Chapter 10

a dream to find that

Kesempatan terbuka bagi siapa saja yang berusaha!

 

Seorang seniman asal Jepang tertarik dengan siswa-siswa Karin School yang dia perhatikan melalui broadcast mingguan di tivi. Para siswa itu mampu tampil di atas panggung layaknya idol berpengalaman. Dia ingin mengajak beberapa siswa untuk bekerjasama dalam proyek musical modern-nya. Seniman itu belum memastikan siapa yang akan dia ajak.

 

Pagi ini, website resmi Karin mengumumkan telah dimulainya audisi terbuka untuk semua siswa Tingkat Tiga dan siswa Semester Spesial. Bagaimana cara audisi tersebut. Berbeda dari audisi ajang-ajang pencarian bakat di tivi. Tidak memerlukan formulir dan identitas lengkap agar bisa ikut serta dalam audisi itu, semua identitas dan kumpulan nilai semua siswa ada pada seniman itu. Dan audisi ini, tidak akan ada juri yang melontarkan kritikkan pedas kepada para peserta. Di audisi ini hanya ada satu orang yang berhak memberikan penilaian yaitu seniman itu. Tidak akan ada babak seleksi atau apa pun. Seniman itu hanya akan meng-audisi para siswa melalui kamera yang terpasang di seluruh ruangan di seluruh kawasan Karin School, kecuali asrama.

 

Ini sungguh kabar bagus untuk semua siswa. Inilah kesempatan untuk semua siswa, tidak perlu menggunakan alasan apa pun, atau embel-embel lainnya, mereka bisa mendapatkan kesempatan emas kalau mereka berusaha untuk mendapatkannya. Leeteuk tidak ikut campur sedikit pun dalam pemilihan ini.

 

“Juniel pasti terpilih terlebih dahulu, suaranya paling tinggi di kelas kita,” kata Mir nyaring dan mendesah berat, menyadari dirinya tidak mungkin terpilih kalau dibandingkan dengan suara Juniel.

 

“Wae? Kamu keberatan bersaing denganku?” tanya Juniel dengan muka polos, menatap Mir dengan jarak sangat dekat. Dia menjulurkan lidahnya.

 

“Aku tidak tertarik bermain musikal,” kata Mir, murka kepada Juniel.

 

“Jinja?” tanya Juniel menahan tawa. Mir tidak pandai berbohong.

 

“Aku tidak akan terpilih meskipun aku berminat, bukan?” gumam Mir, tiba-tiba tidak bersemangat.

 

“Jadi benar kamu ingin terpilih? Tapi, kenapa bisa tidak percaya dengan kemampuan diri sendiri,” ujar Juniel.

 

“Mir-ah, seharusnya kamu berusaha terlebih dahulu saja!” ujar Jiyoung nimbrung, menyemangati Mir. “Aku pernah bernyanyi bersamamu kan, kurasa itu cukup bagus.”

 

“Hahaha,,,, Bagus apanya,” sahut Mir sambil tertawa.

 

“Jinja,,, Aku tidak sembarangan menilai. Lagipula, kita tidak tahu musikal itu akan bertema apa, kesempatan pasti ada,” kata Jiyoung, membangkitkan kepercayaandiri Mir. Dia tersenyum.

 

“Apa kamu sedang menggodaku karena Myung Soo tidak ada di sini saat ini?” tanya Mir, kembali pada tingkahnya yang jahil.

 

Jiyoung langsung menutup rapat bibirnya dan melototi Mir.

 

“Hahaha,,,, Aku tidak akan tergoda olehmu,” kata Mir sambil melambaikan tangannya.

 

PLAK! “Apa kamu sedang mencoba meniru Seunghyun? Gaya bicaramu itu! Cih, kamu tidak pantas menjadi playboy,” cibir Juniel terang-terangan. Dan caranya memukul kepala Mir, itu membuat Jiyoung kaget.

 

“Jadi, hanya Seunghyun yang pantas jadi seorang playboy?!” Juniel mengangguk. “Waaaa,,,,,!” seru Mir murka.

 

“Lalu, Seunghyun-ah, apa kamu tertarik dengan musikal itu?” tanya Jiyoung kepada Seunghyun yang dari tadi diam seribu bahasa duduk di kursinya.

 

Minzy menoleh untuk pertama kalinya, mengabaikan buku berisi tugas-tugas kelas bahasanya. Dia menunggu jawaban Seunghyun.

 

“Seunghyun-ah!” Mir menepuk pelan lengan Seunghyun.

 

“Dongrim-ah, eoddi?” kata Seunghyun, bicara di luar jalur topik pembicaraan teman-temannya.

 

Minzy menatap khawatir Seunghyun dan menusuk pelan lengan namja itu dengan pennya. “Ada apa denganmu?” tanyanya.

 

Seunghyun tersadar dari lamunannya, menatap semua mata teman-temannya yang kini menatapnya heran. “Wae?” Dia yang membuat bingung, dia yang bertanya.

 

“Seharusnya kami yang bertanya kepadamu,” kata Mir. “Apa yang sedang kamu lamunkan?”

 

Seunghyun menoleh ke arah Minzy. “Nan?”

 

“Kamu sangat aneh,” gumam Minzy.

 

Tok! Tok! Tok! Kyuhyun mengetuk papan tulis dengan penggaris kesayangannya untuk menarik perhatian seluruh siswa di kelas. “Apa yang kalian ributkan? Tidak menyadari aku berdiri di sini dari tadi?”

 

Kontan seluruh isi kelas diam dan meluruskan duduk mereka, kecuali Seunghyun. Matanya terdiam pada satu titik, menunduk.

 

“Seunghyun-ah!”

 

Seunghyun tidak mendengar Kyuhyun yang memanggilnya.

 

“Shin Seunghyun,,” panggil Kyuhyun lagi.

 

“Shin?” gumaman keluar dari bibir Seunghyun. Sangat pelan hingga tidak seorang pun bisa mendengarnya.

 

“Park Seunghyun!” kata Kyuhyun jelas menyebutkan marga keluarga Leeteuk untuk memanggil Seunghyun.

 

“Kamu tidak seharusnya memaggilku dengan marga Park, songsaengnim,” bentak Seunghyun nyaring, bangkit dari kursinya dan menatap tajam Kyuhyun. Seluruh mata menatapnya dan itu membuatnya sadar bahwa ternyata tidak hanya dia dan Kyuhyun di kelas itu. Matanya liar membalas semua tatapan yang tertuju kepadanya. Dia berhenti di Minzy. “Aku,,, Kenapa sebenarnya aku?” tanyanya pelan.

 

“Kamu sangat aneh,” ucap Minzy.

 

“Gwenchana?” tanya Kyuhyun ke Seunghyun. Dia mendapatkan sedikit perasaan syok setelah Seunghyun membentaknya. Dia pikir anak itu akan sangat marah kepadanya Karena dia baru saja menggunakan marga ‘Park’.

 

“Mianhae,” kata Seunghyun.

 

“Mungkin kamu mengantuk, silahkan pergi ke kamar mandi dan cuci mukamu,” seru Kyuhyun.

 

Seunghyun menurut saja. Dia bergegas ke kamar mandi dan mencuci mukanya. “Dongrim-ah, neo eoddiseo?” tanyanya kepada pantulan dirinya di cermin.

 

_DH2_

 

L.A.

“Shin, Shin, Shin, Shin,,,” gumam Dongrim sangat cepat seperti mengucapkan mantra saat dia menginjakkan kakinya di negeri ‘paman sam’ itu. Menyeret kopernya yang penuh pakaian dan membenarkan kaca mata hitamnya, tangannya yang lain sibuk memegang paspor dan Hp-nya.

 

“Ada berapa universitas yang harus kudatangi?” Dia melirik jadwal kunjungan yang dia buat sendiri saat di dalam pesawat. “Harus dimulai dari yang terdekat. Minta semua identitas dosen, lalu mencaritahu satu-persatu. Kalau mereka menolak memberikan indentitas itu, aku terpaksa menggunakan cara kasar.” Dia mengeluarkan smirk-nya dan kembali menyeret kopernya lebih jauh.

 

“Aku lapar!” cetusnya tiba-tiba sebelum masuk ke dalam taksi. Dia berpikir sebentar dan masuk ke dalam taksi. “Aku lapar, apa di Amerika ada orang yang jual makanan selain burger?” tanya Dongrim kepada supir taksi menggunakan bahasa korea. Supir itu memandangnya dengan dahi berkerut, tidak mengerti dengan apa yang dia katakan.

 

“Pabboya!” ujarnya mencaci dirinya sendiri sambil menepuk dahinya. Cepat-cepat digunakannya alat penerjemah di Hp-nya agar dia mudah berkomunikasi dengan supir itu.

 

“Thank you!” katanya sambil mengacungkan jempol kepada supir taksi yang baru saja dia tumpangi.

 

Dongrim sampai di sebuah café yang pemiliknya adalah orang korea. Benarkah? Supir taksi itu yang mengatakan kepadanya. Dia percaya saja dan meminta supir itu mengantarkannya ke tempatnya sekarang berdiri. Dia sudah sangat lapar. Dia pikir datang ke tempat orang yang mengerti bahasanya akan lebih mudah meminta makanan yang dia inginkan. Tak perlu alat penerjemah untuk makan.

 

Tempat itu meyakinkan, meskipun tak ada tanda-tanda orang sebangsa dengannya di sana, Dongrim hanya mencoba mencari tahu dan masuk ke dalam. Dia duduk di salah satu kursi di sana. Tidak, semua kursi yang ada di dalam café itu, semuanya adalah sofa. Dekorasi ruangannya sangatlah tenang dan agak klasik dengan warna coklat berpadu cream dan putih.

 

Dia menikmati lagu yang dinyanyikan seorang penyanyi di café itu dan melupakan rasa laparnya. Sampai akhirnya seorang pelayan dan bertanya menggunakan bahasa asing dengannya. “Apakah tidak ada orang korea di sini? Korea! Korea!” dia bicara sangat kasar kepada pelayan itu, menimbulkan sedikit kegaduhan. Penyanyi di café itu berhenti bernyanyi karenanya.

 

“Hhhhh,,, Aigo! Sekarang aku baru menyesal kenapa tidak meminta appa memasukkanku ke kursus bahasa asing. Yang kupahami hanya not balok,” Dia menggerutu kepada dirinya sendiri. “Sorry,” katanya meminta maaf kepada pelayan.

 

“Can I help you?”

 

Dongrim menoleh, seseorang mendekatinya dan bertanya dengan sopan. Dia memerhatikan orang itu. “Korea?” tanyanya. Orang itu mengangguk. “Hhhhhh,,, Kalau begitu jangan bertanya dengan bahasa asing kepadaku,” pintanya.

 

“Ah mianhae,” ujar orang itu meminta maaf dan membungkuk rendah.

 

“Gwenchana. Eum,, Bisakah kamu mengatakan kepada pelayan itu kalau aku sangat menyesal bicara kasar kepadanya.” Orang itu mengatakan sesuatu kepada pelayan di sana dan Dongrim tidak mengerti itu. “Aku sangat lapar, apakah ada menu lain selain burger di sini?”

 

Orang itu tersenyum saja. Beberapa menit kemudian, dia membawakan nampan berisi makanan korea untuk Dongrim. “Silahkan makan ini. Istriku memasak ini untukmu. Kami sangat jarang bertemu orang korea di sini, jadi anggap saja ini sambutan dari kami.”

 

“Ahjussi pemilik tempat ini?” tanya Dongrim. Orang itu mengangguk. “Sangat bagus!”

 

“Makanlah,,”

 

Dongrim tersenyum lebar, dia mendapatkan ijin untuk melahap makanan di depannya jadi dia tidak akan menyianyiakannya.

 

“Sebenarnya, untuk apa kamu datang ke Amerika, sendirian? Liburan?”

 

“Aniya, aku sedang mencari seseorang,” jawab Dongrim dengan mulut penuh makanan.

 

“Nugu? Yeojaneun?”

 

“Aniya,,,”

 

“Lalu? Mungkin saja aku bisa membantu.”

 

“Andwe,,, Aku tidak bisa memberitahumu siapa yang aku cari.”

 

“Arasseo,,,”

 

“”Ah! Apa ahjussi mengenalku?” tanya Dongrim.

 

“Kenapa aku harus mengenalmu?” orang itu balik bertanya.

 

“Hahaa,, Aku hanya bertanya. Akan sangat bahaya kalau kamu tahu aku ini anak Kim Heechul,” ucapnya kemudian tertawa kecil. “Lagipula tidak mungkin appa terkenal di negara ini meskipun dia punya perusahaan besar. Dia bukan orang tenar seperti Leeteuk ahjussi,” cerocosnya sendiri.

 

“Kim Heechul?” tanya orang itu.

 

“Wae? Kamu mengenalnya?”

 

“Aniya, aku hanya pernah mendengar namanya.”

 

“Lebih baik kamu tidak mengenalnya,” ujar Dongrim. Dia tertawa lagi untuk menutupi kegugupannya. “Ahjussi, kalaupun kamu mengenal appaku, kumohon jangan memberitahunya aku ada di sini. Dia bisa saja membunuhku,” pintanya.

 

Orang itu mengangguk. “Aku tidak akan memberitahunya,” dia berjanji.

 

“Gamsahamnida ahjussi,,,” ujar Dongrim tersenyum lebar. “Apa orang bernyanyi di sana itu istrimu?” tanya Dongrim mengalihkan pembicaraan.

 

“Ne,,, Dia istriku. Dia seorang Dosen.”

 

“Dosen?”

 

“Dosen untuk calon sutradara hebat di masa depan.”

 

“Wah,,, Sepertinya kamu bangga menjadi suaminya.” Apakah Dongrim bermaksud memuji orang itu atau apa, yang jelas dia berhasil membuatnya tersenyum. “Ahjussi, suara istrimu sangat bagus. Kupikir dia lebih cocok menjadi guru di Karin School.”

 

“Karin?”

 

Dongrim mengangguk.

 

_DH2_

 

Seunghyun dan Kyuhyun selalu membuang-buang waktu dengan perdebatan yang tidak penting. Selalu bertengkar mulut saat kelas vocal dimulai. Kyuhyun selalu membujuk Seunghyun melakukan sesuatu yang tidak ingin dia lakukan dan pada akhirnya Seunghyun tetap tidak mematuhinya. Dan, sikap Kyuhyun kepadanya membuatnya ingin bertanya apakah Leeteuk yang menyuruhnya. Pertanyaan yang sangat ingin keluar dari mulutnya saat jam pelajaran berlangsung, tapi itu hal yang tidak mungkin dia lakukan.

 

Usai kelas vocal, Seunghyun buru-buru keluar kelas dan menarik tangan Juniel ikut bersamanya.

 

Mata Minzy memerhatikan Seunghyun dan Juniel yang bergerak keluar kelas. Ke mana mereka? Kenapa hanya bicara berdua? Minzy hanya menghebuskan nafas panjang dari mulutnya.

 

“Hya,,, Ke mana kamu membawaku?!” teriak Juniel, memukul tangan Seunghyun minta dilepaskan.

 

Seunghyun melepaskan tangan Juniel setibanya di ujung lapangan sekolah. “Sejak kapan kamu berteman dengan Dongrim?”

 

“Sejak Tingkat Pertama.”

 

“Apa kalian sangat akrab?” Juniel mengangguk. “Bagaimana sikap Dongrim sebenarnya? Apakah dia teman yang bisa dipercaya?”

 

“Molla, meskipun kami berempat sangat akrab(Juniel,Mir,Dongrim,Changjo), tidak semua rahasia yang kami punya kami beritahu kepada satu sama lain. Meskipun begitu, dia selalu melindungiku saat siswa lain mulai mengetahui siapa eomma-ku.”

 

“Apa kamu tahu siapa orang tuanya?”

 

Juniel mengangguk pelan. “Tapi, aku tidak bisa memberitahumu.” Sesalnya.

 

“Apakah Mir juga tahu?”

 

Juniel mengangguk.

 

“Apakah Dongrim selalu absen sesukanya dan mudah mendapatkan ijin karena pengaruh orang tuanya?”

 

“Seunghyun-ah, ada apa sebenarnya? Apakah Dongrim melakukan kesalahan kepadamu?”

 

“Aku hanya bertanya,” kata Seunghyun pelan.

 

“Arasseo,” kata Juniel, dia menepuk hangat lengan Seunghyun. “Kamu juga teman yang baik untukku. Kalau kamu ingin menceritakan sesuatu, ceritakan saja.” Seunghyun mengangguk dengan sedikit canggung. “Apa aku boleh pergi?” tanya Juniel dan Seunghyun mengangguk. Juniel pun melangkah menjauhi Seunghyun tanpa merasakan apa pun. Tapi, langkahnya terhenti karena ada Myung Soo di depannya. Menatapnya penuh arti seperti seseorang meminta belas kasihan.

 

Bersikap normal Juniel-ah,,, desis Juniel kepada dirinya sendiri. Menyapanya dan tersenyum lalu pergi.

 

Mudah berkata namun sulit melakukannya. Hati Juniel bisa berucap namun nadi di tubuhnya tidak bisa menuruti kemauannya. Dia terlalu gugup sehingga tidak bisa melakukan apa pun. Mematung.

 

“Wae?” tanya Seunghyun nyaring di belakang Juniel. Dia menengok agar bisa mengetahui apa yang membuat Juniel berhenti. Myung Soo.

 

“Seunghyun-ah, palli! Kamu ingin makan di kantin bersamaku bukan?” Ide itu tiba-tiba saja melintas di kepalanya. Membuat Myung Soo cemburu dengan menggunakan Seunghyun, namun dia tidak berpikir apakah Seunghyun mengerti maksud kalimatnya. Mereka tidak mengadakan perjanjian untuk drama mendadak ini. Tidak ada kesepakatan skenario sebelumnya. Ini membuat Juniel lebih gugup.

 

“Kajja!”

 

Dirasakannya ada tangan yang menggandeng bahunya. Dia menoleh dan orang itu yang adalah Seunghyun lengkap dengan senyumannya.

 

“Palli, makan bersama di kantin. Nanti makanan kesukaanku akan habis dimakan Mir,” ujar Seunghyun manja. Menempel erat di samping Juniel. Mereka meninggal Myung Soo sendirian di sana. Seunghyun sempat tersenyum meremehkan Myung Soo dan menabrak keras bahu namja itu.

 

_DH2_

 

“Mir-ah!”

 

Suatu malam, di salah satu kamar asrama namja, dua penghuninya berbaring berdampingan di atas kasur yang sama yaitu kasur Seunghyun. Berbaring dengan gaya yang sama sambil menatap langit-langit kamar yang penuh poster girlband.

 

“Mir-ah,,,” Seunghyun memanggil pelan Mir dan Mir menjawabnya dengan gumaman. “Siapa sebenarnya kamu?”

 

“Bukankah sudah pernah kukatakan, aku tidak bisa memberitahumu,” jawab Mir pelan.

 

“Katakan saja, aku tidak akan memberitahu siapa pun,” ujar Seunghyun. “Aku hanya ingin tahu seberapa banyak rahasia yang disembunyikan semua siswa di sekolah ini.”

 

“Mworago?” Mir sedikit terkekeh.

 

“Eomma Juniel seorang wartawan yang suka menjatuhkan Leeteuk melalui artikelnya dan Dongrim adalah anak dari pemilik sekolah ini. Karena itu dia bisa libur sesuka hatinya. Aku hanya mengetahui beberapa rahasia.”

 

“Dan kamu, siapa sebenarnya kamu Seunghyun-ah?” Mir bertanya. “Kalau kamu bersedia memberitahuku, maka aku juga akan memberitahumu.”

 

Seunghyun mendesah berat. “Andwe,,” gumamnya.

 

"Berhenti mencaritahu siapa aku kalau begitu.”

 

Mir bangkit dari kasur Seunghyun, memakai jaketnya dan keluar kamar.

 

“Apakah malam ini kamu akan berlatih lagi?” tanya Seunghyun membuat Mir terhenti di ambang pintu. “Aku tahu ke mana kamu pergi akhir-akhir ini saat aku tertidur.”

 

Mir kembali masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. “Kamu membuntutiku?” tanyanya.

 

“Maukah kamu mengajakku? Aku berjanji tidak akan memberitahu siapa pun. Sangat bosan di kamar ini sendirian.”

 

_DH2_

 

@Ruang serba guna

Mir memutar lagu dengan volume keras dan menari tanpa memperdulikan Seunghyun. Namja itu berbaring di samping radio dan menjadikan tangannya sebagai bantal. Pikirannya jauh berkelana entah ke mana.

 

“Mir-ah, keahlian rap-mu sangat bagus dan kamu juga bisa menari. Ditambah berlatih keras setiap malam seperti ini. Apakah kamu sangat ingin terpilih bergabung dalam musikal itu?”

 

Mir langsung berhenti menari.

 

“Kalau kamu sangat ingin, aku akan membantumu,” ucap Seunghyun dengan entengnya.

 

“Siapa kamu sehingga bisa membuat seniman itu memilihku?” tanya Mir.

 

“Pokoknya aku bisa membantumu,” ujar Seunghyun.

 

“Lalu bagaimana denganmu?”

 

Seunghyun tertawa. “Aku tidak tertarik.”

 

“Bagaimana bisa kamu tidak tertarik?” Mir berjalan mendekati Seunghyun dan mematikan radionya.

 

Seunghyun diam.

 

“Bagaimana kamu tidak tertarik? Apakah karena kamu sudah terpilih bahkan sebelum audisi dimulai?!” tanya Mir nyaring.

 

Seunghyun berdiri. “Aku? Terpilih sebelum audisi dimulai? Aku tidak tahu itu sama sekali.”

 

“Jeongmalyo?”

 

“Aku tidak tahu tentang itu. Jinjayo!” seunghyun berusaha meyakinkan Mir.

 

“Sungguh kamu tidak tahu?”

 

Seunghyun mengangguk.

 

“Dongrim menelponku sore ini. Dia memberitahuku kalau aku harus berusaha lulus dari audisi dan terpilih menjadi salah satu cast untuk musikal itu. Dongrim ingin berkerjasama denganku dalam musikal itu. Dia adalah penanggung jawab skenario musikal itu. Dialah yang memberitahuku kalau kamu sudah terpilih bahkan sebelum kesempatan ini diumumkan. Dia sangat ingin kita bertiga berkerjasama, dia menyuruhku berusaha dan selebihnya dia akan membantuku menyakinkan seniman itu kalau aku pantas untuk dipilih. Aku berusaha keras untuk itu, tapi bagaimana bisa kamu tidak tertarik sama sekali?!”

 

“Dongrim menelponmu? Di mana dia sekarang?”

 

“Wae? Beberapa hari ini yang kamu tanyakan hanya Dongrim. Juniel memberitahuku kalau kamu juga bertanya kepadanya di mana Dongrim. Sebenarnya ada urusan apa kamu dengannya? Apa kalian pacaran dan Dongrim meninggalkanmu sendirian di sini?”

 

Bruk! Seunghyun maju dengan cepat dan meremas kerah kaos Mir. “Katakan di mana Dongrim?!” tanyanya dengan gigi beradu.

 

“Kenapa harus semarah ini, apa benar yang kukatakan kalau kamu sakit hati karena Dongrim meninggalkanmu?”

 

“Bukan saatnya bercanda,” ujar Seunghyun terdengar hampir seperti geraman.

 

“Apa aku telihat seperti sedang bercanda Seunghyun-ah?”

 

“DI MANA DIA?!”

 

Bruk! Mir mengumpulkan tenaganya mendorong Seunghyun menjauh darinya. “Kamu tidak seharusnya meneriakiku kalau kamu ingin tahu di mana dia.”

 

“Di mana dia?” kali ini suara Seunghyun terdengar lebih pelan.

 

“Katakan padaku terlebih dahulu kenapa kamu sangat ingin tahu di mana dia.”

 

Seunghyun memejamkan matanya, mencoba mengontrol emosinya sendiri. “Dia, Dongrim. Dia membawa semua daftar nama siswa bermarga Shin bersamanya,” kata Seunghyun memberitahu. “Sudah seminggu Dongrim tidak juga kembali ke asrama. Dia membuang-buang waktuku. Kalau dia memberikan daftar nama itu kepadaku, aku bisa mencari identitas mereka sendiri tanpa bantuan siapa pun. Daftar itu hal terpenting bagiku saat ini, TAPI DONGRIM MEMBAWANYA JADI APA YANG BISA KULAKUKAN SEKARANG, HAH?!”

 

Mir mengedipkan matanya. “Aku tidak tahu tentang itu,” katanya pelan.

 

Seunghyun mendesah panjang, dia menunduk untuk menyembunyikan matanya yang mulai banjir. Mir melihat itu, menimbulkan iba kepada teman sekamarnya itu.

 

“Mianhae,,” ucap Mir.

 

“Mian untuk apa?”

 

“Kalau aku tahu yang kamu cari adalah daftar itu, aku akan meminta Dongrim mengirimkannya kepadaku.”

 

“Tapi,,,,”

 

“Hp Dongrim tidak aktif setelah dia menelponku,” kata Mir, suaranya semakin pelan.

 

Seunghyun mengangguk, dia sudah mengetahui hal itu. Tentang Dongrim yang menon-aktifkan HPnya selama dia tidak ada di asrama. “Ara, dia menghindariku,,,”

 

“Aniya, bisa jadi dia sedang menjalankan rencananya untuk membantumu,” Mir berusaha membuat Dongrim tidak salah dinilai oleh Seunghyun, walaupun sebenarnya dia tidak tahu apa yang dilakukan Dongrim di luar sana.

 

“Hhhhh,,,” Seunghyun mendesah lagi. Dia mengangkat tangannya dan melambaikannya di udara menyuruh Mir menghentikan pembicaraan tentang Dongrim. Dia keluar dari ruang serba guna. Menyeret kakinya menuju koridor yang sangat jarang dilalui oleh siswa atau pun guru. Mengitari aula utama dan sampailah dia di koridor gelap, kamar mandi asrama yeoja. Ada sebuah kursi panjang di sana, Seunghyun berbaring di sana. Menatap lampu rusak di atasnya. Tak ada cahaya, takkan ada yang bisa melihat matanya banjir karena air mata. Dia bisa menangis sepuasnya.

 

“Eomma,,” panggil Seunghyun lirih. “Palli iliwa,,,(cepat datang ke sini)” dia baru saja menekan nomer Minzy dan menyuruh yeoja itu mendatanginya.

 

“Mwoya?”

 

“Palliwa,,” desak Seunghyun serak.

 

Kesal, namja itu memanggilnya sesuka hati saat dia memerlukan seseorang. Tidak peduli dengan orang yang dia panggil bersedia atau tidak. Ini sudah sangat malam, bahkan bisa dikatakan subuh tapi bisa-bisanya namja itu membuatnya terbangun dari tidur dan mendesaknya untuk keluar dari asrama. Kalau dia tertangkap penjaga sekolah sedang berkeliaran selarut ini, dia pasti akan mendapatkan masalah. Minzy tahu semua konsekuensi itu, tapi dia tetap pergi menemui Seunghyun.

 

“Hya, Seunghyun-ah! Park Seunghyun!! Kamu pikir siapa dirimu seenaknya menelponku di malam selarut ini, menyuruhku datang ke sini?” Minzy membentak Seunghyun setibanya di tempat yang sering mereka datangi. Lengkap dengan baju tidur dan kacamata tidur yang masih menempel di rambutnya, Minzy datang menenuhi panggilan Seunghyun. “Apa kamu pikir kamu adalah putra mahkota yang bisa memerintah semua pelayan istana? Atau kamu menganggap aku selirmu yang bisa kamu panggil kapan saja saat kamu memerlukanku?!”

 

“Seunghyun-ah!!” teriak Minzy, frustasi tidak mendapatkan sahutan dari namja di depannya, berbaring seperti mayat hidup.

 

“Jangan meneriakiku. Anggap saja seperti itu kalau kamu suka,” ujar Seunghyun akhirnya bicara.

 

“Mwoya?” tanya Minzy tidak mengerti.

 

“Anggap saja kamu itu adalah selir istana dan aku adalah putra mahkota, jadi kamu harus mematuhi perintahku. Dan, saat ini kamu sedang menjalankan tugasmu.”

 

Minzy terkekeh, dia melipat tangan di depan dada dan menendang kaki kursi dengan sangat keras.

 

“Aku tidak akan bangun hanya karena itu,” ujar Seunghyun. Dari tadi menyembunyikan wajahnya dengan lengan yang terlipat dan diletakkan di atas wajahnya.

 

“Geure, kalau begitu aku kembali ke asrama saja.”

 

“Aku melarangmu kembali,” ujar Seunghyun mencegat Minzy. “Tetap di sini bersamaku,” pintanya.

 

“Untuk apa?” tanya Minzy marah.

 

“Dengarkan aku,,”

 

Minzy menyadari ada yang aneh dengan suara Seunghyun. Apa namja itu sedang menangis? Minzy mendekat dan berusaha menjauhkan tangan Seunghyun dan wajahnya. Seunghyun menolak memperlihatkan wajahnya.

 

“Aku, putra mahkota kerajaan Karin, memerintahkanmu untuk menjaga jarak denganku. Mundur!!” kata Seunghyun.

 

“Aku tidak akan mematuhimu,” ujar Minzy memberontak. Dia menarik sekuat tenaga tangan Seunghyun menjauh dari wajahnya. Dia bisa melihat mata sembab namja itu, sebelum Seunghyun memiringkan tubuh membelakanginya. “Kamu menangis?” tanyanya pelan.

 

Dengan pelan, kepala Seunghyun bergerak. Namja itu membenarkan kalau dia sedang menangis.

 

“Karena apa?”

 

“Aku sangat menyedihkan,,,” jawab Seunghyun tersedu.

 

“Karena apa? Katakan semuanya.”

 

“Aku menangis hanya karena Dongrim membawa semua daftar nama siswa bermarga Shin itu,” ujarnya.

 

“Karena?” Minzy meneliti lebih jauh.

 

“Tujuanku masuk sekolah ini untuk mencari orang tua kandungku. Aku rela meninggalkan teman-teman bandku. Membuat mereka marah dan pergi entah ke mana sekarang. Mimpiku bersama mereka, memainkan sebuah lagu bersama-sama. Terkenal bersama-sama.  Bukan sukses sendiri di sini. Aku melupakan mimpiku bersama mereka untuk sesaat. Hanya dalam satu tahun aku harus menemukan orang tua kandungku. Selama ini aku membuang-buang waktu, aku baru bekerja keras dalam waktu beberapa bulan ini. Kalian tahu itu karena kalian membantuku kan?”

 

Minzy mengangguk.

 

“Kita sudah mengumpulkan banyak nama, tapi Dongrim membawa semua daftar itu bersamanya. Ke mana dia aku tidak tahu. Apa yang dia lakukan terhadap daftar nama itu aku juga tidak tahu. Baginya mungkin itu hanya sebuah daftar nama, tapi bagiku tidak. Itu benda terpenting bagiku sekarang. Waktuku di sekolah ini hanya tersisa beberapa bulan lagi. Aku tahu tidak akan mudah mencari orang yang benar dari sekian banyak nama. Aku tidak yakin waktu sesingkat sekarang bisa menemukan mereka. Dan, kalau aku tidak bisa menemukan orang tua kandungku saat tahun ajaran berakhir, apa yang akan terjadi. Apa kamu tahu?”

 

“Mwoya?”

 

“Mereka akan semakin marah denganku. Teman-teman bandku akan membenciku. Aku membuat mereka menunggu. Aku membuang kesempatan terbesar kami untuk kepentingan pribadiku. Apakah kamu ingat, aku membuat lagu yang kami ciptakan tidak diputar di radio sekolah?”

 

“Aku masih mengingat itu,” ujar Minzy.

 

“Itu membuat mereka pergi. Berlibur, tapi kenapa mereka pergi terlalu lama. Hingga hari ini rumah kontrakkan kami masih kosong. Ke mana mereka? Aku yakin mereka benar-benar meninggalkanku. Lalu, apa yang akan terjadi kemudian, aku tidak menemukan orang tua kandungku dan aku juga kehilangan mereka. Apa yang aku punya? Eobseo,,,”

 

Tangis Seunghyun semakin jelas ditelinga Minzy, lebih nyata dari semua kalimat yang terucap dari mulut namja itu. Terlalu jelas seperti tajamnya pedang yang menyayat hatinya. Minzy menarik tubuh Seunghyun untuk bangkit dan duduk bersamanya, dia berusaha membuat namja itu duduk meskipun berat. Bahu namja itu berguncang karena dia sedang menangis. Minzy memeluknya.

 

“Aku takut kehilangan semuanya. Semua kesempatan, semua orang yang sangat aku perlukan,,” Seunghyun terus saja meracau mengatakan semua yang ada di dalam hatinya. “Aku takut Minzy-ya,,,, eotteokajji?”

 

Minzy pun ikut menangis bersama Seunghyun.

 

“Kenapa Dongrim membawa daftar nama itu bersamanya? Aku bisa melakukan semuanya sendiri kalau dia tidak bisa membantuku.”

 

“Seunghyun-ah, bisakah kamu berhenti menangis?” kata Minzy, suaranya mulai terdengar serak sama seperti Seunghyun.

 

“Wae? Apa tangisku sangat mengganggumu?” tanya Seunghyun setengah membentak dan dia melepaskan pelukkan Minzy.

 

“Hanya berhenti menangis, aku benci melihatmu menangis. Bisakah kamu berubah lebih kuat? Aku akan memelukmu kalau kamu sedih tapi kumohon jangan menangis seperti anak kecil. Aku benci! Saat mendengar tangismu itu menggangguku,,,”

 

Seunghyun langsung terdiam dan tidak ada air mata yang mengalir lagi dari ujung matanya, dia tidak percaya dengan apa yang didengarnya. “Kamu,,, benci tangisanku?”

 

Minzy mengangguk. “Aku benci karena melihatmu menangis sungguh menyakitkan. Bisakah kamu menjadi namja yang lebih kuat? Silahkan peluk aku kalau kamu merasa lemah namun kumohon jangan menangis. Itu sangat menyakitiku,,”

 

“Minzy-ya,,,”

 

“Bukankah aku ini eommamu? Apakah kamu tahu tidak ada seorang eomma pun suka melihat anaknya menangis di dunia ini. Na do! Aku benci melihatmu menangis.” Minzy menjelaskan, dia benci tangisan Seunghyun bukan karena dia sungguh membenci hal itu. Dia benci karena tangisan itu menyakiti perasaannya.

 

“Eomma?” kata Seunghyun pelan.

 

“Ne, bukankah kamu menganggapku eommamu? Kalau aku adalah eommamu, itu artinya kamu adalah anakku bukan?”

 

“Aku anakmu?”

 

“Jangan pernah menangis lagi, kumohon,,”

 

“Bolehkah aku berkata jujur?” tanya Seunghyun. Minzy mengangguk. “Aku memang menanggapmu eomma, Minzy-ya, tapi aku merasa aneh saat kamu menganggapku anakmu dan memperlakukan aku seperti itu. Aku tidak suka itu,,,”

 

“Kamu tida suka aku menganggapmu anak?”

 

Seunghyun mengangguk.

 

_DH2_

 

Tiga hari kemudian, akhirnya Dongrim kembali ke asrama. Tepat jam empat sore, saat jam pelajaran tambahan untuk siswa Semester Spesial berakhir, dia tiba di Karin School. Menghidupkan Hp yang beberapa hari ini sengaja dia matikan dan mengirim pesan kepada Seunghyun. Menyuruh Seunghyun menemuinya segera di kantin.

 

Seunghyun tiba di kantin tidak lama setelah dia mengirim pesan itu. Duduk di seberangnya dengan tatapan dingin. Dia hanya mendesah melihat itu, dia tahu ini akan terjadi. Tapi, dia tidak menyangka kalau Seunghyun akan tersenyum setelah tatapan dingin itu ditujukan untuknya.

 

Dongrim tertawa. “Tahukah kamu, aku sangat gugup bertemu denganmu karena kupikir kamu akan langsung menamparku saat aku kembali,” ujarnya aneh.

 

Tatapan Seunghyun kembali terlihat tajam dan menakutkan. “Aku berencana menamparmu, tapi aku membatalkan niat itu beberapa detik yang lalu.”

 

“Wae?”

 

“Karena kamu temanku. Kamu tidak akan membuatku kecewa bukan?”

 

“Mianhae Seunghyun-ah,,,” kata Dongrim, dia menggigit bibir bawahnya.

 

“Wae?” tanya Seunghyun tak sabaran.

 

Dongrim diam, menatap lurus ke dalam mata Seunghyun. Ingin mengatakan semuanya yang dia ketahui, namun ancaman Heechul mengunci mulutnya.

 

_DH2_

 

-Flashback-

Tidak mudah mencari orang di kota maju, begitu banyak bangunan dan jutaan bahkan miliaran penduduk. Seperti mencari jarum di antara tumpukan jerami. Akan sangat sulit. Tapi, kebetulan bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Keberuntungan diperlukan untuk mendapat semua yang dicari. Dongrim mempunyai keburuntungan itu. Dihari terakhirnya di L.A. dia menyadari sesuatu yang dia abaikan selama dia berada di sana. Apa? Dia bertemu dengan orang tua kandung Seunghyun sejak pertama kali menginjakkan kakinya di sana. Dosen calon sutradara yang mempunyai pekerjaan sampingan sebagai penyanyi. Bukankah itu istri ahjussi pemilih café tempat Dongrim makan?

 

Dongrim bergegas ke café itu untuk memastikan semua dugaannya dan ternyata benar. Ahjussi dan istrinya benar-benar orang tua kandung Seunghyun. Bukan mereka berdua yang mengatakan kebenaran itu langsung kepada Dongrim. Heechul menelpon Dongrim melalui telpon café itu, memberitahu Dongrim kalau dia ada di depan café. Menunggunya untuk segera masuk ke mobil dan pulang bersamanya. Dongrim terpaksa pulang sebelum sempat bicara dengan ahjussi pemilik café.

 

“Appa!”

 

“Bicara dengan sopan denganku,” ujar Heechul.

 

“Ijinkan aku bicara dengan mereka, hanya beberapa menit. Aku berjanji akan pulang bersamamu,” ujar Dongrim memohon.

 

Heechul memegangi tangan Dongrim. “Tidak ada yang perlu kamu bicarakan dengan mereka.”

 

“Appa!” Dongrim memohon. “Mereka orang tua kandung Seunghyun,,”

 

“Tentu aku tahu,” kata Heechul tenang.

 

“Jadi, benar mereka orang tua kandung Seunghyun?!” seru Dongrim, terlonjak dari tempat duduknya, meraih pegangan pintu mobil dan ingin membukanya. Ingin berlari ke dalam café itu, namun lagi-lagi Heechul menahannya. “Appa!” jeritnya .

 

“Kamu tidak boleh melakukan itu.”

 

“Wae? WAE?”

 

“Ka,” seru Heechul memerintah supirnya untuk pergi.

 

“Stop!” teriak Dongrim kepada supir, tapi supir itu tidak mematuhi perintahnya. “Appa, aku datang ke sini untuk mencari mereka. Aku berhasil menemukan mereka tapi kamu mengacaukan segalanya.”

 

“Terserah kamu menganggapku apa,” ujar Heechul.

 

“Kamu menantangku? Geure, aku akan memberitahu Seunghyun di mana orang tua kandungnya.”

 

“Dongrim-ah,,”

 

“Aku tidak takut padamu appa.”

 

“Dongrim-ah, dengarkan aku!” kata Heechul tegas. “Kamu tidak bisa memberitahunya.”

 

“Waeyo appa?”

 

“Meskipun aku begitu dekat dengan Leeteuk, keluarga kita dan keluarga mereka seperti satu keluarga, dan Seunghyun adalah teman karibmu, kita tidak bisa mencampuri urusan mereka. Kita tidak boleh mengacaukan rencana yang ada di dalam keluarga mereka.”

 

“Waeyo appa? Seunghyun berhak tahu ini.”

 

Heechul mengangguk. “Aku bisa saja memberitahumu siapa orang tua kandung Seunghyun dari dulu, tapi aku tidak memberitahumu karena memang aku tidak boleh melakukannya.”

 

“Ada apa sebenarnya appa?”

 

“Ini semua rencana Leeteuk. Semua yang terjadi kepada Seunghyun adalah keinginannya. Bukan karena dia jahat, namun karena dia sangat menyayangi cucunya itu dan takut Seunghyun pergi darinya.”

 

“Aku pernah mendengar hal itu, Leeteuk ahjussi sangat menyayangi Seunghyun,” potong Dongrim. “Rencana apa sesungguhnya, appa?”

 

“Jangan mencampuri urusan mereka. Jangan mengatakan apapun kepada Seunghyun. Diamlah seperti aku seolah kamu tidak mengetahui apa pun.”

 

“Aku ingin membantu Seunghyun.”

 

“Kalau kamu ingin membantunya, buatlah dia merubah pikirannya. Buatlah dia bersungguh-sungguh menjadi siswa Karin dan mengasah bakatnya. Dia harus menjadi seniman hebat seperti kedua orang tuanya. Itulah yang Leeteuk inginkan.”

 

“Apa Leeteuk ahjussi melakukan sesuatu yang membuat Seunghyun masuk Karin?” Dongrim menebak.

 

Heechul mengangguk.

 

“Dia ingin Seunghyun menjadi siswa Karin dan menjauh dari teman-teman bandnya itu?”

 

“Seperti itulah,,”

 

“Appa, ini sangat tidak adil.”

 

“Dongrim-ah, apakah kamu belum mengerti? Tidak ada sesuatu yang terjadi kepada Seunghyun secara kebetulan. Semua yang terjadi padanya adalah skenario yang Leeteuk buat. Semua ini Leeteuk lalukan untuk kebaikan Seunghyun. Kita harus diam dan menonton saja. Semua akan berjalan sesuai rencana Leeteuk kalau kamu tidak mengacaukannya.”

 

“Tapi, dia sangat tersiksa karena semua ini.”

 

“Jangan masuk ke dalam permainan mereka,” Heechul memberitahu Dongrim. “Kalau kamu bersikeras ingin masuk ke dalam permainan itu, aku akan mengakhiri kontakmu sebagai composer musikal Jepang itu.”

 

_DH2_
 

“Wae?” tanya Seunghyun tak sabaran.

 

Dongrim merumuskan keputusan terbaik di dalam otaknya.

 

“Aku tidak suka menunggu,” ujar Seunghyun.

 

“Shin Seunghyun,,” Dongrim menyebutkan nama Seunghyun.

 

“Ne?” Seunghyun menunggu.

 

“….”

 

TBC

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Asuka_J12 #1
Chapter 16: Hey hey nasib band lamanya Seung gimana?? Debut (?) lg doong~ >,< *lebih peduli sm ftislandnya ternyata haha*
Oh ya, annyeong hasseyo. Newbie reader here! ^^
Overall saya suka ceritanya, complicated bingit xD tp ada tuh kata2 typo yg sdkit mengganggu. Ada kata 'ampun' di beberapa kalimat di part2 sebelumnya yg padahal kl diperhatikan maksudnya itu kan 'pemilik' ya? Tp gpp, di lain ff bisa diperbaiki :)
miminzy
#2
Chapter 16: satu hal yang aku paling sukai di ff ini, seunghyun dan minzy itu ultimate biasku >.< kyaaaaa!!!! nice story!
jiwonku #3
Chapter 14: Wowww, you are good writer, authornim. This is really complicated but I like this. Next chapter authornim...
yourylau #4
Chapter 14: next chapter authornim.
yourylau #5
Chapter 13: aku udah nunggu lama banget kelanjutan ff ini.
Good job thor.
jj_jw_sh #6
Chapter 10: Plot-nya menarik dan bikin penasaran bangeet...
Ditunggu update selanjutnya, author-nim...^^
ame112
#7
Huwaa...senengnya ada fanfiction minzy dari indonesia..
Gumawo chinggu aahh..
Eiitss bolehkan kalau manggil authornya chinggu..
Walaupun belum baca 1 chapter pun.
Tapi bakalan ku baca sampai chapter 10 malam ini juga...
<3