Chapter 7

a dream to find that

Beberapa hari berlalu. Karin School masih sama, tak ada yang berubah. Tak ada kejadian yang terlalu mempengaruhi suasa. Dongrim tak membicarakan tentang pertemuannya dan Seunghyun di pesta ulang tahun appa-nya kepada siapa pun. Seharusnya Seunghyun bersyukur namja itu tidak memberitahu siapa pun mengenai rahasianya. Namun, meskipun pada kenyataannya seperti itu, Seunghyun tak bisa tenang. Dia tetap merasa buruk. Statusnya di sekolah itu semakin terancam.

 

Dia duduk di ujung kantin, menyandarkan kepalanya pada kaca jendela. Menatap keluar sana sambil berpikir ulang apa yang sudah dia lakukan demi menemukan orang tua kandungnya selama ini.

 

Semenjak hari pertamanya menginjakkan kaki di sekolah ini, dia sadar tak satu pun usaha yang dia lakukan. Betapa bodohnya dia membuang-buang waktu. Dia mendesah setelah menyadari kebodohannya.

 

“Aku ingin seseorang memelukku,” ujar Seunghyun pelan.

 

Dia merasa kesepian secara tiba-tiba. Kantin begitu ramai, tapi dia tidak bisa mendengar kebisingan di sana dengan jelas. Angin di sekitarnya terasa sangat dingin, memaksanya mendesah lagi.

 

“Aku anak yang malang.” Dia mengatai dirinya sendiri. “Sungguh kasihan.”

 

Lagi-lagi Seunghyun mendesah, sungguh dia ingin menangis, tapi itu tidak mungkin.  Dia pun mengangkat kepalanya dan memandang sekitar, berharap menemukan pemandangan bagus yang bisa menyenangkan hatinya. Tidak ada,,

 

Dia pun beranjak dari sana, memindahkan kakinya dari satu titik ke titik yang lain untuk meninggalkan kantin.

 

“Kalau saat ini aku bisa bersama member lain, mungkin akan jauh lebih menyenangkan,” ujarnya bicara sendiri.

 

Suasana hatinya benar-benar buruk.

 

_DH2_

 

“Apa yang sebenarnya Juniel lakukan?” tanya Myung Soo kepada Mir dan Dongrim saat radio Karin berakhir. Hari ini dia diminta menjadi guest kembali.

 

Mir dan Dongrim tahu tujuan Juniel pulang ke rumah untuk membujuk eomma-nya berhenti melawan Leeteuk, tapi mereka tidak mau memberitahu tentang itu kepada siapa pun. Juniel adalah teman mereka semenjak mereka masih menjadi siswa Tingkat Pertama. Maka dengan menjaga rahasia Juniel sama dengan melindungi image yeoja itu. Juniel akan malu kalau semua siswa di sekolah ini tahu eomma-nya seorang Jurnalis yang suka menjatuhkan orang lain.

 

“Geure, aku tidak akan memaksa kalian menjawabnya,” ucap Myung Soo mengerti.

 

“Kenapa kamu begitu ingin tahu Juniel ada di mana?” ujar Mir meneliti makna di balik sikap Myung Soo.

 

“Aku hanya bertanya,” ujar Myung Soo.

 

“Apa urusanmu dengan Juniel sangat penting?” tanya Mir.

 

“Eum,,, Molla,” cetusnya bingung.

 

“Kalau urusanmu dengannya sugguh penting, kamu bisa bicara dengannya sekarang,” ujar Dongrim. Tangannya menyikut pelan perut Mir, memanyunkan bibirnya memberi tanda dan menyuruh Mir pergi.

 

“Kamu mencariku?”

 

Myung Soo berbalik dan menemukan orang yang ingin dia temui. Juniel.

 

“Ada apa?” tanya Juniel dingin.

 

Myung Soo terdiam dan menatap Juniel.

 

Lama menunggu Myung Soo mengatakan sesuatu, Juniel menjadi bosan. “Kalau tak ada keperluan denganku, aku akan pergi. Aku hanya ingin masuk ke dalam studio untuk mengambil sesuatu.”

 

Myung Soo masih terdiam.

 

“Kamu berdiri di depan pintu studio, itu menghalangi jalanku,” kata Juniel.

 

“Apakah kamu kembali ke rumahmu beberapa hari ini?” satu pertanyaan keluar dari mulut Myung Soo. Juniel mengangguk. “Apa kamu bertemu ahjumma?” Juniel mengangguk. “Apakah dia masih sesehat dulu?” Juniel berpikir terlebih dahulu sebelum dia mengangguk. “Aku merindukannya, Juniel-ah,” ucap Myung Soo dengan kesadaran.

 

Juniel membantu. “Kamu,,,,”

 

“Apakah dia masih mengingatku?”

 

Juniel mengangguk. “Dia juga masih bisa mengenali suaramu.”

 

“Jeongmal? Lalu bagaimana denganmu?”

 

“Ada apa denganku?” Juniel balik bertanya.

 

“Kamu berbeda dari Juniel yang kukenal dulu,” ujar Myung Soo.

 

“Apa perbedaan itu?”

 

“Caramu menatapku, kenapa begitu kuat? Apa aku membuatmu marah?”

 

Juniel mengangguk pelan. “Kamu membuat hatiku selalu merasa marah,” jawabnya.

 

“Mianhae,,,” Myung Soo bergerak dan memeluk Juniel.

 

_DH2_

 

“Bicaralah denganku,” pinta Dongrim, berdiri di depan Seunghyun, memblokir jalan namja itu yang ingin kembali ke asrama.

 

“Aku tak punya urusan denganmu,” kata Seunghyun cuek, dia berjalan santai melewati Dongrim.

 

“Aku akan membantumu mencari orang tua kandungmu,” ujar Dongrim. Langkah Seunghyun langsung berhenti. “Bicaralah denganku,” pinta Dongrim sekali lagi.

 

Seunghyun setuju bicara dengan Dongrim. Dongrim mengajaknya kembali ke kantin, duduk di kursi paling ujung di dekat jendela. Tempat favorit Dongrim.

 

“Bagaimana caramu membantuku menemukan mereka?” tanya Seunghyun langsung pada pokok permasalahan.

 

“Molla,” sahut Dongrim.

 

Sebelah alis Seunghyun terangkat.

 

“Aku sering mendengar tentangmu, tapi baru kali ini aku tahu kamulah orang sering aku dengar cerita hidupnya. Anak asuh dari Leeteuk songsaengnim yang sangat beruntung itu. Dia begitu menyayangimu.”

 

“Karena itu dia tidak mau memberitahuku siapa orang tua kandungku. Dia takut aku akan pergi jauh darinya,” kata Seunghyun risih. Dia tak suka sayang kakek tua itu terlalu berlebihan terhadapnya.

 

“Dia begitu menyayangimu, eomma-mu juga. Keluargamu sungguh sempurna, tapi kenapa kamu sangat ingin menemukan keluarga yang membuangmu?” tanya Dongrim.

 

“Hanya untuk mendengarkan alasan mereka kenapa mereka membuangku,” cetus Seunghyun santai.

 

“Hanya untuk itu kamu menyia-nyiakan hidupmu?”

 

“Aku tidak menyianyiakan hidupku. Kamu akan mengerti kenapa aku sungguh ingin menemukan mereka kalau kamu menjadi aku.”

 

Dongrim menatap Seunghyun. “Aku samasekali tidak tahu siapa orang tua kandungmu, namun seseorang meyakinkanku kalau kamu bisa menemukan informasi tentang mereka di sekolah ini.”

 

“Sampai detik ini aku tidak tahu bagaimana caranya menemukan informasi itu,” gumam Seunghyun dan dia mendesah.

 

“Kenapa tidak mencoba mencarinya di perpustakaan,” ujar Dongrim memberi usul. “Setahuku, sekolah ini masih menyimpan semua buku tahunan.”

 

“Aku pernah mempunyai rencana mencari semua siswa bermarga Shin di sekolah ini. Itu tidak mudah. Ada berapa banyak buku tahunan dan berapa ratus nama siswa di dalamnya.”

 

“Sepertinya kita memang harus mengumpulkan informasi semua siswa bermarga Shin dari setiap buku tahunan.”

 

“Itu memakan banyak waktu!” seru Seunghyun.

 

“Akan lebih cepat apabila dilakukan berdua bukan?” ujar Dongrim, tersenyum penuh arti.

 

“Kamu akan menolongku mengumpulkan informasi itu?”

 

Dongrim mengangguk.”Dengan satu syarat,” cetusnya.

 

“Ijinkan aku mendengar syarat darimu terlebih dahulu,” ujar Seunghyun.

 

“Berhentilah berpura-pura menjadi siswa bodoh. Aku tahu nilai akademikmu sungguh bagus. Leeteuk songsaengnim tidak mungkin membiarkan cucunya menjadi bodoh. Dan, kamu dibesarkan di keluarga berjiwa seni, tentunya kamu mempunyai bakat yang perlu diasah. Seunghyun-ah, selama ini kamu terlalu sibuk menutupi identitas aslimu dan selalu bermain-main. Membuang-buang waktu. Tidak seharusnya kamu seperti itu. Seharusnya kamu memanfaatkan keberadaan kamu di sini untuk mengasah bakatmu. Kalau permainan gitarmu semakin baik dan kamu juga bisa menemukan orang tua kandungmu, bukankah itu sesuatu yang sangat bagus?!”

 

“Apa syarat yang sebenarnya ingin kamu katakan?” kata Seunghyun mendesak.

 

“Berhentilah bersikap seperti orang bodohlah. Seriuslah menjadi siswa Karin School. Kalau kamu bersedia menghentikan semua kebodohanmu, maka aku akan membantumu mencari orang-orang itu. Siswa dengan marga Shin.”

 

Seunghyun memutar otaknya, mengacak beberapa pilihan untuk menyetujui syarat dari Dongrim.

 

“Aku mempunyai beberapa informasi penting untuk membantumu menemukan mereka,” kata Dongrim. “Aku akan mengatakannya kalau kamu menyetujui syaratku.”

 

“Lalu, bagaimana denganmu?” tanya Seunghyun.

 

“Naega wae?” tanya Dongrim tak mengerti.

 

“Tentunya Heechul tidak akan membiarkan anaknya menjadi bodoh. Kamu dibesarkan di keluarga seni, tentunya kamu punya bakat. Aku percaya itu meskipun aku tidak tahu apa. Jadi, aku akan menyetujui syaratmu asalkan kamu juga menyetujui syaratku.”

 

Dongrim mengerutkan dahinya. “Syarat?”

 

“Kalau aku bukanlah orang bodoh, tentunya kamu juga tak bodoh. Kamu juga menyembunyikan identitasmu di sekolah ini sama sepertiku kan?” telunjuk Seunghyun berada di depan hidung Dongrim. “Mari kita berhenti berpura-pura bodoh dan serius menjadi siswa Karin School.”

 

“Kasusku berbeda denganmu. Aku tidak bisa menjadi siswa menonjol di sekolah ini,” tolak Dongrim.

 

“Takut siswa lain akan tahu bahwa kamu adalah anak dari pemilik agency terbesar di Seoul?”

 

Dongrim melempar pandangannya keluar jendela.

 

“Eotte?” tanya Seunghyun.

 

“Biarkan aku berpikir terlebih dahulu,” ujar Dongrim.

 

“Aish,,,” desah Seunghyun kecewa dengan jawaban Dongrim.

 

_DH2_

 

PLAK! Tangan Juniel melayang menampar pipi Myung Soo setelah berhasil melepaskan diri dari pelukan namja itu.

 

“Kamu memelukku di sekolah? Jeongmal pabboya! Kamu masih namjachingu Jiyoung saat ini, dan apa tanggapan orang lain kalau mereka melihat kita berpelukan?! Menganggapku penggoda pacar orang? Itu yang kamu mau?! Membuatku malu? Hahahaha,,,,, Jeongmal.” Kedua barisan gigi di dalam mulut Juniel saling beradu. Menatap murka Myung Soo. “Kamu semakin buruk di mataku,” desisnya.

 

“Tapi tak ada siapa pun di sini. Aku merindukanmu!” ujar Myung Soo.

 

Juniel tak tahan lagi dengan sikap Myung Soo. Dia mendorong tubuh namja itu menjauh dari jalannya. Berlari dari studio. Berlari dengan kepala tertunduk untuk menyembunyikan linangan air matanya.

 

_DH2_

 

Dia terlihat suntuk. Langahnya begitu berat menyusuri koridor sekolah. Apakah dia sedang kesusahan menghadapi sesuatu?

 

Minzy berjalan dari seberang jalan menghampiri Seunghyun yang kelihatannya berjalan ke arahnya. Ingin menyapa namja itu, tidak, ingin bertanya apakah namja itu memerlukan bantuannya? Mereka tidak bicara sejak pajama party beberapa waktu lalu.

 

Jarak mereka sudah dekat, lalu Juniel melintas di depan Seunghyun. Namja itu berlari mengejarnya. Semangat Minzy lenyap. Dia selalu gagal tiap kali ingin menyapa Seunghyun. Kenapa begitu susah hanya untuk menyapa?

 

Minzy menyipitkan matanya mempertajam sudut pandang matanya. Memerhatikan yang Seunghyun lakukan kepada Juniel. Namja itu mengejar Juniel yang sedang menangis. Namja itu menarik tangan Juniel dan mengatakan sesuatu. Wajah Seunghyun tampak terkejut melihat air mata di ujung mata Juniel. Namja itu menghapus air mata sang yeoja kemudian memeluknya.

 

“Apa yang sedang dia lakukan?” pekik Minzy benar-benar kaget. Bahkan Seunghyun bisa memeluk seorang yeoja di halaman sekolah. Dia masih berstatus pacar Rin.

 

Minzy merasa kepalanya sangat pusing. Dia pergi dari sana sambil memegangi kepalanya. Dia tak mau melihat yang aneh-aneh lagi disekolah ini.

 

_DH2_

 

Akhir pekan, Seunghyun memutuskan pergi ke rumah kontrakkannya mengunjungi member band indienya. Meminta maaf sekali lagi, berharap mereka akan bersikap seperti dulu yang memperhatikannya seperti bayi.

 

“Mereka baru pergi tadi pagi. Tak tahu ke mana, mereka hanya mengatakan kalau mereka pergi jauh dan lama baru akan kembali. Mereka menitipkan kunci rumah untukmu.” Tetangga memberikan kunci kepada Seunghyun.

 

Pergi? Jauh dan lama baru akan kembali? Ke mana mereka,,, tanya Seunghyun sungguh ingin tahu. Mereka pergi tanpa mengajaknya dan juga tidak memberitahunya. Apa mereka melupakanku?

 

Seunghyun duduk di depan pintu rumah kontrakkan sambil memandangi kunci. “Hyung,,, eoddigayo?” Dan butiran-butiran hangat terlihat bercahaya menetes dari mata membasahi pipinya. Dia menyembunyikan wajahnya di antara kakinya yang terlipat. “Hyung,,,” isaknya sambil memanggil Jonghoon.

 

_DH2_

 

Di akhir pekan keadaan kantin jauh lebih sepi dari hari lainnya. Sedikit siswa yang tetap di asrama dan memilih makan di sana. Kantin yang ramai akan menjadi setenang café di hari minggu.

 

Di sore minggu ini, Myung Soo tampak duduk sendiri di salah satu meja karena tak ada Jiyoung, yeojachingunya itu masih di Jepang dan baru akan kembali besok pagi. Sementara Dongrim dan Mir asik memainkan sesuatu tak memerhatikan yang lain. Dan, Seunghyun tampak berbeda duduk menyendiri di meja di ujung kantin, tempat kesukaan Dongrim.

 

“Apa kamu memutuskan hubunganmu dan Rin secara sebelah pihak?” Minzy langsung melontarkan pertanyaan itu saat matanya melihat Seunghyun ada di kantin dan tak ada halangan untuk bicara dengannya.

 

“Ada apa dengan Rin?”

 

“Dia ada di rumah sakit,” beritahu Minzy.

 

Wajah Seunghyun terlalu tenang saat mendengar yeojachingunya berada di rumah sakit.

 

“Apa kamu tidak ingin tahu kenapa dia ada di rumah sakit?”

 

“Mungkin dia sakit,” ucap Seunghyun tidak tertarik.

 

“Rin mencoba bunuh diri setelah melihatmu memeluk Juniel kemarin,” beritahu Minzy cukup jelas.

 

“Ouh,,, Dia melihatnya,” sahut Seunghyun teramat biasa-biasa saja.

 

“HYA SEUNGHYUN-AH! Dia hampir mati karena ulahmu, tapi kamu bisa begitu santainya?” nada bicara Minzy meninggi.

 

Seunghyun tidak memperdulikannya.

 

“Kamu tidak berniat meminta maaf kepadanya?” tanya Minzy.

 

Seunghyun menggeleng.

 

“Seunghyun-ah,  apa kamu memang selalu seperti ini. Mendekati yeoja, membuat mereka mencintaimu, lalu menyakiti mereka. Apa bagimu perasaan yeoja sesuatu yang tidak penting?” Seunghyun menoleh menatap Minzy. “Apa yang kamu mau dari yeoja-yeoja itu? Apa menyakiti mereka memberikanmu hiburan mahal yang tidak bisa kamu dapat di tempat lain?”

 

Sebelah alis Seunghyun terangkat.

 

“Dan, apakah bagimu semua bibir yeoja yang menciumnya hanya cemilan yang gampang kamu dapat seperti bungkusan kacang di swalayan?”

 

“Apa kamu sedang cemburu?” ujar Seunghyun.

 

Nafas Minzy tercekik. Dia menjadi sangat dongkol. “Kamu benar-benar playboy ternyata.”

 

“Apa yang sedang kamu cemburukan?”

 

“Aku tidak sedang cemburu, Seunghyun-ah!” tandas Minzy.

 

“Apa kamu cemburu aku memeluk Juniel kemarin? Lalu, apa kamu juga akan bunuh diri karena cemburu?”

 

“Aku tidak cemburu!” tegas Minzy sekali lagi.

 

“Baiklah, aku akan memelukmu bahkan aku bisa menciummu kalau kamu.” Seunghyun berdiri, merentangkan kedua tangannya siap memeluk Minzy

 

Plak! Tanpa ragu tangan Minzy bergerak menampar pipi Seunghyun sebelum tangan namja itu memeluknya.

 

“Aku tidak cemburu! Aku hanya akan mengatakan ini,” Minzy menarik nafas dalam-dalam sebelum bicara. “Aku hanya khawatir, bagaimana bisa kamu menemukan orang tua kandungmu kalau kamu sibuk berkeliaran membuat yeoja jatuh cinta kepadamu kemudian menyakiti mereka. Berhentilah bermain-main, Park Seunghyun!” Minzy menggunakan marga keluarga Leeteuk dan itu membuat Seunghyun kaget.

 

Seunghyun berdiri dan memerhatikan beberapa orang di kantin, khawatir kalau mereka mendengar Minzy menyebutkan marga sebenarnya. Untungnya tidak dan dia kembali menatap Minzy. “Seharusnya kamu lebih berhati-hati menyebutkan namaku.”

 

Minzy tak bicara, mata tajamnya fokus ke Seunghyun.

 

“Jangan melarangku bermain-main dengan yeoja itu. Kamu tak punya hak Minzy-ya.”

 

“Chua! Aku tidak akan melarangmu. Aku tidak akan mencampuri urusanmu lagi. Tapi, jangan pernah kamu mengadu kepadamu kalau kamu perlu seseorang. Aku bukan seorang teman yang selalu ada setiap kamu sedih. Kamu tidak menganggapku ada saat kamu senang.”

 

“Teman? Aku tidak menganggapmu teman,” kata Seunghyun menusuk perasaan Minzy. Dan nada suaranya itu sedikit berlebihan. Siswa yang ada di kantin menoleh menatap mereka mencaritahu apa yang sedang terjadi.

 

“Aaa,,, Aku bukan temanmu?” Seunghyun menjawab itu dengan anggukan. “Betapa bodohnya aku menganggapmu teman, Seunghyun-ah.”

 

“Ne, neo pabboya,” ucap Seunghyun, itu keterlaluan.

 

Minzy terkekeh. “Geure, jangan pernah mencariku lagi!” dia segera angkat kaki dari hadapan Seunghyun.

 

“Kenapa aku harus mencarimu?” teriak Seunghyun. “Aish,,, Dia membuat suasana hatiku semakin buruk. Aish,,,,, Dan kenapa aku membuatnya marah. Aish,,, Seunghyun pabbo.” Dia mencaci dirinya sendiri.

 

_DH2_

 

Keesokan paginya, pagi-pagi sekali Seunghyun keluar dari asrama dengan seragam lengkap dan dia pergi ke kantor Boa untuk meminta formulir permohonan jadwal pelajaran tambahan yang baru. Dia mengisinya dengan cepat dan memilih kelas Jungmo tanpa ragu.

 

“Kamu yakin?” tanya Boa heran.

 

Seunghyun mengangguk dan masih asik mengisi formulirnya.

 

Apa yang membuatmu memilih kelas Jungmo?” tanya Boa mencaritahu. “Apa Leeteuk yang memaksamu?”

 

“Hahaha,,, Dia tak pernah memaksaku. Ini kemauanku sendiri,” jawab Seunghyun. Dia mengembalikan formulir yang sudah terisi kepada Boa.

 

“Jinja? Itu terdengar seperti bukan kamu,” ujar Boa tak yakin.

 

“Aish,,, mworagoya.” Seunghyun mengibaskan tangannya di depan Boa.

 

“Apa Leeteuk tahu ini?” tanya Boa.

 

“Ani, aku tidak memberitahu siapa pun.”

 

“Lalu, apakah aku boleh memberitahunya?” Boa menawarkan.

 

“Itu akan sangat membantu, aku tak perlu menelponnya kalau kamu bersedia memberitahunya aku mulai menjadi siswa yang baik di sekolah ini.”

 

Boa tersenyum manis. “Terdengar sangat bagus,” ujarnya.

 

Seunghyun tersenyum saja.

 

_DH2_

 

“JINJA? Kamu mengambil kelas tambahan?” seru Mir nyaring saat kelas Boa berlangsung.

 

Plak! “Pelankan suaramu!” ujar Seunghyun murka.

 

Mir nyengir saja.

 

Beberapa teman sekelasnya menoleh dan Seunghyun benci tatapan mereka. Dia menemukan mata Minzy yang menatapnya, namun mata itu segera beralir saat pemiliknya tahu Seunghyun juga menatapnya.

 

“Ada apa dengan kalian berdua?” tanya Mir melihat tatapan kedua temannya itu. “Kalian bertengkar?”

 

Seunghyun mengangkat bahunya. “Dia begitu marah karena aku selalu mempermainkan yeoja. Apa dia cemburu?”

 

“Mungkin dia menyukaimu,” ujar Mir pelan.

 

“Aish,,” Seunghyun hanya mengibaskan tangannya tak peduli pikiran Mir itu. Matanya tidak sengaja mengarah kepada Myung Soo. Dia mengikuti arah tatapan namja itu yang tertuju ke Juniel. Boa sedang menyuruh semua siswa memerhatikan gerakannya bersama Minzy di depan kelas, tapi kenapa namja itu menatap Juniel? Dia seorang ketua kelas kan? Kenapa tingkahnya tidak mencerminkan pangkatnya? Seunghyun berdecak sambil menggelengkan kepala.

 

_DH2_

 

Karin School di bangun di atas tanah dengan luas yang teramat luas. Terdapat beberapa gedung di dalam satu lingkungan. Dua gedung sekolah. Beberapa gedung kecil untuk beberapa kegiatan lainnya. Satu lapangan sekolah. Sebuah aula besar untuk acara-acara tertentu yang bisa digunakan untuk konser dan dua gedung lain yang adalah asrama para siswa Tingkat Tiga. Mereka diwajibkan tinggal di sana selama setahun sebelum lulus.

 

Karin School benar-benar luas bukan? Dan, di dalam beberapa gedung itu, sebuah sekolah pastilah mempunyai perpustakaan. Perpustakan milik Karin School terdapat di ujung koridor di gedung sekolah di lantai dua. Luas ruangan itu dua kali lipat dari luas kelas lain di sampingnya. Begitu banyak buku yang ada di sana dan juga terdapat banyak piringan hitam dan juga album-album lama untuk para siswa yang ingin mencari inspirasi dari karya dulu. Perpustakan itu juga menyimpan semua buku tahunan para siswanya di ujung ruangan. Dengan rak tersendiri dan halaman-halaman buku itu masih dalam kondisi baik.

 

“Wah,,, begitu banyak buku tahunan!” gumam Seunghyun sambil menggelengkan kepala.

 

“Kita harus mulai dari mana?” tanya Dongrim.

 

“Darimana saja,” ujar Seunghyun. Dia maju mengambil salah satu buku tahunan dan mulai melihat-lihat.

 

Mereka berdua memulai aksi mereka mencari siswa bermarga shin. Mengumpulkan nama sebanyak mungkin kemudian mencaritahu pekerjaan mereka sekarang. Iitu pekerjaan susah. Memastikan seseorang sebaga orang tua kandung Seunghyun dari sekian banyak orang.

 

“Semangat sajalah!” ujar Seunghyun semangat.

 

“Aku akan membantumu.”

 

_DH2_

 

Meski Juniel sudah kembali, dia menolak menjadi DJ. Dia meminta Mir dan Dongrim menggantikannya sebagai DJ beberapa hari lagi. Semangatnya sedang jelek, itu akan berpengaruh saat dia menjadi DJ. Acara itu akan canggung kalau dia membawakannya dengan suasana hati yang buruk.

 

Juniel sedang ingin menyendiri. Dia pun diam di kamar asramanya. Duduk di atas kasur sambil menatap jendela. Otaknya bekerja, memikirkan bagaimana caranya  agar eomma-nya berhenti menjadi pemberontak. Dia tidak ingin malu dan membuat sisa waktunya di sekolah itu buruk. Dia ingin lulus dengan kenangan yang manis.

 

Dia mendesah panjang, alangkah baiknya kalau dia mendengarkan suara Dongrim dan Mir di radio Karin saja. Siapa tahu suara kedua temannya itu bisa membuatnya tertawa. Dia pun menyalakan radio dari Hp nya.

 

Hanya suara Mir yang terdengar. Mir memberitahu pendengarnya kalau Dongrim absen dikarenakan sesuatu yang penting yang harus dia lakukan(membantu Seunghyun mencari orang bermarga Shin di perpustakan)

 

“Juniel-ah, apakah kamu mendengarkan radio Karin saat ini?” Tiba-tiba Mir berseru. “Kalau iya, itu sangat bagus. Aku menemukan satu pesan dari pendengar yang dia kirim untukmu. Pesan in ibenar-benar untukmu. Sayangnya dia tidak menulis namanya di sini. Mungkin penggemarmu,,”

 

“Apa isi pesan itu?” gumam Juniel sambil memandang Hpnya seakan dia sedang bicara dengan Mir.

 

“Pesan yang sangat singkat.”

 

“Katakanlah,” Juniel mendesak.

 

“Pesan ini menyuruhmu kembali ke asrama kemudian berdiri di depan jendela,” ujar Mir memberitahu isi pesan itu. “Kembali ke asrama dan berdiri di depan jendela? Bukankah asrama yeoja dan namja saling membelakangi? Apa pesan ini dikirim oleh siswa Tingkat Tiga?”

 

Juniel berbalik dan menatap jendela yang ada di belakangnya. Dia memerhatikan kaca berbingkai persegi itu penuh tanda tanya. Apakah dia harus berdiri di sana sesuai perintah pesan itu?

 

Dia melangkah pelan mendekati jendela.

 

Dia berdiri di depan jendela sekarang, menatap lurus ke depan sana dan tidak ada apa pun selain jendela kamar asrama namja yang tertutup oleh gorden biru.

 

“Tidak ada apa pun.” ujar Juniel.

 

Dia masih berdiri di sana, menunggu sesuatu akan terjadi.

 

Lima menit kemudian. Tidak ada yang bergerak dari jendela dengan gorden biru di seberang sana.

 

“Bukankah Jiyoung sering menatap jendela itu dari sini?” gumam Juniel teringat sesuatu. “Itu,,, Jendela kamar Myung Soo kan?” Akhirnya dia ingat milik siapa jendela dengan gorden biru itu. Juniel terperangah, begitu kaget saat gorden biru itu bergeser dan Myung Soo muncul di baliknya. Namja itu memegangi sebuah buku gambar berisi tulisan.

 

“Aku sungguh ingin menghubungimu tapi aku tidak tahu nomer Hpmu. Rupanya kamu sudah menggantinya.” Tulisan di buku gambar itu berbunyi seperti itu.

 

Juniel hanya menatap.

 

Myung Soo membalik lembaran buku gambar itu.

 

“Ada yang ingin aku bicarakan denganmu.”

 

Juniel menggeleng.

 

“Temui aku di halte bus di depan jalan. Aku akan menunggumu!”

 

Juniel menggeleng. “Silahkan menungguku, aku tidak akan menemuimu,” ujarnya bicara sendiri.

 

Myung Soo melambaikan tangannya dan dia menutup gordennya kembali. Namja itu tidak muncul kembali selama beberapa menit Juniel menunggunya.

 

“Aku tidak akan pergi,” kata Juniel tegas. Dia lari ke kasurnya dan bersembunyi di balik selimut.

 

Juniel tertidur di dalam persembunyiannya. Dia baru bangun saat langit mulai gelap. Matanya melihat jam di dinding. Ini sudah sangat sore, pikirnya. Dia pun bergerak ke kamar mandi. Dia melewati jendela dan itu mengingatkannya akan sesuatu.

 

Tadi sore Myung Soo menyuruhnya pergi menemuinya di halte bus. Ini sudah hampir malam, apakah namja itu masih menunggunya? Juniel duduk di depan jendela memikirkan apa dia harus pergi menemui namja itu atau tidak.

 

“Hhhhh,,, Aku berjanji untuk tidak membuatnya kembali kepadaku lagi. Tapi terlalu sulit. Kali ini dia sendiri yang memintaku menemuinya,” desah Juniel. “Aku harus pergi? Aniya,,,”

 

Juniel berpikir kembali.

 

“Hhh,,,, aku tidak bisa menolaknya kali ini,” gumamnya menyerah dari prinsip yang dia buat sendiri.

 

Juniel berjalan gontai ke kamar mandi untuk mencuci mukanya dan mengganti baju yang sudah bau keringat. Dia pergi ke luar asrama, juga keluar dari lingkungan Karin menuju halte bus yang terdapat di depan jalan sana untuk menemui Myung Soo.

 

Apakah namja itu masih menunggunya?

 

_DH2_

 

“Aku menunggu selama ini,” ujar Myung Soo manja. Bibir tipisnya tersenyum dan itu membuat mata sipitnya menjadi lebih tipis menjadi sebuah garis indah.

 

Juniel berhenti dengan jarak dua meter di depan Myung Soo. Tidak berani mendekati namja itu, takut namja itu akan menularinya satu penyakit berbahaya.

 

“Mendekatlah, aku tidak akan menghukummu karena kamu terlambat.”

 

Kaki Juniel bergeming.

 

“Aku tahu susah bagimu memutuskan apakah kamu sebaiknya menemuiku atau tidak,” ujar Myung Soo mengerti.

 

“Seharusnya aku tidak menemuimu,” ujar Junie menyesal.

 

“Apakah kamu menyesal menemuiku di sini?”

 

Juniel mengangguk.

 

“Andwe,,” ujar Myung Soo.

 

Mimik manja itu, sudah lama Juniel tidak melihatnya.

 

“Ikutlah denganku kali ini. Aku hanya ingin membantumu,” ujar Myung Soo meyakinkan Juniel kalau dia tidak berbahaya.

 

“Membantu apa?”

 

Myung Soo mendekati Juniel, dia tersenyum lagi dan tangannya melingkar di bahu Juniel. “Aku akan membantumu meyakinkan ahjumma kalau Semester Spesial tidaklah merugikan siswa lain di Karin.”

 

“Siapa yang memberitahumu tentang ini?” tanya Juniel.

 

“Boa songsaengnim,” ujar Myung Soo. “Palli ka!” ajaknya. Mendorong tubuh Juniel masuk ke dalam bus.

 

Bus itu melaju menuju ke arah selatan Seoul, tempat di mana rumah Juniel berada. Tempat di mana Myung Soo kecil tumbuh, bersama seorang teman bernama Juniel. Dia pergi menuju tempat itu seperti melewati mesin waktu kembali ke masa lalu. Dia tersenyum penuh arti saat kakinya berada di lingkungan itu, berdiri di depan rumah teman baiknya yang dulu selalu dijadikannya tempat berlatih. Junile’s home.

 

“Apa yang akan kamu lakukan?” tanya Juniel.

 

“Sebaiknya kamu menungguku di luar saja sementara aku bicara dengan ahjumma.”

 

Juniel tidak mengatakan apa pun. Dia berdiri di depan pagar sementara Myung Soo masuk ke dalam rumahnya setalah dia sendiri yang memberi kata sandi kunci pagar rumahnya.

 

Apa yang Myung Soo lakukan di dalam sana dengan eomma-nya sama sekali tidak bisa diketahui oleh Juniel. Dia hanya menunggu dan berharap Myung Soo tidak akan dipukul oleh eomma-nya karena namja itu pernah menyakiti hati anaknya.

 

Setengah jam kemudian, kaki Juniel mulai lelah menunggu dan dia pun berjongkok menunggu namja itu keluar.

 

Kemudian,,

 

“Juniel-ah, palli ka!” Tiba-tiba Myung Soo berdiri di sampingnya mengajaknya pergi.

 

“Eoddiya?” Juniel bertanya. “Apakah kamu berhasil meyakinkannya?”

 

“Tentu,” jawab Myung Soo.

 

Juniel berdiri. “Aku tidak tahu bagaimana caraku berterimakasih kepadamu,” ujarnya.

 

Myung Soo menyodorkan tangannya di depan Juniel, dia menyuruh Juniel memegang tangan itu. Juniel bersedia menyentuhnya hanya untuk berterimakasih, tapi Myung Soo mengartikannya lain. Namja itu bersemangat menggenggam tangannya, menariknya pelan dan mengajaknya berjalan berdampingan menyusuri gang itu.

 

“Kita sering berjalan seperti ini saat kita kecil dulu,” ujar Myung Soo mengingat masa lalu. “Kurasa setiap pagar rumah di sepanjang jalan ini masih mengingat seperti apa kita dulu.”

 

Juniel diam saja, dia merasa risih tangannya digenggam Myung Soo. Berusaha melepaskannya, tapi namja itu menggenggam erat tangannya.

 

“Aku merasa kembali ke masa lalu,,” ujar Myung Soo.

 

“Kalau sungguh kita berada di masa lalu, aku berharap kita tidak akan kembali ke masa sekarang.”

 

“Waeyo?” tanya Myung Soo.

 

“Seharusnya kamu tidak hadir di kehidupanku lagi, Myung Soo-ah,” ujar Juniel keluar dari topik masa lalu mereka.

 

“Waeyo?” tanya Myung Soo lagi. Menghadapkan tubuhnya menghadap Juniel, menunggu jawaban yeoja itu.

 

“Begitu susah bagiku untuk merelakanmu bersama yeoja lain setelah kamu membohongiku.” Juniel mulai menangis. “Selama dua tahun aku membuat diriku sibuk agar berhenti memikirkanmu, tapi kamu menghancurkan semua usahaku hanya dengan beberapa saat. Kenapa memilih Karin sebagai sekolahmu? Kita tidak seharusnya bertemu kembali,,”

 

“Kamu tidak menyukai ini? Bertemu denganku lagi.”

 

Juniel mengangguk dan itu memuat bendungan air di matanya semakin banyak tertumpah. “Itu membuat hatiku terluka lagi.”

 

“Apa yang harus aku lakukan?”

 

“Molla,,”

 

“Aku benar-benar merindukanmu, aku sangat ingin melihatmu.”

 

“Kamu membuatku semakin sakit hati,” ujar Juniel. Yang maksudnya menyuruh Myung Soo berhenti berkata-kata seperti itu seakan masih mencintai dirinya.

 

“Kalau aku bisa mengulang kembali waktu, akan akan memperbaiki semuanya.”

 

“Mari kita kembali ke masa lalu dan jangan pernah kembali. Jangan pernah pergi dariku lagi.”

 

Myung Soo terdiam. “Apakah itu artinya aku harus meninggalkan Jiyoung?” gumamnya.

 

“Kamu mencintainya? Aku berharap tidak.”

 

“Aku juga mencintainya Juniel-ah,” cetus Myung Soo.

 

Tangis Juniel semakin deras. “Lepaskan tanganku.”

 

Myung Soo menggeleng menolak melepaskan tangan itu. “Aku benar-benar mencintai Jiyoung.”

 

“Lepaskan tanganmu kalau begitu. Aku akan belajar merelakanmu kembali. Dari awal. Aku bisa melakukannya. Jadi, lepaskan tanganku.”

 

“Sungguh, semua yang kulakuakn terhadapmu bukan karena Jiyoung. Itu semua karena kebodohanku sendiri.”

 

“Entahlah, aku harus mengetahui hal itu atau tidak. Aku tidak akan membenci Jiyoung kalau kamu menyuruhku. Lepaskan tanganku.”

 

“Gajimma.”

 

“Myung Soo-ya, kenapa kamu melarangku pergi setelah kamu mengatakan kamu sangat mencintai Yeoja lain? Apakah kamu namja yang tidak punya perasaan?”

 

“Karena aku bodoh,” jawab Myung Soo.

 

“Apakah kamu juga sangat mencintaku?” tanya Juniel.

 

Myung Soo mengangguk.

 

“Berhentilah membuat hatiku semakin sakit dan ijinkan aku pergi.”

 

Myung Soo menangis, entah untuk apa, tapi air mata itu sama menyakitkannya seperti air mata yang keluar dari mata Juniel.

 

“Apakah kamu tahu betapa sulitnya aku menyembuhkan hatiku karenamu? Aku selalu menjagamu tapi kamu memilih yeoja lain untuk kamu cintai. Aku memperhatikan mimpimu tanpa peduli mimpiku, tapi kamu menyakitiku. Kamu membuatku menyia-nyiakan hidupku.”

 

_DH2_

 

Namja yang tidak memilih satu dari dua pilihan adalah pecundang dan pujangga yang tidak bisa memilih satu cinta dari dua pilihan adalah penjahat.

 

Bukankah cinta hanya untuk satu orang kepada satu orang lainnya untuk menjadi satu perasaan yang sejati? Apa yang akan terjadi apabila cinta itu bercabang? Mungkin akan menyakiti satu sama lain karena pohon saja yang mempunyai banyak cabang akan membuat induk pohon mempunyai banyak beban.

 

Seoarang namja tidak bisa mencintai dua yeoja sekaligus. Dia harus memilih satu salah. Dia tidak boleh berjanji akan menyukai keduanya, karena dipastikan itu hanya sebuah janji. Apabila dia mencintai dua yeoja dalam satu waktu, itu akan menyakiti salah satu dari mereka.

 

Memilihlah, meskipun tetap akan menyakiti salah satu, tapi setidaknya itu hanya sementara. Jangan pernah mengikat seseorang dengan status perasaan yang tak pasti.

 

“Aku akan memutuskan siapa yang aku pilih, tapi nanti. Aku perlu waktu.”

 

Myung Soo berucap seperti itu di bawah payung yang menaungi dia dan Juniel saat hujan turun secara mendadak.

 

Setelah keduanya berhenti menangis, hujan turun, langit ikut menangis bersama mereka. Myung Soo mengajak Juniel makan di tempat makan yang selalu mereka datangi dulu. Hujan juga tidak berhenti setelah mereka selesai makan. Pemilik rumah makan itu masih mengingat kedunya, dia pun memberikan payung agar mereka bisa pulang.

 

“Sampai kapan aku harus menunggumu?” Juniel bertanya.

 

Myung Soo tidak menjawab pertanyaan Juniel. “Aku dan kamu masih berada di masa lalu, jadi bisakah kita tetap berada di masa lalu? Jangan bicara tentang siapa yang akan aku pilih saat ini. Aku ingin bersamamu seperti kita dulu. Jadilah Juniel di masa lalu yang menjadi bodoh karena mencintaiku.”

 

Juniel pun diam dan membiarkan tangan Myung Soo menggenggam tangannya sepanjang jalan menuju halte bus.

 

Keduanya diam seribu bahasa, duduk berdampingan di dalam bus namun ada jarak di antara keduanya. Dan, kembali berjalan di bawah satu payung yang sama saat kembali ke asrama.

 

_DH2_

 

“Seunghyun-ah, mari kita akhiri pencarian kita hari ini dan kembali ke asrama,” ujar Dongrim ke  Seunghyun.

 

“Kupikir juga begitu karena aku mulai lelah,” sahut Seunghyun setuju.

 

Dari sore hingga sekarang, Dongrim Seunghyun berada di perpustakan mengumpulkan nama siswa bermarga Shin. Pekerjaan ringan yang cukup melelahkan.

 

“Ternyata sudah jam sembilan, kalau kita telat sedikit saja keluar dari perpustakan, aku yakin kita akan dikunci di dalam sana oleh penjaga sekolah.”

 

“Geure,,” ujar Seunghyun setuju.

 

Keduanya merentangkan tangan berbarengan saat menyusuri koridor luar meninggalkan gedung sekolah dan kembali ke asrama.

 

“Kita akan melanjutkannya besok kan?” tanya Dongrim.

 

“Kalau kamu punya waktu maka datanglah ke perpustakan. Aku akan selalu berada di sana setiap sore.”

 

Dongrim mengangguk setuju.

 

Mereka berbelok ke kiri menuju halaman aula utama, menyusuri gerbang sekolah menuju asrama namja. Dengan langkah cepat keduanya menembus gerimis.

 

“Seunghyun-ah, bukankah itu Juniel dan Myung Soo,” seru Dongrim memberitahu Seunghyun dan memperlambat langkahnya.

 

Seunghyun berdiri memerhatikan Juniel dan Myung Soo yang berjalan di bawah satu payung yang sama.

 

“Kalian darimana?”

 

Seunghyun dan Dongrim menoleh  ke kanan mereka. Di sana ada Jiyoung berdiri memegangi payungnya.

 

“Aku baru pulang mencari sesuatu dan bertemu Juniel di depan sana,,,”

 

“Aku tidak punya payung, jadi dia menawarkan payungnya berbagi denganku,” ujar Juniel menyambung kalimat Myung Soo.

 

Seunghyun menatap tajam Myung Soo. Penuh kecurigaan dan ketidaksukaan, kenapa Myung Soo bertemu Juniel di depan sana.

 

“Kenapa suasana di sini menjadi sangat canggung,” gerutu Dongrim. “Karena Jiyoung punya payung, sebaiknya Juniel kembali ke asrama bersamamu dan kami berdua kembali k asrama bersama Myung Soo.”

 

“Bolehkah?” tanya Juniel kepada Jiyoung.

 

“Aish,,, Jiyoung-ah jangan terlalu lama berpikir!  Bajuku dan baju Seunghyun akan semakin basah!” desak Dongrim.

 

Jiyoung mengangguk dan Juniel berlari ke bawah payungnya. Namja dan yeoja kembali ke asrama mereka masing-masing dengan payung berbeda.

 

“Sepertinya kalian pergi bersama, bukan bertemu di depan sana,” gumam Seunghyun menyinggung Myung Soo.

 

“Kalau kamu mengetahui sesuatu, maka berpura-puralah tidak mengetahuinya,” ujar Myung Soo dingin.

 

Dongrim menatap khawatir keduanya. Dia bisa merasakan aura keduanya mulai memanas.

 

_DH2_

 

Pagi-pagi semua siswa digemparkan oleh pengumuman yang di umumkan Leeteuk melalui website resmi Karin. Kegiatan belajar siswa Tingkat Tiga akan diliput dan putar di chanel arirang (kalo di Indonesia sejenis TVRI kan?). sedikit berlebihan dan kemungkinan akan menganggu para pelajar apabila banyak crew berada di dalam kelas. Tapi,itu tidak akan terjadi karena Leeteuk sudah mengatur semuanya.

 

Tidak akan nada satu crew pun berada di Karin School. Yang ada hanya camera yang sengaja di pasang di setiap ujung kelas, ujung koridor dan beberapa ruangan lainnya untuk memantau semua kegiatan siswa. Rekaman itu akan diputar setiap hari pagi dan sore selama setengah jam.

 

Leeteuk melakukan ini untuk menghentikan kecurigaan para orang tua terhadap Semester Spesial yang mereka percayai banyak menyimpan rahasia buruk. Leeteuk ingin membuktikan program yang dia buat tidak merugikan siapa pun. Semua siswanya diperlakukan sama dan tidak ada perbedaan sikap dari para guru.

 

Hari ini, kamera-kamera itu mulai dipasangkan di beberapa tempat. Begitu banyak orang asing masuk ke lingkungan sekolah Karin dan memaksa jam pelajaran dihentikan untuk sementara.

 

Di ujung halaman sekolah Karin, Senghyun duduk sendiri di sana memerhatikan orang-orang itu sibuk memasang kamera dan membawa banyak kabel ke sana kemari. Juga memerhatikan Leeteuk yang sedang berbicara dengan seseorang. Sepertinya dia adalah dalang dari pemasangan kamera-kamera itu. Seunghyun menyebut lelaki itu seperti penjahat. Banyak kamera di Karin akan menyempitkan ruang untuknya bergerak sesuka hatinya.

 

“Aku akan protes terhadap kakek tua itu.” Mata Seunghyun menatap tajam Leeteuk yang saat ini tersenyum ke arahnya.

 

“Shin Seunghyun.” Orang yang tadi bicara dengan Leeteuk sudah berdiri di samping Seunghyun, duduk di samping Seunghyun dan tersenyum. Seunghyun tidak mau membalas senyuman itu karena dia tidak mengenalnya.

 

“Nuguya?” tanya Seunghyun bicara unformal.

 

Orang itu tertawa singkat.

 

“Ada yang lucu?” tanya Seunghyun, nada bicaranya semakin dingin.

 

“Kamu tidak mirip denganku sama sekali, tapi kenapa dia memberikan namamu padaku. Kamu lebih mirip dia,” ujar orang itu tidak di mengerti Seunghyun.

 

“Namamu dan namaku. Mirip dengannya. Apa yang sebenarnya sedang kamu bicarakan? Apa kamu mengenalku?”

 

Orang itu memandang Seunghyun. “Aku sangat mengenal kedua orang tuamu, tapi aku tidak bisa memberitahumu siapa mereka.”

 

“Waeyo andwe?”

 

“Aku hanya memberitahumu satu hal. Kita mempunyai nama yang sama. Seunghyun. Kita mempunyai marga yang berbeda. Dan  kenapa orangtuamu menamaimu seperti namaku, karena aku teman baik mereka.”

 

“Kenapa kamu tidak bisa memberitahuku?”

 

“Mereka melarangku. Mianhae Seunghyun-ah,,, Jangan pernah membenci mereka. Hiduplah dengan baik. Leeteuk ahjussi sangat menyayangimu. Suatu saat dia pasti akan membiarkamu bertemu dengannya.”

 

Orang itu pergi begitu saja dan menolak memberitahu Seunghyun lebih banyak.

 

“Siapa namamu?” teriak Seunghyun.

 

“Song Seunghyun!” jawab orang itu. Dia melambaikan tangannya.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Asuka_J12 #1
Chapter 16: Hey hey nasib band lamanya Seung gimana?? Debut (?) lg doong~ >,< *lebih peduli sm ftislandnya ternyata haha*
Oh ya, annyeong hasseyo. Newbie reader here! ^^
Overall saya suka ceritanya, complicated bingit xD tp ada tuh kata2 typo yg sdkit mengganggu. Ada kata 'ampun' di beberapa kalimat di part2 sebelumnya yg padahal kl diperhatikan maksudnya itu kan 'pemilik' ya? Tp gpp, di lain ff bisa diperbaiki :)
miminzy
#2
Chapter 16: satu hal yang aku paling sukai di ff ini, seunghyun dan minzy itu ultimate biasku >.< kyaaaaa!!!! nice story!
jiwonku #3
Chapter 14: Wowww, you are good writer, authornim. This is really complicated but I like this. Next chapter authornim...
yourylau #4
Chapter 14: next chapter authornim.
yourylau #5
Chapter 13: aku udah nunggu lama banget kelanjutan ff ini.
Good job thor.
jj_jw_sh #6
Chapter 10: Plot-nya menarik dan bikin penasaran bangeet...
Ditunggu update selanjutnya, author-nim...^^
ame112
#7
Huwaa...senengnya ada fanfiction minzy dari indonesia..
Gumawo chinggu aahh..
Eiitss bolehkan kalau manggil authornya chinggu..
Walaupun belum baca 1 chapter pun.
Tapi bakalan ku baca sampai chapter 10 malam ini juga...
<3