Day 200
Notre Kaléidoscope=200=
BGM: Peter Pan
“Baekhyun-ah, kenapa pacarmu tidak pernah datang ke sini lagi?”
Bahuku terangkat sebagai jawaban atas pertanyaan umma. Aku membuka kulkas yang langsung menyemburkan kombinasi aroma cabai hingga buah-buahan. Umma terus berbicara ketika aku mengambil sebotol sirup jeruk yang tinggal seperempat wadahnya. Kutarik pintu kulkas bagian atas sambil menendang pelan pintu di bagian bawahnya yang berukuran empat kali lebih besar—dengan pelan tentunya.
“Apa kalian sedang bertengkar, hm?”
Aku mengambil cetakan es batu berbentuk kubus kemudian menutup pintu kulkas. “Bisa jadi.”
“Ah,” kata umma dengan nada sedikit terkejut, “padahal dia sangat lucu. Aku suka saat dia memintaku untuk mengajarinya memasak.”
Aku terkekeh pelan mendengar ucapan ibuku. Jika dia tahu apa yang sebenarnya dilakukan cewek itu terhadap putra kesayangannya selama ini, pasti dia akan menyeretnya ke meja hijau atas tuduhan pelanggaran hak asasi manusia; merampas kehidupan seorang remaja yang berpotensi sukses di usia muda dan menjajah kemerdekaan berpendapat. “Lucu apanya,” cibirku sambil menuangkan cairan kental berwarna kuning dari botol yang kuambil tadi ke dalam gelas berisi lima bongkah es batu.
“Entahlah, tapi ibu rasa wajahmu lebih cerah saat bersamanya. Kupikir itu pertanda bagus. Tapi beberapa minggu belakangan kau terlihat bermuram-durja,” lanjut umma yang masih sibuk mengelap dan menata piring.
Sesaat aku terdiam mendengar ucapan umma barusan. Bertanya dalam hati apakah dulu dia benar-benar wanita yang memberiku makan lewat tali plasenta? Bagaimana mungkin dia tidak bisa membedakan perasaan anaknya? Aku sangat bahagia. Jelas-jelas sangat bahagia karena sudah lebih dari dua minggu tidak berbicara atau menemui si cewek gila.
“Aku semakin menyukai gadis itu ketika dia membawakan daging untuk kita. Kapanlagi punya menantu yang pengertian seperti dirinya, eoh?”
Aku buru-buru mengambil sendok dan melenggang pergi ke kamar sebelum mendengar umma bicara panjang lebar tentang pendambaannya pada pacarku—mantan pacarku. Membicarakan urusan cinta dengannya sangat tidak keren. Aku selalu berusaha menghindari pertanyaannya tentang cewek itu. Bagaimana keluarganya? Siapa ayah dan ibunya? Kenapa dia bisa begitu cantik dan lucu? Atau yang paling menyebalkan adalah ‘bagaimana bisa dia pacaran denganmu?’
“Ya Baekhyun-ah!” sahut umma saat aku menutup pintu kamar, “baikan saja dengannya, arasseo? Blzzt—”
Adalah bakat alamiahku untuk bisa mengaktifkan tombol tuli di telinga pada saat yang tidak diinginkan. Aku meletakkan gelas berisi sirup jeruk di atas meja. Buku-buku—kebanyakan komik, sih—yang berserakan di atas meja belajar sama sekali tidak menarik perhatianku untuk menjamah—membereskan—mereka sedikitpun. Aku menatap layar laptop, mataku melebar, sebuah simbol berwarna merah menghiasi ikon pesan Facebook-ku. Mungkinkah si cewek tahu kalau aku sedang mengintai akunnya? Aku menengok ke langit-langit kamar, mencari keberadaan kamera tersembunyi yang bisa saja dipasang oleh cewek itu untuk memata-mataiku.
Rasanya aku ingin memukul-mukul dadaku sendiri agar jantung ini berhenti memompa darahku terlalu cepat. Sudah dua minggu aku sengaja mengintai segala aktivitas akun Facebook milik cewek itu, tapi tidak ada satu pun status ‘aku merindukanmu, kembalilah padaku, maafkan aku Baekkie sayang’ atau ‘aku cewek paling bodoh sedunia, harusnya aku tidak melakukan itu padamu, aku akan menjadi pacar yang baik dan tidak banyak menuntutmu jika kau kembali, aku merindukan kita yang dulu’.
Tidak ada tanda-tanda kehidupan darinya sejak malam di Landscafe. Aku tidak berusaha menghubunginya duluan karena yang salah di sini jelas bukan aku. Kupikir dia akan bersikap seperti biasa di sekolah, menjadikanku budak cinta seperti hari-hari normal lainnya. Namun kenyataannya dia tidak menoleh padaku sedikitpun ketika kami berpapasan di kantin, seakan-akan aku hanyalah belek yang tidak pernah terlihat olehnya kecuali ada orang lain yang memberitahu (“Hei lihat itu baek—belek—mu!”). Dia berhenti mengirimiku pesan, tidak datang ke kelasku lagi, dan aku tidak punya alasan untuk mengeluarkan sepatah dua patah kata padanya terlebih dahulu.
Aku masih belum beranjak dari profilnya sejak pertama kali log in. Tanda merah itu masih bertengger di pesanku.
Klik.
Chanyeol Park
Heh sedang apa?
Kau belum bunuh diri, kan?
Kami khawatir, Baek
오후 9.00
Berhenti stalking profilnya
Lupakan cewek itu, kami bakal cariin cewek baru untukmu
Sehun punya teman yang mirip Bae Suzy
오후 9.05
Katanya, Jongin juga tahu nuna-nuna yang mirip Miyabi
Luangkan waktumu untuk kencan buta dengan mereka
오후 9.08
Dikirim via web
“..........”
Aku menghela napas panjang. Antara kesal dan kecewa dengan pesan yang kudapat. Aku sama sekali tidak berselera membalas pesan sang bigfoot. Kalau boleh berbohong aku sama sekali tidak mengharapkan pesan dari cewek itu, aku tidak peduli padanya, aku tidak merindukannya—sebesar elektron pun tidak merindukannya.
Aku menganggap hubungan kami sudah selesai. Aku bebas dan seharusnya bahagia. Aku memang senang dengan berakhirnya hubungan absurd kami. Namun euforia itu tampaknya tak berlangsung lama karena tiba-tiba perasaan mengganjal itu muncul ke permukaan. Yang kurasakan belakangan ini sedikit hampa, kosong melompong. Kupikir dua minggu terakhir telah kulalui dalam mode autopilot.
Kusandarkan punggungku pada kursi, pandanganku beralih pada jendela kamar yang memantulkan bayanganku. Sedikit mengangkat dagu, aku menyaksikan langit gelap tak berbintang, awan hitam menyelubungi pemandangan. Aku menatap bayangan diriku dengan saksama; rambut berantakan, kantung mata tiba-tiba meminjam kekuatan seribu bayangan, beberapa bintik calon jerawat siap menetas. Penggambaran sempurna untuk sosok anak SMA frustasi yang siap loncat dari atap sekolah.
Kemudian mataku sedikit memicing saat mendapati sebuah pantulan benda berwarna kuning dari belakang laptopku. Buku catatan milik cewek itu. Aku membuka lagi buku catatan tersebut untuk yang kesekian kalinya.
Jika menemukan buku ini segera hubungi 02-823-1043
Tidak mau mengembalikannya? Pantatmu akan bisulan selama berbulan-bulan dan segera diamputasi
Aku tertawa kecil melihat tulisan di halaman depan meski bukan yang pertama kali. Halaman kedua dan seterusnya adalah daftar belanjaan selama enam bulan terakhir. Ternyata dia mahir juga mengatur keuangan. Terlihat dari pengeluarannya yang lebih sedikit dari pemasukan bahkan saat dia telah menyisihkan uang untuk ditabung. Aku membolak-balik halaman demi halaman dengan cepat untuk menemukan sesuatu tentangnya. Tangan berhenti di sebuah halaman yang belum pernah kulihat, mungkin kemarin-kemarin terlewat.
~Hal-hal yang Harus Dilakukan denganmu Sebelum Terlambat~
Menikmati gerimis sambil mendengarkan lagu Gentle Rain dari Clazziquai ProjectBolos sekolahMengunjungi universitas, masuk ke kelas dan perpustakaannya, makan di kantinnya, dan berpura-pura menjadi mahasiswaPergi ke tempat tinggi saat malam untuk melihat bintangPergi ke konser band indieMenulis cerita fiksi bersamaMain petak umpat di toko furnitureMenyelinap ke pesta pernikahan orang, makan gratis!Piknik sekaligus jualan burger di tamanMenyewa film barat lalu matikan suaranya dan dubbing sendiriJualan kimbap dan makanan ringan di kawasan backpacker, uangnya untuk disumbangkanMenelepon dalam bahasa InggrisSurat-menyurat selama 30 hari lewat perantaraMengunjungi museum kerajaan dan memakai pakaiannyaBerpura-pura tidak kenal di toko buku, mengambil buku yang sama kemudian saling jatuh cinta seperti di dramaMenonton film di bioskop seharian penuhBalapan sepeda, yang kalah harus traktir es krim- Mengambil foto pemandangan di seluruh Seoul
- Berpura-pura menjadi sasaeng fans
- Bermain di Lotte World dan kebun binatang kota
- Saling menyanyikan lagu di kafe
Fighting!
Aku tersenyum di setiap nomor yang ia tulis seraya memutar potongan adegan yang saling berkaitan lalu tersadar bahwa selama ini yang kupikirkan tentangnya salah besar. Apa yang ingin dia lakukan bukanlah untuk menyiksaku, tapi ... dia ingin melakukannya bersama. Kenapa dia tidak memberitahuku sejak awal? Aku tidak akan merasa bersalah seperti ini jika dia mengatakan maksudnya baik-baik. Daftar keinginannya bahkan tidak terlalu banyak. Kami hampir melakukan semuanya dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi setelah daftar tersebut selesai dilaksanakan. Apakah kami akan berpisah? Kenapa kau sulit sekali untuk kubaca?
Tanpa ragu aku mengambil ponselku. Aku harus meminta maaf padanya.
Seulpeohajima no no no
Honjaga anya no no no
Ponselku berdering, aku terbelalak saat melihat nama yang tertera di layar ponsel. Panggilan darinya! Aku semakin yakin bahwa sebenarnya ada cctv di kamarku.
Aku berdeham pelan untuk menyamarkan suara agar tidak terdengar terlalu bersemangat. “Yoboseyo?”
“Byun Baekhyun, jangan tutup teleponnya sampai aku selesai.”
“Eh? Yoboseyo? Ini siapa, ya? Apa ini nuna-nuna mirip Miyabi temannya Jongin?” ujarku dengan nada seakan-akan penuh tanya.
“Jugulae? Jangan tutup teleponnya!” Bisa kurasakan ia mendengus.
Aku mengambil sirup jerukku lalu meneguknya perlahan, “Aku ....”
Sebuah petikan gitar langsung menggantikan suara cewek itu. Beberapa detik kemudian suaranya muncul lagi.
The old diary that's been long forgotten
I brush off the dust and remember your grin
Just like before, your picture remains here
The memories appear
My heart beat speeds up like it did in the past
It's unfortunate that that time couldn't last
I begin to recall everything that i left behind
Nyaris saja aku tersedak mendengar suaranya yang ...yang ...begitu merdu. Aku belum pernah mendengar lagu berbahasa Inggris yang satu ini. Sepertinya dia tidak menambahkannya ke dalam playlistku. Petikan gitarnya terus mengiringi.
You're my Peter Pan
This world's so lonely without you
Let's go back to our Neverland
Our memories are there
All our laughter, smiles, everything's still there
Aku membuka mulutku lebar-lebar saking tak sanggup lagi menahan senyuman. Bahasa Inggrisku jauh lebih baik sejak dia memaksaku untuk mendengarkan lagu-lagu favoritnya. Aku mengerti kata-kata yang cewek itu nyanyikan untukku, meski ada beberapa yang tidak kuketahui. Tiba-tiba aku ingin beteleportasi ke hadapannya, menyaksikan dia menyayi sambil memetik gitar pasti akan membuatnya gugup.
Ah tidak, tidak. Aku lebih ingin memeluknya sebelum aku tersadar bahwa dia akan menembakku dengan panah seperti Katniss Everdeen di The Hunger Games terlebih dulu.
You'll always be my Peter Pan
No matter how long I have to stand, I'll wait here for you
Because it's not the end, I know I will meet you again
Suara petikan gitar telah berakhir.
“.....”
Aku masih tersenyum lebar—lebih idiot dari senyumnya Chanyeol.
“.....”
Tidak terdengar suara lagi dari seberang sana meski telepon kami belum terputus. Aku berinisiatif membuka pembicaraan lagi setelah berjuang untuk menghentikan cengiran di wajahku. “Tingkeobel? Wendy-ssi? Apa kau masih di situ?”
“Y-ya,” jawabnya setelah beberapa detik masih tenggelam dalam keheningan, “asal kau tahu saja ya, aku tidak mengarang lagu itu untukmu. Ini adalah english covernya lagu Peter Pan oleh Silvertear di Youtube. Lagipula aku tahu kau tidak akan mengerti lagu berbahasa Inggris—”
“Ayo kita kembali ke Neverland,” bisikku padanya kemudian menggigit bibir bawah, berusaha sebisa mungkin menahan ujung-ujung bibirku agar tidak tertarik lagi membentuk seringaian idiot.
“.....” Dia masih tidak bersuara.
“Johae,” ucapku dengan nada serius.
“H-hn?”
“네가 좋아. 너밖에 없어 ... 나랑 같이 있어. Selamat hari jadi ke-200.”
A/N: Makasih banyak buat yg review ff ini *o* Rasanya pengen sungkem ke reviewer satu-satu karena selalu berhasil menyemangati author dalam menulis ff ini. Author selalu baca reviewnya meski gak bisa dibales satu-satu tapi makasih banget sebanget-bangetnya loh! Di chapter ini gak tau feelnya nyampe ke kalian atau gak, aku udah lama gak bikin fluff scene TT tapi tapi pas bikin ini sambil dengerin english covernya Peter Parn by Silv3rT3ar dan jleb(?) langsung cekikikan sendiri pas bayangin si cewek gila nyanyiin lagu ini buat Baek x'D
Comments