Chapter 25

Runaway With The Bachelor

“What do you mean, he’s gone?”

 

Sehun berteriak, tidak terkejut, tapi marah. Dia sudah capek-capek mengerjakan semuanya—dan yang dia maksud semuanya adalah semuanya, mulai dari paper work, kemudian mengecek satu persatu laporan pekerjaan dari cabang hotel dan perusahaan yang dia tangani secara langsung—tapi apa yang dia dapat?

 

Berita bahwa Chaehyun benar. benar. hilang.

 

“I’m sorry, sir, but he really is gone. I have searched for him for nearly three hours and got nothing.” Anak buah kapal yang diomeli Sehun mengerucut bak tikus kedinginan. Kasihan sih, pikir Hayoon yang memandang ke anak buah itu, tapi aku lebih kasihan pada diriku sendiri. Aku tidak mau di damprat Sehun kalau aku menyela.

 

“tidak berguna!” Sehun mendesis dan Hayoon yakin Sehun hampir ingin memukul si anak buah tersebut. Chaehyun segera menepuk pundah Sehun, pasrah kalau dia akan didamprat. “Bukan salahnya Chaehyun hilang,” nasehat Hayoon pelan. Sehun melemparkan tatapan tajam yang menyeramkan ke arah Hayoon.

 

“Dia hilang. Di sebuah yacht. Apa sih yang cewek bego itu lakukan? nyemplung ke laut atau apa?” Sehun menjerit stres. Ingin rasanya dia menjambak rambut sampai ke akar-akarnya lalu melemparkan diri ke depan kereta api. “Kosakata mu jadi aneh,” kata Hayoon kaget, terbiasa mendengar Sehun memakai kata-kata sopan dan formal.

 

“Kosakata adalah hal terakhir yang aku pedulikan.” Sehun menggeram.

 

“Wow. Chaehyun memakai apa sih sampai membuat mu seperti ini?” Hayoon menggeleng dan segera diam ketika Sehun memelototinya lagi. “Bagaimanapun, apa yang aku katakan benar, kan? Dia hilang. Entah kemana. Bahkan dek paling bawah sudah di cari, dan dia tetap tidak ada.” Kata Hayoon. “Dari dulu aku penasaran, kenapa kau dan Chaehyun selalu terlibat dalam sesuatu yang berbau action. Pasti asyik ya, seperti syuting James Bond atau apa.”

 

“Tidak asyik.” Damprat Sehun datar. “Ini semua ada hubungannya dengan ayahnya, aku sudah cerita kan.”

 

“Iya, tapi aku tidak tahu ayah Chaehyun sebegitu hardcore nya.” Kekeh Hayoon.

 

“Bukan urusanmu.”

 

“Aku tahu. apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Hayoon kembali ke permasalahan awal. Mata Sehun yang agak liar memandang laut yang mengeluarkan erangan ombak—bau laut yang familiar selama jam-jam terakhir ini seperti mengejeknya, mengajaknya berkelahi. Kemana anak itu, eh? Kata sang laut. Apa jangan-jangan dia lebih memilih melompat ke pelukan ku daripada ke pelukanmu?

 

Sialan. Bahkan laut pun mengejeknya!

 

“Kalau dia nyemplung, meminjam perbendaharaaan katamu,” kata Hayoon tidak sudi mengklaim kata tersebut sebagai kata-katanya,  “Maka para sailor, atau para pengunjung akan melihatnya. Dan pasti sudah diselamatkan oleh regu penyelamat tim. Yacht ini terkenal bukan hanya karena mengangkut banyak orang tapi juga karena tim lifeguard-nya yang keren... dan kuat.”

 

“Persetan dengan lifeguard itu.” Sehun berkata, berbalik sambil memakai jasnya. “Pokoknya aku tidak mau tahu. Aku hanya mau Chaehyun segera ditemukan!”

 

“Tapi bagaimana caranya?” Hayoon berkata, menyilangkan tangan di depan dada. “Aku tahu kau suka main-main, tapi jangan seperti ini juga dong. Kau harusnya tahu kita sedang dimana. Ditengah lautan. Hal terburuk adalah bahwa dia sekarang ada ditengah lautan.”

 

“Justru itu!” Sehun membentak Hayoon.

 

“Kau harusnya juga tahu kalau Chaehyun bukan orang yang bersemangat hidup rendah.” Ujar Hayoon.

 

“Semangat hidup bukan satu-satunya penentu.” Sehun menjawab datar.

 

Hayoon menghela nafas, kalah. “Kalau begitu, apa yang kau inginkan?” tanya Hayoon. “Semua sudah dilakukan diatas yacht ini.”

 

“Semuanya sudah dilakukan diatas yacht ini,” gumam Sehun. “Bagaimana dengan diluar yacht?”

 

Hayoon mengerutkan dahi. “Apa maksudmu?”

 

“Sehun-ssi!” tiba-tiba seseorang dengan muka luar biasa tampan berlari kea rah mereka. “Hm, Hyunkyun-ssi. Apa hal yang aku minta padamu sudah kau lakukan?” tanya Sehun dengan lagak sok pentingnya. “Sudah, Sehun-ssi.” Pria tersebut menarik nafas panjang, dadanya serasa sangat pekat akan api kekurangan oksigen. “Kapal-kapal yang berpapasan dengan yacht kita adalah black pearl dan satu kapal berisi mobil-mobil milik dealer Amerika. Setelah itu tidak ada lagi.” Kata cowok tersebut.

 

“Black Pearl dan sebuah kapal dealer Amerika? Ke arah mana mereka?” tanya Sehun kemudian. “Black Pearl hendak transit menuju Korea dan kapal dealer tersebut hendak menuju ke Shanghai.”

 

“Bukankah Black Pearl kapal milik perusahaan Kim Myunghee?” ujar Hayoon setelah ingat semuanya. “Kau benar.” Sehun mengangguk. “Kemungkinan besar orang-orang itu pastilah menculik Hayoon. Tapi bagaimana caranya? Kita kan hanya berpapasan. Bukannya berhenti sejam dua jam atau apa.” Sehun mengurut kepalanya.

 

“Sebenarnya, Sehun-ssi.” Hyunkyun membuka suara pada akhirnya, “Kapal dealer itu berhenti sejenak.”

 

Sehun dan Hayoon mengedip.

 

“Kapal dealer?” Sehun berkata tajam. “Untuk apa?”

 

“Ternyata kapal itu bukan hanya untuk menjual mobil, tapi juga jasa menitipkan mobil.” Ujar Hyunkyun. “Di yacht ini, ada beberapa mobil terangkut dan komandan berfikir akan lebih baik menitipkan mobil ini kepada dealer tersebut. Lagipula pemilik kapal tersebut teman baik komandan.”

 

“Mobil milik siapa itu semua?” tanya Hayoon penasaran. “Mobil para pengunjung. Mereka sudah dijamin oleh komandan jadi mereka tidak usah takut mobil mereka dicuri.” Hyunkyun melanjutkan. “Tapi kan kalian tidak mungkin tiba-tiba diam begitu saja, ditengah lautan.” Kata Sehun lebih tajam dari biasanya. “Kami berhenti kok, apa anda semua tidak merasakannya? Memang kami berhenti tengah malam tadi, di sebuah pelabuhan kecil untuk menyelesaikan beberapa masalah.” kata Hyunkyun bingung.

 

“Tengah malam?” semakin membingungkan. Hayoon sibuk mencorat-coreti sesuatu dan akhirnya ketika selesai dia menunjukkannya pada Sehun.

 

4 PM : perjalanan menuju kapal.

5 PM : Sampai di kapal.

5.25 PM : Sehun X Chaehyun (FIGHT.)

6 PM : Selesai FIGHT. xD

7.30 PM : Aku sadar Chaehyun hilang

9  PM : Kami mengobrol sebentar.

12 PM : Tidur

Esok harinya, jam 7 AM alias pagi ini Sehun marah-marah.

 

 

“Nih. Berguna kan?”

 

“Kau ngapain sih?” Sehun menyipitkan matanya kearah Hayoon tapi tetap mengambil catatan tersebut. “Apa kau benar-benar menghafalkan jam-jam ini?” tanya Sehun, “Tanpa ragu-ragu?”

 

“Tanpa ragu-ragu. Soalnya aku melihat ke arah jam setiap saat. Entahlah, aku suka saja melihat jam.” Hayoon mengangguk tanpa sanksi. “Kalau menurutmu, Chaehyun hilang jam 7.30 malam.” Kata Sehun. “Tapi aku tidak melihatnya hampir setelah kami ber… bertengkar.” Riskan sekali mengatakan kalimat itu. “Dia langsung kabur begitu saja.”

 

“Salah siapa coba?” Hayoon bergumam dan diam melihat mata Sehun yang berkilat kejam. “Kalau begitu dia menghilang di waktu-waktu sore itu… dan kapal dealer itu ada tengah malam. Tepatnya jam dua belas malam, benar kan Hyun-kyun-ssi?” tanya Sehun. Hyunkyun mengangguk membenarkan. “Baiklah. Terima kasih, Hyunkyun-ssi.” Sehun berbalik dan Hayoon mengikutinya.

 

“Jadi?” tanya Hayoon.

 

“Aneh sekali. Aku yakin sekali Chaehyun pasti hilang sebelum jam dua belas malam karena—“

 

“Karena?”

 

Karena Chaehyun akan selalu datang ke kamarku dan tidur di atas tempat tidurku tapi hal itu bukan hal yang pantas untuk dikatakan jadi Sehun diam saja. “Ah, tidak.” Sehun berdeham. “Yang pasti Chaehyun bisa hilang di antara jam lima sampai jam delapan. Lalu mobil dealer itu ada tengah malam.” Sehun menggarisi tulisan 12 PM dengan tebal sekali sampai-sampai kertasnya merobek. “Jangan lupakan Black Pearl. Itu milik Kim Myunghee-ssi.” Hayoon mensugesti. Dia terdiam sebentar lalu buka mulut lagi. “Wow. Keren. Aku serasa ikut ke dalam misi rahasia.”

 

“Shut up.” Sehun memutar bola mata. Kemudian handphonenya tiba-tiba berdering.

 

Private number.

 

“Halo?” Sehun berseru, was was karena dia akan sangat bahagia sekaligus takut jika dia tahu siapa orag dibalik handphone tersebut.

 

Dia disekap. Harus bantu sekarang juga.”

 

Suara itu jelas bukan suara Chaehyun—terdengar lebih keras sekaligus cempreng. “Apa?” teriak Sehun. “Siapa kau?”

 

“Aku teman Chaehyun.”

 

Darah dalam tubuh Sehun serasa membeku. “Apa?” Hardik Sehun. “Apa yang terjadi? Mereka siapa? Chaehyun kenapa? KAU SIAPA?”

 

Hal ini bukan urusanmu.” Suara itu terdengar lebih dingin. “Aku melihatnya—dia disekap dan disiksa dengan kejam dan kau harus membantunya.”

 

“Apa yang harus kulakukan?” kata Sehun panik.

 

Aku tak tahu!” batuk parah. “…yang aku tahu adalah bahwa ini kerjaan orang gila. Kau harus segera menolongnya. Dia ada di kapal mobil.”

 

“Di kapal mobil dealer cecunguk itu?” hardik Sehun. “Bukan di Black Pearl?”

 

Aku—“ suara itu tiba-tiba terputus dan terdengar dengungan marah seorang pria, lalu putus. “halo? HALO? HALO?! Sialan!” Sehun memukul dinding disampingnya dengan penuh amarah. Berkali-kali ia menekan tombol handphone yang tidak diketahui tersebut namun nihil.

 

Sekarang apa yang harus dilakukannya? Apa yang harus dilakukannya tanpa Chaehyun? Di titik ini, Sehun menyadari bahwa keberadaan Chaehyun dalam hidupnya sudah mengurat akar, hampir tak bisa dicabut, dan ini adalah bukti—bukti bahwa Sehun benar-benar…

 

Sehun menggelengkan kepala. Tunggu. Bukan saatnya untuk memikirkan hal seperti ini. “Apa yang baru orang itu katakan?” Tanya Hayoon. Sehun mereka ulang hal yang baru dia dengar dengan suara desisan lemah sambil berjalan cepat ke kamarnya, menyuruh Hayoon mengikutinya. Disaat seperti ini, Hayoon sudah seperti Chaehyun kedua—hanya saja, Chehyun lebih tinggi, lebih kurus, lebih tidak berisi, lebih tajam, dan lebih—

 

Tunggu. Jangan. Sehun menggelengkan kepala dan Hayoon memajukan bibirnya, berfikir. “Siapa tuan besar yang dibicarakan ini?” Sehun berbisik. “Entahlah, aku tidak mengerti.” Kata Hayoon mentok. “Tapi satu hal yang aku tahu, Chaehyun sedang dalam bahaya.” Entah kenapa, Hayoon terdengar sedikit panik. Sehun memejamkan matanya sebentar.  “Jangan takut,” kata Sehun. “Chaehyun bukan anak yang mudah disakiti. Mungkin sekarang dia sedang pura-pura pingsan atau apa.”

 

Walau Sehun berkata begitu, dadanya mengkhianatinya. Dia merasa sangat tidak aman dengan keadaan Chaehyun tapi mungkin yang dia katakan tadi ada benarnya juga. Mungkin Chaehyun, dengan seribu satu akalnya tersebut, malah sudah melumpuhkan semua penjaga disitu.

 

Berpegangan dengan tali yang rapuh itu, Sehun mendongak dan berkata dengan mantap. “Ayo, kita cari Black Pearl dan dealer keparat itu.”

 

 

 

 

 

CHEHYUN POV’S

 

Hitam.

 

Semuanya terasa sangat hitam, dan sangat sakit, dan tubuhku tidak bisa bergerak.

 

Itulah yang sudah aku rasakan selama beberapa jam terakhir. Tubuhku terasa terpotong-potong sehingga tidak bisa merasakan apapun lagi, dan dia juga membaui darah. Tubuhnya berdarah, banyak.

 

Aku tidak menyangka akhirnya hari seperti ini datang. Hari dimana aku yang menjadi mangsa dan bukan pemangsa, tapi ini riil dan aku bukannya bisa menghindarinya. Sekarang kaki kiriku mungkin patah dan kepalaku sakit sekali dan rasa besi dan garam di bibirku terasa menusuk karena aku sudah menggigit bibirku sampai berdarah dengan sangat keras beberapa jam terakhir ini.

 

“Menyerahlah, nak.” Suara robot-garis miring-alien bajingan itu membujuk, dan aku kepingin banget memberontak dan melakukan hal-hal brutal ke mulutnya. Mungkin mengambil alat pengubah suara itu, menelanjangi orang ini dan memasukan alat pengubah suara itu ke lubang pantatnya?  “Kami hanya ingin tahu apa kau benar-benar anak Kim Myunghee.”

 

Mungkin tubuh tidak bergerak, tapi kepala masih bekerja kencang. Setelah pukulan dan pertanyaan bertubi-tubi mengenai tubuhnya silih berganti, akhirnya mengambil kesimpulan bahwa orang-orang yang dihadapannya bukanlah orang bawahan ayahnya. Pertama, mereka terlalu kasar. Kedua, mereka berkali-kali bertanya apakah dia anak dari Kim Myunghee yang mana merupakan kejanggalan. Ketiga, mereka tidak memberikan aku pepsi.

 

Hei, itu parah lho. Maksudku, pepsi. Pepsi itu murah.

 

Hening.

 

“jawab!” dan aku tersentak ketika mereka memukul perutku dengan sesuatu yang keras sekali.

 

Aku terbatuk-batuk dan mual, aku segera memuntahi semua makan siang terakhirku. “Ew, gross.” Kata salah satu dari mereka dan tiba-tiba kepalaku dijenggut ke atas. Aku berteriak. “Apa sih susahnya bilang iya?” Tanya orang itu kejam. Aku diam. Bukannya karena aku takut tapi karena aku sudah tidak bisa bicara—maksudku, untuk apa aku menggigiti bibirku sampai luka parah tingkat dewa kalau bukan karena tidak ingin bicara?

 

“Jawab!!” dia mendorong kepalaku kebawah dan aku merasa genangan muntahan menempel dimukaku dan dia menggesekkan mukaku ke sana. Suara tawa lagi.

 

Ini adalah hal paling memalukan dan paling menghinakan dalam hidupku.

 

Aku menahan keinginan untuk membuka mulut karena mulutku sakit sekali. “Masih belum mau bicara ya?” orang itu berbisik. “Oke. Oke, ini maumu.” Dia berdiri dan membiarkan aku digenangan menjijikan ku itu dan berkata, “Kami akan meninggalkanmu disini. Kami akan ke sini lagi untuk menanyakan apakah kau… sudah… berfikir ulang.”

 

Suara tawa yang gahar, lalu terdengar suara pintu dibuka dan terdengar suara—

 

Laut?

 

Dan pintu ditutup lagi.

 

Aku tak bisa bergerak, dan muntahan dibawah mukaku ini menjijikan. Aku beringsut sedikit. Bau muntahan menguar ke seluruh penjuru. Kalau aku bisa, aku pasti sudah muntah, tapi sayangnya perutku sudah kosong dan aku tidak tahu apa yang mau aku muntahkan kecuali kutukan kutukan paling parah dan kotor yang pernah kau dengar dalam hidupmu.

 

Apa yang harus kulakukan sekarang? Aku tidak memegang senjata apapun, tidak dapat bergerak, dan tidak ada seorang pun yang bisa kuperdaya disini. Aku berusaha menggerakan tanganku tapi tanganku ternyata berdarah juga karena terlalu kencang diikat.

 

Paling tidak orang-orang itu meninggalkan aku sendirian jadi aku bisa menyusun rencana.

 

Aku mendengar suara beringsut dan aku langsun pura-pura pingsan. Siapa itu? Bukankah aku berada sendirian disini? Siapa orang yang tengah beringsut ini?

 

“T… Tuan.. muda?”

 

Aku melebarkan mata dan seketika tubuhku mati rasa.

 

“hmm?” aku hanya bisa bersuara. Bibirku masih sakit dan berdarah-darah dan perih. “Tuan muda, kau… t-tidak apa-apa?” suaranya mengerikan—seakan Brigghitta sudah kehilangan semua harapan hidupnya. Aku hanya mengeluarkan suara-suara mengiyakan dengan susah payah, dan segala rasa perih menusuk bibirku tanpa ampun.

 

Kemudian terdengar suara isakan.

 

Brigghitta menangis.

 

Aku bengong. “Ma-maafkan saya. Saya, saya tidak berhasil me-melindungi Tuan muda. Maafkan saya.” Ulangnya sambil menangis kencang.

 

Brigghitta pernah bilang padaku, seseorang menangis bukan berarti dia orang yang lemah—tapi karena dia sudah tidak kuat lagi. Brigghitta yang itu bilang begitu padaku. Brigghitta, role model ku. Brigghitta.

 

Sekarang Brigghitta menangis.

 

“Tuan besar… bukan dia yang melakukan ini.” Brigghitta berkata, dan aku masih bisa mendengar isakan disela-sela perkataannya. “Ini pekerjaan orang lain. Se-sepertinya orang-orang mulai tahu kalau kau anak Kim Myunghee. Mereka… dendam. Banyak sekali orang dendam pada Tuan Besar, ta-tapi aku…” tangisan lagi.

 

Brigghitta ketakutan?

 

Aku tidak bisa mendengar lagi, tiba-tiba satu harapan kecil dalam hatiku putus. Brigghitta adalah pilarku, orang yang membangun diriku. Dia ekivalen denganku, dia adalah satu denganku. Kami sama, kami tidak berbeda. Apapun yang membuatnya senang akan membuatku senang, dan yang membuatku marah akan membuatnya marah.

 

Hal yang pasti adalah, bahaya didepan kami tidak main-main—Brigghitta pernah cerita dia menghadapi satu geng motor sendirian dan dia menang, aku tidak tahu apakah dia membual atau tidak, tapi aku yakin aku sangat mengaguminya dan aku berjanji jika sudah besar aku akan jadi seperti dia.

 

“Maafkan saya.”

 

Satu api keyakinan padam.

 

Tiba-tiba Chaehyun ragu dengan rencana-rencana gila yang sudah dia susun dalam kepalanya, yang sekarang menghilang seperti dihapus, dan Chaehyun tahu dia tidak akan dapat memikirkan segala sesuatunya dengan baik.

 

Tidak ada yang akan menolongnya. Tidak Sehun, tidak Hayoon, bahkan Yamada, atau ayahnya. Karena mereka bahkan tidak tahu Chaehyun hilang. Mungkin Sehun sekarang sedang bermesraan dengan Hayoon. Mungkin sekarang Yamada sedang berada di ujung dunia seperti ayahnya. Brigghitta? Kenapa dia ada disini? Pertanyaan itu menggaung dalam hatinya, tapi suara isakan Brigghitta lah yang terdengar, dan bukan pertanyaan yang dia inginkan.

 

Perlahan tapi pasti, Chaehyun tenggelam, tenggelam dalam kolam kesedihan dan keputusasaan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kim Myunghee mengangguk mendengar laporan terakhir tersebut.

 

Walau dadanya berdetak kencang, panic menguasai tubuhnya, tapi dia tetap harus tenang. Dengan perlahan dia menumpu tangan di dagunya, matanya memandang telepon dengan penuh perhatian. Dia tidak akan melakukan segalanya sendirian.

 

Hening.

 

Masih belum ada tanda-tanda telepon itu akan berdering.

 

TRRRRRRRT.”

 

Akhirnya. Kim Myunghee menghela nafas.

 

TRRRRRRRRRT.”

 

Dengan pelan tapi pasti, dia mengangkat telepon itu. Dia tahu siapa yang akan meneleponnya, dan dia jelas akan mendukung apapun yang orang ini katakan. Semua demi anaknya.

 

Demi Chaehyun.

 

Dia menempelkannya ke telinga dan sebelum orang itu dapat berkata Myunghee berbisik, “Selamat malam, Oh Sehun-goon.”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Fufuufufufufufufufufufufufufufufufu.

Aku zuka Squidward.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
morinomnom
subsribers runaway with the bachelor, upvote please?

Comments

You must be logged in to comment
Wjpark #1
Maaf, aku mau nanya sebelumnya. Ini ff hasil remake atau bukan? Soalnya, dulu banget aku kayak pernah baca ff ini. Tapi ff nya make bahasa inggris dan main cast nya itu HunHan. Terimakasih, dan maaf kalau aku salah kira hehe
Eunji07 #2
Chapter 31: satu kalimat yang aku ucapkan saat membaca baris terakhir di cerita ini, "yaaah kok udah tamat"

Jujur sebenarnya aku kurang suka ff yang menggunakan tulisan tidak baku. Tapi untuk cerita ini, pengecualian hahahaha. Aku SUKA SEKALIII. Terimakasih sudah membuat cerita yang keren, menarik, membuat penasaran, dan tentunya mengalir dengan indah dan menyenangkan sampai akhir cerita.
vinthisworld #3
Pengin baca ulang: "
Desirened
#4
Chapter 8: Keke, syarat ke 5-6 kek pengkaderan osis aja xD
sevenineLu #5
Jhoa Jhoa Jhoa
fukkdown #6
Chapter 31: 진짜 진짜 진짜 대박이다
alexellyn #7
Chapter 31: good job for the author. kenapa aku berharap ff ini ada sequelnya ya? rate-m pula. ckck. semangat untuk buat karya2 berikutnya~
luhaena241
#8
Chapter 31: Aku telat baru tau kalau 2 chapter akhirnya udah publish kkk.
Two thumbs up u/kamu!!
Suka banget bacanya dr awal, yt pertama" ngira ini ff hahhahah ga taunya bukan, hanya ada tokohnya saja yg seperti itu.
Alurnya panjang, keren, n detail tp tentu gak ngebosenin. Imajinasi kami tinggi n daebak bgt! Bagaimana kata demi kata kamu susun sehingga membentuk kalimat" yg apik terkemas didalam ff ini~
Ah, I can't talk anymore, just "two thumbs up" for you!! (y) (y)

Keep writing n fighting ne!!^^
Oiya, ngelawaknya jg dapet, terkocok" sangat ini perut kkkk
luhaena241
#9
Chapter 29: Akhirnya ff ini publish kembali!! Senangnya~ :*
Mnieunra #10
Chapter 31: >< FFnya bagusss banget haha..
Ampe greget bacany, awalny bingung mana chaehyun mana sehun ._. Tp lamalama udh nggak kok :)
keep writing '-')9