Chapter 7

Runaway With The Bachelor

 

 

 

Sehun mencibir dalam hati, kenapa dia bahkan mengizinkan Chaehyun untuk mengikutinya ke kantor cabangnya di italia? Dengan penuh penyesalan Sehun mengguratkan sejumlah digit pertukaran nilai saham yang harus dia hadiri di sebuah kertas cek dan pesta yang terpaksa dia hadiri juga. Kris pasti tanpa sengaja sudah membeberkan pada para sosialita Italia bahwa ‘The Oh Sehun’ yang terkenal sudah menjejakkan kakinya di Itali. Tak ada pilihan selain datang, setor muka, dan menghabiskan waktu berjam-jam disana. Membersihkan mejanya, dia mengerling ke arah Chaehyun yang sedang bermalas-malasan dengan posisi yang aneh—kepala dibawah dan kaki terkait dikepala sofa, satu tangan terkulai ke bawah dan yang lain terlontar di sisi tubuhnya—matanya terbuka dan bergulir ke arah Sehun yang berdiri.

 

“Sudah selesai?” tanya Chaehyun.

 

Sehun memutuskan untuk tidak peduli. “Aku lapar,” kata Chaehyun. Sehun tidak merespon, dia masuk ke kamar mandi, beberapa saat kemudian suara air shower bertabrakan dengan dinding mulus shower room terdengar samar-samar. Chaehyun manyun. Sudah lewat jam lima sore, dan Sehun tidak juga berbicara padanya. Bukan berarti Chaehyun ingin Sehun berbicara padanya, tapi tetap saja kan awkward banget. Dan lagi perutnya menggeram beberapa kali. Chaehyun berguling diatas sofa berkali-kali, menenangkan perutnya yang menggeram terus menerus. Uuughhhhh, keluh Chaehyun dalam hati. Chaehyun sebenarnya punya banyak sekali alasan kenapa dia harus segera menjauh dari Sehun, tapi dia mencoba untuk mengabaikan semuanya. Pertama, tinggal menghitung detik-detik sampai Sehun mengetahui bahwa dia, Adalah anak dari perusahaan saingannya. Kedua, Sehun tidak menyukainya.

 

Well, dengan sifat begitu, sepertinya dia tidak menyukai semua orang, pikir Chaehyun datar.

 

Chaehyun memutar kepalanya, berfikir. Sehun sudah termasuk sangat baik hati membiarkannya ikut ke sebuah mansion besar—yang kata sekretarisnya adalah tempatnya bekerja dan tidur—yang cukup untuk beberapa orang. Apa dia tak merasa kesepian berada disini sendirian? Chaehyun berguling-guling, mengakibatkan perutnya memprotes lagi.  Bisa-bisa aku mati kelaparan disini, Chaehyun berdiri terseok-seok lalu mencari kulkas. Dengan malas Chaehyun beringsut ke sebuah kulkas kecil yang isinya... air putih. Air putih. Benar-benar HANYA air putih. “Apa yang kau lakukan?” Chaehyun berbalik hanya untuk melihat Sehun yang memakai T-Shirt hitam dan skinny jeans. Well, dia keliatan kayak manusia biasa sekarang, dan bukannya bapak-bapak sok dewasa dengan segala macam  jas armani itu. pikir Chaehyun. “Nggak ada makanan.” Kata Chaehyun. “Disini bukan restoran.” Kata Sehun dingin. “Kalau disini restoran, sudah dari tadi kali aku mati kekenyangan.” Damprat Chaehyun balik. “Aku tak peduli.” Kata Sehun. “AAAAAHHH.... Ayolaaaaaaaaaaaah!!! Apa kau nggak lapar? Aku lapar! Aku sangat lapar!! Ayolaaaah beli makanan, beli makana—“

 

“Tidak.”

 

“Please?”

 

“Tidak.”

 

“Pretty pretty pleaaaaaaaaseeeeeeeeeee??”

 

“...”

 

“AWWWWWW WWWWHHHYYYYY? C’MOOOONNN DON’T BE A SPOILED SPOOOORTTTTT”

 

“You’re the one who being Spoiled sport.”

 

“I’M NOT! AND I NEED FOOD. I NEED FOOD, I NEED FOOD I NEED FOOD I NEED—“

 

“will you please shut up? Coz i’m trying to sleep here.”

 

Sehun memang sudah tiduran diatas tempat tidur. “Tidur? Sesiangan begini?” tanya Chaehyun, melihat keluar. Sehun tak menjawab, suara nafas teratur yang menjawab. Chaehyun nyengir. “OH AYOLAAAAAAAHHH AKU LAPAAAAAAAAAAARRRRRR!!!” Chaehyun loncat di atas tempat tidur, membuat Sehun ikut berjumpalitan karena Chaehyun. Sehun menggeram namun menenggelamkan kepalanya dibalik bantal, berusaha mengabaikan Chaehyun. “LAPAR! LAPAR! LAPAR! LAPAR! LAPAR!!” Chaehyun terus berguling-guling, sekali dua menendang tubuh Sehun, dan hampir mendorong Sehun terjatuh. Sehun berdiri, mencibir, wajahnya terlihat sangat capek dan berkantung dimana-mana. “Pengganggu.” Serak Sehun dingin, berjalan menjauh dengan bantal dan keluar kamar, mungkin mencari tempat yang lebih layak dihuni.

 

Chaehyun hanya membeku ditempat. Sehun serius. Dia terlihat sangat marah. Chaehyun menghela nafas dan berguling-guling. Apa boleh buat, pikir Chaehyun sambil meniup poninya, menjadi pengikut gelap itu kan berat. nggak mungkin aku dapat apa yang ku inginkan tiap hari. Chaehyun berdiri, dan dengan enggan membuka kulkas. Saatnya minum air putih, pikir Chaehyun kecut.

 

~~~

 

“TUAN MUDA, WAKE UUUUP!”

 

Sehun sekejap langsung terbangun. Matanya terbelalak, rambutnya acak-acakan seperti sarang burung. “Tuan muda, segeralah berganti baju dengan jas ini.” Suara itu memerintah dan mendikte Sehun—seperti manajernya. Tetapi Sehun masih merasa belum tersusun dengan benar. setelah yakin dia tak akan refleks kembali dan memeluk bantalnya, dia segera mengerjapkan mata, dan menyadari siapa yang baru saja membangunkannya. “Kau?” tanya Sehun. Chaehyun berbalik dan menyeringai, dia langsung melempar jas Sehun. “Dude, lebih baik kau cepat-cepat kabur ke konfrensi mu itu. Manajermu kelihatan—kedengaran—panik banget tadi,” kata Chaehyun. Sehun masih memandang Chaehyun tanpa ekspresi. “Apa?” tanya Chaehyun.

 

“....Kau memakai jasku.”

 

“Oh,” Chaehyun melihat tubuhnya yang berbalut jas berwarna abu-abu mengilat. “Iya, aku tahu. i’m ing gorgeous with this outfit.”

 

“.....Sebenarnya kau terlihat seperti sapi sehabis mandi lumpur.”

 

“Hmm. I’ll take it as a compliment. Kau belum lihat kayak apa rambutmu kawan. Bahkan sarang burung benaran saja lewat.”

 

Hening.

 

“Kemana sekretarisku? Kenapa kau memakai jas?” tanya Sehun. “Perubahan rencana, dude. sekretarismu punya masalah, tak bisa datang dengan tepat. Jadi dia pinta aku untuk menggantikannya.” Sehun menatap Chaehyun datar, dan kemudian Chaehyun memutar bola mata. “Kalau tak percaya, kau boleh nge-ding-dong sekretarismu itu.”

 

“Ding-dong?”

 

“Maksudku telepon. Dasar anak rumahan.”

 

Sehun memutar bola mata dan memencet beberapa digit angka. Beberapa saat kemudian suara nada sambung terdengar. “Halo?” suara familiar sang sekretaris terdengar. “Chunwoo. Kemari. Beritahu pada anak ini agar segera pergi.” Kata Sehun datar. “Maaf, Sehun-ssi. Aku tidak bisa. Aku—“

 

Suara tangis perempuan terdengar sangat keras. Kemudian gumaman-gumaman rendah.

 

“—Maafkan aku, Sehun-ssi. Ada kerabatku yang meninggal... dan aku tak bisa mengabaikan mereka.” Kata sang sekretaris dengan suara sebal. “Aku tak peduli. Apa aku membayarmu untuk mendengarkan dirimu mengeluh, Chunwoo?” tanya Sehun. “Ta-tapi, Sehun-ssi—“

 

“Aku tunggu kau tiga puluh menit disini. Aku tak ingin memecatmu.”

 

“Sehun-ssi... aku sudah berada di korea.”

 

“MWO.” Sehun berseru tanpa nada. “Kenapa? Lancangnya kau, Chunwoo. Kenapa kau tidak meminta izinku terlebih dahulu?” Sehun berkata dengan tenang, berusaha untuk tidak terdengar marah. “Tapi—Sehun-ssi—“

 

“Tidak ada alasan. Aku ingin surat pengunduran dirimu besok, di atas meja kantorku.”

 

“m-MWO?”

 

Sehun menutup teleponnya. Kim Chunwoo adalah salah satu sekretaris yang tak becus dalam menangani banyak hal—malah Butler Lee, penjaga rumahnya, adalah salah satu yang lebih berguna dari Chunwoo walau Butler Lee bukanlah tipe pekerja perusahaan. Sehun berdiri dan langsung memakai jasnya. Dia membuka handphone dan berbicara beberapa menit, dan menutupnya lagi, berjalan cepat keluar. “Ya! Bagaimana dengan diriku?!” seru Chaehyun. Sehun tidak memedulikannya, dan segera masuk ke dalam mobil—meninggalkan Chaehyun bengong di dalam rumah, sendirian.

 

Chaehyun mengerang. Sudah pasti dia akan di tinggalkan oleh Sehun. Dia kira siapa yang sudah merapikan jasnya, pikir Chaehyun dengan sebal ketika dia melihat tiga orang security berjalan kearahnya dan menarik tangannya dengan kasar. “Hei, hei!!” seru Chaehyun. “DIAM!” bentak salah satu security. “Kau tak tahu betapa kau membuat Sehun-ssi marah. Dia menyuruh kami untuk segera membawamu keluar. Kau benar-benar anak sialan,” kata salah satu security, mengumpat.

 

“Kalian tak bisa melakukan ini padaku!! Sehun mempunyai utang padaku!!” seru Chaehyun. “Seperti kami peduli saja. Dia itu adalah Oh Sehun, bocah. Dia punya mata, tangan dan kaki dimana-mana. Sekali libas, BOOM! Bahkan satu negara kecil di eropa bisa dia hilangkan dari peta dunia. Sedangkan kau? Kau hanya anak kecil dibandingkan dia.” Kata security itu, disambut tawa kedua security lain. “Mungkin, setelah kami melakukan hal yang dia inginkan, dia akan mengangkat gaji kami. Atau lebih bagus lagi menaikan derajat kami.”

 

Tentu saja ini disuruh oleh Oh Sehun. Keparat. “Yeah, man. Aku mulai muak disuruh-suruh menjadi security taman. Dulu aku adalah seorang tukang algojo hebat dan beberapa tahun kemudian, disinilah aku, menjadi seorang security.” Seru salah satu dari mereka. Protes. Chaehyun diam-diam memutar bola mata. Para security ini pastilah tipe-tipe menyedihkan yang hanya ingin bersantai-santai ria dan menginginkan gaji bulanan besar. Pantas mereka tak juga dinaikkan pangkatnya. Chaehyun menghela nafas, malas. Sialan banget, pikir Chaehyun masam. Chaehyun tak bisa macam-macam bermulut besar soal rahasia Sehun, karena itu adalah kartu AS-nya. Mengatakan rahasia Oh Sehun didepan ketiga orang ini hanya akan membuat Sehun semakin membencinya. Kalau sampai ketiga orang ini membeberkan cerita ini ke masyarakat, dan sampai ditelinga Oh Sehun, maka hidupnya yang bebas akan tamat.

 

“Kita akan sampai,” kata salah satu security. Mereka menyeringai. “Yah, nak. Ini adalah akhirmu. kita akan sampai, kau dijebloskan ke penjara, Sehun-ssi akan berterima kasih pada kami dan kami akan dinaikkan pangkatnya.”

 

Chaehyun panik. “Tunggu! Kalian tak bisa melakukan ini padaku!!” seru Chaehyun. “Dan kenapa tidak?!” seru mereka, tertawa terbahak-bahak. Chaehyun harus kabur dari sini—paling tidak, dia harus berfikir cepat. “Dibelokan itu, dan kau akan dipenjara nak.” Kata security itu santai.

 

Ayolah, otak, otak, berputarlah, berfikir!! Ayolaaaah—

 

Tiba-tiba Chaehyun mendapat ide—ide yang bisa menolongnya untuk tetap berada disini dan bisa menyusul Sehun pergi ke pesta tersebut.

 

Chaehyun’s POV

 

“Oh, tentu, tentu saja Oh Sehun itu kuat. Mungkin dia bakalan berterima kasih banget sama kalian karena sudah menendangku keluar.” Kataku tenang. pada security tersebut, memulai aksinya. “Tapi kalian tahu nggak, aku sebenarnya mempunyai sebuah rahasia.” Kataku. Ketiga security itu memandangku remeh.

 

“Aku adalah mata-mata.”

 

Hening.

 

Dan detik selanjutnya ketiga satpam tersebut tertawa melolong-lolong. Aku masih mempertahankan wajahku yang paling serius—walau, itu kan agak sulit. Maksudku, mempertahankan face sementara orang-orang disekelilingku ketawa. “Nak, kami bisa saja mengantarkanmu ke rumah sakit jiwa kalau kau sebegitu tak inginnya pergi ke kantor polisi,” kata security itu, jelas-jelas terlihat senang.

 

“Oh, Silahkan aja. Silahkan kau jebloskan aku ke penjara. Aku punya identitas sebagai intel perusahaan lawan Oh Sehun dan para polisi italia berada didalam kantong atasanku. Perusahaan Oh akan musnah sekalinya aku kasih tahu rahasia yang baru saja kudapat di dalam kantor Oh Sehun,” kataku dengan tampang yakin, menepuk kantongku, seakan ada sesuatu didalam sana.

 

Well, memang ada sesuatu disana. Secarik kertas usang yang nggak ada bedanya dengan kertas pembungkus karet.

 

Mereka memandangku, curiga. “kalian adalah tiga orang terberkati karena mengetahui hal ini. Kalau kalian memilih buat nggak mendengarkan aku, maka kalian akan berakhir dengan mengenaskan. Aku bisa bebas dengan mudah, dan kemudian aku bisa memberikan kelemahan perusahaan bosmu, dan kalian bakal dipecat.” Kataku santai. “Aku bisa tau apa yang bakal atasanmu lakukan sama kalian.” Kata Chaehyun. Security itu bergeming. “PHK Besar-besaran, penjualan saham, pemecatan tanpa pesangon terakhir. Itulah yang bakalan dia lakukan. Dan aku yakin, jika dia sudah panik, dia kelilit utang, dan kemudian menyerahkan rumahnya pada bank... beserta segala isinya.”

 

Mereka menahan nafas, mengerti apa yang kumaksud dengan ‘isinya’. Itu berarti mereka dan karyawan yang bekerja didalam rumah itu. Wajah mereka pucat, berkeringat banyak banget. Jelas banget kan mereka kebanyakan nonton film action tidak berbobot. “Tunggu,” kata security tersebut. “Kenapa kami harus percaya padamu?” katanya. Well, pertanyaan jenius, pikirku sarkatik.

 

“Karena aku nggak pernah bohong.” Bohong. “Dan aku nggak mau bikin kalian dalam kesusahan.” Ini juga bohong. Ironis. “dan, kalian punya potensi jika dikembangkan, jadi bodyguard misalnya?” triple bohong. STRIKE! “Kau... kau pikir begitu?” tanya mereka, mulai terperangkap. Aku mencoba menahan senyumku. “Jadi, datanglah ke sisi bosku! Mereka dengan senang hati menampung tiga orang setia. Kalian akan mendapat gaji layak dan lapangan kerja yang lebih nyaman. Karena toh perusahaan Oh bakalan jatuh dalam waktu dekat.” Kataku, menawarkan ‘bantuan’. Hueeek. Mereka terlihat ragu, memandang satu sama lain dengan wajah panik. Mobil dihentikan, sepertinya mereka benar-benar memikirkan hal ini.

 

“Kami memutuskan untuk tidak percaya padamu.” Harapanku jatuh seketika. “Jadi jawaban kami adalah TIDAK.”

 

“Kenapa? Kalian mau dipecat?” tanyaku kasar. “Tidak, kami memutuskan untuk mengirimkanmu ke rumah sakit jiwa saja. Karena, kau meracau. Dan walaupun kau benar, tidak ada yang akan percaya pada perkataanmu.” Kata mereka dengan senyum licik. Well, . Aku nggak berfikir sampai kesana. Ternyata mereka cukup loyal pada Sehun. Berapa sih mereka dibayar sampai-sampai mereka mau mengikuti Sehun kayak kerbau dicucuk hidungnya? “Bosku bakalan mencariku. Dan kemudian bakalan tau kalau kalianlah dalang dari semua ini.” Kataku, berusaha untuk tidak terdengar panik ketika mobil melewati plang bertuliskan ‘Asylum Milan’, sekitar lima kilometer lagi. “Kami tak peduli. Kau bisa saja berbohong pada kami, karena kau tidak punya bukti nyata untuk ditunjukkan kepada kami.” Kata security tersebut dengan santai. “Kau bisa menelepon bosku secara langsung kalau kau mau,” ucapku tiba-tiba, dan kemudian merasa menyesal sudah berbicara begitu. Mereka terlihat terkejut sebentar. Dan kemudian menyeringai lebar.

 

“Silahkan saja. Berapa nomor telepon atasanmu? Biar kami telepon dia.” Kata mereka. , ternyata kepala mereka tak sekopong yang aku kira. Sialan. Siapa sekarang yang bisa aku pintai tolong? Aku kan nggak bisa tiba-tiba ngomong ‘Hai, aku Chaehyun, mata-matamu. Dengar, aku lagi megang dokumen rahasia perusahaan Oh dan ada tiga orang idiot yang menangkapku. Bebaskan aku, please?’ ke siapapun yang bahkan aku tidak tahu siapa yang harus kupintai tolong. Dan kalaupun ada, orang itu tidak bakal mengerti apa yang aku ocehkan dan menutup telepon saat itu juga.

 

“Dan jangan coba-coba berbicara dalam bahasa korea. Aku tau kau orang korea seperti Sehun-ssi, karena tadi pagi aku mendengar kalian berbicara dalam bahasa itu. Temanku yang satu ini mengerti bahasa korea, jadi berhati-hatilah.” Kata salah satu security, mengancam.

 

Siapa kira-kira orang yang sangat dekat denganku, memiliki pemikiran secepat, sesistematis dan sesimpel aku, serta memiliki IQ sejenius (Oke, aku akan berhenti menjadi narsistik untuk sementara) aku? Siapa—

 

Tunggu.

 

Ada seseorang.

 

Sangat berbahaya menelpon orang itu, karena seperti yang sudah aku bilang, ada kemungkinan seluruh jaringan serta radar telepon di dunia sudah disadap dan diawasi oleh ayahku. “Apakah handphone-mu bisa meraih luar negeri? Apakah handphonemu bebas sadapan? Apakah jalur GSP-nya mati?” mereka curiga padaku, dan aku dengan mudahnya berbohong bahwa aku tak bisa begitu saja menelepon mereka, karena hal itu bsia membahayakan misi. Setelah mereka menjawab, aku memutuskan bahwa handphone mereka aman, karena jalur telekomunikasi mereka adalah jalur milik mereka sendiri—yang mana hal yang bagus. Aku menyeringai dan kemudian mengetikkan nomornya—nomor wanita itu.

 

Brigghitta.

 

 

 

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
morinomnom
subsribers runaway with the bachelor, upvote please?

Comments

You must be logged in to comment
Wjpark #1
Maaf, aku mau nanya sebelumnya. Ini ff hasil remake atau bukan? Soalnya, dulu banget aku kayak pernah baca ff ini. Tapi ff nya make bahasa inggris dan main cast nya itu HunHan. Terimakasih, dan maaf kalau aku salah kira hehe
Eunji07 #2
Chapter 31: satu kalimat yang aku ucapkan saat membaca baris terakhir di cerita ini, "yaaah kok udah tamat"

Jujur sebenarnya aku kurang suka ff yang menggunakan tulisan tidak baku. Tapi untuk cerita ini, pengecualian hahahaha. Aku SUKA SEKALIII. Terimakasih sudah membuat cerita yang keren, menarik, membuat penasaran, dan tentunya mengalir dengan indah dan menyenangkan sampai akhir cerita.
vinthisworld #3
Pengin baca ulang: "
Desirened
#4
Chapter 8: Keke, syarat ke 5-6 kek pengkaderan osis aja xD
sevenineLu #5
Jhoa Jhoa Jhoa
fukkdown #6
Chapter 31: 진짜 진짜 진짜 대박이다
alexellyn #7
Chapter 31: good job for the author. kenapa aku berharap ff ini ada sequelnya ya? rate-m pula. ckck. semangat untuk buat karya2 berikutnya~
luhaena241
#8
Chapter 31: Aku telat baru tau kalau 2 chapter akhirnya udah publish kkk.
Two thumbs up u/kamu!!
Suka banget bacanya dr awal, yt pertama" ngira ini ff hahhahah ga taunya bukan, hanya ada tokohnya saja yg seperti itu.
Alurnya panjang, keren, n detail tp tentu gak ngebosenin. Imajinasi kami tinggi n daebak bgt! Bagaimana kata demi kata kamu susun sehingga membentuk kalimat" yg apik terkemas didalam ff ini~
Ah, I can't talk anymore, just "two thumbs up" for you!! (y) (y)

Keep writing n fighting ne!!^^
Oiya, ngelawaknya jg dapet, terkocok" sangat ini perut kkkk
luhaena241
#9
Chapter 29: Akhirnya ff ini publish kembali!! Senangnya~ :*
Mnieunra #10
Chapter 31: >< FFnya bagusss banget haha..
Ampe greget bacany, awalny bingung mana chaehyun mana sehun ._. Tp lamalama udh nggak kok :)
keep writing '-')9