Day 230
Notre Kaléidoscope=230=
“A-aku ...takut, Baekhyun.”
Berkali-kali aku merasa jantungku berdetak lebih cepat saat berurusan dengan cewek itu. Tidak ada alasan yang bisa kujabarkan untuk menjawab pertanyaan ‘mengapa’ atau ‘bagaimana bisa’, tapi kali ini sungguh berbeda. Ini adalah yang pertama kalinya selama berbulan-bulan mengenalnya. Dia menangis, dia terdengar ketakutan dan –sialan—aku tidak tahu di mana dia sekarang dan apa yang terjadi padanya.
“Apa yang sebenarnya terjadi? Kau di mana sekarang? Ya! Jelaskan padaku agar aku bisa mencari bantuan atau apapun—” aku berjalan mondar-mandir di pekarangan rumah Kim Jongdae, “—apa kau sudah menelepon 119? Katakan sesuatu!”
“A-aku ...tidak ... h-hiks... Baekhyun-ah. A-apa yang harus kulakukan?”
Aku mengepalkan tanganku, berlari melewati pagar rumah keluarga Kim dan menengok kanan-kiri jalan perumahan yang sepi. Suaranya benar-benar bergetar! Sesuatu yang buruk pasti telah terjadi padanya dan aku membenci kenyataan bahwa aku sama sekali tidak mengerti apa-apa tentang pacarku, seperti biasa.
“Katakan kau di mana sekarang!” aku setengah berteriak padanya. Kesal. Tidak ada sedikit pun penjelasan yang dia berikan melainkan hanya isak tangis yang membuatku semakin bingung.
“T-tolong jangan berhenti bicara. M-maaf karena telah membuatmu khawatir tapi ...aku ingin kau terus berbicara. Aku benar-benar ketakutan, Baekhyun.”
Aku berhenti berlari seperti orang bodoh. Jika dia tidak bisa memberitahuku apa yang terjadi, setidaknya ada sesuatu yang bisa aku lakukan untuknya. Aku menghela napas lamat-lamat, menyisir rambutku dengan jari lalu mengangguk pelan seakan dia bisa melihatku saat ini. “Baiklah, apa yang harus aku bicarakan?” ucapku dengan intonasi yang lebih tenang, mendongak untuk menatap langit sejenak. “Kau tahu? Aku kasihan pada langit malam ini karena memiliki begitu banyak ketombe.”
“Teruskan,” bisiknya, terdengar lebih tenang namun aku bisa mendengar ia menarik napasnya, menahan air mata.
Aku terdiam mengutuk diriku yang tiba-tiba kehilangan kata-kata. Aku mengalihkan pandanganku dari langit yang begitu gelap tanpa setitik cahaya pun. Tidak mungkin aku bilang padanya bahwa langit malam ini begitu kelam, ‘kan?
“Ah ya! Aku sedang berada di depan rumah Jongdae. Kau ingat kan kalau malam ini aku dan bocah sableng lainnya menginap di rumah Kim Jongdae. Tadi baru saja kami membeberkan barang yang kami selundupkan. Jongin membawa beha milik temanmu si Soojung Soojung itu, motifnya loreng-loreng dan ukurannya cukup besar. Aku jadi penasaran ukuranmu.”
Sial. Kenapa di saat seperti ini, hal-hal ngeres malah muncul? Dia akan membunuhku dengan sadis dan membabi-buta jika keadaannya sudah membaik nanti.
“M-mwo? A-aku ...hiks ...akan mencekikmu, Byun ...hiks ...tae. Dan Jongin ...hiks... juga.”
Aku tersenyum mendengar ancamannya yang dibalut isak tangis pelan. Setidaknya dia sudah kembali terdengar seperti biasa. Diam-diam aku membayangkan cewek itu tertawa kecil tanpa suara sambil menyeka air mata yang bertengger di ujung matanya saat mendengar ucapanku barusan.
“Hei, bisakah kau tunggu beberapa menit? Aku tidak akan memutus teleponnya tapi tunggu sebentar ya?” pintaku padanya.
“C-cepat kembali, ne?”
Aku segera berlari menuju rumah Jongdae, membuka pintunya secepat mungkin dan membiarkan pintu tersebut terpelanting dengan kasar. Semua orang menatapku dengan terkejut. Bocah-bocah sableng itu duduk membentuk setengah lingkaran di depan laptop Kim Jongin. Suara seorang perempuan yang ...yang ...tidak bisa kugambarkan dengan kata-kata, terdengar memenuhi ruang tamu. Aku mengabaikan tatapan mereka yang meminta penjelasan apa yang sedang terjadi. Setengah berlari, aku pergi menuju pojok ruangan dan mengambil gitar milik Sehun yang dia bawa hari ini untuk meramaikan pesta kecil kami.
“Aku akan kembali,” ujarku kemudian berjalan cepat melewati manusia-manusia yang tengah berfantasi itu. Samar-samar aku bisa mendengar ucapan mereka.
“Ckck, lihat bocah itu. Apa cewek-cewek Jepang ini sudah tidak menarik perhatiannya?”
“Dia pasti akan menina-bobokan pacarnya seperti biasa. Aish, membuatku iri saja.”
“Jangan-jangan dia sudah tidak perja—”
Aku memutar bola mataku. “YAH! Aku dengar itu! Perjaka tidak perjaka yang penting aku bukan jomblo penuh nestapa dan derita seperti kalian.”
Pintu kembali menutup.
Aku mengangkat teleponku lagi ke telinga. “Hei, kau masih di sana kan?” Perlahan menuruni anak tangga dan berjalan menuju sebuah bangku panjang di pekarangan rumah Jongdae.
“Kalian menonton film p-o ...hiks ...berjamaah? Benar-benar ...hiks ... menjijikan. Aku tidak akan heran kalau kau sudah tidak ...hiks ...perj—”
“Sst! Diamlah, aku punya sesuatu untukmu. Kau masih menangis tidak?”
“Hiks ...kau bodoh atau bagaimana? T-tidak dengar suaraku ...hiks ...nyaris h-habis seperti ini, eoh?”
Aku tertawa. Suaranya memang semakin mengecil seperti kaset rusak.
“Kalau begitu berhenti menangis dan jangan bicara. Cukup dengarkan aku saja,” ujarku seraya menekan tombol loudspeaker dan meletakkan ponselku di atas bangku. Aku menarik napas pelan ketika gitar berwarna coklat tua itu berada di pangkuanku. Sudah lama sekali aku tidak menyanyi.
Jreng.
깊은 한숨에 애타는 가슴 다르지 않아 나도 I do just like you do.
In a deep sigh, a suffering heart, I am no different. I do just like you do.
길을 잃은 아이처럼 눈물만 나와 이제는 괜찮다는 소식들만 그저 기다릴 뿐.
Like a lost child, the tears keep flowing. Now the child is just waiting to hear that it´s all okay.
괜찮아 곧 끝날 거니까 너무 걱정 마 아무리 위로해도.
”It´s okay. It will be over soon, so don´t worry too much” no matter how much comfort is given.
I know, 알아 흐르는 눈물은 어쩔 수 없는 걸 어쩔 수 없는 걸 알아.
I know, I know, the flowing tears are something that can´t be controlled. I know it´s something that can´t be controlled.
So I cry when you cry..
Beberapa nada yang kumainkan sedikit melesat. Aku tidak mempedulikannya dan terus menyanyikan lagu favoritku. Kedua mataku terpejam, menghayati lirik demi lirik yang kunyanyikan dengan jantung berdetak tak karuan. Setelah sekian lama ....
슬픈 눈물 아픈 가슴 I do just like you do.
Sad tears, aching heart I do just like you do.
할 수 있는 거라곤 걱정 밖엔 없지만 기다릴게 기도할게 그대와 함께...
Although I can´t do anything but worrying, I will wait, I will pray, together with you…
이 모든 게 끝날 때까지 그래서 다시 웃는 날까지.
Until all this has ended, therefore until the day we can smile again.
괜찮아 곧 끝날 거니까 너무 걱정 마 아무리 위로해도.
”It´s okay. It will be over soon, so don´t worry too much” no matter how much comfort is given.
I know, 알아 흐르는 눈물은 어쩔 수 없는 걸 어쩔 수 없는 걸 알아.
I know, I know, the flowing tears are something that can´t be controlled. I know it´s something that can´t be controlled.
So I cry when you cry.
Perlahan-lahan aku membuka mataku. Sedikit beban yang telah lama mendekam di hatiku terangkat ke permukaan, membuat sudut-sudut bibirku terangkat. Aku tidak tahu bahwa dengan menyanyi lagi, aku akan tetap baik-baik saja. Kuraih ponselku. Dia belum mematikan teleponnya.
“Geotjimal. Kau tadi tertawa, bukan menangis,” cewek itu menggerutu. Tidak terdengar suara tangisannya lagi, hanya suaranya yang serak dan semakin memelan. “Kupikir kau tidak suka menyanyi. Kenapa kau melakukannya?”
Kenapa? Aku tidak tahu kenapa aku mau menyanyi lagi. Trauma di masa kecil cukup memberikan efek luar biasa. Guru seniku ketika SD mempermalukanku di depan umum. Dia bilang suaraku sangat buruk dan tidak pantas ikut kontes menyanyi. Ternyata wanita penyihir itu disuap oleh orang tua teman sekelasku. Akhirnya anak itu memenangi perlombaan dengan suara yang tidak jauh lebih buruk dari bunyi knalpot motor rongsokan. Tetap saja, hal kecil seperti itu membekas dalam ingatanku, membuatku tidak ingin menyanyi untuk waktu yang lama. Dan sekarang ...bagaimana aku menjelaskan pada pacarku? Dia bisa menyemburku dengan omelannya karena mungkin alasan ini terdengar sangat kekanak-kanakan. Butuh beberapa detik bagiku untuk mencari jawabannya.
“Kurasa karena aku hanya ingin melakukannya atau—” aku sengaja menggantung ucapanku.
“Apa?”
“Neo ttaemune—karena kamu.”
“....”
Hening.
“Kau masih di sana?”
“Y-ya.”
“Aku bisa melihat pipimu merona dari sini.”
“....”
“Benar, ‘kan?”
“Aku akan menendangmu nanti.”
“Menendangku dengan bibirmu?”
“Oh ya Tuhan, kenapa kau mesum sekali Byun Baekhyun? Aku akan membanting—” dia menghentikan ucapannya, terdiam sejenak sebelum akhirnya bicara lagi “—ani, aku akan melemparmu dengan bola basket hingga kepalamu melesak ke dalam tembok.”
“Omo, neomu kyeowo—kau sangat manis! Aku jadi tidak sabar nih.”
Aku menyeringai jahil ketika mendengar cewek itu sudah bisa menggeram penuh amarah seperti biasa pada detik berikutnya.
A/N: Lagu yang dinyanyiin Baekhyun: Ra.D – I Cry When You Cry. So sweet banget lagunya TT///TT. Hayo udah ada gambaran siapa cewek gilanya? Bentar lagi tamat kayaknya. xD
Comments