dimana" ada. ga sabar nunggu ch 17 apa 18, lupa ._.
cepat kembali eonni ~~
AWPark #5
Chapter 5: Lanjut dong min...