Chapter 8

Careful What You Wish For

 

Jeonghan berdiri di hadapan meja kerja Seungcheol, tangannya dilipat di depan dada dan ekspresi marah menghiasi wajahnya. Seungcheol dari tadi tidak menghiraukannya dan memilih menekuni kertas-kertas penting di meja.

Semenit, dua menit berlalu. Seungcheol tidak juga berpaling dari pekerjaannya. Sampai lebih dari lima menit, Jeonghan akhirnya berbicara. "Kau mau sampai kapan menganggapku tidak ada?"

Seungcheol meletakkan pulpen di tangannya agak keras di meja. "Kau mau sampai kapan menggangguku?" Sudah seminggu sejak acara berkumpul mereka. Jeonghan tidak berhenti memberinya ceramah dan nasehat sejak hari itu. Apa lagi kalau bukan mengenai Jihoon?

"Kau tahu betul aku mengganggumu karena apa, Cheol." Kedua tangannya ditumpukan ke meja, badannya condong kedepan dan matanya menatap lurus-lurus mata Seungcheol. "Tentang Lee Jihoon."

Seungcheol mengalihkan pandangannya, tidak berani membalas tatapan mata asistennya itu. Tiba-tiba sudut mejanya terasa lebih menarik untuk dilihat. "Sudah kubilang tidak ada apa-apa. Kau ini yang berpikir macam-macam."

"Kau selalu bilang begitu setiap kali kutanya. Aku melihatmu seminggu yang lalu Cheol, dan aku tidak suka dengan apa yang kulihat. Perlukah kuingatkan kalau Jihoon itu pa-"

"Dia itu pacar Mingyu. Aku tahu itu, kau tak perlu mengingatkanku tiap hari, Jeonghan-ah."

"Jadi?"

"Apanya yang 'jadi?', sudah kubilang tidak ada apa-apa." Sungguh, ia sendiri pun masih bingung akan perasaannya pada Jihoon. Bagaimana pula ia harus mengatakannya pada Jeonghan? Apakah ia harus berkata, ‘Hey, mungkin aku suka padanya. Kadang-kadang aku memimpikan dan memikirkannya.’? Bisa-bisa dia dihajar bukan hanya oleh Jeonghan saja.

Seungcheol berbohong. Jeonghan tahu itu. Bos di depannya ini terlalu keras kepala untuk mengatakan yang sebenarnya. Bahkan dia masih menghindari bertatap mata dengan Jeonghan. Kalau sudah begini, Jeonghan tidak punya jalan lain.

“Minggu besok datanglah ke kafe Dalkhom. Kita lanjutkan pembicaraan ini disana. Jangan lupa datang.” Pintu ruangannya ditutup dengan setengah dibanting saat Jeonghan keluar.

Seungcheol menghela napas. Sahabat sekaligus asistennya itu memang kadang terlalu suka ikut campur. Jika firasatnya benar, di kafe besok bukan hanya Jeonghan yang akan ditemuinya.

 

Sudah kuduga,’ pikirnya.

Duduk dihadapannya, Jeonghan dan Jisoo sedang menatapnya dengan senyum. Senyum mencurigakan, kalau perlu Seungcheol tambahkan. Kalau disuruh memilih, Seungcheol memilih tidak ingin datang. Jika Jeonghan sudah mengajak Jisoo, itu tandanya Jeonghan tidak main-main.

Terakhir kali Seungcheol tidak bercerita pada mereka sedikitpun tentang masalah hutang yang melilit agensi, Jisoo berhasil membuatnya menceritakan semuanya. Seungcheol tidak tahu bagaimana dia melakukannya, tetapi Jisoo sangat ahli. Kalau saja ada agen rahasia yang mau merekrut Jisoo menjadi tukang interogasi, mereka pasti sukses besar. Benar-benar kemampuan yang mengerikan.

“Mau pesan apa, Cheol?” Jeonghan duluan buka suara.

“Seperti biasa.” Seungcheol menjawab dengan malas.

Selagi Jeonghan dan Jisoo memesan, Seungcheol memperhatikan sekitarnya. Kafe ramai seperti biasa. Cuaca sedang cerah-cerahnya, sehingga penerangan dari jendela sudah cukup untuk seisi ruangan. Tempat mereka duduk terletak tepat di samping jendela yang menghadap bagian depan kafe sehingga terlihat orang-orang berlalu-lalang. Suasananya sangat nyaman dan Seungcheol akan sangat menikmati sore yang tenang di kafe Dalkhom dengan ditemani secangkir kopi dan beberapa camilan, tapi tidak kali ini.

“Jadi,” Seungcheol tersadar dari lamunannya oleh suara Jeonghan. “Kita mulai saja. Jisoo, tolong ya.” Yang dipanggil hanya mengangguk dan tersenyum. Lalu matanya beralih pada Seungcheol.

“Aku akan ke toilet. Kalian bicara saja dulu.” Setelah sosok Jeonghan tidak terlihat lagi, Jisoo mulai bicara.

“Jadi.. kau dan Jihoon?”

“Aku tidak tahu apa saja yang sudah Jeonghan ceritakan padamu, tapi jawabanku tetap sama. Tidak ada apa-apa, kalian tidak usah khawatir.”

“Mingyu dan Jihoon cocok, ya?” Tiba-tiba jisoo mengalihkan pembicaraan.

“Hah? Oh, ya. Mereka tampak cocok sekali.” Seungcheol berusaha meredam pikirannya yang terus menjawab ‘Tidak, sama sekali tidak cocok.’

“Bukankah Mingyu yang tinggi dan Jihoon yang satu kepala lebih pendek darinya itu perpaduan yang imut?”

“Mmhmm. Imut sekali.” Bohong.

“Mingyu kelihatan senang sekali waktu ada Jihoon. Kita sebagai sahabatnya juga jadi senang melihatnya.”

Seungcheol hanya mengangguk mengiyakan. Kau tahu kau tidak senang, Cheol.

“Mereka tampak bahagia.”

“Ya.”

“Apa kau bahagia, Cheol?”

“Eh?” Pertanyaan itu mengejutkannya. Sungguh tak terpikir olehnya bahwa Jisoo akan balik menanyainya. Terbersit di pikirannya ingatan samar tentang dirinya yang terduduk di sofa ruang tamu apartemennya, menanyakan dirinya hal yang sama. ‘Apakah aku bahagia?’

Seketika pikirannya penuh. Tentang ingatan-ingatan yang tiba-tiba muncul mengenai Jihoon, tentang tangan mungil yang digenggamnya, dan bibir yang dirasakannya. Dan tentang Mingyu dan Jihoon.

Seungcheol tidak menyangkal bahwa dia lebih suka membayangkan dirinya yang berada disamping Jihoon daripada Mingyu. Karena entah kenapa Jihoon yang berada di sisinya itu terasa benar. Otaknya memerintahkan dirinya untuk mengatakan ‘Ya, aku bahagia’ agar sesi interogasi ini selesai, tapi mulutnya berkata lain.

“Tidak, Jisoo. Aku tidak bahagia.” Seungcheol menatap mata Jisoo dengan berani. Jisoo tidak terkejut, ekspresi wajahnya malah menunjukkan bahwa inilah jawaban yang dinantinya dari Seungcheol. “Mana mungkin aku bahagia kalau orang yang kusukai menjadi milik orang lain?”

Asalkan Jihoonie bahagia, aku juga bahagia. Meski dia tidak bersamaku, aku rela.’

Seungcheol membelalak terkejut.

Jisoo hanya tersenyum padanya. “Kau seharusnya bahagia, Cheol.” Diucapkannya terima kasih pada pelayan yang mengantarkan pesanan mereka lalu kembali melanjutkan perkataannya. “Jihoon sudah punya Mingyu. Dia tampak bahagia.” Diaduk-aduknya sebentar kopi miliknya. “Bukankah itu yang kau minta?”

“Apa maksudmu?”

Jisoo hanya tersenyum. “Kau akan mengerti nanti, Cheol. Sekarang bukan waktu yang tepat. Yang jelas, jika ada yang harus disalahkan atas keadaan ini, maka kau sendirilah orangnya.”

Ucapan Jisoo bukan membantunya, tetapi membuatnya bertambah pusing. Tepat saat Seungcheol akan membalas ucapannya, Jeonghan kembali. “Apa saja yang sudah kulewatkan?” Ucapnya sambil medudukkan diri disamping Jisoo.

“Tidak banyak, Hannie. Cuma bos kita ini keras kepalanya minta ampun. Kita lanjutkan lain kali saja? Aku sudah lapar dan sepertinya dia tidak akan mau bilang apa-apa lagi.” Jeonghan hendak membantah namun dihentikan oleh senyum dan mata memelas Jisoo. Hati Jeonghan luluh dan ia hanya mengiyakan tawaran Jisoo. Tetapi matanya tetap menatap tajam Seungcheol. Jeonghan mencoba mengorek informasi dari Jisoo tentang apa saja yang sudah mereka bicarakan, tetapi Jisoo berbohong dan mengatakan bahwa dirinya dan Seungcheol tidak bicara banyak. Jeonghan percaya.

Tanpa sadar makanan sudah habis dan mereka saling berpamitan. Sepertinya Jeonghan sudah lebih tenang dari sebelumnya dan Seungcheol lega.

Dalam perjalanan pulang, ia masih memikirkan kata-kata Jisoo.

Bukankah itu yang kau minta?’

Memangnya apa yang dia minta? Apa mungkin Jisoo sedang mabuk dan sembarang bicara? Tidak mungkin.

.

“Jihoon-ah.”

“Hmm?” Jihoon sedang sibuk memainkan jari-jarinya diatas keyboard. Pandangannya sama sekali tidak teralih dari layar.

“Kau mau jadi pacarku?”

Pergerakan jemari itu terhenti. Jihoon menoleh dan menatapnya dengan raut wajah terkejut. “Apa?”

“Aku tahu ini tidak romantis sama sekali. Tapi izinkan aku bicara sampai selesai. Dari kecil kau sudah jadi teman dekatku. Kita sudah tertawa bersama, susah bersama, dan berusaha bersama. Bahkan kau berbaik hati menemaniku ke Seoul ini tanpa tahu pasti kalau kita bisa bertahan hidup disini atau tidak. Kau sudah ada disampingku hampir seumur hidupku, dan aku ingin terus begitu sampai kita menjadi tua nanti. Aku tidak bisa membayangkan jika tidak ada kau di sisiku. Aku menyayangimu, Jihoon. Aku mencintaimu. Maukah kau menerimaku?”

Mata Jihoon berkaca-kaca dan ia tersenyum. Tampak jelas dari sorot matanya bahwa ia senang sekali.

Ucapan ‘Ya’ dari Jihoon membuatnya terlonjak kegirangan. Dipeluknya Jihoon erat dan inilah yang dikatakannya pada diri sendiri: ‘Choi Seungcheol, kau adalah pria paling beruntung di dunia.’

.

Suara klakson mobil menyadarkan Seungcheol. Saat dilihatnya kebelakang, sudah ada antrian mobil yang lumayan panjang menunggunya menjalankan kendaraannya agar mereka bisa lewat. Sambil membawa mobil dengan hati-hati, pikirannya kembali memutar kilasan ingatan yang entah muncul dari mana itu.

Jihoon pacarnya? Apakah dia sudah gila? Atau hilang ingatan? Ia berpikir keras.

Tidak mungkin ia menderita amnesia. Tidak ada amnesia yang hanya menghilangkan ingatan tentang satu orang. Tidak mungkin dia melupakan Jihoon jika mereka sudah berteman sejak kecil, apalagi kalau Jihoon adalah pacarnya. Diingat-ingatnya lagi dirinya sewaktu kecil dulu. Ingatannya memang samar, tapi ia cukup yakin tidak ada satupun temannya yang bernama Lee Jihoon.

Ada yang aneh, tetapi Seungcheol tidak tahu apa itu. Sementara perasaannya kepada Jihoon masih campur aduk, muncul lagi masalah ini.

Lee Jihoon, sebenarnya kau itu siapa?

 

Misteri tentang Jihoon masih belum bisa dipecahkannya bahkan setelah beberapa hari Seungcheol memikirkannya. Secara tak sadar dirinya mulai menghabiskan banyak waktu disekitar Jihoon, berusaha untuk mencari jawaban. Berlama-lama saat mengobrol dengan Bumzu di studio, sengaja memanggil Jihoon ke ruangannya untuk kemudian diajak berbincang, bahkan sengaja melingkarkan tangannya dengan kasual di pundak Jihoon saat pria itu kebetulan berjalan bersamanya. Tak jarang Seungcheol mendapat tatapan tidak senang dari Jeonghan, tetapi diabaikannya.

Jihoon yang tidak tahu-menahu hanya menghadapi perlakuan Seungcheol seadanya. Sepertinya pria mungil itu malah sudah menganggap Seungcheol seperti teman baik.

“Aku menyerah!” Ucap Jeonghan pada Jisoo. “Kalau terjadi apa-apa menyangkut Jihoon, tolong suruh dia jangan mencariku untuk memberi solusi. Aku sudah muak memberinya nasehat!”

Jisoo berusaha menenangkan asisten Seungcheol itu. Memang harus diakui bahwa Seungcheol semakin dekat dengan Jihoon. Bukan berarti Jihoon pun menyukainya, bukan. Jihoon masih setia pada Mingyu. Seungcheol-lah yang mereka khawatirkan.

Seungcheol sedang berada di dalam studio bersama Jihoon. Bumzu sedang tidak masuk hari ini. Tinggallah Seungcheol berdua dengan Jihoon. Seungcheol menempati kursi yang biasa dipakai Bumzu, hanya sekian meter jauhnya dari tempat Jihoon duduk. Jihoon yang merasa risih terus diperhatikan dari tadi akhirnya berbicara.

“Hyung, kau tidak punya jadwal?”

“Tidak ada.”

“Surat-surat penting untuk diperiksa? Pekerjaan lainnya?”

“Tidak ada, Jihoonie. Kenapa?”

Jihoon menghela napas. “Sudah setengah jam lebih kau disini. Dan dari tadi kau hanya melihatiku bekerja. Kalau boleh jujur itu agak mengganggu, hyung.”

Seungcheol yang masih ingin lebih lama bersama Jihoon berusaha mencari-cari alasan agar bisa tetap di studio. Teringat olehnya sebuah notes di sakunya. Dikeluarkannya notes itu dan disodorkan kepada Jihoon. “Aku lupa, ini punyamu kan?”

Jihoon membelalakkan matanya dan mengambil buku itu dengan tatapan tak percaya. Notes kecil kesayangannya yang dikira sudah hilang sekarang ada di depannya. “Di mana kau menemukannya, hyung?”

“Waktu aku ke Busan sekitar tiga minggu yang lalu. Kita bertabrakan, bukan?”

Jihoon terlihat berpikir sejenak. Lalu matanya melebar kala hari itu teringat olehnya. “Oh, jadi yang kemarin menabrakku itu kau, hyung? Kebetulan sekali ya, kita akhirnya bertemu lagi. Bahkan jadi rekan kerja.”

Seungcheol tersenyum. Jihoon sibuk membolak-balik buku kecil bersampul biru pastel itu, ingin memastikan bahwa itu memang miliknya. Setelah tahu pasti, ia menghela napas lega. ”Syukurlah tidak hilang. Buku notes ini berharga bagiku.” Didekapnya notes itu di dada, wajahnya merona.

Seungcheol ingin menanyakan kenapa, tetapi telinganya duluan menangkap perkataan Jihoon yang diucapkan dengan suara kecil. Pemberian Mingyu. Pantas saja wajahnya jadi merah begitu.

Rasa cemburu merayapi hati Seungcheol. Kenapa harus Mingyu? Kenapa bukan dirinya? Terbayang kilasan ingatan yang akhir-akhir ini datang padanya. Yang berisi dirinya dengan Jihoon. Bolehkah aku egois dan menginginkan itu menjadi kenyataan?

Jihoon menatap sayang pada buku kecil di tangannya dan tersenyum manis. Ia tak menyadari Seungcheol yang perlahan mendekat.

Pintu studio terbuka. Jihoon mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang masuk dan pergerakannya terhenti karena Seungcheol sudah keburu menempelkan bibirnya ke bibir Jihoon.

Terkejut, Jihoon langsung merespon dengan mendaratkan sebuah tamparan yang cukup keras ke pipi Seungcheol. Tatapan tidak percaya dan terluka terpancar dari matanya. Dengan wajah merah menahan marah, ia berlari keluar studio. Tidak lupa ia mengucapkan maaf pada Seungkwan yang tak sengaja ditabraknya di pintu.

“Seungcheol-hyung.. Kau.. Yang tadi itu..” Seungkwan sendiri cukup terkejut dengan apa yang dilihatnya. Sebelum Seungcheol sempat menahannya, ia sudah duluan keluar dari studio. Seungcheol panik. Jika Seungkwan sudah tahu, maka dijamin sebentar lagi seisi gedung juga akan tahu.

Tangannya mengelus pipinya yang tadi ditampar oleh Jihoon.Rasa menyesal perlahan muncul.

 Apa yang sudah kulakukan tadi? Bukan saja kepalanya terancam dipancung oleh Jeonghan, tapi semua teman-temannya akan kecewa padanya. Karena dia baru saja mencium seseorang yang berstatus sebagai kekasih sahabatnya.

Bagaimana dia harus menghadapi Mingyu nanti?

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Na_Foresther
Psst! Teman-teman!
Ada 2 fic baru buatanku nih!
Jika berkenan silahkan mampir dan dicek ya, siapa tahu naksir ^^

Comments

You must be logged in to comment
24Delution
#1
Chapter 16: Hong Jisoo, Joshua Hong, Hong Josh O_O ku pikir kau penyihir, tenyata angel kkkk. Terima kasih telah mempersatukan mereka kembali, angel. Terima kasih juga buat authornim yg udah nulis dan menamatkan ini happy ending hehe :D
Ditunggu fict jicheol berikutnya ^^
24Delution
#2
Chapter 15: "Aku pulang, Jihoonie". Duh, pas baca part ini perasaan campur aduk :')
scoupstu #3
Chapter 15: EA AKHIRNYA TAMAT YEYYY~~~~~ W BISA BAYANGIN ITU DUA BERANTEM GIMANA WKWKWK EA CSC TOBAT YEY HEPI ENDING DITUNGGU FF BERIKUTNYA HEHEHEHE
sseundalkhom
#4
Chapter 16: finally!!!
makasih udah sebut nama, makasih udah buat fanfic sebagus ini yaaa
viagain
#5
Chapter 16: Angel pacaran sm angel yaa.. anaknya jadi apa deh.
Makasih fanficnyaaaa.. makasih atas semua angst, dan makasih udah nyebut nama ^^
leejihoon92
#6
Chapter 16: Dan gue betapa senangnya saat ada notif updatean dri loe... dan bener keknya gue tunggu2 dr mngu kmaren akhirnya cheol jisoo balik lagi... tapi kenapa end huuaaaaaa kenapa cepet banget endnya huhuhu... thanks ya thor jarang2 ada jcheol yg bahasa jadi gue seneng banget... jangan bosan bosan buat nulis jicheol ya thor haha.. semangat
24Delution
#7
Chapter 14: Hah, sudah ku duga pasti ada sesuatu dengan Joshua. Next chap semoga segera terbongkar kkkk~
viagain
#8
Chapter 14: Tuh kan, josh itu pasti semacam angel atau cupid deh
sseundalkhom
#9
Chapter 14: ya ambyar sudah baca ini
leejihoon92
#10
Chapter 14: Nahhh part yg gue tunggu keknya bakal nongol minggu depan .. semoga