The Choice and the Determination

Come Back to Me

“Apa yang kausembunyikan dariku, Luhan? Apa yang terjadi pada Chanyeol? Apa maksud perkataanmu tadi? Katakan padaku!” Kris tampak terkesiap kala tak sengaja mendengar perbincangan pengendali telekinesis dan es. Matanya berkilat penuh amarah.

Awalnya, ia berniat menyusul dua sahabat yang telah berjalan mendahuluinya. Namun, belum sempat mendekati Xiumin dan Luhan, Kris malah mendengar hal mengejutkan tentang Chanyeol. Kemarahan pun mendadak meluap. Begitu tiba-tiba.

Luhan terdiam. Sebenarnya, master Kokoro berniat menyimpan keanehan yang didapatinya itu sendiri. Ya, setidaknya, ia hanya akan berbagi dengan Xiumin karena belum yakin dengan apa yang sebenarnya terjadi. Tak ingin ia membuat masalah lebih besar—apalagi jika ia ternyata hanya hanya salam paham. Luhan tak ingin orang lain tahu, terutama Kris. Namun, sekarang Kris malah mendengarnya. Sial.

Tak mendapat jawaban, Kris semakin murka. Ditariknya pakaian pengendali telekinesis dengan kencangnya—nyaris mencekik pengendali itu. Kris terus meneriakkan hal yang sama penuh emosi. “Katakan padaku, Luhan! Apa yang terjadi?”

Xiumin jelas tak bisa membiarkan pertengkaran itu berkembang lebih jauh. Ditariknya tangan Kris—berusaha menghentikan aksi pengendali naga pada sang sahabat. “Kris—hentikan! Kendalikan emosimu! Tenangkan dirimu! Kau bisa bertanya baik-baik!” seru pengendali es.

Awalnya, Kris tak memedulikan Xiumin yang berusaha melerainya. Namun, ia pun akhirnya sadar bahwa ia terlalu terbawa emosi. Bahkan, ia nyaris melukai master Kokoro tanpa ia sadari. Dengan segera, Kris melepaskan tangannya dari Luhan. Pemuda yang baru lepas hanya terbatuk-batuk—mencoba memasukkan pasokan udara ke dalam paru-parunya.

Pengendali naga menarik napas panjang—berusaha menenangkan diri. Setelah bisa mengendalikan emosi, ia kembali melontarkan pertanyaan yang sama pada Luhan. Kali ini, dengan lebih lembut. “Katakan padaku, Luhan. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Chanyeol? Apa maksudmu tadi?” Kris terdengar memelas. Ia benar-benar butuh jawaban.

Setelah bisa bernapas normal, Luhan menghela napas panjang. Sekarang, tak ada gunanya menyembunyikan apa pun—sekalipun yang ia rasakan mungkin hanyalah sebuah prasangka. Namun, Luhan memang cukup yakin bahwa ada yang salah dengan pengendali api.

“Aku sendiri tak tahu, Kris.” Luhan mulai berbicara. “Sungguh, aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku hanya merasa ada yang aneh dengan Chanyeol. Dia terlihat begitu—ah, bagaimana aku mengatakannya? Berbeda. Dia bukan Chanyeol yang kita kenal. Jiwa ekspresif dan cerianya—aku tak bisa merasakannya. Kau tahu apa yang kumaksud, kan?”

Kris mengangguk.

“Kupikir, itu hanya efek sementara karena Chanyeol tidur begitu lama. Namun, saat aku mencoba membaca aura dan pikirannya, aku sadar sesuatu telah terjadi. Sesuatu yang salah. Dia begitu kosong. Aku tak bisa merasakan apa pun darinya. Tadi, aku mengamati reaksi Chanyeol. Tak sekali pun dia menanggapi kita—seolah, dia tak bisa merasakan apa pun. Aku masih belum yakin dengan apa yang kurasakan, jadi aku berniat menyimpannya sendiri. Tapi, kau telah mendengarnya. Maaf, aku bukannya tak ingin memberitahumu. Aku hanya tak ingin membuat prasangka yang salah. Aku tak ingin orang khawatir karena ini,” tambah Luhan.

“Tapi, mengapa? Mengapa bisa seperti itu? Apa yang sebenarnya telah terjadi?” tanya Kris lirih—seolah ia menanyakan itu pada dirinya sendiri.

“Aku juga tak tahu. Kita harus cari tahu sebabnya. Jadi—” Perkataan Luhan terpotong karena aksi pengendali naga.

Kris tampak mengepalkan tangannya kuat-kuat, penuh emosi. Kemarahannya kembali membuncah. “Zoe! Ini pasti karena dia!” teriak pengendali naga sembari berlari meninggalkan Xiumin dan Luhan. Kedua pengendali itu menyerukan nama Kris, namun tak digubris. Mereka pun mengejar Kris memasuki taman.

Tak butuh waktu lama, Kris telah kembali di pohon—gerbang menuju Divine World. Dirapalnya sebuah mantra untuk membuka pintu masuk. Namun, tak terjadi apa-apa. Pintu masuk ke dunia pohon kehidupan tak terbuka. Pohon besar itu tak menunjukkan reaksi apa pun.

Setengah kesal, Kris mengulang mantranya beberapa kali. Hasilnya tetap sama. Pengendali naga semakin murka. Zoe pasti melakukan sesuatu pada Chanyeol dan dengan sengaja menutup pintu masuk itu. Sial!

Dikeluarkannya broadsword penuh amarah. Kris benar-benar tertelan emosi, sampai-sampai ia tak bisa mengendalikan diri lagi. Hanya satu hal di pikiran Kris: ia harus segera masuk ke Divine World dan menjemput Chanyeol—memastikan pengendali api baik-baik saja.

Kris baru saja akan menebaskan pedang besarnya ke pohon besar—mencoba memaksa masuk, saat cahaya bersinar terang—menyilaukan mata Kris dan membuatnya terhuyung ke belakang. Saat cahaya itu meredup dan akhirnya menghilang, Kris membuka mata. Terbelalaklah ia mendapati Chanyeol tengah berdiri di depannya.

.

.

Mendapati Chanyeol telah muncul, Kris segera menyarungkan broadsword pada sarung pedang yang melintang di punggungnya. Segera didekatinya Chanyeol yang hanya terdiam—terpaku di depan pohon. Dengan setengah khawatir, Kris memeriksa seluruh tubuh Chanyeol—memastikan tak terjadi apa pun pada pengendali api.

“Kau tak apa-apa? Apa terjadi sesuatu? Apa Zoe melakukan sesuatu padamu?” tanya Kris panik—sedikit berlebihan. Chanyeol hanya menggeleng pelan.

Kris mengulangi pertanyaannya lagi. Namun, jawaban yang sama kembali ia terima. Pemuda bersurai pirang itu menghela napas lega.

Mendadak, Kris teringat perbincangannya dengan Luhan. Segera ia menempatkan diri di depan Chanyeol dan meletakkan kedua tangan kekarnya di bahu pengendali api. Tatapan lekat ia layangkan.

“Jawab aku, Chanyeol ah. Sebenarnya, apa yang terjadi padamu? Apa benar kau merasa kosong? Ah—maksudku, apa kau tak bisa merasakan apa pun? Perasaan? Emosi? Benarkah itu? Jawab aku, Park Dobi! Jangan berani berbohong padaku!” Rentetan pertanyaan itu dilontarkan begitu cepat. Pertanyaan yang membebaninya sejak tadi.

Chanyeol bergeming. Mata sayunya memandang balik Kris sebelum mengalihkannya ke arah lain.

Tak mendapat jawaban yang diinginkannya, Kris kembali terbakar emosi. Kembali ia layangkan sederetan pertanyaan yang sama. Bahkan, kali ini lebih buruk. Kris telah berteriak.

“Jawab aku! Apa yang dewi itu lakukan padamu? Apa ini semua karena Zoe? Aku benar-benar akan membuat perhitungan dengannya!” Pengendali naga kembali mengeluarkan pedang besarnya. Ia berniat membuat perhitungan dengan sang Dewi Kehidupan.

Sebelum Kris bisa melangkah, tangan pemuda itu tertahan. Chanyeol memegang lengan pengendali naga. “Hentikan. Kumohon hentikan, Hyung—” kata Chanyeol lirih—tanpa ekspresi berarti.

Kris pun tak jadi pergi. Dipandangnya Chanyeol sendu sekaligus heran. Mengapa pemuda itu menghentikannya? Namun, ia memilih menuruti dongsaengnya. Broadswordnya telah ia sarungkan kembali.

Xiumin dan Luhan telah berhasil menyusul. Mereka mendapati Kris dan Chanyeol tengah berdiam di depan pohon keramat. Saling menatap—tanpa bicara. Apa yang telah mereka lewatkan? Apa yang terjadi?

Pengendali api menghela napas, memejamkan mata sebelum membukanya perlahan. Tampaknya, ia baru mengambil keputusan. Tiga pengendali lain hanya bisa menunggu.

“Kau benar, Hyung. Aku memang merasa kosong. Aku kehilangan perasaanku—kehilangan kemampuan untuk merasakan dan mengungkapkan perasaanku,” jelas pemuda bersurai hitam lirih—memecah keheningan.

Mendengar itu, Xiumin mengusap muka sebelum mengacak rambutnya pelan. Luhan memijit pelipisnya. Ah, dugaannya terbukti benar. Kris sendiri hanya bisa memandang sosok di depannya tak percaya. Masih sulit menerima apa yang didengarnya—sekalipun Chanyeol sendiri yang mengatakannya.

“Ini semua karena Zoe, kan?” Kris kembali menimpakan kesalahan pada sang Dewi.

Chanyeol menggeleng. “Mengapa kau terus menyalahkan Zoe, Hyung? Ini bukan salahnya. Zoe dan pohon kehidupan telah menyelamatkanku. Semua ini terjadi karena memang harus terjadi. Saat Baekhyun menusukkan rapiernya padaku dan menggunakan kegelapan untuk menghancurkanku, semua memang sudah terlambat. Kegelapan telah meremukkanku terlebih dahulu. Dan, saat kalian membawaku ke desa, aku memang sudah kehilangan segalanya. Namun, aku beruntung, karena aku bisa kembali. Aku tak harus terjebak di dunia menakutkan itu lagi. Jadi, berhentilah menyalahkan Zoe. Lagipula, Zoe memberitahuku ada cara untuk mengembalikan semuanya.”

Tiga pengendali yang lebih tua hanya mengernyitkan kening. Lalu, bagaimana caranya?

Chanyeol seolah bisa membaca pikiran para hyungnya. Ia kembali menambahkan. “Zoe bilang aku bisa kembali seperti dulu. Jadi, tak perlu khawatir. Hanya saja, butuh waktu sedikit lama.”

“Mengapa? Dan, bagaimana cara kau bisa merasakan atau mengungkapkan perasaanmu lagi?” tanya Xiumin.

“Memulainya lagi dari awal. Aku akan belajar mengenal berbagai perasaan dari nol. Jadi, bisakah kalian membantuku?” pinta Chanyeol lirih.

Mendengar jawaban pengendali api, tiga pengendali pun tahu apa yang harus mereka lakukan. Meskipun kini Chanyeol tampak menyedihkan, mereka senang mengetahui ada kesempatan untuk membuat dongsaeng mereka kembali normal.

Kris menatap pengendali api dengan sedikit aneh. Ada sesuatu yang masih ingin ia ketahui. “Kau tak sedang menyembunyikan sesuatu, kan? Tadi, apa yang kaubicarakan dengan Zoe? Apa dia melakukan sesuatu padamu? Katakan pada kami.” Pengendali naga masih belum lega jika ia belum tahu apa yang terjadi ketika pengendali api dan Zoe berdua di Divine World. Pasti terjadi sesuatu.

Chanyeol tersenyum kecil—tanpa ekspresi. “Belum saatnya kalian tahu, Hyung. Tapi, kalian akan segera tahu. Saat itu, aku akan menunjukkan semuanya. Aku berjanji. Yang pasti, sekarang, percayalah padaku. Semua baik-baik saja,” ujarnya pelan.

Kris masih belum lega. Keraguan dan kekhawatiran masih menyergap. Ia bermaksud kembali mengejar pengendali api dengan pertanyaan serupa, saat Chanyeol kembali berbicara.

“Semua baik-baik saja, Hyung. Bisakah kau percaya padaku? Dan, berjanjilah padaku satu hal. Jangan katakan apa pun pada yang lain. Aku akan memberitahu mereka sendiri setelah pesta selesai. Ah, lebih baik kita segera kembali ke desa. Pengendali lain pasti sudah menunggu.” Chanyeol melangkahkan kaki—meninggalkan tiga pengendali yang saling melempar tatapan. Merasa aneh.

Kembali, Kris menghela napas untuk kesekian kali sebelum ia menyusul Chanyeol. Xiumin pun mengajak Luhan untuk menyusul dua pengendali lain. Pengendali telekinesis rupanya sedang sibuk memikirkan sesuatu sehingga Xiumin harus menggoyangkan bahu untuk menyadarkannya. Dan, mereka pun akhirnya berjalan mengikuti Kris dan Chanyeol kembali ke desa.

.

.

Luhan menggigit bibir bawahnya. Mata rusa itu sedari tadi terpaku pada punggung pengendali api yang berjalan cukup jauh di depannya.

Xiumin menyadari bahwa sesuatu pasti menyita pikiran sahabatnya lagi. Ia sudah hapal. “Kali ini apa? Kita sudah tahu Chanyeol kehilangan perasaannya—persis seperti perkiraanmu. Sekarang, apa lagi, Lu?” tanya Xiumin. Pengendali es tahu pasti ada yang berbeda. Lagi.

“——” Luhan bergeming. Lagi-lagi, tak menggubrisnya.

Pemuda berpipi tembam mengacak rambutnya frustasi. Sebal sekali jika Luhan terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri dan mengabaikan semua di sekitarnya. “Lu!” seru Xiumin lagi. Kali ini, dengan sedikit keras—namun, tak sampai terdengar dua pengendali jangkung di depan sana.

Luhan pun tersadar dan menoleh ke arah pengendali es yang menunjukkan raut kesal.

“Kau akhirnya sadar? Aish, kau ini sungguh menyebalkan. Sekarang, ada apa?” tanya Xiumin—mengulangi pertanyaannya.

“Chanyeol tampak sangat berbeda, Xiumin ah. Benar-benar berbeda,” jawab Luhan. Matanya kembali terpaku pada sosok pengendali api.

“Berbeda? Apa yang berbeda?” Diulangi pernyataan Luhan sambil menautkan alis.

Luhan mengangguk lalu kembali berbicara. “Aura Chanyeol—berbeda. Terlihat begitu kuat. Aku merasakan tenaga menguar dari tubuhnya, padahal sebelumnya tidak ada. Sekarang, dia begitu mengintimidasi. Pasti telah terjadi sesuatu, Xiumin ah. Aku yakin itu. Aura kekuatan Chanyeol—aku belum pernah melihatnya. Ah, tidak. Sekali. Aku pernah melihatnya sekali. Ingat saat kita di bawah kendali? Saat dia mengeluarkan phoenix apinya? Seperti itulah aura Chanyeol sekarang. Bahkan, sangat kuat—jauh lebih kuat. Aku tak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Namun, aku yakin Zoe melakukan sesuatu pada Chanyeol.”

Xiumin tercengang mendapati pemikiran sahabatnya. Bagaimana mungkin itu terjadi? Sebenarnya, apa yang telah terjadi? Xiumin punya banyak pertanyaan, tapi ia memilih tetap diam. Penasaran dengan apa yang akan dikatakan Luhan.

“Tapi, kau tahu apa yang aneh? Aku tak lagi bisa membaca pikirannya. Semenjak dia keluar dari Divine World, aku tak bisa membaca apa pun darinya, Xiumin ah. Sama sekali sekali tak bisa. Menurutmu, apa yang telah terjadi? Chanyeol ah, apa yang kausembunyikan dari kami?” Luhan bergumam pelan.

.


.

Sosok Grey kini telah kembali ke wujud pangerannya. Dengan penampilan yang lebih segar, Seishin memainkan ocarinanya. Kali ini, bukan untuk melemahkan segel penjara Tao, tapi untuk memberi kekuatan tambahan untuk pengendali cahaya. Termasuk, untuk menyembunyikan apa yang tengah dilakukan Baekhyun.

Sekarang, Seishin memang sedang berada di ruang pertemuan. Ocarina biru laut itu terus mengalunkan musik indah—memberikan satu energi bagi yang mendengarnya. Pemuda berparas tampan itu tampak memejamkan mata sambil terus memusatkan pikiran. Tengah berbicara dengan jiwa pengendali cahaya dalam kristal, rupanya.

Sementara alunan musik ocarina terdengar, cahaya tampak berusaha menyeruak dari dalam kristal—mencoba menembus benda gelap itu. Awalnya, sinarnya tampak terang, nyaris menembus keluar di antara retakan yang dibuatnya. Tak lama, cahaya itu meredup sebelum retakan yang lebih besar terbentuk. Dan akhirnya, menghilang ditelan kristal gelap itu kembali.

Seishin menghentikan permainan ocarinanya. Wajahnya tampak pucat. Mata biru sapphirenya meredup. Kelelahan, rupanya. Ia terlalu banyak mengeluarkan tenaga. Semakin kuat Baekhyun menggunakan kekuatan cahayanya, semakin keras pula Seishin harus membuat penghalang supaya tak seorang pun mengetahui aksi mereka. Jadi, terkuraslah seluruh tenaganya. Kemampuan membuat penghalangnya pun jadi semakin lemah. Jika diteruskan, maka akan sangat berbahaya. Mereka bisa ketahuan.

Pemuda yang dikenal sebagai Grey itu mengistirahatkan diri sejenak. Memasok udara ke dalam paru-paru yang terasa panas terbakar. Sambil beristirahat, Seishin pun mencoba bertelepati dengan pengendali cahaya.

‘Hari ini lumayan juga. Tapi, bisakah kau mengeluarkan kekuatanmu lebih besar lagi? Aku telah mengerahkan semua tenagaku untuk membantumu! Apa ini hal terbaik yang bisa kaulakukan?’ seru Seishin pada Baekhyun.

‘Aku sudah mencobanya sebisaku. Tapi, tetap saja, aku tak bisa menggunakan kekuatanku lebih besar lagi. Maafkan aku. Lebih baik, kita hentikan saja. Semua ini tak ada gunanya! Aku tak akan bisa keluar dari sini!’ Suara Baekhyun terdengar lirih—menunjukkan betapa frustasinya Baekhyun tak bisa keluar, sekeras apa pun ia mencoba.

Mendengar jawaban tanpa semangat itu, Seishin mendadak kesal. Ia telah berusaha keras dan sampai di tahap ini, namun pengendali cahaya dengan mudahnya bilang akan menyerah. Lalu, apa artinya semua yang telah ia lakukan selama ini? Seishin tak bisa lagi menahan emosinya. Biasanya, ia bisa mengendalikannya, tapi tidak kali ini. Emosi Seishin sudah sampai titik puncak. Ia tak bisa lagi menahan amarahnya!

‘Omong kosong! Persetan dengan ucapanmu! Dengarkan aku! Aku tak peduli bagaimana caranya, tapi, kau harus mengeluarkan kekuatanmu lebih besar lagi! Sialan kau! Aku sudah melakukan apa pun sampai tahap ini dan kau dengan mudahnya bilang akan menyerah? Lucu sekali. Ah, lucu sekali, keparat! Kalian bajingan tengik! Jangan bermain-main denganku! Kau harus keluar dari sana secepatnya! Bagaimanapun caranya, aku tak peduli! Kau harus melakukannya!’

Baekhyun terdiam sejenak mendengar Seishin marah. Namun, akhirnya, ia kembali berbicara. ‘Aku juga ingin keluar dari sini! Tapi, apa dayaku? Lihatlah! Aku tak bisa! Aku terlalu lemah! Aku terjebak di sini!’

Pengendali cahaya tampak begitu frustasi. Terjebak dan tak bisa keluar juga bukan keinginannya. Baekhyun sendiri juga ingin bebas dan berkumpul dengan para sahabatnya! Ia kesepian di dalam kristal. Apalagi, ia tak bisa melakukan apa-apa. Selain itu, ada satu tekanan batin yang mendera. Perasaan bersalah karena telah ‘membunuh’ Chanyeol.

‘Alasan! Aku tak ingin mendengarnya! Terlalu lemah? Cih, menyedihkan sekali kau ini, Byun Baekhyun. Bukankah kau ini seorang pengendali? Pantaskah kau menyerah secepat ini? Menggelikan. Sampai kapan kau akan tinggal di sana? Sampai mati? Sampai Erebos menghancurkan dunia? Kalau begitu, membusuklah!’ kata Seishin sarkastik.

‘Berhentilah memojokkanku! Aku telah berusaha keras! Lagipula, apa urusanmu? Bukankah kau tak peduli dengan semua ini? Kau hanya memanfaatkan kami demi membebaskan kekasihmu itu, kan? Egois!’ balas Baekhyun dengan emosi pula. Jiwa pengendali cahaya mulai terisak karena terlampau kesal di dalam kristal.

Seishin tercenung—mulai menyadari kalau ia sedikit lepas kendali.

‘Lagipula, untuk apa aku keluar? Dan, bagaimana aku bisa terus hidup setelah bebas? Aku telah membunuh Chanyeol dengan tanganku sendiri! Untuk apa aku hidup? Katakan padaku!’ tambah Baekhyun lagi.

Pemuda dengan pakaian serba abu-abu sudah tak lagi termakan amarah. Kini, ia malah terkekeh—meremehkan. ‘Lucu sekali kau ini, Baekhyun ah. Aku terlalu tinggi menilaimu. Kupikir cinta kalian itu begitu dalam—tapi, ternyata, dangkal sekali! Aku bahkan tak yakin, kalau kau mencintai pengendali api. Kau yakin dia telah mati? Bagaimana kalau dia masih hidup dan tengah berusaha menyelamatkanmu? Kau akan menyia-nyiakan waktu dan hidupmu di sini? Apa kau hanya akan menunggu tanpa berusaha?’ Kata-kata Seishin semakin sinis.

Perkataan Seishin begitu menohok. Benar sekali. Mengapa ia tak berani memikirkan itu? Chanyeol pasti hidup! Pengendali api tak akan mati semudah itu!

Tanpa disuruh, Baekhyun kembali memusatkan pikirannya. Kali ini, jauh lebih kuat dari sebelumnya. Jiwanya terbakar api semangat. Ya, Baekhyun harus keluar! Harus! Cahaya menyelimuti Baekhyun—semakin lama, semakin besar dan terang.

Mendapati perubahan aura pengendali dalam kristal, Seishin hanya tersenyum. Lontaran kata-kata kejamnya tadi ternyata tak buruk juga. Cukup bagus untuk memacu semangat. Tangannya segera bergerak mengambil ocarina dan mulai memainkannya.

Baekhyun memaksa diri untuk mengeluarkan kekuatan lebih besar. Cahaya mulai menembus kristal dari berbagai sisi—membuat retakan yang jauh lebih banyak dari sebelumnya. Namun, cahaya kembali meredup. Baekhyun kembali kehabisan tenaga, rupanya.

Kejadian itu tak mengecewakan Seishin. Seringai terbentuk menghiasi bibirnya. Senyuman terkembang melihat retakan kristal semakin lambat kala menutup kembali. Selang waktu kristal kembali seperti semua jadi lebih lama. Ini mungkin akan berhasil.

Seishin berpikir cara mereka pasti akan membuahkan hasil kali ini. Mereka hanya harus berusaha lebih keras. Sedikit lagi. Ya, sedikit lagi. Harapannya sekarang hanya satu. Jangan sampai Erebos kembali di saat menentukan seperti ini. Jika penguasa kegelapan kembali, semua akan sia-sia. Tak ada artinya.

.


.

Sementara itu, di tempat yang jauh, Erebos tengah duduk di sebuah kursi besar. Beberapa hari ini, ia hanya bergeming di tempat nan gelap itu—berusaha mengumpulkan kekuatannya kembali. Di sini pula, ia mengambil sesuatu miliknya. Sesuatu yang bisa ia ambil ketika segelnya terlepas. Dan, kekuatannya pun akan bertambah kuat.

Disenandungkannya sebuah lagu. Sebuah lagu yang membuat bulu kuduk berdiri. Matanya terpejam sementara tangannya sibuk mengusap-usap pedang besar hitam di pangkuan. Itulah senjata Erebos: Darkness Great Sword. Akhirnya, ia bisa kembali memilikinya.

Senandung lagu berhenti. Mata Erebos terbuka perlahan. Sebuah seringai menghiasi wajah tampannya. “Ini saatnya pulang dan menunjukkan pada dunia kalau Erebos, sang Penguasa Kegelapan, telah kembali. Siap menghancurkan alam semesta. Ini pasti akan menarik.”

Erebos tertawa. Suara tawanya menggema memenuhi ruangan besar dan sepi itu.

.


.

Chanyeol terus melangkahkan kaki tanpa mengatakan apa pun. Sorot matanya begitu redup dan sayu.

Miris rasanya melihat sosok pengendali seperti sekarang. Tak ada lagi Chanyeol yang ceria dan selalu berulah. Pemuda di samping Kris itu tampak seperti mayat hidup. Master dari Rex tak nyaman dengan keadaan ini. Ia hanya bisa menatap dongsaengnya itu dengan khawatir. Namun, ia memilih diam saja dan tak menunjukkan kekhawatirannya secara langsung. Kris hanya memilih berjalan dalam diam di samping pengendali api.

Pengendali bersurai hitam ternyata sibuk bergelut dengan pikirannya. Ada satu beban yang ia tanggung sendiri tanpa diketahui siapa pun. Ia menghela napas panjang. Dieratkan kepalan tangan kanannya yang tengah memegang sesuatu. Sebuah benda. Segel kekuatannya.

.

.

-Flashback on-

Pengendali api berguling di tanah dan terus berteriak kesakitan kala Zoe merapal sebuah mantra pelepas segel kekuatan apinya. Peluh membanjiri tubuh Chanyeol yang jangkung. Raut muka pemuda itu begitu pucat karena rasa sakit yang mendera sekujur tubuhnya. Dan, setelah perjuangan penuh rasa sakit, prosesi itu akhirnya selesai. Sang Dewi tampak memegang sebuah benda yang keluar dari dada pengendali api.

Chanyeol berusaha bagkit berdiri, namun tidak bisa. Ternyata, belum kuat. Kemudian, ia memilih menyandarkan punggungnya pada pohon kehidupan. Napasnya masih terengah. Namun, mulai normal setelah berapa saat. Rasa sakit yang mendera pun perlahan menghilang. Chanyeol merasa jauh lebih baik.

Pemuda bersurai hitam itu menatap Zoe yang berdiri di sampingnya. Sang Dewi hanya menganggukkan kepala dengan senyuman manis tersungging. Dengan itu, Chanyeol tahu bahwa prosesi pelepasan segelnya sudah selesai. Lega rasanya. Namun, untuk memastikannya, ia akhirnya membuka mulut.

“Apa benar-benar sudah selesai?” tanyanya dengan nada datar.

Zoe kembali mengangguk. Senyumannya semakin lebar terulas—menambah kecantikan sang Dewi Kehidupan. “Apa kau sudah mulai merasakan tenaga mengalir di seluruh tubuhmu? Kau akan segera merasakan perubahannya, Pengendali Api.”

Chanyeol menarik napas dalam dan memejamkan matanya. Dan, benar saja. Ia merasakan energi kuat mengalir dalam tubuh, menyusuri aliran darahnya. Semua terasa menyebar—membuat tubuhnya ringan sekaligus bertenaga. Terasa sangat kuat. Selama ini, pasti segel itulah yang membuat tubuhnya terasa berat—membebaninya. Dan, sekarang, beban itu telah terangkat. Lenyap. Menghilang. Ia membuka mata.

“Bangkit dan cobalah kekuatan yang telah kaudambakan selama ini, Pengendali Api.” Zoe mengulurkan tangannya—berusaha membantu pengendali api berdiri. Chanyeol menganggukkan kepala dan menyambut uluran tangan sang Dewi. Ia pun akhirnya kuat menopang tubuhnya sendiri—berpijak dengan kedua kakinya tanpa bantuan.

Setelah berdiri agak jauh dari Zoe dan pohon kehidupan, Chanyeol kembali memejamkan mata.Tiba-tiba, api muncul di kedua belah tangannya—membentuk bola api yang semakin besar dan berkobar. Dilemparkannya bola api tadi ke udara sebelum akhirnya bertabrakan—menjadi satu bola yang lebih besar dan panas. Pemuda bersurai hitam itu mengendalikan bola api tadi dengan tangannya, berputar-putar di udara.

Setelah puas bermain-main, pengendali api menyatukan kedua tangannya. Ia berusaha menangkupkannya dengan susah payah—seolah ia sedang menekan sesuatu. Bola api yang tengah berkobar dan berputar tadi tampak memadat dan mengeras—menjadikannya lebih kecil. Begitu membuka mata, pengendali api melemparkannya ke sungai tak jauh dari pohon kehidupan berdiri. Dengan cepat, bola api tadi meluncur dan masuk menembus aliran sungai. Dan—

BLAR—

Sebuah ledakan bersuara keras tercipta. Bola api tadilah yang membuat ledakan di sungai—membuat air sungai yang tadinya tenang memancar ke atas, menimbulkan deburan keras. Luar biasa hebat.

Pengendali api kembali memusatkan pikiran. Kali ini, dibiarkannya api menyelubungi tubuhnya cepat. Sungguh, lebih cepat dan mudah dari yang sebelumnya. Api itu besar, berkobar dan sangat panas. Bahkan, radiasinya terasa dari jauh. Tak ada masalah bagi Chanyeol untuk mengeluarkan apinya sekarang. Tak ada lagi rasa sakit atau luka bakar. Semua tampak normal. Ya, Chanyeol telah kembali mendapatkan kekuatannya. Akhirnya, saat yang ditunggunya datang juga. Tanpa ia sadari, sebuah senyum terulas tipis.

Ini saat bagi Chanyeol untuk mencoba memanggil hewan panggilannya. Pernah sekali, ia memanggil phoenixnya—tanpa ia sadari—dalam keadaan tak sempurna. Mata Chanyeol kembali terpejam. Dipanggilnya sang hewan panggilan dengan sepenuh hati. Pekikan mendadak terdengar di udara. Burung api besar terbang melintasi angkasa dan akhirnya menukik turun—mendarat di depan sang master.

Senyuman kembali tersungging. Dielusnya burung api berwarna merah menyala dengan corak kuning keemasan itu penuh sayang. “Maafkan aku telah terlambat memanggilmu. Aku sungguh master yang tak berguna. Maafkan aku, Hino—

Pheonix bernama Hino itu akhirnya berhasil dipanggil keluar—menemui sang master, setelah sekian lama bersembunyi karena tak pernah dipanggil. Merasa senang karena ia akhirnya bisa bertemu Chanyeol, Hino memekik girang. Suaranya melengking. Senang sekali burung besar itu akhirnya bisa bergabung dengan pengendali api.

.

.

Awalnya, Zoe tak mau merusak momen bahagia—pertemuan pengendali api dengan phoenixnya. Namun, karena masih ada yang harus diselesaikan, gadis berambut emerald itu mendekat Chanyeol dan Hino. Diulurkan tangannya dan memperlihatkan sesuatu dalam genggamannya.

Sebuah mutiara hitam tertangkap oleh manik mata Chanyeol. Bola sebesar kelereng sedang itu berwarna hitam pekat. Ah, benda itu—

“Ini black pearl. Benda inilah yang selama ini menyegel kekuatanmu. Sekarang, kuserahkan padamu. Mungkin, kau akan membutuhkannya jika berubah pikiran suatu hari nanti,” kata Zoe.

Chanyeol menelengkan kepala tak mengerti.

“Jika tiba-tiba kau berubah pikiran dan tak lagi menginginkan kekuatanmu, maka aku bisa menyegelnya lagi. Tapi, itu berarti kekuatanmu akan disegel selamanya. Kau tak akan lagi bisa menggunakan atau memanggil hewan panggilanmu sampai kapan pun. Intinya, kau akan jadi manusia biasa. Tapi—Itu jika kau berubah pikiran,” tambahnya lagi.

“Aku tak akan melakukannya, Zoe. Akan kugunakan kekuatan ini sebaik-baiknya. Aku akan mengalahkan Erebos bersama pengendali lain sehingga keseimbangan dunia bisa kembali,” tanggap Chanyeol. Ia sama sekali tak memiliki pikiran untuk membuang kekuatannya.

Sang Dewi hanya menarik napas panjang sebelum mengembuskannya perlahan. “Kuingatkan kau sekali lagi, Pengendali Api. Kau harus selalu ingat risiko dan konsekuensi pelepasan segel kekuatanmu. Jangan anggap sepele semua itu. Berhati-hatilah. Dan, berjanjilah: jangan langgar apa yang telah kukatakan dulu. Konsekuensi yang kauterima itu bukan main-main. Kau mengerti?” Zoe tampak begitu khawatir dengan Chanyeol. Tapi, ia sadar ia tak akan bisa memengaruhi keputusan pemuda itu.

Chanyeol menganggukkan kepala penuh keyakinan. Ia sudah memutuskan ini dengan matang—siap dengan segala risiko atas pelepasan segel kekuatannya. Tak akan lupa ia akan larangan Zoe. Dengan begitu, ia bisa menghindari risiko dan konsekuensinya.

Sebelum black pearl itu berpindah tangan, Zoe kembali bersuara. “Benda ini akan jadi penanda apa kau melanggar laranganku atau tidak. Black pearl ini akan bereaksi kala kau melanggar dan menerima konsekuensi perbuatanmu. Begitu pun sebaliknya. Jika terjadi sesuatu pada segelmu, kau akan bisa merasakannya. Mutiara hitam ini sangat penting. Jangan sampai kau menghilangkannya. Jaga baik-baik.”

Zoe pun menyerahkan benda itu pada Chanyeol. Pengendali api mengangguk lagi dan menggenggam erat black pearl itu. Ya, ia berjanji akan menjaganya baik-baik. Harus.

-Flashback off-

.

.

Semakin erat, Chanyeol menggenggam black pearl di tangannya sebelum memutuskan untuk memasukkannya ke dalam kantong celana. Kini, para pengendali telah nyaris sampai tengah desa—tempat pesta akan diadakan.

Sebelum memasuki desa, Chanyeol berhenti mendadak—membuat pengendali jangkung bersurai pirang di sampingnya ikut berhenti.

“Ada apa?” tanya Kris khawatir.

Chanyeol mencoba menarik bibirnya ke atas—menampakkan senyuman cukup lebar. Orang jelas bisa tahu itu senyum terpaksa, karena tampak begitu kosong.

“Apa aku sudah terlihat bahagia, Hyung?” tanya Chanyeol.

Melihat itu, Kris hanya menghela napas panjang. Miris rasanya melihat Chanyeol seperti itu. Namun, demi menghargai usaha keras dongsaengnya, ia melempar senyuman kecil dengan sorot mata sendu. “Tak perlu dipaksakan. Jadilah dirimu yang sekarang. Mereka pasti akan mengerti,” katanya sambil mengacak rambut Chanyeol.

Hyung!” seru pengendali api. Dan anehnya, seruan Chanyeol itu terdengar begitu ‘hidup’.

“Nah, begitu lebih baik. Ayo, mereka pasti sudah menunggu,” ajak Kris sambil merangkul pengendali api.  Chanyeol hanya mengangguk dan mengikuti hyung yang paling ia kagumi itu memasuki desa.

.


.

Pesta penyambutan yang diadakan beberapa hari yang lalu itu cukup meriah, meskipun sempat diwarnai ketegangan. Itu terjadi kala Chanyeol meminta maaf pada para tetua desa karena telah membuat mereka khawatir.

Tetua besar desa, Wu Yanzi, dengan senang hati menyambut kembali pengendali api. Tapi, sambutan dingin diterima Chanyeol dari ayah Kris—Wu Zhoumi. Berulangkali, disalahkannya pemuda itu karena dirinya, pengendali cahaya jatuh ke tanah musuh. Chanyeol telah meminta maaf, tapi hanya ditanggapi sinis.

Ketegangan bisa diselesaikan oleh kakek Kris. Diajaknya sang putra untuk meninggalkan pesta—membiarkan para pengendali dan penduduk merayakan pesta yang cukup meriah dan penuh makna—meskipun tak besar.

Setelah pesta usai, Chanyeol membeberkan apa yang terjadi padanya. Kenyataan pahit bahwa ia telah kehilangan emosinya. Para pengendali terkejut setengah mati. Perasaan sedih dan marah bercampur—menjadi kecamuk. Namun, mendengar penjelasan Chanyeol kalau masih ada harapan, mereka pun bisa lebih tenang. Mereka berjanji akan membantu pengendali api untuk belajar mengenali kembali emosinya. Semakin banyak Chanyeol mengenali berbagai emosi, semakin cepat pula ia akan kembali menjadi normal. Jadi, tiada hari bagi pengendali api tanpa belajar mengenal ‘rasa’ bersama para sahabat.

Selama itu pula, para pengendali yang pernah jatuh ke tangan musuh meminta maaf pada Chanyeol. Penyesalan menyergap—merasa bersalah kembali. Tentu saja, pengendali api memaafkan mereka. Tak ada yang perlu dimaafkan karena mereka di bawah kendali.

Chanyeol pun meminta para pengendali untuk belajar memaafkan diri mereka sendiri. Ia bahkan meminta masalah itu tak pernah lagi diungkit atau dibahas. Jelas, Xiumin dan yang lain bersyukur dan berterima kasih. Chanyeol sungguh berhati besar—sekalipun telah banyak menderita. Sosok pengendali api nyatanya sangat kuat. Namun, mereka ternyata belum tahu kenyataan bahwa Chanyeol sudah bisa menggunakan kekuatannya secara normal. Ya, pengendali api memang belum memberitahu pengendali lain tentang masalah itu. Ia berpikir belum saatnya mereka tahu. Ya, belum saatnya.

.


.

Chanyeol duduk sendirian di dekat pohon keramat—pintu masuk ke Divine World. Dipandanginya pohon besar itu lekat. Sungguh, tak pernah disangka tempat yang sering ia jadikan tempat pelarian dulu adalah sebuah pohon ajaib—tempat pohon kehidupan legenda bersembunyi.

Pengendali api mengeluarkan sebuah lilin dari kantung pakaiannya—mengingat masa lalu. Dulu, ia sangat akrab dengan benda satu itu. Kebiasaan buruknya—memainkan lilin karena tak bisa mengendalikan kekuatan apinya. Dan, sekarang? Segel pengunci kekuatannya telah dilepas. Chanyeol bisa kembali mengendalikan kekuatannya tanpa masalah—sekalipun belum ada seorang pun yang tahu kenyataan itu. Ah, takdir sungguh aneh.

Langit begitu biru dan cerah. Matahari bersinar terang. Merasa silau dengan sinar sang surya yang memasuki matanya, Chanyeol memejamkan indera penglihatannya itu. Cahaya matahari selalu mengingatkannya pada Baekhyun. Entah bagaimana nasib pengendali itu sekarang.

‘Baekkie, apa kau baik-baik saja? Tunggulah, kami akan segera datang,’ kata pemuda bersurai hitam dalam hati. Tapi, sepertinya, itu tak akan terjadi—setidaknya, ia mungkin tak akan ikut serta menyelamatkan pengendali cahaya.

Ya, para pengendali tak pernah sekalipun melibatkan Chanyeol dalam pertemuan penyelamatan Baekhyun dan Tao. Selalu ditinggalkan, tak diikutsertakan. Ia sendiri tak tahu alasannya. Yang pasti, itu keputusan Kris. Pengendali naga itulah yang meminta para pengendali untuk tak mengatakan apa pun padanya. Kris tak akan pernah membiarkannya terlibat—tidak akan pernah.

Sebuah tangan kekar memeluk Chanyeol dari belakang. Semakin lama, semakin erat—sedikit posesif. Pengendali api tahu persis pemilik tangan itu. Kris. Hyung yang paling ia kagumi.

“Lepaskan tanganmu, Hyung. Jangan lakukan ini,” pinta Chanyeol dengan ekspresi datar. Sekalipun sudah mengenali berbagai perasaan, ia masih belum lihai mengungkapkan emosinya. Tangannya berusaha melepaskan tangan kekar Kris. Sedikit tak nyaman, rupanya.

Kris hanya menghela napas panjang dan berat. Namun, tangannya tetap memeluk dongsaeng yang dua tahun lebih muda darinya itu.

“Bisakah aku sedikit egois kali ini? Aku hanya ingin memanfaatkan kesempatan ini. Aku tak memintamu terlalu banyak, Chanyeol ah. Satu hal saja yang kuinginkan darimu. Bisakah kau belajar mencintaiku? Maksudku, bukan sekadar sebagai hyung atau sahabat. Bisa kaukabulkan permintaanku ini? Aku tak akan meminta apa pun lagi seumur hidupku.” Suara Kris terdengar lirih—menunjukkan bahwa ia hanyalah pemuda biasa. Kris sungguh berharap Chanyeol bisa memberinya kesempatan. Sekali saja.

Sesungguhnya, pengendali naga sadar kalau ia sangatlah egois. Rasanya, begitu rendah dan pengecut karena mencoba mengambil kesempatan di situasi semacam ini. Namun, Kris sadar ia terlalu lama menahan perasaannya. Ia tak lagi bisa mengabaikan rasa sakitnya. Bisakah ia sekali saja bersikap egois? Apa itu berlebihan?

Chanyeol menggeleng. Jelas, ia menolak. Dilepaskannya tangan Kris dengan paksa. “Maaf, Hyung. Aku sungguh tak bisa. Maafkan aku. Meskipun perasaanku hilang, aku sadar aku hanya mencintai Baekhyun. Sekalipun aku tak bisa mengingat perasaan itu, aku yakin suatu saat aku bisa kembali mencintainya seperti dulu. Berhentilah, Hyung. Kau hanya akan semakin sakit. Kau pantas mendapatkan seseorang yang lebih baik. Jadi, kumohon. Berhentilah.”

Mendengar jawaban datar itu, Kris hanya mendengus pelan. Ditiupnya surai pirang yang menutupi kening. “Ah, bukankah aku sungguh menyedihkan? Bahkan, dalam situasi seperti sekarang, kau masih memikirkan dia. Sementara, aku? Aku adalah bajingan yang tak tahu malu mencoba mengambil kesempatan merebutmu. Tapi, malangnya aku. Kau lagi-lagi menolakku. Kau tahu apa yang lebih menyedihkan? Aku masih saja mencintaimu—masih berharap padamu. Padahal, aku tahu tak sekalipun kau memandang atau memberi kesempatan. Bukankah aku ini bodoh? Aku selalu tersakiti, tapi aku tetap bergeming di sini.” Kris meratapi nasib malangnya. Miris. Tragis. Ironis.

Pengendali naga membalikkan tubuh—menyandarkan punggungnya pada punggung Chanyeol. Duduk dan beradu punggung dengan pemuda bersurai hitam itu. Mata bersorot sendu Kris terpejam.

Chanyeol merasa sedikit bersalah karena lagi-lagi membuat Kris terluka. Namun, ia harus melakukannya. Ia tak bisa membiarkan pengendali naga lebih sakit lagi.

Hyung—” panggilnya pelan.

Tak ada tanggapan.

“Maafkan aku, Hyung. Aku sungguh tak bermaksud seperti itu. Tapi, Hyung—”

Perkataan Chanyeol terpotong. Kris membuka mulut—tanpa membuka matanya.

“Biarkan aku sebentar saja. Apa aku meminta terlalu banyak untuk tidur bersandar seperti sekarang? Biarkan aku melakukan ini. Sekali saja. Izinkan aku menikmatinya tanpa gangguan.”

Kris kembali terdiam. Begitu juga Chanyeol. Setelah menghela napas, pengendali api pun hanya menatap kosong ke depan—membiarkan sosok Kris tertidur bersandarkan punggungnya. Ya, ini tidak ada apa-apanya. Kris sudah terlalu menderita karena dirinya.

.

.

Empat pengendali tengah mengamati Kris dan Chanyeol tak jauh dari pohon keramat. Mereka adalah Lay, Chen, Kyungsoo dan Kai. Mereka melihat dan mendengar semua yang terjadi. Sebenarnya, para pengendali ini tak berniat mencuri dengar. Kebetulan saja mereka lewat dan mendapati kejadian itu tanpa sengaja.

Mendadak, Chen jadi emosi. Selama ini, ia tahu persis bagaimana hubungan Chanyeol dan Baekhyun karena ia dekat dengan keduanya. Melihat Kris berusaha mengambil kesempatan dalam situasi seperti ini membuat dadanya sesak. Sesuatu bergemuruh. Tidak. Chen tak bisa membiarkan ini.

“Tak kusangka Kris Hyung bisa melakukan tindakan rendah ini! Bagaimana mungkin dia mengambil kesempatan seperti sekarang? Aku sungguh kecewa dengannya!” Tangan Chen terkepal erat—berusaha menahan amarah dan rasa kecewanya.

Kai pun ikut-ikut terkesiap—mendidih. Ia juga ikut marah dan kecewa pada sang pemimpin. Bagaimana mungkin Kris menusuk Baekhyun dari belakang? Apalagi, dalam situasi seperti ini? Tak bisa dibiarkan!

Belum sempat beranjak menghampiri Kris dan Chanyeol, dua pengendali ini ditahan oleh dua pengendali yang lain. Semenjak tadi, mereka memang hanya diam. Tak berkomentar apa-apa.

“Biarkan saja. Biarkan mereka seperti itu sekarang,” kata Lay lirih. Tangannya terentang—menghalangi pengendali petir dan teleportasi.

Kai mendecih kesal. Ia sudah cukup kesal dengan sikap Kris, sekarang ia semakin kesal dengan dua hyungnya itu. “Hyung, ada apa dengan kalian? Ini tak bisa dibiarkan! Apa kalian tak memikirkan Baekhyun Hyung? Dia bahkan tak ada di sini. Kris Hyung malah mengambil kesempatan saat kondisi Chanyeol Hyung seperti sekarang! Aku tak bisa membiarkan itu terjadi! Aish, kalian tak berperasaan! Kasihan Baekhyun Hyung!”

“Kasihan? Kalian sendiri, apa tak kasihan pada Kris Hyung? Dia punya perasaan pada Chanyeol Hyung! Dia sangat mencintainya! Bisa kalian bayangkan seberapa sakit rasanya cinta tak terbalas? Kris Hyung tak pernah dianggap lebih dari hyung dan sahabat! Tahukah kalian betapa banyak Kris Hyung telah berkorban? Mengalah? Sadarkah apa yang kalian katakan? Jangan bicara seenaknya sendiri!” balas Kyungsoo sedikit emosi. Sedikit terpancing amarah. Tak rela rasanya mendengar Kris disalahkan. Kris juga punya hak untuk melakukannya!

Chen dan Kai hanya terdiam. Perkataan Kyungsoo memang benar. Kris sudah terlalu menderita. Terlalu lama menunggu. Terlalu banyak berkorban. Tapi, tak sekalipun ia diberikan kesempatan. Tak pernah.

“Sekarang, lebih baik kita tinggalkan mereka sendiri. Kris Hyung pasti tahu apa yang harus dilakukannya. Jika dia ingin bersikap egois, biarkan saja. Dia berhak melakukannya setelah apa yang dia alami selama ini. Biarkan dia mengambil kesempatan ini. Setidaknya, sekali saja. Lebih baik kita pergi dan tak usah ikut campur. Kalian tahu? Kris Hyung dan Chanyeol sudah dewasa. Mereka bisa menyelesaikan semua ini sendiri. Mereka pasti tahu apa yang terbaik. Aku akan kembali ke desa. Kalian ikut?” ajak Lay dengan suara tenang. Kendali emosinya memang sangat baik dibanding pengendali lain.

Sang penyembuh meninggalkan tempatnya berdiri, disusul Kyungsoo. Chen dan Kai memandang Kris dan Chanyeol yang masih bergeming dengan posisi terakhir mereka. Kedua pengendali itu menghela napas sebelum mengikuti Lay dan Kyungsoo.

Ya, benar. Kris berhak mengambil kesempatan ini. Setidaknya, sekali saja. Itu akan jauh lebih adil.

.

.

Kris masih saja bertahan dalam posisinya—bersandar di punggung Chanyeol. Matanya terpejam—masih tertidur, rupanya. Atau, setidaknya begitulah kelihatannya. Satu jam sudah ia beradu punggung dengan pengendali api—tanpa bergerak sedikit pun.

Chanyeol memilih bergeming, takut mengganggu tidur pengendali naga. Selama itu, ia memilih bergelut dengan pikirannya sendiri. Kepalanya penuh dengan pikiran tentang dirinya, Baekhyun dan sosok hyung yang ia kagumi itu. Tak bisa bertahan lebih lama dalam keheningan yang menyergap, Chanyeol pun memutuskan untuk membangunkan Kris. Sesuatu mengusiknya. Pengendali api harus mendapat jawaban.

Hyung—” panggil Chanyeol pelan.

Tak ada tanggapan.

Chanyeol berusaha memanggil nama Kris lagi. Namun, pengendali naga tetap bergeming.

Meskipun tak mendapat tanggapan, Chanyeol tahu bahwa Kris pasti bisa mendengar. Maka, ia pun memutuskan untuk mengungkapkan hal yang mengusik pikirannya.

“Aku tahu kau pasti bisa mendengarku, kan, Hyung? Mm—bolehkah aku bertanya sesuatu padamu? Kapan kita akan menyelamatkan Baekhyun dan Tao?”

Nihil. Tak ada jawaban dari master Rex. Keheningan menyergap. Hanya terdengar suara angin menggesek rimbunnya pepohonan taman.

Hyung— Aku tahu kau mendengarku. Bisakah kau jawab aku?” tanya Chanyeol lagi dengan wajah tanpa ekspresi. Ia tak akan menyerah sebelum mendapatkan jawaban yang dicarinya.

“——”

Hyung—” panggil pengendali api.

“——”

HYUNG!” Kali ini dengan sedikit penekanan.

“Itu bukan urusanmu.”

Sebuah jawaban terlontar. Mata Kris masih tertutup.

Chanyeol berniat menanggapi jawaban Kris, saat pengendali naga kembali melanjutkan perkataannya. “Akan kukirimkan beberapa pengendali untuk menjemput Baekhyun dan Tao setelah latihan mereka selesai. Sekarang, mereka harus memperkuat kerja sama dan kemampuan masing-masing. Kau tak perlu khawatir. Diam dan tunggu saja. Kau tak perlu tahu atau pun ikut campur.”

“Aku perlu mengetahuinya, Hyung! Aku harus ikut menyelamatkan Baekhyun. Harus!” jawab Chanyeol sedikit memaksa.

“Harus? Cih, jangan bercanda. Tak ada aturan yang mengatakan kau harus ikut. Kau tak akan ikut dalam misi ini. Ini perintah. Jangan membantah!” tekan Kris dengan nada yang dingin. Sangat dingin. Ia tak ingin dibantah.

“Mengapa kau melakukan ini padaku, Hyung?” Suara Chanyeol terdengar lirih. Kepalanya menoleh ke sosok di punggungnya.

“Alasannya sudah jelas. Kau terlalu lemah. Kau nyaris mati dalam pertarungan terakhirmu! Aku tak bisa membiarkanmu ikut dalam misi kecuali kau sudah kuat. Jauh lebih kuat! Dengar! Aku tak bisa membiarkanmu terluka lagi. Tidak. Aku tak ingin melihatmu dalam kondisi seperti dulu.” Ketegasan Kris semakin terlihat. Keputusannya sudah mutlak. Tak bisa diganggu gugat.

“Aku sudah jauh lebih kuat, Hyung! Aku berbeda dengan yang dulu! Sekarang, aku bisa menggunakan kekuatan apiku. Percayalah, aku sudah lebih kuat dari sebelumnya.” Akhirnya, Chanyeol pun membuka rahasia yang ia simpan rapat-rapat.

Kris hanya diam—mengabaikannya.

Tak menyerah, pengendali api terus mendesak Kris untuk diikutsertakan dalam misi penyelamatan Baekhyun dan Tao. Berulangkali, ia menekankan kalau ia sudah jauh lebih kuat. Namun, Kris tetap bergeming. Tak menggubris pengendali api. Matanya masih terpejam. Mulutnya terkatup rapat.

Tak tahan diabaikan, Chanyeol mulai merasakan sensasi aneh membakar tubuhnya. Dadanya terasa sesak. Ia mulai merasakan perasaan marah—emosi membuncah tak terkontrol. Ya, amarahnya telah kembali. Pemuda bersurai hitam itu bangkit berdiri. Dipukulnya sang pemimpin hingga tersungkur ke tanah.

Kris sedikit terkejut mendapat perlakuan tiba-tiba itu. Cairan kental terasa membasahi sudut mulutnya. Pukulan itu membuatnya terluka—sampai mengeluarkan darah, rupanya. Tangannya bergerak mengusap luka cepat sebelum membuang ludah yang kini berasa asin.

“Berapa kali harus kukatakan padamu kalau aku sudah jauh lebih kuat? Bagaimana membuatmu percaya? Haruskah aku membuktikannya? Jika itu maumu, akan kubuktikan. Kita bertarung. Berduel! Akan kutunjukkan seberapa kuatnya aku sekarang! Aku bukanlah Chanyeol yang dulu. Aku bukan lagi seorang pengecut yang lari dari takdir! Aku sudah bisa mengendalikan kekuatanku! Akan kubuktikan dengan melawanmu!” tantang Chanyeol lantang.

Kris memilih berdiri sembari memegang pipi yang sedikit lebam. Ia hanya terkekeh—terkesan meremehkan. Bagaimana mungkin ia percaya pada perkataan pengendali api? Chanyeol hanya sedang termakan amarah dan berpura-pura kuat! Keras kepala!

Tak mendapati tanggapan serius, pemuda bersurai hitam itu semakin emosi. Ia kembali berteriak. “Hyung, aku serius! Aku benar-benar menantangmu bertarung! Hanya karena kau kuat, jangan pernah meremehkanku! Keparat kau, Kris!”

Chanyeol terlampau emosi—tak bisa mengendalikan diri. Kata-kata kasar keluar dari mulutnya. Ia tampak begitu kurang ajar. Namun, Kris diam saja—sekalipun ia sedikit terkejut dengan reaksi Chanyeol. Ia memilih tetap bergeming.

“Kutantang kau, Hyung! Jika aku menang, kau harus mengizinkanku ikut dalam misi. Jika aku kalah, kau bisa meminta apa pun, tanpa terkecuali!” seru pengendali api lagi.

Mendengar tantangan disertai tawaran itu, Kris mengerutkan kening—sibuk mencerna perkataan Chanyeol.

Dan, saat pengendali api kembali menyerukan kata-kata yang sama, Kris telah membuat keputusan. Ditatapnya Chanyeol dingin dengan seringai meremehkan terpajang menghiasi bibirnya. Belum pernah Kris menunjukkan raut muka seperti itu, kecuali pada musuh. Chanyeol merasa tak nyaman melihat sosok pengendali naga di depannya.

“Baiklah, jika itu maumu. Aku menerima tantanganmu. Dan, mengenai tawaranmu, boleh juga. Jika kau tak keberatan, aku ingin sedikit mengubah tawaran yang kauajukan. Aku boleh mengajukan penawaranku, kan?” Suara Kris terdengar begitu menusuk—membuat Chanyeol tercekat. Kepalanya mengangguk dengan setengah hati.

Kris mendecih. “Tapi, ingat, jangan pernah menyesali duel bodoh ini, Park Dobi! Mengerti! Mm—baiklah. Jika kau berhasil mengalahkanku dalam pertarungan, kau akan ikut dalam misi. Aku tak akan mengatakan apa pun—mengaturmu pun tidak. Tapi, jika aku yang menang—”

Tatapan tajam menusuk dilayangkannya pada sosok Chanyeol. Pengendali api merasakan sesuatu yang buruk. Kris mendengus pelan. “Beri aku kesempatan. Belajarlah mencintaiku. Bagaimana? Kau setuju?”

Penawaran Kris itu jelas membuat Chanyeol terperangah. Bagaimana—bagaimana mungkin Kris mengajukan penawaran itu? Sial, sekarang apa yang harus ia lakukan?


To Be Continued

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
chachamariditha
Well, I posted Chapter 6 here *and other sites*! If you want to read the next chapter, you can visit my wordpress. Kekeke

Comments

You must be logged in to comment
Sky_Wings
#1
❤_❤
drnewbie #2
Wow genre favorite ini haha, pas baca fereword nya jdi tertarik sendiri haha, oke i'll begin to explore and hopefully to find a lot of 'awesome' things later, ya dan kayanya dalam 1 jam kedepan bakal selesai sampai chapter terakhir yang di update haha
PCY92BH #3
Hey you! I knew you haha cerita ini pernah aku baca di screenplays (kalau tdk salah) dan ini cerita dewa banget. Semangat terus ya, jangan patah semangat seperti yang tahun lalu kkk~
HaeHunUp
#4
Chapter 6: eonni dimana" ada. ga sabar nunggu ch 17 apa 18, lupa ._.
cepat kembali eonni ~~
AWPark #5
Chapter 5: Lanjut dong min...