The Flashback

Come Back to Me

Hujan baru saja berhenti. Setelah sepanjang malam membasahi padang sunyi itu dengan derasnya, kini hanya genangan-genangan air dan tanah becek yang tertinggal. Sesekali, sisa air hujan menetes dari sela-sela pepohonan rimbun di tepi padang, jatuh di atas tanah yang masih tergenang air. Angin sepoi-sepoi bertiup di suasana dini hari yang dingin—membuat orang normal memilih meringkuk di bawah selimut atau menghangatkan diri di depan perapian.

Namun, tidak begitu dengan Baekhyun.

Entah sudah berapa kali ia terjatuh, sambil membawa sebuah wadah penuh air bersih. Pakaian dan badan basah kuyub dan kotor karena lumpur, tak ia pedulikan. Apalagi, luka lecet di sekujur tubuh akibat terjatuh berulangkali. Ya, semua itu dibiarkannya saja. Yang penting air dalam wadah yang ia bawa tidak tumpah lagi.

Tak bisa melihat bukanlah masalah besar untuk Baekhyun. Ia sudah cukup hapal dengan area padang itu. Selama ini, Chanyeol selalu menemaninya mengitari padang—memberitahu setiap sudut. Baekhyun cukup yakin tak akan tersesat apabila ia harus berjalan sendiri.

Namun, saat ini, rasa panik dan takut memenuhi dirinya—memengaruhi akal sehatnya. Tak bisa ia gunakan pikiran dengan tenang. Hasilnya? Ia sedikit kebingungan dengan area yang biasa ia lalui itu. Jatuh berulangkali dan menabrak sesuatu—itulah yang ia alami. Kemampuan indera pendengaran dan penciuman yang biasanya begitu kuat, kali ini sama sekali tak membantu. Di kepalanya, hanya penuh dengan pikiran akan Chanyeol. Ya, hanya Chanyeol!

.

.

-Flashback on-

Malam itu sedikit aneh. Sungguh tak biasanya, Chanyeol tak mengganggu Baekhyun. Keisengan yang dilakukan pengendali api sudah menjadi makanan sehari-hari. Namun, kali ini, Baekhyun tak mendapatinya—membuat sesuatu kurang lengkap.

Sebelumnya, Chanyeol hanya bilang ingin istirahat. Dilarangnya Baekhyun untuk membangunkannya dengan alasan ia sangatlah lelah.

Mau tak mau, Baekhyun pun hanya membiarkannya saja. Ia tahu Chanyeol pasti terlalu lelah karena harus menjaga dan menyediakan kebutuhannya selama ini.

Tapi, Baekhyun merasa ada sesuatu yang tak beres. Entah sudah beberapa jam, ia menunggu Chanyeol beristirahat dan pemuda itu tak kunjung bangun. Makanan yang dijanjikan pun belum ia terima. Semua benar-benar terasa janggal. Pasti ada sesuatu yang salah.

Baekhyun bangkit berdiri dari perapian. Sembari meraba-raba, dilangkahkan kakinya ke arah tenda. Ia buka penutupnya dan bersuara lirih. "Yeollie, kau di sana? Kau masih tidur?”

Tak ada tanggapan. Seolah, Chanyeol sengaja mengabaikannya. Kening Baekhyun berkerut tak suka. “Ya! Bangun tukang tidur! Sampai kapan kau akan membiarkanku kelaparan?" seru pengendali cahaya kesal. Kalau ia benar-benar lapar, tak bisa ia mengendalikan diri.

Lagi-lagi, tak ada suara. Sunyi.

Baekhyun menautkan alis. Chanyeol ada di depannya. Ia bisa merasakan keberadaan pemuda itu. Namun, mengapa Chanyeol tak menanggapinya? Baekhyun berjongkok, berusaha menemukan tubuh sang sahabat. Hanya butuh beberapa detik, ditemukannya kepala Chanyeol.

Pletak—

Kepala si jangkung dipukul keras. Namun anehnya, kembali tak ada tanggapan. Bahkan, seruan sakit pun tak terdengar. Ayolah, apa Chanyeol kali ini benar-benar berniat jadi tukang tidur? Atau ia sedang mengerjai Baekhyun?

Tunggu dulu. Telinga Baekhyun menangkap deru napas tak normal. Bisa dibilang sedikit tersengal walaupun sangat lirih. "Yeollie, kau tak apa-apa? Jawab aku, Bodoh! Jangan membuatku khawatir!" Suara Baekhyun tedengar bergetar. Mendadak saja, panik dan takut menyergap.

Tak kunjung ada jawaban, tangan Baekhyun kembali meraba-raba—mencoba menyentuh wajah sahabatnya. Saat ia berhasil menemukannya, wajah itu begitu panas dan basah penuh keringat.

Baekhyun mengalihkan tangannya ke kening Chanyeol, sebelum berpindah ke tubuh pemuda jangkung itu. Lagi-lagi, ia mendapati hal yang sama. Panas dan basah karena keringat! Chanyeol demam tinggi!

Terlalu panik menyadari keadaan Chanyeol, tiba-tiba saja, Baekhyun merasa bingung dengan apa yang harus dilakukan. Setelah beberapa saat, sebuah pikiran terlintas. Baru saja ia bermaksud keluar tenda mencari air untuk membasuh tubuh Chanyeol, hujan deras mengguyur padang. Petir berkilat dan guntur menggelegar.

Baekhyun menarik diri masuk ke dalam tenda. Sesungguhnya ia takut dengan cuaca di luar. Namun, ia sadar Chanyeol sangat membutuhkannya saat ini. Diambilnya beberapa potong pakaian dan kain lalu digunakannya untuk menyelimuti tubuh Chanyeol. Ia tarik tubuh yang jauh lebih besar darinya itu ke pangkuan sebelum memeluknya, sambil terus berharap bahwa keadaan pengendali api segera membaik.

.

.

-Flashback off-

Setelah perjuangan keras, Baekhyun berhasil menginjakkan kaki area tempat yang ia tinggali selama ini. Bergegas memasuki tenda, ia langsung mendudukkan diri di samping Chanyeol. Wadah berisi air bersih ia letakkan di sebelahnya.

Saat Baekhyun baru meraba-raba untuk mencari kain, tiba-tiba Chanyeol mengigau. Suaranya terdengar penuh ketakutan. "Hentikan—Jangan lakukan itu pada Baekkie! Tidak— Jangan bawa pergi Baekkie-ku! Hentikan! Kubilang hentikan! Argggh—Hyung—Kris Hyung! Baekkie— Baekkieku! Tolong dia—Tolong— Aku— Aku gagal— Kris HyungHyung!" Suara Chanyeol semakin melemah sebelum akhirnya igauan itu menghilang. Hanya deru napas lemah yang mulai teraturlah yang tertinggal.

Baekhyun mematung mendengar igauan Chanyeol. Apa pengendali api tengah mimpi buruk? Kira-kira, apa yang dimimpikannya? Apa yang terjadi dengannya dalam mimpi?

Baekhyun tersenyum kecil. Sedikit tersipu saat Chanyeol menyebut 'Baekkieku' walau dalam mimpi. Senang rasanya, pemuda jangkung menyebalkan itu ternyata mengkhawatirkannya. Tetapi—Mengapa Chanyeol juga menyebut nama Kris Hyung? Dikerucutkan bibirnya, ada sedikit rasa tak suka saat Chanyeol menyebut nama selain namanya.

Oh—ayolah, Byun Baekhyun. Ini bukan waktu yang tepat untuk cemburu. Apalagi, cemburu dengan seorang Kris. Sosok yang sudah ia anggap sebagai hyungnya sendiri. Lagipula, itu hanyalah igauan orang sakit. Tsk-tsk, apa yang bisa ia harapkan dari Chanyeol?  Hati kecilnya berulang-ulang mengatakan hal itu.

Pengendali cahaya menghentikan kecamuk pikirannya. Ia memilih kembali mencari kain untuk membasuh tubuh Chanyeol yang penuh keringat. Saat ia menemukan kain itu, segera ia mencelupkannya ke dalam wadah air. Baekhyun memerasnya sebelum meletakkannya di dahi Chanyeol—berharap usaha itu bisa menurunkan demam.

Baekhyun mengulangi hal itu beberapa kali. Sesekali digunakannya kain untuk membasuh tubuh dan wajah Chanyeol—membersihkannya dari keringat. Lama, ia melakukan hal itu. Tanpa sadar, Baekhyun pun ikut tertidur.

.


.

Beberapa jam berlalu.

Perlahan, Chanyeol membuka mata. Kepalanya sungguh terasa sakit, meskipun badannya sudah jauh lebih ringan. Sesekali ia mengerjapkan mata—berusaha menghilangkan ingatan atas mimpi buruknya semalam. Akibatnya, kepalanya malah semakin pening. Chanyeol akhirnya menyerah untuk memaksakan diri melupakan mimpi itu.

Sebuah tangan menggenggam tangan Chanyeol yang besar. Ia alihkan pandangannya ke sana. Saat menoleh, Baekhyun sedang tidur dalam posisi terduduk—sambil memegang tangannya. 'Baekkie sungguh manis. Apalagi, saat dia tertidur.' Chanyeol tersenyum. Saat ia berusaha bangkit berdiri, tubuhnya tak mau diajak kompromi. Jadi, pengendali api memutuskan tetap berbaring.

Chanyeol menarik pelan tubuh Baekhyun—membuat pemuda mungil itu tertidur di sampingnya. Begitu pelan, tanpa membangunkannya. Baekhyun sempat merasa terganggu, tapi tetap tertidur. Chanyeol memeluk tubuh yang jauh lebih kecil darinya itu. Baekhyun secara reflek memeluknya balik tanpa sadar. Pemuda jangkung itu semakin mengeratkan pelukan dan mencium kening Baekhyun. Ditutup kedua matanya—mencoba untuk kembali tidur, saat tiba-tiba peristiwa di masa lalu kembali memenuhi benaknya.

.

.

-Flashback On-

Setelah perdebatan sengit, Kris dan Chanyeol sibuk bergelut dengan pikiran masing-masing. Tiba-tiba—

Booom— Aaaahhhhh— Ahhhhhhhh

Boooom— Ctaaar— Bruaaak— Aaahhhh

Suara ledakan keras terdengar dari ujung barat desa. Teriakan dan jeritan manusia bersahut-sahutan mengiringi. Suara penuh ketakutan.

Dua pasang mata manusia yang tadi terdiam dan terlihat tanpa fokus, kini bersamaan beralih ke arah suara mengejutkan tadi.

"Desa diserang! Chanyeol! Ayo!" teriak Kris sambil berlari menuju arah barat desa.

Chanyeol segera mengikuti Kris. Beruntung, kakinya cukup panjang. Tak perlu ia mengeluarkan banyak tenaga untuk mengejar sang pemimpin.

Baru sampai di gerbang penghubung taman dengan desa, langkah Chanyeol dan Kris terhenti. Para penduduk desa berlarian panik—mencari tempat aman. Orang dewasa menggandeng dan menggendong anak-anak yang terus menangis ketakutan. Dua pengendali hanya bisa melihat pemandangan itu dengan miris.

Kris mengeluarkan broadsword berukirkan naga di kedua sisinya dan memegangnya erat. Chanyeol mengikuti apa yang dilakukan pengendali naga. Diambil twin sword berukirkan phoenix dengan warna merah keemasan dari sarung pedang di punggungnya.

Kepulan asap hitam dengan api berkobar-kobar mulai terlihat di ujung desa. Kris dan Chanyeol baru saja berniat berlari ke sumber kerusuhan, saat seorang pemuda muncul di depan mereka secara tiba-tiba.

Ah—Kai, si pengendali teleportasi. "Hyung, akhirnya aku menemukan kalian! Mereka—Mereka menyerang desa! Kuil sudah dihancurkan! Banyak bangunan mereka bakar! Penduduk panik dan berlarian! Banyak korban yang jatuh! Apa yang harus kita lakukan, Hyung?" kata si pemuda berkulit sedikit gelap. Laporan itu meluncur begitu cepat. Kai benar-benar takut dan panik, rupanya.

Perkataan Kai membuat Chanyeol tak bisa mengendalikan diri. Raut mukanya berubah pucat. Terpengaruh dengan laporan Kai, ia turut panik.

Kris berusaha menanggapi dengan tenang. Kepala dingin—Itulah yang dibutuhkan seorang pemimpin. Gegabah mengambil tindakan tidak ada dalam kamusnya. "Lalu, yang lain?" tanya Kris. Suaranya begitu terkontrol. Tak bergetar sedikit pun.

Dengan napas terengah dan peluh bercucuran, Kai menambahkan. "Mereka membawa sebagian besar panglimanya. Yang lain mencoba menahan mereka, tapi musuh terlalu kuat. Mereka bahkan membawa seorang mind controllerHyung!”

"Mind controller? Bagaimana bisa mereka punya panglima berkekuatan seperti itu?" Suara Chanyeol terdengar gemetar. Mind controller adalah pengendali berbahaya. Ini sudah bukan masalah kecil lagi. Keadaan ini sungguh di luar dugaan!

Kris memegang bahu Chanyeol—berusaha menenangkannya.

"Dia mengendalikan sebagian penduduk untuk melawan kami. Jelas, itu membuat kami kewalahan, Hyung. Kami berusaha melawan tanpa melukai penduduk. Tapi, itu sia-sia! Terpaksa, kami melukai dari mereka. Akhirnya, kami memilih membuat mereka kehilangan kesadaran. Cara itu cukup ampuh karena kami tak perlu melukai penduduk hingga terluka parah. Tapi, HyungMind controller itu semakin kuat. Dia mencoba mengendalikan kami satu per satu. Semua semakin lelah karena serangan mendadak ini, Hyung! Aku takut ada yang jatuh dalam kendali!" Suara Kai semakin bergetar.

Kris mulai tak bisa mengendalikan diri. Ini sudah di luar batas kemampuannya. Seorang mind controller ada di sana. Kondisi ini sangat berbahaya—apalagi ada kemungkinan kawan-kawannya dikendalikan. Ini yang ia takutkan. Saat ada dikendalikan, maka pertempuran antar pengendali tak akan bisa dihindari.

"Bagaimana dengan Baekkie?" Suara bariton Chanyeol menyadarkan Kris.

"Kami berusaha menyembunyikan sambil terus melindungi Baekhyun Hyung. Tapi, kami sendiri semakin kewalahan menghadapi musuh. Kami tak tahu apa dia masih bersembunyi," jawab Kai dengan nada sedikit takut. Sungguh, ia takut tanggapan Chanyeol mendengar jawabannya—yang jelas tak memuaskan itu. Ya, Kai tahu persis pemuda berkekuatan api itu begitu menyayangi si pemuda berkekuatan cahaya. Sesuatu yang terjadi pada Baekhyun akan membuat Chanyeol marah besar.

"Bagaimana mungkin kalian meninggalkan Baekkie sendiri, eoh? Cih, kalian ini! Tak berguna!" Chanyeol segera angkat kaki dari tempat itu, penuh amarah. Sementara, Kris masih bergumul dengan pikirannya sendiri.

"Hyung! Apa yang harus kita lakukan?" Kai berteriak—mencoba menyadarkan sang pemimpin.

Kris mengepalkan tangan untuk ke sekian kali. Lalu, ia mulai bergerak, mengikuti Chanyeol yang sudah tak tampak. "Kejar Chanyeol! Aku akan membantu yang lain!" perintah Kris kesal. Pengendali naga meninggalkan Kai yang akhirnya berteleportasi untuk mengikuti Chanyeol.

.


.

"Baekkie! Baekkie! Jawab aku jika kau mendengarku!" Chanyeol terus berteriak. Suaranya harus bersaing dengan suara teriakan penduduk yang panik berlarian menyelamatkan diri. Tapi untungnya, sekarang sudah mulai berkurang. Sebagian penduduk sudah berhasil bersembunyi atau melarikan diri.

Chanyeol berlari melawan arus penduduk yang ingin menyelamatkan diri keluar desa. Teriakan demi teriakan—memanggil nama Baekhyun, terus ia lontarkan. "Baekkie! Baekkie! Kau di mana? Jawab aku!" Chanyeol mulai panik, sementara suasana desa semakin sepi.

Terdengar suara senjata bertabrakan dan perkelahian di mana-mana. Mayat-mayat bergelimpangan—entah mayat penduduk atau musuh berpakaian serba hitam. Ada juga mayat makhluk-makhluk berbentuk aneh menyerupai monster.

Chanyeol masih berusaha melawan sekelompok orang berbaju hitam dan makhluk aneh dengan pedang kembarnya. Ia sedikit kewalahan—apalagi pikirannya sedang terfokus pada Baekhyun yang tak kunjung muncul.

Tenaganya mulai terkuras, sementara musuh terus bertambah. Tubuh Chanyeol sudah penuh dengan luka. Darah mulai mengalir dari beberapa luka yang cukup dalam—membuat gerakan Chanyeol tak segesit seperti sebelumnya. Musuh-musuh semakin mudah menyerang dan menambahkan luka pada Chanyeol.

'Sial! Mengapa jumlah mereka semakin banyak? Baekkie, kau di mana?' rutuknya dalam hati. Chanyeol bergerak mundur—menjauhi musuh yang merasa di atas angin karena cuma melawan seorang pemuda sepertinya.

"Cih, sialan! Kurasa aku harus mencoba mengeluarkan kekuatanku. Tapi, apa aku bisa?" gumam Chanyeol. "Ini bukan saatnya ragu. Aku bisa mati sebelum menemukan Baekkie kalau aku tidak mencobanya." Chanyeol memusatkan pikiran. Tangannya mulai diselubungi api merah menyala. Para musuh menghentikan langkah—menyadari pemuda di depan mereka ternyata salah satu pengendali. Salah satu yang terpilih.

Menyadari musuh sedikit tercengang dengan aksinya, Chanyeol membuat bola api besar dan melemparkannya pada musuh di barisan paling depan. Pemuda berkekuatan api itu berharap bola apinya bisa membakar musuh. Namun, yang terjadi justru sebaliknya—bola api itu sudah menghilang terlebih dahulu, sebelum mengenai musuh.

Makhluk berpakaian hitam terkejut melihat kejadian itu. Awalnya, mereka berpikir Chanyeol adalah pengendali yang perlu diwaspadai. Nyatanya, yang mereka hadapi hanya pengendali yang bahkan tak bisa mengendalikan kekuatannya. Mereka saling berpandangan satu sama lain, lalu tertawa terbahak-bahak—melecehkan Chanyeol yang semakin terpojok.

'Sial! Ini bukan saatnya aku gagal!' Chanyeol mencoba lagi. Tetapi, lagi-lagi berakhir dengan kegagalan. 'Aku tidak boleh mati sebelum menemukan Baekkie. Aku harus bisa!' Kembali, Chanyeol memusatkan pikiran.

Kali ini, api di tangan menjalar menyelubungi pedangnya. Api berwarna merah kekuningan berubah menjadi merah kebiru-biruan. Kini, api itu bukan hanya menyelubungi tangan dan pedangnya saja, tapi mulai menyelubungi seluruh tubuhnya perlahan-lahan.

Kobaran api semakin membesar—membuat para musuh kembali was-was. Chanyeol berhasil mengeluarkan apinya—tapi tubuhnya, ah—Ia merasakan tubuhnya terasa sakit. Jantung berdetak cepat dengan seluruh anggota badannya nyeri. Kepala berdenyut-denyut terus menyakiti.

Chanyeol merasa tubuhnya panas terbakar. Benar-benar kulitnya terasa melepuh. Ayolah—Ia pengendali api. Api harusnya menjadi teman dan kekuatannya. Tapi, mengapa ia malah merasakan rasa sakit saat ia menggunakan apinya?

Chanyeol meringis menahan sakit. Namun, ia tetap bertahan demi Baekhyun. Ditebaskan twin swordsnya di udara membentuk tebasan berselubung api bersilang, langsung menyerang musuh.

Blaaaar—

Barisan pertama musuh hancur menjadi abu. Sementara, sebagian barisan kedua panik—berusaha memadamkan api yang membakar tubuh mereka.

Musuh di bagian ketiga dan belakangnya tidak terluka sama sekali. Ternyata, serangan Chanyeol tak sampai ke mereka. Segera, mereka menyeruak maju melewati kawan yang terluka lalu menyerang Chanyeol yang mulai limbung, setelah mengeluarkan kekuatan. Tampak selubung api pengendali itu mulai menghilang—meninggalkan bekas luka bakar di sekujur tubuh. Kesempatan!

'Tsk, tubuhku— Sialan! Siapa pun, tolong aku! Aku belum mau mati! Baekkie!' teriaknya dalam hati. Tubuh Chanyeol jatuh terduduk. Ia tutup matanya—pasrah dengan apa pun yang akan terjadi. Tiba-tiba—

Swooosh—

Pemuda berkekuatan api itu merasakan angin kencang menerpa. Chanyeol membuka mata—mencoba fokus dengan apa yang terjadi sambil menahan rasa sakit. Dilihat musuh sudah terlempar jauh dari hadapannya karena angin besar tadi.

"PARK DOBI! Jangan berani kau mati, anak bodoh!" Sosok tinggi dengan broadsword berlambangkan naga muncul di depannya—menghancurkan musuh yang ada.

Chanyeol juga mendapati Sehun, dengan wind daggernya menebas para makhluk itu tanpa sisa. Seorang pemuda manis pun muncul di samping Chanyeol dengan posisi duduk. Ia berusaha menahan dirinya agar tidak tumbang. Chanyeol mengarahkan pandangan pada pemuda cantik berlesung pipit di sampingnya. "Lay Hyung—" panggilnya lirih.

Mendadak, Chanyeol tumbang. Lay, sang Penyembuh, bergegas menyembuhkan sebagian luka di tubuh Chanyeol—terutama luka parah dan luka bakar. Setidaknya, Chanyeol harus bisa berdiri dan melindungi dirinya. Tak berapa lama, pengendali api sudah mampu menahan berat badannya sendiri. Luka-luka di tubuhnya belum sembuh sepenuhnya. Namun, setidaknya, luka bakar menyakitkan sudah berkurang.

Musuh semakin bertambah. Rupanya, mereka sengaja memusatkan serangan mereka di area itu. Maklum, musuh utama mereka, para pengendali, semua ada di sana. Nyaris semua.

Kris mengumpat pelan. Jumlah musuh yang bertambah pasti akan membuat mereka semakin kewalahan. Apalagi, di sana, cuma ada Lay, Sehun, dan dirinya sendiri yang bisa bertarung. Itu pun dalam kondisi kelelahan dan mulai kehabisan tenaga. Tak ketinggalan, Chanyeol yang baru saja lolos dari maut. Tapi, Kris tahu persis bahwa dongsaengnya itu tak akan bisa bertarung secara maksimal.

"Bersiaplah! Kalau perlu gunakan kekuatan kalian secara maksimal! Dan, kau Park Dobi, tetap di belakang kami!" teriak Kris.

Sehun dan Lay memasang kuda-kuda—bersiap dengan senjata masing-masing. Chanyeol baru saja akan melayangkan ketidaksetujuannya, saat Kris sudah membentak lebih dulu. "Jangan membantahku, Park Chanyeol!"

Chanyeol hanya mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Digertakkan giginya kuat-kuat. Ia menyadari tubuhnya memang tidak mampu digunakan bertarung secara maksimal—dengan kondisi luka parah seperti itu. Jadi, Chanyeol hanya memasang kuda-kuda sambil bersiaga dengan pedang kembarnya. Sementara, Kris dan kawan-kawannya merangsek maju dengan senjata dan kekuatan penuh, menyerang musuh.

.

.

"Yeollie! Yeollie! Kau di mana?" Samar-samar, Chanyeol mendengar suara Baekhyun. Tidak terdengar jelas—tapi ia yakin itu suara sahabatnya.

Chanyeol mengedarkan pandangan ke sekitarnya sambil menajamkan pendengarannya kembali. Dicoba untuk menangkap suara pengendali cahaya yang tadi sempat terdengar. 'Bersuaralah lagi Baekkie— Lebih keras— ' pintanya dalam hati.

"Yeollie! Yeollie! Park Chanyeol! Jawab aku!" Terdengar lagi. Kali ini, lebih jelas. Terdengar tak jauh dari tempat Chanyeol berdiri.

Pengendali api pun segera melangkahkan kaki menuju sumber suara. "Baekkie! Aku di sini! Kau di mana?" panggil Chanyeol keras. Ia tinggalkan tempat pertarungan—meninggalkan pengendali lain yang sibuk bertarung.

Teriakan Chanyeol membuat Kris menoleh. Dilihatnya Chanyeol mulai pergi—entah ke mana. "Park Dobi! Berhenti!" Kris bermaksud mengejar Chanyeol, tapi langkahnya terhenti melihat sosok di depannya. "Tao—" Sang pemimpin mendecih lirih.

Pemuda berambut hitam dengan garis mata gelap itu tersenyum tipis. Mata yang biasanya begitu berbinar kini terlihat berwarna merah kosong. "Hallo, Kris Hyung," sapa Tao dingin. Pemuda berkekuatan waktu itu mengeluarkan tombaknya—bersiap menyerang Kris.

"Tao! Kau dikendalikan! Sadarlah!" teriak Kris frustasi. Ia memilih bergerak mundur, saat Tao memasang kuda-kuda. Sungguh, demi apa pun, Kris tak mau melawan sesama pengendali.

"Aku sadar, Hyung. Sangat sadar." Seringai mengerikan tampak di bibir Tao. Dengan cepat, ia bergerak menerjang Kris.

.


.

"Baekkie! Baekkie!" Chanyeol terus berteriak sambil terus mengedarkan pandangannya. Ia berharap bisa segera menemukan Baekhyun.

Kresek—Srek— Srek—

Bruuk

Suara semak disibakkan terdengar. Dentuman pelan mengikuti. Sepertinya, ada yang terjatuh.

"Huaaa— Sakit!" Kali ini, terdengar suara seperti tangisan anak kecil.

Segera, Chanyeol mengambil kesimpulan suara siapa itu. Ia berlari menerobos semak-semak. Ternyata, semak itu membawanya ke sebuah kebun di belakang rumah salah seorang penduduk.

Ia mendapati sosok mungil terduduk, memegangi lutut berdarahnya. Badan itu terlihat kotor penuh debu dan tanah. Mukanya juga. Bahkan, air mata membasahi pipi—meninggalkan jejak coreng hitam lucu. "Ya! Baekkie! Kau ini benar-benar suka jatuh! Bahkan, dengan kondisi segawat ini! Tsk tsk—" Chanyeol tersenyum ceria. Sungguh, ia bahagia berhasil menemukan sosok yang dicarinya sejak tadi.

Mendengar suara bariton familiar itu, Baekhyun mendongakkan kepala. Mata yang terlihat kosong itu tak menghalangi senyum merekah yang tersungging di bibir mungilnya. "Yeollie!" Dengan cepat, dipeluknya sang sahabat dengan tinggi di atas rata-rata itu. Ia langsung bisa tahu keberadaan Chanyeol di depannya.  Ya, bau seorang Chanyeol memang khas. Baekhyun mengeratkan pelukan—melampiaskan rasa takutnya tadi. Sekarang, pengendali api sudah ada di sana. Siap melindungi. Baekhyun merasa jauh lebih aman.

"Kau tadi dari mana?" Chanyeol membelai rambut Baekhyun yang sedikit kotor itu sembari membersihkannya perlahan.

"Aku tadi bersembunyi. Tapi, aku terlalu takut karena aku sendirian. Aku juga khawatir dengan teman-teman. Jadi, aku merunduk secara sembunyi-sembunyi sambil mencari keberadaan kalian. Tapi, aku tersesat! Maklum, kalau aku panik, aku selalu begini. " Baekhyun tertawa lepas. Begitu manis.

Chanyeol ikut tertawa. "Kau ini. Tapi apa mereka tak berusaha menyerangmu?"

Baekhyun tersenyum kecil—seakan ragu bagaimana harus menjawab pertanyaan Chanyeol. "Entahlah. Aku sendiri tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sedari tadi, mereka ada di sekitarku, berteriak akan menyerang. Tapi, saat aku mulai bersiap untuk mencoba menahan serangan mereka, tak ada yang terjadi. Aku rasa ada yang melindungiku. Ah, kurasa Tao ada di sana menemaniku, walaupun ia diam saja. Sama sekali, tak menanggapiku. Tapi, aku tak yakin apa itu benar-benar Tao." Baekhyun memegang hidungnya sambil meringis.

"Kau tak terluka, kan?" tanya Chanyeol lagi—sedikit khawatir.

Sebuah tangan mendadak mendarat di kepalanya—memukulnya dengan keras. "Ya! Apa kau bodoh? Lihat, seluruh badanku sakit! Aku merasakan luka goresan di sekujur tubuhku! Dan, aku baru saja terjatuh! Kau ini benar-benar bodoh! Jelas-jelas aku terluka, tapi kau masih melontarkan pertanyaan bodoh itu!" Baekhyun mengerucutkan bibirnya.

"Ya! Byun Baekhyun! Jangan pernah menjitakku lagi! Sakit tahu!" teriak Chanyeol sambil mengusap kepalanya. Mereka tertawa bersama-sama.

Tiba-tiba, muncul satu sosok di depan mereka. Chanyeol menatapnya lega. Sebuah senyum lebar, ia sunggingkan. "Kai, kau di sini? Akhirnya, aku menemukan Baekhyun. Cih, anak kecil ini benar-benar merepotkan." Chanyeol melemparkan pandangan lembut pada Baekhyun. Namun, pengendali cahaya malah menghadiahinya jitakan di kepalanya lagi. Lagi-lagi mereka tertawa, tak memedulikan kondisi kalang kabut di sekitar.

Kai diam sambil memandang Chanyeol dan Baekhyun dingin. Pandangannya begitu kosong, apalagi ekspresi datar yang ditunjukkannya itu.

Baekhyun menyadari keanehan itu. Mungkin ia tak dapat melihat, tapi ia merasakan sesuatu yang berbeda dari Kai. "Yeollie, Kai aneh. Itu bukan dirinya. Hati-hati," bisiknya di telinga Chanyeol.

Chanyeol mengarahkan pandangannya pada Kai. Pemuda berkekuatan teleportasi itu masih saja berdiri di sana—bergeming. Chanyeol memilih bersiaga. Dieratkannya pegangan pada pedang kembarnya. "Kai?" panggilnya pelan.

"….." Tak ada respon sama sekali.

"Baekkie, bersiaplah," bisik Chanyeol. Ia bantu Baekhyun berdiri dan membuat sahabatnya itu berlindung di balik punggung lebarnya. Baekhyun memegang ujung baju Chanyeol dan memegangnya erat.

Pemuda berkekuatan api itu masih saja tak bergerak—menunggu reaksi Kai. Tak ia lepaskan pandangannya sama sekali dari salah satu dongsaengnya itu.

Tiba-tiba, Kai menghilang dari hadapan Chanyeol. 'Cih, dia menggunakan teleportasinya,' umpatnya dalam hati.

Chanyeol mengedarkan pandangannya sambil terus berharap bisa menebak keberadaan Kai. Tapi, nihil. Tak ada tanda-tanda dari Kai.

Pengendali api mulai tak bisa menahan diri. Matanya terus saja bergerak ke kanan dan ke kiri. Dicobanya untuk kembali fokus. Ia sadar jika kehilangan konsentrasi sebentar saja, semuanya bisa menjadi sangat buruk. Dan, benar saja. Semakin lama, semakin sulit untuk tetap memusatkan pikiran. Peluh mulai menjalari setiap bagian tubuh Chanyeol, sementara Baekhyun masih menggenggam erat bajunya. 'Sial. Di mana Kai?' Chanyeol menggertakkan gigi.

"Yeollie—" Suara Baekhyun terdengar ketakutan. Ia tak menyukai keadaan ini. Apalagi, Kai terasa begitu berbeda. Ada sesuatu yang salah dengan pemuda itu.

Merasa dipanggil, mau tak mau, Chanyeol menanggapi Baekhyun—berniat menenangkannya. Baru saja ia akan membuka mulut, sebuah pukulan mendarat telak di pipi pemuda jangkung itu—membuatnya terlempar beberapa meter dari tempatnya berdiri tadi.

Genggaman Baekhyun terlepas dan pengendali cahaya semakin panik. "Yeollie! Kau tak apa-apa? Kau di mana? Jawab aku!" teriak Baekhyun.

Perlu beberapa saat bagi Chanyeol untuk benar-benar sadar, setelah mendapat pukulan mendadak dari Kai. "Cih, sialan kau, Kai!" umpat Chanyeol. Diusapnya darah di ujung bibir. Chanyeol kembali bangkit berdiri—memandang Baekhyun yang sekarang terduduk, sambil meraba-raba mencari keberadaannya.

"Yeollie! Kau tak apa-apa? Jawab aku, Bodoh!" teriak Baekhyun frustasi.

Chanyeol memasang kuda-kudanya lagi—bersiap menyerang. Pandangannya terfokus pada Kai. Namun, ia sempat menyerukan beberapa kata untuk menenangkan Baekhyun. "Baekkie, tenang! Jangan panik! Aku baik-baik saja. Bersiagalah! Tetap pusatkan pikiranmu! Aku harus meladeni bocah hitam ini dulu!"

"Tapi— tapi, Yeollie! Itu Kai— Kalian tak boleh seperti itu!" Baekhyun lega mendengar suara Chanyeol. Tapi, mendengar perkataan pemuda berkekuatan api itu, ia berusaha menghentikan pertarungan antar kawan itu.

"Jangan membantahku, Baekkie! Tetap di situ dan bersiagalah!" Chanyeol memantapkan niat. Bertarung dengan Kai harus ia lakukan supaya ia dan Baekhyun terlepas dari bahaya.

Baekhyun memilih menuruti perintah Chanyeol. Dikeluarkannya rapier dan kuda-kuda terpasang—bersiaga. Ia tajamkan indera pendengarannya—siap membela diri kapan saja.

Kai menoleh sekilas ke arah Baekhyun. Namun, segera ia kembali mengarahkan pandangannya pada Chanyeol, menatapnya tanpa ekspresi.

Lagi-lagi, Chanyeol baru berkedip dan Kai sudah menghilang. Pemuda jangkung itu mengedarkan pandangannya lagi sambil terus bersiaga. Umpatan dalam hati ia lontarkan untuk ke sekian kali. Decihan di bibirnya pun terdengar.

Ia baru saja sibuk mencari keberadaan Kai, saat seseorang mendadak berada di belakangnya. Chanyeol baru saja akan berbalik, tapi—ah, terlambat.

Chanyeol jatuh tersungkur dengan Kai menindih punggungnya. Kedua tangan pengendali api terkunci oleh salah satu tangan dongsaengnya itu, sementara mulutnya pun terbekap sempurna. Tak bisa ia mengeluarkan suara. Sungguh posisi yang tak menguntungkan.

Pemuda jangkung berkekuatan api itu mencoba melepaskan diri. Kai mendekatkan mulut ke telinga pemuda bertelinga lebar seperti peri itu. Ia mendesis dan berbisik pelan. "Cih— Dasar, kau ini lemah, Park Chanyeol! Bagaimana mungkin kau bisa jadi salah satu yang terpilih? Mengeluarkan kekuatanmu saja, kau tidak becus. Menggelikan.”

Chanyeol berusaha lebih keras membebaskan diri. Namun, sia-sia. Kai terlalu kuat mengunci pergerakannya.

"Kau itu tak pantas hidup, Hyung. Lebih baik kau mati saja. Kami tak membutuhkan pengendali tak berguna sepertimu. Kami hanya butuh pengendali yang bisa mengendalikan kekuatan. Tentu saja, kami bisa terus hidup, menjalankan tugas. Tapi, tidak denganmu. Kau tahu itu, kan? Bahkan, Baekhyun Hyung pun akan segera bergabung dengan kami. Ia jelas bisa mengeluarkan kekuatannya kelak. Tapi, jika dia tak mau bergabung, maka mau tak mau, kami harus memaksanya sedikit. Hyung, Hyung. Mengapa kau harus jadi lemah? Apa kau sadar bahwa kami bersebelas akan jadi yang terkuat tanpa dirimu? Orang tak berguna sepertimu, tak sepantasnya hidup. Lebih baik kau mati saja dan kami akan mencari penggantimu," tambah Kai kejam.

Mendadak, Chanyeol terpancing emosi akibat ucapan Kai. Bukannya, ia marah karena dikatakan tak berguna. Namun, pengendali api itu tak bisa mengendalikan diri dengan ancaman Kai dan musuh untuk mengambil paksa Baekhyun. Ia tak akan pernah membiarkan itu terjadi!

Chanyeol kembali menggerakkan tubuhnya. Kali ini dengan tenaga yang lebih kuat. Berhasil! Pemuda berkekuatan api akhirnya berhasil membebaskan dirinya dari sang teleporter.

Begitu Chanyeol lolos dari kunciannya, Kai mendengus lalu berpindah tempat.

Pengendali api kembali bangkit berdiri. Dipasang kuda-kudanya lebih kuat. Ia masukkan twin swordsnya ke sarung pedang yang saling bersilangan di punggungnya sebelum mencoba kembali berkonsentrasi.

Setelah menarik napas, Chanyeol memejamkan mata sejenak, lalu— "Jangan main-main denganku, Kai!" teriaknya sambil melayangkan pukulan ke udara.

Buk—

Sosok Kai yang tengah berteleportasi jatuh tersungkur tak jauh dari Chanyeol. Pukulan pengendali api tadi telak mengenai rahang Kai—menyisakan darah di ujung bibirnya. Sungguh mengejutkan karena Chanyeol berhasil menebak keberadaan dirinya.

Pemuda berkulit sedikit gelap itu benar-benar terkejut. Tak banyak orang bisa mengetahui dengan tepat di mana posisi berpindahnya, apalagi kemudian menyerangnya dengan telak. Ia mendecih pelan dan bangkit berdiri. Diseka ujung bibirnya yang berdarah dengan kasar. "Cih—Lumayan, Park Chanyeol! Tapi, akan kubuktikan kalau itu cuma kebetulan!"

Kai berteleportasi lagi dan Chanyeol mulai berkonsentrasi kembali. Tak sampai beberapa detik— "Sudah kubilang, ini bukan kebetulan, Bocah!" teriak Chanyeol lebih keras. Ia hantamkan kepalan tangannya—memukul udara kosong.

Brak

Kali ini, Kai terpelanting di tanah. Chanyeol lagi-lagi bisa menemukan keberadaannya dalam kondisi berteleportasi—bahkan, berhasil membantingnya dengan keras ke tanah. Punggung Kai terasa remuk. Sungguh, seorang Park Chanyeol yang memiliki tubuh lebih tinggi darinya itu memang tak bisa diremehkan. Sekalipun, ia tidak bisa menggunakan kekuatannya.

"Berhentilah, Kai! Sadarlah! Kita ada di sisi yang sama! Aku tak ingin menyakitimu lagi!" Chanyeol menatap Kai yang masih berbaring di tanah dengan tajam.

Kai hanya terdiam—menatap Chanyeol dingin. Ia alihkan pandangannya pada Baekhyun tak jauh dari posisinya. Mau tak mau, Chanyeol ikut melihat ke sana.

Dua orang pemuda tampak berada di sisi Baekhyun. Chanyeol bisa melihat mereka dengan jelas. Xiumin dan Luhan, dua pemuda terpilih yang usianya paling tua di antara mereka berdua belas—penguasa elemen es dan telekinesis. "Xiumin Hyung! Luhan Hyung! Syukurlah kalian datang! Tolong Baekkie, Hyung! Dia terluka! Aku akan menyadarkan bocah hitam ini!" teriak Chanyeol.

Xiumin dan Luhan hanya menatap Chanyeol sekilas tanpa ekspresi sebelum memandang Baekhyun di depannya.

"Xiumin Hyung— Luhan Hyung— Kalian di sini?" tanya Baekhyun sambil berusaha menemukan keberadaan dua anggota tertua tersebut.

"….."

"….."

Tak ada respon sama sekali.

Chanyeol sedikit termenung. Kemudian, ia menatap Kai yang malah balas menyeringai. Chanyeol tersadar. Ada sesuatu yang salah. "Jangan-jangan—" Chanyeol kembali menatap ketiga orang tak jauh dari posisinya.

"Arghhhhhhhh—" Tiba-tiba, Baekhyun berteriak kesakitan. Seseorang mencoba mengusik pikirannya—membuat memori buruk dan ilusi menyakitinya. "Hentikan! Hentikan! Aku tak mau melihat ini! Hentikan! Arghh—"

Senjata Baekhyun sudah tergeletak di tanah. Sang Pengendali Cahaya terus saja memegangi kepalanya yang terasa mau pecah. Sungguh terasa sakit. Apalagi, ia tak bisa mengendalikan pikirannya sama sekali. Ia sungguh merasa sangat tersiksa. Pupil mata Baekhyun terus membesar dan mengecil, sementara air mata mengalir membasahi pipinya tanpa henti. Teriakan kesakitan terdengar menggema. Baekhyun akhirnya limbung dan jatuh di pelukan Xiumin.

"Baekkie! Hentikan! Luhan Hyung! Xiumin Hyung! Kumohon! Jangan sakiti Baekkie!" teriak Chanyeol sambil berlari menuju Baekhyun.

"Tidak secepat itu, Park Chanyeol!" Dengan cepat, Kai menjegal kaki jenjang Chanyeol—membuat pemuda bertubuh jangkung itu tersungkur mendarat di tanah keras.

Dagu pemuda berkekuatan api itu terluka—meninggalkan luka lecet yang mengeluarkan darah saat ia jatuh. Tapi, dengan segera, ia bangkit berdiri dan kembali berlari.

Kai pun segera bangkit dan berteleportasi, berusaha menahan Chanyeol lagi. Tapi—

Buk— Braaak

Kembali, pengendali teleportasi itu menerima pukulan telak. Kali ini, di rahangnya yang lain. Bahkan, pukulan kali ini lebih keras—menyebabkan dirinya terpental dan jatuh di tumpukan kayu bakar kering. Lagi-lagi, Chanyeol bisa menyadari posisinya yang harusnya tidak bisa diduga. Mengapa bisa seperti itu? Mengapa?

Sementara, Chanyeol tak bisa lagi menahan diri. Pikirannya hanya dipenuhi Baekhyun dan cara menyelamatkannya supaya tak terluka. Ia terus menerjang ke depan. Dilihatnya Baekhyun tak berdaya di pelukan Xiumin—yang perlahan menggunakan kekuatan esnya pada Baekhyun. Es yang awal mulanya tipis, kini mulai menebal menyelimuti tubuh Baekhyun. Xiumin membekukan tubuh Baekhyun!

'Sial!' umpat Chanyeol penuh emosi. "Hentikan, Hyung! Kau menyakiti Baekkie!"  Terus saja Chanyeol berlari mendekati Baekhyun, sambil menahan benda-benda yang tiba-tiba berterbangan menyerangnya. Ah, kali ini Luhan menggunakan telekinesisnya untuk menggerakkan benda-benda dan menyerang Chanyeol.

Pemuda berkekuatan api itu terus saja berusaha menangkis benda-benda terbang itu dengan seluruh tubuhnya—menepis dengan tangannya. Tapi, tetap saja benda itu bisa menembus pertahanan dan mengenainya.

Sakit. Namun, Chanyeol tak peduli. Ia terus menerjang. Keselamatan Baekhyun lebih penting sekarang.

Luhan mengernyitkan keningnya. Tak ia sangka Chanyeol tetap menerobos maju. Tatapan ia layangkan pada Xiumin yang telah selesai membekukan Baekhyun. Rupanya,  pemuda manis itu sudah terperangkap dalam es tebal—membuatnya tersiksa secara fisik dan mental tanpa bisa melawan di dalamnya.

"Giliranmu!" kata Luhan pelan tanpa ekspresi pada Xiumin.

Sang Pengendali Es maju ke depan—melepaskan pegangan dari Baekhyun yang sudah bagaikan patung es itu. Ia gerakkan tangan kanannya ke depan—menghadapkan telapaknya ke arah Chanyeol yang masih berlari menuju mereka.

Ia menutup matanya sambil merapalkan beberapa kata. "Raining Frost! Fire!"

Tiba-tiba, di sekeliling Xiumin muncul jarum-jarum tajam terbuat dari es mengambang di udara. Dengan cepat, semua jarum itu menyerang Chanyeol yang masih berusaha menerjang ke depan. Satu persatu jarum-jarum itu melukai Chanyeol. Tak hanya menggores dan meninggalkan luka memanjang di sekujur tubuh pemuda itu. Bahkan, banyak yang sampai menembus dan tertancap di sana.

Serangan itu tak diduga Chanyeol. Tak bisa menahan serangan bertubi-tubi itu, ia jatuh tersungkur. Tubuhnya benar-benar tak bisa diajak kompromi lagi. Dan begitu ia jatuh, serangan es juga berhenti.

Kai, yang tadi sempat tak sadarkan diri setelah jatuh menabrak tumpukan kayu, tiba-tiba sudah muncul di dekat Chanyeol. Sambil berdiri dengan arogan, ia sibuk mengelus kedua belah rahangnya yang terlihat merah dan bengkak akibat pukulan Chanyeol. Ia angkat kakinya dan mulai menginjak tubuh pemuda jangkung yang terbaring tak berdaya di bawahnya. "Sialan kau, Park Chanyeol! Kau sialan! Mati kau! Mati!"

Chanyeol mengepalkan tangan kuat-kuat. Tubuhnya benar-benar mati rasa. Darah di pelipis keningnya mulai mengalir melewati mata—membuat pandangannya semakin kabur.

Dengan susah payah, Chanyeol mencoba memandang Baekhyun yang masih terjebak dalam es yang dibuat Xiumin. Meskipun tak bergerak, ia bisa merasakan rasa sakit yang dialami pemuda cahaya itu. Ingin rasanya, ia menangis. Dikutuknya dirinya sendiri yang tak bisa melakukan apa pun untuk menolong sahabat.

Chanyeol menutup mata—mulai menyerah, saat tiba-tiba api mendadak menyelimutinya cepat tanpa ia sadari. Hei, bagaimana mungkin api itu muncul tanpa ia keluarkan?

Selubung api semakin membesar—membuat Kai terpaksa menghentikan siksaan pada Chanyeol yang tak berdaya. Ternyataa, kaki Kai sempat terbakar api dan meninggalkan luka bakar cukup parah di sana—membuat sang Teleporter sedikit terganggu dalam menggunakan kekuatannya.

Kai menyadari situasi saat ini sedikit berbeda. Ini semua di luar dugaannya. Chanyeol tak pernah tampak seperti itu. Hyungnya itu terlihat sangat berbeda. Karena itulah, ia memilih berteleportasi dan muncul di samping Luhan dan Xiumin. Mereka ternyata juga merasakan perubahan pada Chanyeol yang kini tampak bangkit berdiri.

Mendapat suatu kekuatan besar yang entah dari mana, Chanyeol langsung berlari menerjang, meskipun dengan tubuh terluka parah. Sungguh, tak bisa dipercaya!

Ketiga pengendali yang kini di pihak musuh berusaha mengerahkan kekuatan untuk menghentikan Chanyeol. Namun, usaha mereka sia-sia. Mereka terlempar jauh—membentur dinding atau pohon di sana sini. Jangan lupakan, luka bakar di bekas pukulan Chanyeol. Aneh sekali. Bagaimana mungkin Chanyeol mengeluarkan kekuatan sebesar itu, padahal selama ini, ia tak bisa menggunakan kekuatannya dengan benar?

Setelah berhasil membuat ketiga teman seperjuangan yang dikendalikan menjauh dari Baekhyun, Chanyeol mengepalkan tangan terselubung api merah darah menyala, lalu menghantamkannya dengan keras selubung es Baekhyun.

Brak—Krak— Krak— Krak— Blaaar—

Tepat pada pusatnya! Pukulan Chanyeol meninggalkan bekas cekungan pada dinding es cukup tebal itu. Retakan kecil berkesinambungan mulai muncul dan akhirnya memecahkan es yang menyelimuti Baekhyun. Pecah berkeping-keping dan menghilang. Sama seperti saat es bertemu dengan api—mencair dan menguap ditelan udara. Tubuh Baekhyun tumbang dan Chanyeol dengan sigap menangkap tubuh mungil itu.

Selubung api pada tubuh Chanyeol menghilang perlahan. Kali ini, tak ada bekas luka bakar tertinggal. Pun, tak ada rasa sakit. Meski sedikit terkejut dengan apa yang terjadi, Chanyeol tak mau ambil pusing. Yang perlu ia pikirkan sekarang hanyalah Baekhyun. Pengendali cahaya masih belum sadar. Tubuhnya begitu dingin.

Chanyeol memeluk tubuh tak berdaya itu—berharap bisa membagi kehangatan dan menyadarkan orang yang sangat dikasihinya itu. "Baekkie— bangun! Bangun kataku!" Bisikan itu ia ulang berulangkali. Namun, tak ada yang terjadi. Chanyeol mulai tak bisa menahan air mata yang sudah tergenang di pelupuk matanya. Akhirnya, jatuh juga air mata itu. Ia mulai menyalahkan diri karena tak bisa menjaga Baekhyun dengan baik. Ini semua salahnya!

Tiba-tiba, sebuah sosok berdiri di depannya. Chanyeol mendongakkan kepala—mencoba melihat siapa gerangan sosok itu. Ah, didapatinya pemuda bersurai hitam dengan lingkar hitam di bawah mata seperti panda. "Tao—" panggilnya lirih.

Tao memandang Chanyeol dan Baekhyun tanpa ekspresi. Tombaknya ia angkat tinggi-tinggi, siap ia gunakan untuk menembus tubuh pemuda bertubuh jangkung di depannya.

Lagi-lagi, kenyataan pahit dihadapkan pada Chanyeol. Satu kawannya yang lain dikendalikan. Dilihatnya Kai, Luhan dan Xiumin sudah bangkit dan mengarah ke tempatnya bersimpuh. Pengendali api tertawa miris. Pasrah. Ia tutup mata sambil mengeratkan pelukan pada tubuh mungil Baekhyun. Sudah. Jika ini harus berhasil, maka biarkan saja berakhir.

Woosh—

Bruss—

Ctar—

Krak—

Hembusan angin keras kembali menderu. Suara hempasan air besar dan suara petir menggelegar terdengar. Chanyeol membuka mata—mendapati retakan besar tak jauh dari tempatnya.

Bukan Tao dan ketiga temannya yang ada di sana, tapi Sehun, Kyungsoo, Suho, Chen, Lay dan yang terakhir sosok hyung yang sangat ia kagumi, Kris. Mereka berdiri di depannya—siap melindungi dirinya untuk ke sekian kali. Lagi-lagi, mereka menyelamatkannya di saat yang tepat. Senyuman kecil tersungging. Chanyeol sungguh beruntung punya sahabat seperti mereka. Ia sudah sering mengecewakan para pengendali, namun mereka tak pernah meninggalkannya.

Lay bergerak mundur dan mendekati pengendali api. Seperti biasa, sang Penyembuh akan mencoba mengurangi rasa sakit dan menyembuhkan lukanya. Chanyeol memegang tangan Lay, memintanya menghentikan proses penyembuhan kepadanya. "Hyung, Baekkie—" pintanya lirih. Keadaan Baekhyun lebih mengkhawatirkan dibanding keadaannya sendiri.

Lay menggangguk mengerti. Ia sentuhkan tangan pada Baekhyun dan memulai penyembuhan. Selain menyembuhkan luka luar pengendali cahaya, pemuda berlesung pipit itu juga menyalurkan energinya.

Baekhyun terdengar melenguh pelan. Ringisan menahan sakit terdengar meskipun ia belum membuka mata. Suhu tubuh pemuda manis itu pun sudah mulai menunjukkan perubahan. Sudah tidak terlalu dingin lagi.

"Hentikan semua ini! Kalian berempat, sadarlah!" teriak Kris memecah keheningan.

Suho, Chen, Kyungsoo dan Sehun masih dalam posisi bersiaga. Ditatapnya, empat sahabat di depan dengan pandangan tak percaya. Bagaimana mungkin mereka jatuh dalam kendali musuh? Sungguh keterlaluan. Apalagi, mereka sampai tega menyerang kawan seperjuangan yang lain. Bahkan, nyaris membunuh Chanyeol dan Baekhyun.

Tao dan tiga pengendali lain hanya menyeringai. Mereka tak lagi peduli dengan apa pun. Bagi mereka, orang-orang di depan mereka adalah musuh. Ah, bukan. Mereka adalah kawan yang harus disadarkan—supaya mau bergabung dengan sisi kegelapan. Maka, mereka pun mulai menyerang Kris dan pengendali lain. Sosok-sosok berpakaian hitam pun siap membantu mereka dari belakang.

.

.

Kris dan pengendali lain mulai meladeni musuh. Tak butuh waktu lama untuk mengalahkan antek-antek kegelapan dengan kekuatan yang mereka miliki. Tetapi, melawan pengendali elemen lain, tak semudah itu. Tingkat kekuatan mereka jelas seimbang. Akan susah mengalahkan mereka—apalagi, jelas muncul rasa tak tega ketika harus bertarung sesama pengendali.

Jumlah musuh sudah jauh berkurang. Hanya segelintir yang tersisa. Sebagian tewas tertimpa batu dan tanah, hangus tersambar petir, tenggelam di danau, tercabik angin dan tertancap di dahan pohon runcing karena dijatuhkan dari udara. Banyak juga yang terluka sangat parah sampai tak bisa menggerakkan tubuh, tersiksa karena luka dan berharap untuk mati saja. Tapi, bisa didapati sebagian dari mereka masih sanggup bertarung.

Begitu juga dengan para terpilih yang terbelah jadi dua pihak. Mereka sudah berada di ambang batas penggunaan kekuatan. Semua tampak kelelahan. Napas tersengal, luka lebam di sekujur tubuh, peluh bercucuran hingga darah mengalir dari luka masing-masing, menjadi bagian tak terpisahkan dari pertarungan.

Area pertarungan itu dipenuhi dengan mayat dan kerusakan parah. Cairan merah berbau anyir terlihat di mana-mana. Namun, semua masih bertahan. Tetap siap melawan jika musuh melakukan gerakan mencurigakan.

Meskipun hanya terfokus melindungi Baekhyun yang belum sadar, Chanyeol pun mulai mendekati batas. Sudah beberapa kali musuh berhasil membuat luka baru di tubuhnya. Ya, mereka memang bisa ia kalahkan, namun tetap saja pengendali api cukup kewalahan melawan. Beruntung, pengendali lain tak membiarkan pengendali elemen di pihak musuh sampai menyentuhnya lagi.

Pertarungan berlanjut. Sehun melawan Xiumin, sementara Suho kali ini harus berhadapan dengan Kai. Kyungsoo dibantu Chen melawan penguasa telekinesis, Luhan. Sementara, Kris tampak mencoba menyadarkan pengendali waktu.

Lay mempertahankan posisinya di dekat Chanyeol dan Baekhyun—berusaha melindungi dua orang paling lemah di antara mereka saat itu. Jika boleh jujur, sang Penyembuh sangat kewalahan, meskipun Chanyeol memberikan bantuan sedikit. Tapi, menghadapi musuh sambil memastikan dua pemuda tak berdaya terlindungi adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan.

Kris berpikir pertarungan melawan para pengendali tak akan ada habisnya. Jika terus-terusan seperti ini, maka mereka semua hanya akan mati sia-sia. Kegelapan tetap akan berjaya, tanpa ada dua belas terpilih bisa mengalahkan mereka. Jadi, apa yang harus dilakukannya?

Brak—

Luhan terlempar. Tubuhnya menabrak dinding luar rumah penduduk dan tak sadarkan diri.

Chen bergerak membantu Sehun, sementara Kyungsoo segera membantu Kris melawan pengendali waktu itu. Dua lawan satu, ah, cukup adil, terutama jika lawanmu adalah pemuda seperti Tao. Walaupun Kris sudah mendapat bantuan dari Kyungsoo, tapi tetap saja ia kewalahan. Pikirannya terbagi—satu dengan pertarungan itu, satu dengan kondisi bocah api yang juga terlihat semakin terpojok di ujung sana.

Pengendali tanah bisa melihat kekhawatiran Kris. Berulangkali Kris kehilangan konsentrasi karena melirik ke arah Chanyeol, Lay dan Baekhyun. "Hyung! Pergilah ke sana! Aku akan melawan Tao!"

Kris, yang tengah menangkis serangan Tao, terkejut mendengar seruan itu. "Eh?"

"Pergilah! Bawa mereka pergi! Mereka bisa mati konyol di sini!" seru Kyungsoo lagi.

"Tidak! Mereka akan tetap di sini! Kita harus tetap bersama!" sergah Kris cepat.

"Hyung! Mereka bisa mati! Kita juga bisa mati! Kita tak bisa melawan Tao dan yang lain dengan kekuatan penuh kalau pikiran kita terbagi, Hyung! Harus melawan musuh sambil melindungi mereka— Ini terlalu berat, Hyung! Bawa mereka pergi dari sini!" teriak Kyungsoo dengan suara semakin keras. Ia ayunkan pukulan ke arah Tao. Sial! Meleset.

"Kalian terlalu berisik!" Kali ini Tao ikut bersuara.

Kris mengerutkan kening lalu menggigit bibir bawahnya. Kedua belah tangannya terkepal erat. Ayolah, putuskan Kris, putuskan.

"Hyung!" Teriakan Kyungsoo benar-benar menyadarkan Kris kali ini.

Tao terlempar dan tertimpa batu cukup besar—membuat pergerakannya terhenti sesaat.

"Cepat, Hyung! Kami tak bisa menahan mereka lebih lama!"

Kris menghela napas panjang dan membalikkan badan. "Baiklah, kumohon bertahanlah sampai aku kembali. Setelah mengeluarkan mereka dari desa, aku akan segera kembali. Rex!" Kris berlari sambil memanggil hewan panggilannya. Sang Naga—Rex.

"Hyung, kau tak perlu kembali! Pastikan saja mereka berdua selamat dengan pergi bersama mereka!" seru sang Pengendali Tanah, lagi.

"Sudah kubilang aku akan kembali secepatnya!" teriak Kris tanpa membalikkan badan. Mana bisa ia tega meninggalkan kawan-kawan perjuangannya dalam bahaya?

Mendengar pernyataan Kris yang keras kepala, Kyungsoo hanya menghela napas dan memasang kuda-kudanya kembali. Dilihatnya Tao berusaha keluar dari batu besar yang menimpanya.

Sementara itu, di udara, tampak seekor naga besar hitam. Kepakan sayapnya membuat musuh yang menyerang Lay dan Chanyeol terhempas jauh.

Kris segera bergerak mendekat. "Kalian baik-baik saja?" tanyanya khawatir.

Chanyeol dan Lay mengangguk pelan. Terlihat jelas, kalau mereka tidak dalam keadaan baik-baik saja.

Chanyeol terlihat memeluk Baekhyun yang belum tersadar. Kris menatapnya miris. Lagi-lagi, mengapa pemandangan seperti itu yang harus ia lihat? "Lay, bantu yang lain. Aku harus pergi sebentar! Park Dobi, bawa Baekhyun dan ikuti aku."

Lay hanya mengangguk dan berlari mendekati Kyungsoo untuk melawan Tao.

Chanyeol mengernyitkan dahinya. Eh? Mereka mau ke mana? "Hyung, kita mau ke mana?" Sebuah pertanyaan lolos dari mulut Chanyeol. Ia meringis sedikit karena rasa perih di sekujur tubuhnya.

"Kita akan pergi, ah—lebih tepatnya, kalian berdua yang akan pergi. Aku hanya akan mengantar kalian," jawab Kris datar. Begitu dingin.

"Eh? Hyung, mengapa kami harus pergi?" Chanyeol benar-benar butuh penjelasan. Ia tak mengerti apa pun. Mengapa mereka harus pergi dalam keadaan genting seperti itu?

Kris segera menyambar tangan Chanyeol. "Gendong Baekhyun sekarang dan naiklah ke atas Rex!" perintah Kris setengah membentak.

"Hyung—Tapi—" Chanyeol sungguh tak mengerti perintah itu.

"Park Chanyeol, ini perintah! Jangan membantahku!" Kris menaikkan suaranya.

Chanyeol akhirnya menyerah. Dalam diam, digendongnya Baekhyun di punggungnya sambil mengikuti Kris dengan bingung. Tak lama, mereka bertiga sudah ada di atas Rex, naga milik Kris yang sangat besar itu. Baekhyun sudah ditidurkan beralaskan paha Chanyeol, sementara Kris berada tak jauh darinya. Berdiri menatap depan.

"Rex, terbanglah!" Rex pun terbang meninggalkan desa tempat tinggal para pengendali.

Dari atas, Chanyeol dapat melihat desa yang porak-poranda—penuh mayat dan kerusakan. Asap hitam mengepul, api berkobar di mana-mana. Semua tampak hancur. Belum lagi, tampak kawan-kawannya yang masih berjuang melawan satu sama lain. Mereka mulai terlihat semakin kecil sampai akhirnya, tidak tampak secara jelas. Rex mulai terbang meninggalkan desa menuju ke arah utara.

.

.

Keheningan menyergap. Satu orang memang dalam keadaan tak sadar, sementara dua yang lain sengaja berdiam diri. Semua tampak kikuk.

Akhirnya, Kris membuka mulut. "Aku akan mengantarmu sampai gerbang Thorn Village. Sampai di sana, kau harus terus berjalan dan menemukan tempat aman. Jaga diri kalian sendiri. Tak akan ada kami yang menjaga kalian lagi. Cobalah bertahan hidup dengan cara kalian sendiri. Aku yakin kalian bisa melalui ini.”

Tak ada reaksi dari Chanyeol. Suasana menjadi semakin kikuk, sampai suara bariton Chanyeol keluar. Memecah keheningan yang sempat terjadi. "Mengapa? Mengapa kau mengubah keputusanmu, Hyung? Bukankah kau tadinya menolak mentah-mentah usulku tadi? Aish, kau ini memang plin-plan." Ia mendecih sebal. Lagi-lagi, semua kembali hening.

Pikiran pengendali api masih melayang. Matanya menikmati pemandangan dari atas. Sungguh, jarang-jarang ia bisa menikmati ini. Kris nyaris tak pernah mengijinkannya terbang bersama Rex. Kalau pun boleh, Chanyeol harus membayarnya mahal. Tsk, menyebalkan!

Pletak

Pukulan keras dilayangkan Kris pada Chanyeol menggunakan ujung broadswordnya—membuat pemuda yang tengah menikmati pemandangan itu, meringkuk sambil memegang kepala.

"Ya! Apa kau sudah gila, Kris? Bagaimana bisa kau memukulku dengan pedang besarmu? Aku bisa mati, kau tahu! Sialan kau ini!"

Kris tertawa melihat reaksi berlebihan Chanyeol, setiap kepalanya ia pukul. Ya, setidaknya, ketegangan bisa mencair dengan perlakuannya itu. "Kalau kau sampai mati, aku akan menjemputmu dari neraka dan membawamu kembali. Kemudian, aku akan memukulmu lagi sepuasku." Kris tersenyum kecil. Sungguh senyum yang jarang ia tunjukkan. Ah, sangat menawan.

Kernyitan tampak menghiasi kening Chanyeol, sesaat setelah mendengar lelucon tak lucu dari sang pemimpin. "Ya! Kau benar-benar gila, Hyung! Jika aku mati, aku akan di surga, bukan di neraka! Cih, aku sungguh-sungguh bisa gila jika berbicara denganmu, Hyung. Aish, kau membuatku kesal! Argh, mengapa Baekkie belum sadar juga? Menyebalkan!" Ia lampiaskan rasa kesal karena Kris dengan mengeluhkan semua hal yang menimpanya—termasuk apa yang terjadi pada Baekhyun. Matanya menatap lekat penuh sayang pada pengendali cahaya yang masih tertidur.

Kris menatap tak suka—hatinya begitu sakit. Baekhyun lagi, Baekhyun lagi. Bisakah ia menikmati kebersamaan mereka berdua saja, tanpa ada pikiran tentang pemuda berkekuatan cahaya itu? "Rex, turun!" perintah Kris pada naganya.

Chanyeol, yang sedari tadi sibuk membangunkan Baekhyun, terkejut melihat Rex mulai mendekati permukaan tanah. "Sudah sampaikah?" Diedarkan padangannya,  ia menautkan alis karena tempat pendarata itu bukan tempat tujuan yang seharusnya. Pengendali api itu menoleh ke arah Kris. "Ya! Hyung! Ini masih jauh! Mengapa kau menurunkan kami di sini? Rex, naik lagi!" seru Chanyeol. Tapi, jelas, perintah itu tak ditanggapi oleh sang naga.

"Turun kau, Park Dobi! Kau berisik sekali! Mulai dari sini, kaulanjutkan sendiri perjalananmu! Aku harus kembali menolong yang lain!"

"Hyung, kau tega padaku, eoh? Ya ampun, kau benar-benar akan meninggalkan kami di sini? Thorn Village masih cukup jauh!"

Kris menyunggingkan senyum manisnya. Sebuah senyum malaikat berhati iblis yang jarang ia tunjukkan, kecuali pada musuh. 'Kau juga tega padaku, Yeol. Kau tak pernah memandangku. Kau tak bisa memandangku seperti kau memandang Baekhyun,' kata Kris dalam hati.

Chanyeol melihat keseriusan Kris. Hyungnya itu tak bercanda. Ia layangkan pandangan lekat tak percaya pada Kris. Mulutnya beberapa kali terbuka, bermaksud melemparkan umpatan dan kata-kata yang mewakili rasa kesalnya, namun, tak ada yang keluar. Pemuda berkekuatan api itu benar-benar frustasi! Argh!

Melihat tak ada gunanya ia membantah Kris, Chanyeol segera mengangkat tubuh Baekhyun dan memindahkannya ke punggung lebarnya. Segera, ia melompat dari punggung Rex lalu menatap tajam sang pemimpin. "Baiklah! Aku akan melanjutkannya sendiri! Kau puas? Argh, sial!" Chanyeol kembali mengumpat dan mengeluarkan rasa kesalnya. Kemarahannya semakin menjadi-jadi melihat Kris tersenyum—meremehkan. "Akan kubuktikan kalau aku bisa melakukannya! Aku bisa! Ya, aku bisa! Sana, pergi sana kau! Aku tak membutuhkanmu! Hushhush!" Ia usir Kris dan naganya dengan kasar. Perlakuan itu sungguh tak disangka Kris. Sungguh, tak bisa dipercaya.

Sang Pengendali Naga segera melompat turun dari punggung Rex dan dengan wajah angkernya yang tanpa ekspresi, mendekati Chanyeol yang tampak menyesali perkataan yang ia lemparkan.

Grep

Pelukan Kris begitu erat. Pemuda berkekuatan api itu terpaku dengan tindakan pemimpinnya yang di luar dugaan itu. Perlu beberapa saat bagi dirinya untuk kembali sadar. Chanyeol segera berusaha melepaskan pelukan dari pemuda yang lebih tinggi darinya itu. Sungguh aneh sekali. Sangat tidak nyaman, apalagi posisinya saat itu masih menggendong Baekhyun.

"Ya! Hyung! Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku! Hei! Apa kau mendengarku, Naga?" teriak Chanyeol sebal. Ia masih terus bergerak mencoba lepas dari Kris.

Namun, Kris semakin mengeratkan pelukannya. Ia berbisik sangat pelan di telinga Chanyeol. "Kau akan menyesali ini, Yeol. Kau memilih pergi sekarang dan kupastikan kau akan benar-benar menyesal. Aku—Aku— Cih, jaga diri kalian baik-baik. Terutama kau, Park Dobi, bertahanlah! Tetaplah hidup sampai kami bisa menjemput kalian! Jangan berani kau mati! Kalau aku menemukanmu mati, seperti yang kukatakan tadi, aku akan menarikmu paksa dari neraka. Jangan pernah menyerah pada apapun, terutama pada  kematian. Ingat, hanya aku yang boleh membunuhmu! Camkan itu! Berjuanglah sekuat tenaga! Lindungi satu sama lain! Dan, belajarlah menggunakan kekuatanmu mulai dari saat ini. Tak ada dari kami yang bisa melindungi kalian lagi. Mulai hari ini, kau harus sadar. Mau tak mau, kau harus menghadapi takdirmu. Kuasai kekuatanmu dan bergabung dengan kami secepatnya. Aku yakin kau pasti bisa. Kau pasti bisa!”

Chanyeol tak lagi berusaha melepaskan diri, terutama saat ia mendengar pesan dari Kris. Hyungnya itu memang selalu mengkhawatirkankannya. Pemuda berkekuatan api itu menyadari semua yang dikatakan Kris itu benar adanya. Ia harus bertahan hidup, melindungi Baekhyun dan mau tak mau, ia harus belajar menggunakan kekuatannya.

Tanpa sadar, ia membalas pelukan Kris. Tak lama, namun cukup membuat Kris merasa bahagia. Akhirnya, Chanyeol melihatnya, sekali saja.

Chanyeol perlahan menarik tubuhnya dari pelukan Kris dan kali ini, pemuda yang lebih tinggi darinya itu melepaskannya. Chanyeol tersenyum ceria. "Aku janji akan melakukan semuanya, Hyung. Aku akan bertahan dan melindungi Baekhyun. Aku akan belajar menggunakan kekuatanku, sedikit demi sedikit—meskipun tubuhku terus menolaknya. Aku akan tetap hidup dan jika aku melanggarnya, kau boleh—"

Chu—

Kris membungkam mulut Chanyeol yang terus bicara itu dengan bibirnya.

Lagi-lagi, Chanyeol harus tercengang. Sungguh, butuh waktu bagi otak Chanyeol memproses reaksi spontan jika mendapat perlakuan seperti itu. Setelah beberapa detik, ia baru berusaha melepaskan bibir Kris yang menciumnya tanpa nafsu berlebih.

Kris menarik bibirnya pelan, menatap Chanyeol sendu yang berbalik menatapnya dengan pandangan tak percaya.

Chanyeol bisa melihat dengan jelas. Mata Kris yang biasanya terlihat dingin dipenuhi air mata yang kapan saja bisa jatuh.

"Izinkan aku, Park Dobi. Sekali ini saja!" Kembali, Kris menutup mata dan menempelkan bibirnya ke bibir pengendali yang lebih muda darinya dua tahun itu.

Chanyeol hanya diam, membiarkan aksi itu begitu saja. Namun, ia tak bisa membalas. Ia terlalu terpaku melihat butiran air mata yang mulai mengalir di pipi pemimpin yang sangat ia segani. Itu kali pertama, Kris menunjukkan emosi kesedihan di depannya. Pertama kalinya, sang Pengendali Naga menangis. Kris yang selalu tampak dingin dan tanpa ekspresi di depan kawan-kawannya, jarang tersenyum (kecuali jika berhadapan dengan dirinya), kini menangis. Ya, menangis. Karena itu Chanyeol membiarkannya, mungkin itu adalah tangisan yang sudah Kris tahan selama ini.

Kris membuka mata dan menarik bibirnya menjauhi Chanyeol. Ia sedikit lega, perasaan campur aduknya bisa sedikit ia keluarkan. Ia seka air mata yang mengalir tanpa ia sadari dengan kasar, sebelum memalingkan wajah. Bodoh dan malu ia dengan tindakannya sendiri.

Chanyeol juga memalingkan wajahnya. Sesekali, ia menggigit bibir bagian bawahnya. Suasana menjadi kikuk, sampai akhirnya Rex mengeluarkan suara.

Roaaaar—

Suara naga itu cukup keras untuk menyadarkan Kris dan Chanyeol. Hewan panggilan itu tak habis pikir, mengapa hubungan manusia begitu rumit.

Kris segera melangkahkan kakinya mendekati Rex, sampai sebuah tangan menjitak kepalanya. "Aish, sakit!" erangnya sambil berbalik. Tampak Chanyeol mengeluarkan cengiran khasnya.

"Nah, kau bisa rasakan kalau itu sakit, kan? Makanya, jangan pernah menjitakku lagi! Dan, itu balasan karena kau berani mencuri ciuman pertamaku! Dasar sinting!" Kali ini, kaki jenjang Chanyeol sudah menendang pantat hyung kesayangannya itu.

"Cih, kau ini! Awas kau—" Kris baru saja akan balik menjitak Chanyeol, saat pengendali api itu terlihat melangkahkan kaki menjauhi dirinya tanpa menoleh.

"Hyung, segeralah pergi! Bukankah kau harus membantu yang lain? Aku pergi dulu!" seru Chanyeol.

"Ya! Tunggu! Kurang ajar! Beraninya kau menjitak dan menendangku!" Kris berniat mengejar Chanyeol, namun ia berhenti.

Chanyeol membalikkan tubuh sambil menjulurkan lidahnya. "Berani kau mendekat kemari, kupastikan teman-teman tahu begitu jeleknya wajahmu saat kau menangis! Aku bersumpah akan mengatakannya, kalau kau berani melangkahkan kakimu satu langkah saja. Aku tak main-main!"

Ancaman Chanyeol sontak membuat Kris tercengang. Ia menahan dirinya untuk melangkahkan kaki. Sudah jelas, Kris tak mau orang lain mengetahui kalau ia mengeluarkan emosinya sampai menangis.

Kris melihat Chanyeol melambaikan tangan sambil tersenyum lebar seperti biasa. Ia pun segera membalas lambaian itu pelan. Senyum kecil tersungging di bibirnya. Chanyeol memang selalu seperti itu. Mood-maker, mood-booster. Dengan segera, Kris menaiki Rex yang terbang meninggalkan daerah itu menuju desa.

Chanyeol terus menerus melambai, sampai naga besar itu menghilang dari pandangannya. "Kalian juga harus hidup, Hyung! Dan, kau harus menjemput kami segera! Kau tahu, Hyung? Kurasa aku menyesali tindakanku ini. Tapi, tak ada yang bisa kulakukan lagi, kan?" katanya lirih. Tak terasa air mata menuruni pipinya. Chanyeol menyekanya perlahan lalu melanjutkan perjalanan.

-Flashback off-

.

.

Bayangan masa lalu itu dengan jelas memenuhi kepala Chanyeol, seakan kejadian itu baru terjadi kemarin. Chanyeol semakin merengkuh Baekhyun dan kembali bergumam. "Kau harus segera menjemput kami, Hyung. Perasaanku mengatakan ada sesuatu yang buruk akan terjadi, terutama pada Baekhyun. Cepatlah datang, Kris Hyung. Kumohon!" Chanyeol menutup mata dan akhirnya, kembali terlelap.

.

TO BE CONTINUED

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
chachamariditha
Well, I posted Chapter 6 here *and other sites*! If you want to read the next chapter, you can visit my wordpress. Kekeke

Comments

You must be logged in to comment
Sky_Wings
#1
❤_❤
drnewbie #2
Wow genre favorite ini haha, pas baca fereword nya jdi tertarik sendiri haha, oke i'll begin to explore and hopefully to find a lot of 'awesome' things later, ya dan kayanya dalam 1 jam kedepan bakal selesai sampai chapter terakhir yang di update haha
PCY92BH #3
Hey you! I knew you haha cerita ini pernah aku baca di screenplays (kalau tdk salah) dan ini cerita dewa banget. Semangat terus ya, jangan patah semangat seperti yang tahun lalu kkk~
HaeHunUp
#4
Chapter 6: eonni dimana" ada. ga sabar nunggu ch 17 apa 18, lupa ._.
cepat kembali eonni ~~
AWPark #5
Chapter 5: Lanjut dong min...