Struggling to Come Back

Come Back to Me

“Nah, kurasa hanya itu yang bisa kuceritakan hari ini, Chanyeol ah. Kau tahu? Kurasa aku mulai kekurangan cerita. Jadi, cepat bangun sehingga aku bisa berbicara lebih banyak lagi denganmu. Aku siap mendengar cerita konyolmu,” kata Lay pelan. Senyum manis terulas. Sosok yang diajaknya bicara masih terbaring terselimuti sulur.

Lay mengusap tangan Chanyeol lembut. “Kami senang kau akhirnya mau kembali, Chanyeol ah. Kau harus melihat wajah Kris Hyung belakangan ini. Dia jauh lebih ekspresif sekarang. Dulu dia terus menangis karenamu, sekarang dia lebih banyak tersenyum karena kau juga, Chanyeol ah. Hebat sekali kau ini bisa membuatnya seperti itu.”

Sang Penyembuh terdiam. Lalu, ia melanjutkan perkataannya. Suaranya terdengar jauh lebih serius. “Terima kasih kau sudah berjuang untuk kembali. Kau benar-benar menumbuhkan harapan kami yang nyaris pupus, Chanyeol ah. Kau pasti bisa melewati semua ini. Kau itu kuat. Kau pasti bisa kembali. Aku yakin itu. Ah, apa kau ingat janji kalau kita akan selalu bersama? Kau harus menepatinya. Jadi, cepatlah kembali. Berjuanglah lebih keras lagi, kau mengerti?”

Mata Lay terpaku pada sosok tak berdaya di dalam sulur. “Aku menunggu saat seluruh tunas sulur muncul, semakin besar dan berbunga. Aku tak sabar menunggu kau benar-benar terbangun dan kembali pada kami. Mm—Kira-kira apa kau menginginkan sesuatu saat kau bangun? Jika ada, aku akan membuat atau mencarikannya untukmu. Aku janji.” Senyum kembali terkembang.

Lay terlalu sibuk berbicara dengan Chanyeol, sampai-sampai ia tak menyadari bahwa sosok Kris sudah berdiri di sampingnya. Bahu sang Penyembuh dipegangnya pelan—membuat Lay menoleh. Kris tersenyum kecil. Sebuah senyum tulus.

“Ah, Hyung. Kau di sini? Kau ingin berbicara dengan Chanyeol? Aku baru saja mau pergi,” tanya Lay semangat.

Kris menatap lembut sosok tak berdaya di balik sulur. “Ya, aku punya banyak cerita untuk bocah api ini. Beristirahatlah, Lay. Terima kasih sudah menemani Chanyeol hari ini.”

Lay mengerutkan kening sebelum akhirnya sebuah senyum terbentuk. Sosok Kris benar-benar berbeda. Ia berubah drastis. Kris yang dingin tanpa perasaan kini berubah jadi sosok yang lebih lembut. Tak malu lagi menunjukkan ekspresi dan rasa pedulinya. Chanyeol benar-benar hebat sudah membuat pengendali naga seperti ini.

“Ah, Hyung. Mengapa harus berterima kasih? Kita semua ingin Chanyeol kembali, kan? Ini yang bisa kita lakukan sekarang. Mm—Aku akan beristirahat dulu. Chanyeol ah, aku akan kembali nanti. Kris Hyung akan menemanimu sekarang,” kata Lay pada Kris sebelum berpamitan pada pengendali api.

Lay bangkit berdiri. Tempatnya digantikan oleh Kris. Pengendali naga tampak menelusupkan tangannya di sela sulur, mengelus surai hitam Chanyeol penuh kasih. Kris pun mulai berbicara dengan nada lembut. Lay tersenyum melihat pemandangan itu. Si pemuda berlesung pipit segera meninggalkan dua pengendali yang sedang bercakap-cakap—secara sepihak—itu.

.


.

Lay tengah keluar dari Divine World kala Zoe muncul di depannya tiba-tiba. Kali ini, sang Dewi menggunakan tubuh mudanya. Ia tampak cantik dengan rambut hijau emeraldpanjangnya yang terurai. Sungguh, Zoe tampak menawan. Seandainya Lay tak tahu jati diri Zoe sebenarnya, ia pasti mengira sang Dewi hanyalah gadis biasa berusia dua puluh tahunan. Beruntung sang Penyembuh tahu bahwa Zoe adalah salah satu penjaga pohon kehidupan yang entah sudah hidup berapa lama.

“Lay—” panggil Zoe.

“Oh, Zoe? Ada apa? Ada yang ingin Anda bicarakan?” tanya Lay penasaran. Alisnya bertaut.

Sang Penjaga mengangguk sembari mengulas sebuah senyum. “Mm—Aku ingin memberikan sesuatu padamu.”

Bingung, Lay hanya menelengkan kepala.

“Hanya kau yang bisa membantuku karena kau punya kekuatan penyembuhan. Hanya kau yang bisa memanfaatkan benda ini. Aku yakin kau akan bisa menyelamatkan kawan-kawanmu.”

Lay menggaruk kepalanya. Ia sungguh tak bisa mengerti perkataan sang Dewi dengan mudah. Apa Zoe selalu berbicara rumit dan bertele-tele? Tak bisakah langsung ke pokok masalah?

“Maksud Anda?” tanya Lay, meminta penjelasan lebih. Penjelasan yang benar-benar jelas dan tak membingungkan.

Zoe tersenyum. “Keluarkan healing staffmu,” pinta gadis berambut emerald itu.

Sejujurnya, ia tak paham dengan perintah Zoe. Namun, Lay menuruti sang Dewi dan mengeluarkan senjatanya.

Zoe memejamkan mata dan mengeluarkan sebuah benda kecil yang bersinar dari dalam tubuh—melewati dadanya. Sebuah kristal cahaya berukuran sebesar jari kelingking. Benda itu bersinar terang. Putih cemerlang. Kristal melayang di atas telapak tangan kanannya. Tangan kiri Zoe bergerak mengambil senjata milik sang Penyembuh. Sebuah mantra terapal sempurna, namun Lay tak mengerti bahasa apa itu.

Kristal terang itu bersinar terang sebelum terlihat menyatu dengan healing staff Lay. Dan, setelah itu, menghilang tanpa bekas. Sang Penyembuh tak bisa berbicara atau sekadar merespons. Terlalu takjub ia pada kejadian yang baru saja terjadi. Aura berbeda tampak menguar dari senjatanya. Sungguh terasa begitu hangat. Namun, tentu saja ia tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Zoe harus menjelaskan semua itu padanya.

Sang Dewi membuka mata dan tersenyum. “Kupinjamkan sedikit kekuatanku untukmu, Lay. Kaulah satu-satunya yang bisa menggunakannya secara maksimal. Kau tahu? Kristal ini bagian kecil dari diriku. Kristal dengan energi positif yang bisa membantumu membebaskan para pengendali dari pengaruh Erebos. Ya, aku tahu ini sudah terlambat karena baru sekarang aku bisa membantu. Tapi, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, kan?”

Lay menerima senjatanya kembali. Sungguh, ada sesuatu yang berbeda dengan senjatanya. Tongkat putih dengan ukiran unicorn di pucuknya itu terlihat bercahaya dan sangat kuat. Ia bisa merasakan kekuatan positif memenuhi healing staffnya. Dengan itu, ia bisa membebaskan pengendali lain? Tapi, bagaimana caranya?

“Zoe, bagaimana saya bisa menggunakan kekuatan ini? Apa benar hanya saya yang bisa menggunakannya?”

Sang Dewi terkekeh mendengar pertanyaan polos Lay. “Kau akan tahu caranya nanti, Lay. Tak lama lagi, kau akan menggunakannya. Jelas, hanya kau yang bisa. Bukankah itu tugas sang Penyembuh?” jawab Zoe.

Mendengar jawaban penjaga pohon kehidupan, Lay merasa puas. Sebuah senyum terbentuk. Ya, memang benar. Lay adalah sang Penyembuh. Hanya ia yang punya kemampuan menyembuhkan. Membebaskan pengendali dari pengaruh jahat adalah salah satu tugas penyembuhan. Lay benar-benar berharap bisa menggunakan kekuatan barunya untuk membebaskan pengendali lain. Mereka harus segera bersatu untuk mengalahkan Erebos. Perang menyengsarakan ini harus segera diakhiri.

Diputar-putarnya tongkat putih dengan kedua tangannya. Lay merasa tongkat itu jauh lebih ringan dan bertenaga. Aura positif terus saja menguar dengan kuat. Ia tengah sibuk menikmati senjata barunya, saat Zoe kembali membuka mulut—menghentikan aksinya.

“Kurasa sudah saatnya kau mencoba kekuatan barumu, Lay. Keluarlah dari sini. Gunakan kekuatanmu pada pengendali angin. Sebagian pengendali telah kembali ke desa, rupanya. Setelah pengendali angin sadar, bawa semua pengendali untuk menemuiku. Aku tak sabar bertemu dengan mereka. Pengendali angin akan bebas dari pengaruh Erebos dengan kekuatanmu sekarang, Lay. Percayalah. Aku akan pergi dulu.” Tanpa menunggu tanggapan dari Lay, Zoe sudah menghilang.

Alis Lay bertaut mendengar perkataan Zoe. Pengendali lain sudah kembali? Siapa saja? Dan, menggunakan kekuatannya pada Sehun? Mengapa pada Sehun? Apa ia dikendalikan? Tapi, bagaimana mungkin? Lalu, bagaimana cara ia menggunakan kekuatannya? Haruskah ia memberitahu Kris? Semua pertanyaan itu memenuhi benak Lay—membuatnya pusing. Mengapa Zoe tak menemaninya saja?

Setelah berkutat dengan pikirannya beberapa lama, Lay akhirnya memutuskan untuk bergerak sendiri. Lebih baik Kris menemani Chanyeol. Lagipula, ia pasti bisa menggunakan kekuatan barunya. Ya, setidaknya ia akan mencoba. Diyakinkan dirinya sendiri ia pasti berhasil. Ia harus berhasil. Master dari Chiyu segera keluar dari Divine World dan kembali ke desa.

.

.

“Lay Hyung! Lay Hyung!” Beberapa anak kecil berteriak memanggil Lay ketika pemuda berlesung pipit itu muncul di taman.

Sang penyembuh segera menghampiri generasi muda desanya.

“Ada apa?” tanya Lay sambil berjongkok—menyamakan tinggi dengan tiga anak laki-laki di depannya.

“Para pengendali sudah kembali!” seru salah satu anak.

“Tapi, Sehun Hyung tampak aneh! Ia menyerang pengendali lain—termasuk Luhan Hyung! Mereka tengah bertarung di depan gerbang desa. Apa Hyung tahu apa yang sebenarnya terjadi?” Anak lain mulai memberitahu—sekaligus bertanya—apa yang terjadi.

Hyung harus membantu pengendali lain! Hyung harus menghentikan mereka. Semua tampak terluka parah! Aduh, mengapa Sehun Hyung menyerang yang lain? Dan, di mana Kris Hyung? Apa Hyung melihatnya? Haruskah kami mencari dan memberitahunya?” Anak terakhir ikut bersuara. Sedikit panik, rupanya.

Lay mengerutkan kening. Jadi, para pengendali benar-benar telah kembali? Dan, apa kata mereka tadi? Luhan Hyung? Apa ia sudah lepas dari kendali? Tapi, mengapa Sehun yang menyerang pengendali lain? Apa sekarang ia yang dikendalikan? Tapi, bagaimana mungkin Sehun berada dalam kendali sementara Luhan sudah sadar?

Ah—bukan saatnya Lay memikirkan semua pertanyaan itu. Lebih baik ia segera keluar dan menyelesaikan semua. Dan, Kris tak perlu dipanggil. Chanyeol lebih membutuhkan pengendali naga. Lagipula, Lay yakin bisa menyelesaikan ini dengan kekuatan barunya untuk menyadarkan Sehun. Ya, ia harap ia bisa—sekalipun ia tak yakin bagaimana caranya.

Master sang unicorn keluar dari desa. Penduduk tampak berkumpul—menyaksikan pertarungan antara Sehun dengan pengendali lain. Luhan, Suho, Chen dan Kyungsoo tampak kewalahan melawan pengendali angin. Mereka terlihat begitu kelelahan. Pasti, mereka baru saja mengalami pertarungan besar. Lay bisa melihat bahwa pengendali lain berusaha untuk tak menggunakan kekuatannya untuk melawan Sehun. Pengendali angin itu begitu membabibuta menyerang para hyungnya.

Ah, ini saatnya Lay untuk turun tangan.

.


.

Kyungsoo terlihat kewalahan menahan angin kencang yang keluar dari tangan kiri Sehun. Angin itu terus saja diarahkan padanya. Beruntung, pengendali tanah berhasil membuat earth wall untuk menahan serangan itu sementara. Namun, sejujurnya, ia sangat lelah. Bisa jadi, dalam beberapa menit, tembok tanahnya itu akan hancur.

Ya, tenaga Kyungsoo memang nyaris habis. Pertarungan melawan pasukan kegelapan sebelumnya cukup menguras tenaga. Kekuatannya belum sepenuhnya pulih. Ia pun tak dalam kondisi terbaiknya untuk memanggil Gaia. Hewan panggilannya pastinya juga lelah dan kehabisan tenaga. Bagaimana tidak? Gaia juga ikut bertarung, belum lagi, beruang besar itu telah membawanya kembali ke desa. Sangat mustahil untuk memanggil Gaia saat ini. Pengendali lain pun pasti mengalami hal yang sama. Sekarang, Kyungsoo hanya bisa bergantung dengan kekuatan yang tersisa.

Sementara itu, awalnya, Suho tak berencana menggunakan kekuatan airnya. Pertama, Sehun adalah lawannya dan kedua, tenaganya telah habis karena pertarungan sebelumnya. Ya, akhirnya, Suho menyerah. Ia memutuskan untuk menggunakan kekuatannya. Ia terpaksa melakukannya. Pertarungan ini harus segera diakhiri sebelum jatuh korban lagi. Sehun harus segera dihentikan.

Suho mengarahkan tridentnya ke arah Sehun. Semburan air pun bergerak menyerang pengendali angin. Namun, serangan Suho sia-sia. Angin tornado yang mengelilingi tubuh Sehun membalikkan kekuatan airnya. Serangan air master Manta gagal menembus pertahanan angin si anggota termuda.

Chen pun sama. Ia harus menggunakan kekuatannya. Pengendali petir berusaha menyerang, namun nasibnya berakhir sama. Serangan petirnya dibalikkan oleh tornado milik Sehun. Bahkan, serangan itu terpantul ke segala arah—nyaris mengenai penduduk yang menyaksikan pertarungan berbahaya para pengendali. Master dari Sango itu begitu frustasi tak bisa mendekati Sehun dengan katananya. Pedang hitam mengkilat itu adalah senjata jarak dekat. Sekarang, Chen memilih sibuk melompat menghindari serangan angin yang dilancarkan Sehun dengan tangan kanannya.

Pengendali telekinesis merasakan dilema mendalam. Ia sekarang merasakan bagaimana beratnya melawan sesama pengendali—sekalipun mereka tengah dikendalikan. Sama seperti saat ini. Sejujurnya, Luhan tak ingin menyerang Sehun. Tapi, jika Sehun tak dihentikan, maka aksi saling serang ini tak akan ada habisnya.

Pertarungan dengan Sehun ini benar-benar tidak diduga sama sekali. Mendadak, di depan gerbang desa, Sehun tersadar. Pengendali angin pastinya mengira Luhan telah dikendalikan pengendali lain—para musuhnya. Luhan tampak dihasut dan kini mengkhianatinya. Setelah berhasil membebaskan diri dari belenggu Kyungsoo, Sehun pun segera menyerang pengendali lain dengan membabibuta. Ia bersikeras menyelamatkan Luhan dari pengaruh musuh.

Luhan sendiri akhirnya mengambil keputusan. Ia harus melawan Sehun—mau tak mau. Ini demi kebaikan pengendali angin juga. Ia tak tahu bagaimana cara menyadarkan Sehun dari kendali, tetapi pilihan terbaik yang harus diambil sekarang hanyalah menghentikan Sehun. Pengendali angin harus ‘dijinakkan’ terlebih dahulu.

Master dari Kokoro memejamkan mata—berusaha memusatkan pikiran untuk menembus benak Sehun. Namun, usahanya sia-sia. Ada kegelapan pekat menyelimuti pengendali angin. Luhan tak habis akal. Digunakannya kekuatan pikiran untuk membuat pengekang tak kasat mata untuk menghentikan pergerakan Sehun. Kali ini, berhasil.

Sehun merasakan tubuhnya terikat sesuatu yang tak tampak. Dengan posisi terkekang, ia jelas tak bisa lagi mengeluarkan kekuatannya. Serangan anginnya semua berhenti. Angin tornado pelindung tubuhnya pun menghilang. Bahkan, sekarang, ia tampak berbaring tak berdaya di tanah. Sekeras apa pun ia meronta berusaha melepaskan diri—ia tak bisa apa-apa. Semua sia-sia.

Pengendali angin tahu Luhanlah yang melakukan ini. Ia telah menggunakan pengekang tak kasat mata untuk menghentikan dirinya. Namun, Sehun tak akan semudah itu menyerah. Ia tahu persis kalau Luhan tak bisa menggunakan jurus ini dalam waktu lama. Sebentar lagi, pengekang itu akan lepas dan ia akan bebas. Sehun berencana untuk langsung menyerang pengendali lain dengan kekuatan maksimalnya. Ia harus balas dendam pada pengendali lain yang telah membuat Luhan ‘berbalik arah’.

Luhan pun tahu persis yang dipikirkan pengendali angin. Mungkin ia tak lagi bisa membaca pikiran Sehun, tapi ia hapal cara berpikir bocah itu. Dimintanya Suho untuk membuat rantai air untuk membelenggu pengendali termuda. Luhan juga menyuruh Kyungsoo membuat sebuah penjara batu untuk mengurung Sehun. Semua itu akan bisa menahan Sehun untuk sementara, sebelum pengekat tak kasat matanya menghilang.

.

.

Sehun terus berteriak dan mengumpat. Rencananya untuk langsung melancarkan serangan gagal sudah. Luhan berhasil membaca siasatnya. Sebelum pengekang itu lepas, ia mendapati dirinya terbelenggu rantai air yang membuatnya tak bisa bergerak. Buruknya, ia terpenjara dalam jeruji batu milik Kyungsoo. Sialan. Gagal sudah semua.

“Lepaskan aku! Lepaskan Luhan Hyung! Aku bersumpah akan menghabisi kalian semua dengan tanganku!” teriak pengendali angin. Teriakannya tak digubris oleh pengendali lain yang tampak tengah beristirahat tak jauh dari sana.

Semua penduduk telah kembali ke desa. Tetua besar menyuruh mereka kembali dan berdiam dalam rumah masing-masing. Lagipula, pertarungan antar pengendali bukanlah sebuah tontonan—kecuali jika mereka sedang berlatih. Kini, di gerbang luar desa hanya tersisa para pengendali—kecuali Kris dan Chanyeol—dan Wu Yanzi.

Lay tampak sibuk menyembuhkan luka para pengendali. Keadaan mereka jauh lebih baik—meskipun kelelahan masih terlihat jelas terpancar di wajah masing-masing. Semua luka sudah mulai sembuh. Sepanjang proses penyembuhan, setiap pengendali menghujani Lay dengan pertanyaan mengenai kondisi Chanyeol. Mereka sungguh takut terjadi sesuatu yang buruk—sesuatu yang tak mereka harapkan. Apalagi, tak tampak Kris atau Chanyeol sejak tadi. Namun, Lay hanya diam dan mengulas senyum tipis. Master Chiyu malah semakin memusatkan perhatian pada penyembuhan luka para sahabatnya.

“Lay, katakan pada kami, bagaimana keadaan Chanyeol? Dia masih bersama kita, kan?” seru Luhan frustasi. Tak bisa lagi ia menahan diri karena sikap Lay yang menanggapi hujan pertanyaan tentang Chanyeol. Sungguh, Luhan takut jika terjadi sesuatu pada pengendali api. Ia siap membunuh dirinya sendiri jika sampai dongsaengnya itu kenapa-kenapa.

Akhirnya, Lay menghela napas panjang. Dipandang setiap pengendali yang duduk mengelilinginya. “Semua, kumohon, dengarkan aku. Aku akan menjawabnya nanti. Tidak sekarang. Semua terlalu rumit untuk diceritakan saat ini. Lagipula, masih ada yang harus kulakukan. Aku harus segera membebaskan Sehun,” jawab sang Penyembuh dengan tenangnya.

Chen beranjak berdiri. Dikacakkan pinggangnya kesal. “Hyung! Kita sudah bersusah payah mengurung Sehun dan kau berniat membebaskannya? Kau pasti sudah gila!” teriak pengendali petir.

Lay mengabaikan Chen. Ia melangkahkan kakinya menuju penjara batu yang mengurung Sehun.

Chen berusaha menghentikan sang Penyembuh, namun, Suho menghentikannya. “Kita lihat saja dulu, Chen,” ujarnya lirih. Ia sendiri tak mengerti apa yang akan dilakukan Lay, tapi ia percaya pada pemuda itu.

Pengendali petir mendengus pelan dan menyandarkan punggungnya di salah satu pohon tak jauh dari situ. Sementara itu, pengendali lain hanya memandang Lay dari jauh—berharap sang Penyembuh tahu benar apa yang dilakukannya.

.

.

Lay mengeluarkan healing staff berisi kristal Zoe. Digenggamnya erat tongkat putih panjang dengan kedua tangan di depan tubuhnya. Mata terpejam. Dipusatkan pikiran pada senjatanya.

Awalnya, sang Penyembuh kesulitan untuk berkonsentrasi. Ia terlalu memikirkan bagaimana cara menggunakan kekuatan barunya. Namun, Lay akhirnya menyerah. Dibiarkan senjata itu untuk membimbingnya—ia akan mengikutinya. Dan, secara ajaib, healing staffnya benar-benar menuntun pemuda berlesung pipit itu untuk melakukan sesuatu.

Sebuah mantra terapal. Satu mantra yang bahkan tak Lay tahu. Dan, ia bisa mengucapkannya begitu lancar. Sebuah lingkaran sihir tercipta di permukaan tanah tempat Sehun berpijak. Simbol rumit menghiasi lingkaran sihir yang bersinar terang—menyelimuti pengendali angin. Semakin lama, sinar itu semakin terang. Sehun pun tertelan cahaya dari lingkaran sihir.

Tiba-tiba, Sehun berteriak keras dalam penjara batu. Teriakan penuh rasa sakit. Dalam cahaya terang itu, pengendali angin terus meronta—berusaha melepaskan diri. Ia sendiri tak yakin apa yang terjadi. Tapi, ia merasa ada sesuatu yang dipaksa keluar dari tubuhnya. Rasa sakitnya benar-benar luar biasa. Di sela rasa sakit, Sehun merasakan kehangatan menjalar—membuat tubuhnya terasa ringan. Sehun masih tak yakin perasaan apa itu—namun, ia menyukainya.

Setelah bergelut dengan rasa sakit beberapa saat, Sehun menyerah. Ia ambruk. Tenaganya terkuras habis. Di sela kesadaran yang mulai diambil darinya, matanya sempat menangkap satu benda hitam beraura jahat keluar dari tubuhnya sebelum hancur lebur ditelan cahaya. Lingkaran sihir dan selubung cahaya akhirnya menghilang—meninggalkan Sehun dengan tubuh lemah tak bertenaga.

Secara tiba-tiba, rasa sakit hebat mendera kepala Sehun. Berbagai kilasan dan ingatan aneh berputar-putar memenuhi pikirannya. Namun, Sehun terlalu lelah untuk mencerna semua itu. Sekeras apa pun ia memaksakan diri untuk memahaminya, ia tetap gagal. Namun, di detik-detik akhir kesadarannya terambil, pengendali angin berhasil menangkap sesuatu secara samar. Sayangnya, tubuh lemahnya menyerah dulu. Ia pingsan.

.

.

Lay membuka mata dan melihat hasil pekerjaannya. Ia menarik napas dalam dan tersenyum. Tak ia duga sebelumnya, ia telah berhasil. Sehun telah bebas dari kendali. Ia yakin itu, meskipun sosok pengendali angin tampak terbaring tak sadarkan diri dalam penjara batu.

Sang Penyembuh segera memanggil pengendali lain. Mereka begitu terhenyak melihat kejadian barusan. Sungguh, mereka tak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi. Namun, mereka yakin usaha Lay telah membuahkan hasil baik. Para pengendali pun segera bergerak mendekati Lay.

“Aku yakin Sehun sudah bebas dari kendali. Kalian bisa melepaskan belenggu sehingga aku bisa menyembuhkan segala lukanya,” kata Lay pelan.

Pengendali tanah dan air saling bertatapan—bertanya-tanya apa mereka harus melakukan yang diminta Lay. Namun, begitu melihat sang Penyembuh begitu yakin, kedua pengendali ini pun membuka penjara batu dan rantai yang mengekang Sehun.

Pengendali angin tergolek lemah. Lay mendekati pemuda itu dan memegang dahinya. Disalurkannya energi positif ke dalam tubuh master Chee. Luka di sekujur tubuh anggota termuda itu pun ia sembuhkan.

Para pengendali hanya berpandangan satu sama lain. Mereka penasaran bagaimana Sehun bisa dilepaskan dari kendali. Namun, mereka memilih diam. Menunggu penjelasan dari Lay jika memang sudah saatnya.

Lay akhirnya selesai menjalankan tugasnya—menyembuhkan luka pengendali angin. Segera, ia tepuk-tepuk pipi pengendali termuda—mencoba membangunkannya. Beberapa saat bergeming, Sehun akhirnya menunjukkan reaksi. Tangan bergerak dan matanya perlahan terbuka.

Sehun mengerjapkan mata beberapa saat, berusaha membiasakan cahaya luar memasuki matanya—sekaligus menyadarkan diri. Setelah kesadarannya kembali sepenuhnya, ia bangkit duduk dan memandangi para hyung yang mengitari. “Hyung? Kalian di sini? Ada apa? Ah, di mana ini? Kepalaku sakit. Bisa kalian jelaskan padaku apa yang terjadi?” Rentetan pertanyaan polos terlontar.

Sehun merasa baru bangun dari tidur panjang dengan mimpi paling buruk seumur hidupnya. Apalagi, ia masih belum bisa mencerna berbagai kilasan dan ingatan yang memenuhi kepalanya sekarang. Masih terlalu lelah, rupanya.

Chen memegang bahu Lay—berusaha meminta penjelasan. Ia merasa saat ini adalah waktu yang tepat. Pengendali petir—ah semua pengendali butuh penjelasan sekarang juga. “Hyung, kurasa sekarang waktunya kau menjelaskan apa yang terjadi. Kami tak bisa lagi menunggu,” kata Chen dengan penekanan di dalam suaranya.

“Sekarang, di mana Kris Hyung? Bagaimana dengan Chanyeol? Apa dia baik-baik saja? Dan, sebenarnya, apa yang terjadi? Bagaimana kau bisa membebaskan Sehun dari kendali?” Pertanyaan beruntun dilayangkan Suho. Ia harus dapat semua jawaban sekarang juga. Titik.

Lay mengembuskan napas panjang sembari mengulas senyum. “Aku akan menjelaskan semua. Tapi, kurasa lebih baik kita pergi ke Divine World saja. Di sana Kris Hyung dan Chanyeol sudah menunggu. Ah, Zoe juga ingin bertemu dengan kalian.”

Divine World? Zoe?” Luhan mengulangi perkataan Lay.

“Siapa itu Zoe? Hei, apa kami ketinggalan banyak hal?” tanya Sehun sembari berdiri. Sedikit demi sedikit, ia telah memahami apa yang terjadi.

“Lebih baik kita ke sana sekarang. Semua pasti sudah menunggu. Selama perjalanan, akan kujelaskan semua—dari awal, tanpa sedikit pun tertinggal. Tapi, yakinlah, ini akan jadi kisah yang panjang. Sangat panjang.”

Lay memimpin jalan, sementara para pengendali hanya bertatapan satu sama lain, mengedikkan bahu bingung dan akhirnya melangkahkan kaki mengikuti sang Penyembuh. Mereka tak sabar untuk mendengar semua cerita—termasuk tak sabar bertemu satu sosok di tempat yang tak mereka ketahui sebelumnya.

.


.

Xiumin menghentikan langkah. Diedarkan pandangannya ke sekitar hutan yang berbau busuk itu. Ingin rasanya ia muntah sekarang. Bau tak sedap menusuk hidung tercium dari segala penjuru—memenuhi hutan.

Pengendali es memegang kepalanya yang mendadak sakit. Ya, beberapa hari ini, rasa sakit kepalanya semakin menjadi. Apalagi, semenjak pertarungan terakhir dengan pengendali api dan sesaat setelah ia meninggalkan Sinister Kingdom. Sesuatu terus berputar-putar memenuhi benaknya. Terus menerus. Ada satu dorongan untuk terus mengingat dan mencoba menemukan sesuatu yang salah. Namun, Xiumin tak bisa mengerti—apa yang harus ia temukan. Belum lagi, dadanya terasa begitu sesak. Ada yang mengganjal. Sungguh, ia tak menyukai kecamuk dalam dirinya. Pertentangan besar tengah mendera batin.

Tiba-tiba, Kai muncul di depan Xiumin. Beruntung, pemuda berpipi bak bakpao itu sudah terbiasa dengan kekuatan Kai. Ia tak terkejut bocah berkulit tan itu muncul bak hantu. Selalu muncul tiba-tiba.

“Kau tahu, Hyung? Semua mati! Aish, menjijikkan. Membusuk dan kondisi mereka—astaga, aku ingin muntah,” lapor Kai pada Xiumin. Rupanya, Kai diminta untuk mencari tahu apa sebab hutan yang mereka lalui berbau busuk.

Dua pengendali ini memang telah sampai di hutan—tempat para pengendali dan pasukan kegelapan yang dipimpin Troy bertarung. Xiumin benar-benar ingin bertemu Luhan, karena itu ia bersikeras untuk mencari pengendali telekinesis, termasuk menyusuri jalan yang telah mereka lewati sebelumnya. Pengendali es butuh jawaban—jawaban atas semua kecamuk dalam dirinya. Harus. Ia harus mendapat penjelasan. Dan, Xiumin tahu persis, Luhan bisa memberitahunya sesuatu.

“Mati? Siapa yang mati?” tanya Xiumin tanpa mengubah ekspresi wajahnya.

“Tentu saja Troy dan pasukannya. Kurasa mereka berhadapan dengan para pengendali jahanam itu. Dan, mereka kalah dan mati membusuk karena terlalu lemah. Aish, sial. Kepalaku sakit lagi! Kau tahu apa yang menyebalkan, Hyung? Sesuatu terus berputar-putar memenuhi kepalaku! Rasanya sakit sekali—ingin pecah! Dan, aku merasa tak nyaman. Ada kecamuk dalam diriku—membuat dadaku sesak. Dan, sial! Bau busuk ini menjijikkan!” Kai terus mengeluh. Semua yang dialaminya begitu buruk. Membuatnya frustasi dan kesal setengah mati. Ia benci semua yang terjadi!

Xiumin menatap Kai dingin. Apa? Apa yang dikatakan Kai tadi? Kai mengalami apa yang dirasakannya? Tapi, bagaimana mungkin itu terjadi? Apa yang sebenarnya terjadi? Ah, keluhan Kai tadi membuat Xiumin semakin mantap untuk bertemu Luhan. Semakin cepat ia bertemu dengan pengendali telekinesis, akan semakin cepat pula ia mendapat jawaban atas semua pertanyaan—termasuk mendapat titik terang apa yang harus ia lakukan selanjutnya.

.

.

Sampai juga Xiumin dan Kai di area bekas pertempuran pasukan kegelapan. Di sana, Xiumin hanya mengernyitkan kening. Puluhan mayat di bawah pimpinan Troy terkapar—berserakan. Pengendali es tahu persis hanya para pengendali yang bisa mengalahkan mereka seperti itu. Apalagi, terlihat bekas kekuatan ‘mantan’ teman-temannya. Troy, sang panglima, terlihat sudah membusuk dengan kondisi mengenaskan. Xiumin memilih memalingkan wajahnya.

Xiumin membuat jalan es untuknya berpijak. Ya, ia melakukannya karena tak ingin ia menginjakkan kaki dengan mayat membusuk dengan darah tergenang di mana-mana. Daripada kakinya kotor, maka ia membuat sendiri ‘jalan’ yang bersih—aman untuk ia melangkah.

Kai sendiri terus mengumpat sembari terus berteleportasi mencari tempat yang bersih untuk dipijak. Sama seperti Xiumin, ia tak rela anggota tubuhnya kotor karena darah yang membuatnya ingin muntah.

Pengendali es mengedarkan pandangan sembari berusaha keras menahan bau busuk di sana. Mendadak, mata sedingin es itu terpaku pada setumpuk mayat di salah satu sudut. Tautan alis terbentuk. Itu—Bukankah itu luka bekas senjata Luhan? Ya, Xiumin tahu persis itu luka dari kusarigama pengendali telekinesis. Yang jadi pertanyaan, mengapa Luhan melawan pasukan Troy? Bukankah mereka di pihak sama? Apa Luhan kembali beralih di sisi para pengendali?

Mata Xiumin kembali menangkap sebuah sosok yang telah membusuk. Puluhan senjata menancap dalam tubuh sosok itu. Semakin yakin pengendali es kalau Luhan memang ikut serta melawan pasukan Troy. Ah, apa yang sebenarnya terjadi? Xiumin harus mencari Luhan secepatnya. Ia takut jika sahabatnya itu dalam bahaya.

Hyung, apa menurutmu Luhan Hyung berpaling dari kita? Kurasa instingmu benar-benar tepat untuk menyusul Luhan Hyung dan Sehun. Aish, para keparat itu pasti menangkap mereka. Sial. Kita benar-benar terlambat!” Kai mengacak rambutnya frustasi.

“Tak perlu khawatir. Aku tahu persis mereka pergi ke mana. Sekarang, lebih baik kita berangkat. Kita harus mengunjungi ‘bekas’ desa kita tercinta,” kata Xiumin sambil melangkah meninggalkan tempat busuk itu. Sementara, Kai membuang ludah sebelum mengikuti hyungnya.

Perjalanan mereka ke desa akan memakan waktu cukup lama—apalagi keduanya tak bisa memanggil hewan panggilan. Ya, mengenai hewan panggilan, Xiumin merasa sangat aneh. Ia sama sekali tak bisa memanggilnya, sekeras apa pun ia mencoba. Ditambah, ia tak bisa menggunakan kekuatannya secara maksimal. Kecamuk dalam diri pun semakin menjadi-jadi.

Sungguh, Xiumin tak bisa mengerti. Apa yang telah terjadi sebenarnya pada dirinya? Ia harus segera ke desa dan bertemu Luhan. Satu dorongan terus memaksanya untuk menemui sahabatnya—sekalipun mungkin ia telah berada di sisi musuh. Xiumin tak peduli. Ia harus mendapatkan titik terang—apa pun itu, ia siap menerimanya. Semoga saja begitu.

.


.

Hyung, sebenarnya di mana kita? Sejak kapan ada tempat ini ada di sini? Bagaimana bisa pohon di sudut taman desa bisa membawa kita ke dunia ini?” Rasa ingin tahu Chen terlalu besar. Ia terus menanyakan banyak hal pada Lay yang hanya diam—sibuk memimpin jalan.

“Lay Hyung, aku masih tak mengerti dengan penjelasanmu tadi. Divine World? Zoe? Dewi Kehidupan? Erebos? Chanyeol Hyung terselimuti sulur? Astaga, kepalaku semakin sakit, Hyung! Jelaskan dengan bahasa manusia, Hyung!” Sehun ikut melontarkan keluhan. Namun, ia menutup mulutnya rapat-rapat kala Luhan menatapnya tajam. Ia tahu persis pengendali telekinesis tak suka ia terlalu banyak bicara.

Lay tetap diam—tak menjawab. Ia terus berjalan memimpin jalan sampai akhirnya mereka tiba di Divine World. Setelah melewati lorong cahaya yang sangat panjang, para pengendali terperangah dengan dunia di balik pohon besar tua di taman. Dunia apa itu? Dan, mengapa bisa mereka sampai di sini? Mengapa tempat ini begitu hangat dan indah?

Belum puas menikmati Divine World, para pengendali mau tak mau melanjutkan perjalanan—mengikuti Lay, ke tengah padang bunga. Di sana berdiri sebuah pohon besar—pohon kehidupan. Di sana pula, Chanyeol tengah terbaring ditemani Kris.

Kyungsoo-lah yang pertama kali menyadari sosok Kris—sekalipun ia melihatnya dari jauh. Ia langsung menduga, di sana Chanyeol tengah menjalani penyembuhan. Itu kesimpulan yang bisa diambil Kyungsoo dari penjelasan Lay.

“Kris Hyung!” teriak Kyungsoo sambil berlari mendekati Kris. Pengendali lain pun menyusul.

Mendengar ada suara memanggil namanya, Kris yang tengah berbicara dengan Chanyeol menoleh. Keningnya sedikit berkerut mendapati sosok yang memanggil. Mm—Kyungsoo? Pengendali lain juga di sana?

Kris segera menarik tangannya dari sulur dan bangkit berdiri menyambut para sahabatnya. Pengendali naga sangat senang mereka telah kembali dengan selamat. Ia sangat bersyukur. Perkataannya tertahan kala mendapati kejutan lain yang semakin membuatnya gembira. Sehun? Luhan? Mereka telah kembali? Kris pun berlari menyongsong para pengendali itu.

“Kalian? Kalian semua kembali. Aku senang sekali.” Kris memeluk sahabatnya satu per satu. Para pengendali yang dipeluk tampak tak bisa menyembunyikan rasa terkejut mereka. Dibalasnya pelukan sang pemimpin dengan canggung—tak biasa. Lay hanya tersenyum kecil mendapati pemandangan manis nan mengharukan itu.

Setelah puas melampiasakan rasa rindu dan gembiranya, Kris mengajak para pengendali untuk menemui Chanyeol. Begitu melihat sosok yang terbaring tak berdaya di balik sulur, wajah mereka berubah murung. Sosok pengendali api yang biasanya ceria tampak begitu menyedihkan. Tak kuasa mereka melihat Chanyeol—sekalipun nyaris semua luka sudah sembuh. Namun, sosok paling sedih adalah Luhan dan Sehun. Bagaimanapun mereka-lah yang telah membuat kondisi pengendali api seperti itu.

“Chanyeol Hyung! Maaf, maafkan aku. Ini salahku. Salahku! Bangun, Hyung! Bangun dan hajarlah aku semaumu! Hyung!” Sehun menangis.

Luhan memilih diam—menyesali perbuatannya. Matanya nanar. Tampak jelas, ia berusaha keras untuk tidak menangis. Pengendali lain pun begitu. Miris rasanya melihat sosok Chanyeol begitu tak berdaya. Pasti Chanyeol merasakan sakit yang luar biasa.

Kris mendadak berseru. “Berhenti! Jangan ada yang menangis! Berhenti menyalahkan diri kalian! Semua telah terjadi dan tak ada gunanya menyesalinya! Tak ada gunanya kalian menangis dan meratapi semua ini! Kalau kalian merasa bersalah, jangan menangis! Bawa Chanyeol kembali! Teruslah berharap! Kalian harus yakin, Chanyeol pasti kembali! Lihat, dia sedang berjuang! Kita harus percaya dan mendukungnya! Kumohon, sekarang, berhentilah menangis! Chanyeol tak butuh tangisan! Dia butuh alasan dan harapan untuk kembali! Dia butuh kita semua! Dia butuh senyuman kita!”

Seruan itu jelas saja membuat para pengendali terkejut—terutama sang Penyembuh. Kris—Kris benar-benar telah berubah. Beberapa hari yang lalu, Kris tak seperti ini. Ia sosok yang sangat menyedihkan, begitu frustasi. Sekarang? Astaga, sulit dipercaya. Lay hanya terkekeh mendapati perubahan drastis Kris.

Itu sebuah perintah. Perintah pemimpin, sang Pengendali Naga. Para pengendali tahu perkataan Kris harus dituruti. Jadi, mau tak mau, mereka terpaksa mengikuti perintah itu. Mereka berhenti menangis. Para pengendali tak tahu mengapa Kris bisa berubah seperti itu, namun mereka percaya bahwa Kris punya alasan kuat. Raut muka sedih tak tampak, sebuah senyum terulas—meskipun tak dipungkiri mereka tetap sedih. Mereka mulai menyapa dan berbicara dengan pengendali api.

Setelah beberapa saat, Chen membuka mulut. “Aku mengerti sekarang. Jadi, Zoe dan pohon kehidupan yang telah membantu penyembuhan Chanyeol. Tugas kita sekarang adalah membawa dia kembali, kan? Dan, Erebos, kurasa aku bisa mencerna garis besarnya. Namun, Tao? Aku masih tak bisa memercayainya. Benarkah Tao yang memulai takdir kelam ini?” Pengendali petir mengacak rambutnya.

Semua tertunduk mendengar perkataan Chen. Kenyataan bahwa pengendali waktu-lah yang memulai semua tak semudah itu dipercaya. Tao telah melakukan kesalahan fatal. Namun, mengapa Tao berkhianat? Tak seorang pun tahu alasannya.

“Lay Hyung bilang Zoe ingin menemui kami. Kalau begitu, di mana sang Dewi? Apa ia berubah pikiran?” tanya Sehun.

Lay hanya mengedikkan bahu. Ia tak tahu mengapa Zoe belum menunjukkan diri. Padahal, tadi, sang Dewi memintanya untuk segera mengumpulkan dan membawa para pengendali ke Divine World. Di mana dia sekarang?

Tiba-tiba, pohon kehidupan memancarkan cahaya. Dewi kehidupan muncul dengan senyum manis tersungging. Ia menyambut kehadiran para pengendali. “Kalian mencariku? Maaf, telah membuat kalian menunggu. Perkenalkan, aku Zoe, Dewi Kehidupan.”

Mata pengendali terpaku pada sang Penjaga. Terhenyak. Jadi, yang diceritakan Lay dan Kris itu bukan kebohongan belaka?

.


.

Seishin berjalan menyusuri jalan setapak menuju taman—bekas taman berisi puing-puing—di sudut Sinister Kingdom. Sesampainya di sana, duduklah ia di sebelah patung batu. Sebuah patung berbentuk seorang gadis yang tengah merentangkan tangannya lebar-lebar. Raut mukanya terlihat ketakutan dengan mulut menganga, seolah berteriak. Dari posisinya, patung gadis itu sedang melindungi sesuatu atau seseorang. Ya, itu gambaran jika orang melihatnya sendiri.

“Aku datang lagi. Kau tahu? Aku sangat merindukanmu. Apa kau merasakan hal yang sama? Mm—bagaimana kalau aku memainkan satu lagu untukmu?” Seishin terus berbicara seolah tengah berbincang dengan patung itu. Tentu saja, tak ada tanggapan apa pun.

Dikeluarkannya sebuah alat musik dari balik jubah abu-abunya. Sebuah ocarinaberwarna biru laut. Dengan alat musik itu, Seishin mulai memainkan sebuah lagu. Sangat menyayat hati. Setelah beberapa saat mengalun, Seishin menghentikan permainan ocarinanya.

Ia kembali berbicara. “Semua akan berjalan seperti rencana. Aku akan menghancurkan Erebos. Dia harus membayar mahal atas yang telah dilakukannya padamu. Bersabarlah. Kita akan kembali bersatu seperti dulu.”

Seishin bangkit dan melingkarkan tangannya ke pinggang patung gadis itu dari belakang. Penuh kasih seolah patung itu adalah manusia.  “Aku akan segera membebaskanmu—LUNA.”

.

TO BE CONTINUED

.

Aku sudah terlalu lama menghilang dari sini. Fufufu. Jika tertarik dan ingin melanjutkan membaca kisah ini tanpa menunggu lama, silakan mampir di wattpadku dengan akun @chachamariditha. Di sana sudah sampai chapter 15, begitu juga di wordpress: [email protected] God who Falls in Love bahkan sudah mencapai titik tamat. Fufufu. Silakan mampir kapan saja. Ini aku hanya repost, tidak melanjutkan kisah ini. *digampar *bow

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
chachamariditha
Well, I posted Chapter 6 here *and other sites*! If you want to read the next chapter, you can visit my wordpress. Kekeke

Comments

You must be logged in to comment
Sky_Wings
#1
❤_❤
drnewbie #2
Wow genre favorite ini haha, pas baca fereword nya jdi tertarik sendiri haha, oke i'll begin to explore and hopefully to find a lot of 'awesome' things later, ya dan kayanya dalam 1 jam kedepan bakal selesai sampai chapter terakhir yang di update haha
PCY92BH #3
Hey you! I knew you haha cerita ini pernah aku baca di screenplays (kalau tdk salah) dan ini cerita dewa banget. Semangat terus ya, jangan patah semangat seperti yang tahun lalu kkk~
HaeHunUp
#4
Chapter 6: eonni dimana" ada. ga sabar nunggu ch 17 apa 18, lupa ._.
cepat kembali eonni ~~
AWPark #5
Chapter 5: Lanjut dong min...