Chapter 10

Careful What You Wish For

 

Seungcheol dan Jihoon berbaring bersebelahan di kaki bukit beralaskan rumput. Cuaca malam ini cerah. Di depan mata mereka membentang langit penuh bintang.

Seungcheol memperhatikan Jihoon. Mata pria itu memandang takjub ke langit.

“Kau hebat bisa menemukan tempat seperti ini, hyung. Ini indah sekali!”

Seindah-indahnya tempat ini tidak bisa menyenangkan hati Seungcheol. Rencananya membawa Jihoon untuk dinner di salah satu restoran ternama harus dibatalkan karena uangnya harus dipakai untuk membayar uang sewa apartemen. Seungcheol terpaksa mencari ide lain untuk kencan mereka.

Seungcheol memarahi dirinya sendiri. ‘Piknik malam hari di kaki bukit dalam udara yang dingin? Ya, Choi Seungcheol. Kau pria paling romantis.’ Ujarnya sarkastis dalam hati. Untungnya Jihoon ingat membawa selimut tebal, kalau tidak mereka sudah menggigil dari tadi.

“Maaf ya, Jihoonie.”

Jihoon menoleh padanya dan menatapnya heran. “Kenapa kau minta maaf, hyung?”

“Karena tidak bisa mengajakmu kencan di tempat yang lebih layak.”

“Hyung, kencan begini sudah lebih dari layak. Aku tidak keberatan, kok.”

“Tidak, Jihoon-ah. Seandainya aku lebih giat bekerja dan mencari pekerjaan sampingan lainnya, aku pasti bisa membawamu ke restoran bagus itu.” Ia tersenyum sedih. “Aku ini memang payah.”

Sudah kerap kali Jihoon mendengar perkataan seperti ini dari kekasihnya itu. Dan terus terang, Jihoon muak mendengarnya. Diubahnya posisi tubuhnya dari berbaring menjadi duduk.

“Choi Seungcheol! Sudah berapa kali kubilang jangan bicara seperti itu! Berhentilah memandang rendah dan menyalahkan dirimu sendiri!”

Seungcheol memalingkan wajahnya.

“Hyung, tatap aku.”

Awalnya Jihoon mengira Seungcheol tidak mau mendengarkannya, namun beberapa saat kemudian Seungcheol menurutinya. Sorot mata penuh penyesalan memandang balik padanya.

“Hyung, dari awal sudah kubilang padamu. Aku tidak keberatan kita ini cuma hidup pas-pasan, tinggal di apartemen sederhana dan makan seadanya. Kita bisa sama-sama bekerja untuk mencari nafkah.

“Kau bilang kau menyayangiku. Mencintaiku. Begitu juga aku. Aku mencintaimu, Choi Seungcheol. Hal seperti hidup sederhana itu masalah kecil bagiku, karena aku bersamamu. Tolong ingat itu, hyung.”

Selama Jihoon berbicara, sebuah senyum setia menghiasi wajah Seungcheol. “Terima kasih, Jihoon-ah. Terima kasih.” Dipeluknya kekasih mungilnya itu.

Terima kasih sudah mau menerimaku, pikirnya.

.

 

Sebuah amplop putih disodorkan di hadapannya. Seungcheol memandang amplop itu, lalu menatap heran pada Mingyu. “Apa ini?”

Raut wajah Mingyu tidak begitu bersahabat. “Surat pengunduran diri. Punya Jihoon-hyung.”

“Kenapa Jihoon mau mengundurkan diri?” Bodohnya ia sudah menanyakan itu duluan. Ia tahu betul alasannya. Menilai dari ekspresi wajah Mingyu, Seungcheol menebak Mingyu juga pasti sudah tahu.

“Seharusnya kau sudah tahu alasannya, hyung.”

Insiden ciuman di studio itu.

Seungcheol mengambil amplop itu dan memandangnya lama. Mingyu yang masih berdiri di hadapannya memilih memandang keluar jendela. Pembicaraannya dengan Jihoon tadi pagi masih segar di otaknya.

 

Flashback

“Gyu?”

“Hmm?” Mingyu sedang konsentrasi membalik pancake. Aroma yang harum menguar memenuhi seisi dapur.

“Tidak, tidak apa-apa. Nanti saja setelah kau selesai.”

Mingyu mematikan kompor dan memindahkan pancake ke dua piring. Piring satunya ia letakkan di depan Jihoon. “Ada apa, hyung?”

“Aku mau membicarakan sesuatu denganmu. Tapi janji dulu kau tidak akan marah dan bertengkar dengan orang.”

“Aku? Memangnya ada masalah apa sampai aku harus bertengkar, hyung?”

“Pokoknya janji dulu padaku.”

“Iya, aku janji. Sekarang tolong katakan ada masalah apa, hyung?”

Jihoon terdiam dan mengalihkan pandangannya dari Mingyu sesaat. Ia berniat untuk tidak mengatakan apapun pada awalnya. Tapi keadaannya bisa rumit kalau Mingyu sampai tahu dari mulut orang lain. Jihoon memutuskan untuk menyampaikannya sendiri, berharap bisa menenangkan Mingyu jika pacarnya itu emosi.

“Minggu lalu Seungcheol-hyung masuk ke studio tempatku bekerja. Waktu itu Bumzu-hyung sedang tidak ada.”

“Mmhmm, lalu?”

“ .. Seungcheol-hyung menciumku.”Mingyu yang sedang menuang sirup keatas pancake miliknya langsung menaruh botol sirup dengan agak keras di meja. Suara botol yang beradu dengan meja membuat Jihoon sedikit terkejut. “Dia melakukan apa?!”

Jihoon buru-buru menggenggam tangan Mingyu. “Sudah kubilang jangan marah, bukan?”

“Hyung, bagaimana aku bisa tidak marah! Dia itu-“

“Dia itu bosmu dan juga sahabatmu. Kau sudah janji padaku tadi, Gyu. Please, kita bicarakan ini baik-baik.”

Mingyu mengatur napasnya dan berusaha menenangkan dirinya. “Baiklah. Coba ceritakan padaku dari awal bagaimana kejadian itu terjadi, hyung.”

Jihoon pun menceritakan semuanya. Sedetil-detilnya termasuk notes birunya dan Seungkwan yang ditabraknya di pintu.

Selesai bercerita, mereka makan dalam diam. Jihoon sesekali melirik ke arah Mingyu untuk melihat reaksinya. Yang dilirik hanya terus makan, tangannya bergerak memotong pancake dengan garpu dan menyuapkannya ke mulut. Mingyu terlihat larut dalam pemikirannya sendiri.

“Gyu, menurutmu bagaimana jika aku bekerja di tempat lain?”

Mingyu berhenti makan dan memandangnya tanpa mengatakan apa-apa.

“Kau tahu Yoongi-hyung, kan? Sepupuku yang jadi produser independen itu?”

Mingyu mengangguk.

“Dia meneleponku dua hari yang lalu. Katanya jika aku mau, aku bisa langsung bekerja sebagai produser di tempatnya.” Jihoon menjadi semakin bersemangat, “Sebagai produser, Gyu! Bukan seorang asisten, tapi seorang produser! Yoongi-hyung bilang karyaku sudah bagus. Bukankah itu hebat?”

“Kalau begitu buatlah surat pengunduran diri, hyung. Akan kuberikan langsung pada Seungcheol-hyung.”

Mendengar nama Seungcheol, Jihoon kembali serius. “Kau yakin mau memberikannya langsung?”

“Kenapa tidak? Lagipula salahku juga hyung, memintamu bekerja di agensi.” Sesalnya. Kalau saja Jihoon tidak bekerja di sana, pasti hal ini tidak akan terjadi.

“Bukan salahmu, Gyu.” Ia memandang lembut pada pacarnya itu. “Baiklah, sebentar kubuat suratnya. Tidak akan lama.”

.

“Aku mengerti dengan keputusan Jihoon untuk keluar. Tolong sampaikan kepadanya bahwa aku senang dia sudah mau bekerja disini meskipun cuma sebentar.”

Mingyu tersenyum singkat dan berbalik untuk keluar ruangan.

“Oh, dan Mingyu?” Mingyu berbalik menatap Seungcheol. “Aku minta maaf.”

Mingyu mengangguk, lalu menutup pintu. Dari air mukanya bisa ditebak kalau Mingyu masih tidak senang pada Seungcheol. Sepertinya akan butuh waktu untuk hubungan pertemanan mereka kembali akrab lagi.

 

 

“Ada perlu apa sampai mengajakku bicara disini, Cheol?” Ucap Jisoo sambil melepas sepatunya dan menyusunnya rapi. Mereka berdua sedang berada di apartemen Seungcheol saat ini.

“Duduklah dulu. Kau mau minum kopi atau teh?”

“Air saja juga tidak apa-apa, Cheol.”

Perjuangan Seungcheol untuk mengajak Jisoo sendiri kemari terasa sulit. Jeonghan terus menerus berkeras ingin ikut dan menanyai apa yang begitu penting sampai dia harus bicara empat mata dengan Jisoo. Untunglah Jisoo menyelamatkannya, alias mengalihkan perhatian Jeonghan sehingga asistennya itu tidak ribut lagi. Tapi tetap saja Seungcheol mendapat tatapan tajam dari Jeonghan yang bisa diterjemahkan menjadi ‘Aku akan mengulitimu kalau kau berani macam-macam pada Jisoo.’

Memangnya siapa yang berani macam-macam dengan Jisoo?’ Meskipun terlihat begitu kalem dan lembut, Jisoo itu juga seorang pria. Dan lagi Jisoo itu mengerikan jika sedang marah.

Seungcheol meletakkan segelas air di hadapan Jisoo dan mendudukkan dirinya di samping pria kelahiran Amerika itu.

“Aku ingin menceritakan sesuatu.”

Jisoo menyamankan posisi duduknya. Perhatiannya sepenuhnya dipusatkan pada Seungcheol. Bosnya itupun mulai bercerita panjang lebar mengenai kilasan-kilasan ingatan aneh yang datang padanya. Tentang bagaimana semua ingatan itu selalu berhubungan dengan Jihoon. Tentang dirinya yang beranggapan bahwa mungkin dirinya sudah gila. Dan tentang perasaannya yang tidak jelas pada Jihoon.

“Ya, mungkin saja kau ini sudah gila.” Jisoo dengan santai menanggapinya.

“Hanya itu? Ayolah Jisoo-ya, bantu aku. Maksudku, tidak masuk akal kan kalau aku ini punya dua kepribadian atau semacamnya?”

“Mungkin juga. Perlu kupertemukan dengan psikiater kenalanku?”

“Tidak lucu.” Jisoo tertawa kecil.

Seungcheol berpikir keras. Sepertinya ada sesuatu yang mengganjal di ingatannya. Sesuatu yang dikatakan Jisoo padanya belum lama ini.

“Di kafe waktu itu. Kau bilang ‘bukankah ini yang kau minta?’. Apa maksudmu?”

Jisoo tersenyum dan balik bertanya, “Pernahkah kau mengharapkan sesuatu, Cheol?”

Seungcheol menatapnya heran.

“Mungkin saja.. ini memang hasil dari sesuatu yang kau harapkan. Seperti yang kau ceritakan tadi, kau pernah berkata ‘seandainya dia tidak pernah bersamaku’. Bagaimana jika keajaiban tiba-tiba muncul dan kau benar-benar terbangun dengan berstatus single sementara Jihoon bersama orang lain?”

Seungcheol menanggapinya dengan serius.

“Ey, tapi itu tidak mungkin. Kurasa kita sudah terlalu banyak menonton film bertema sihir.” Dengan santai Jisoo berkata seolah ini bukan masalah serius. “Sebaiknya aku pulang, Cheol. Aku sudah mengantuk.”

Seungcheol kecewa karena Jisoo menghindari pertanyaannya. Ia ingin mendengar lebih banyak pendapat darinya. Jawaban yang diberikan Jisoo tadi tidak membantu sama sekali. “Biar kuantar pulang saja. Jangan naik bis sendirian kalau kau mengantuk. Bisa-bisa nanti kau tertidur dan melewatkan tujuanmu.” Jisoo awalnya menolak, namun Seungcheol bersikeras. Akhirnya Jisoo menyerah.

Seungcheol berencana mengajak Jisoo mengobrol lebih banyak lagi di mobil. Mereka bicara banyak, tetapi Jisoo tetap mengalihkan topik jika Seungcheol sudah menanyakan tentang kata-kata yang diucapkannya di kafe waktu itu. Mencurigakan, pikirnya. Jisoo tampak seperti menyembunyikan sesuatu dan Seungcheol bertekad untuk mencari tahu.

Mobil Seungcheol berhenti di seberang gedung agensi, tepat di depan rumah Jisoo. Dari jendela gedung tampak lampu-lampu yang masih menyala. Tidak heran, karena masih ada trainee dan produser yang berada di sana hingga larut malam.

“Masalah Jihoon. Kusarankan lupakan saja dia, Cheol. Dia sudah bahagia bersama Mingyu. Relakan dia.” Ucap Jisoo sebelum menutup pintu mobil.

Seungcheol menatap Jisoo sampai manajer Vernon itu menghilang di balik pintu rumahnya. Ia menghela napas. ‘Mudah bagimu untuk mengatakannya,’ pikirnya sambil tersenyum pahit. Melupakan. Mudah diucapkan tapi susah untuk dilakukan.

Seungcheol melajukan mobilnya, berharap bisa sampai di apartemen sebelum hari terlalu larut.

Selagi menyetir, pikirannya kembali teringat Jihoon. Saking sibuknya ia berpikir sampai tidak sadar kalau ia telah mengemudikan mobilnya ke depan apartemen tempat Mingyu tinggal.

Bangunan apartemen itu cukup besar dengan tujuh lantai. Apartemen Mingyu berada di lantai lima dan dari tempatnya Seungcheol bisa melihat langsung ke balkon kamar Mingyu. Tepat di balkon itu, Jihoon dan Mingyu tampak sedang berbincang dengan posisi Jihoon yang bersandar di bahu Mingyu. Sepasang kekasih itu terlihat sangat mesra.

Pegangan Seungcheol pada setir mobil mengerat. Cepat-cepat ia memutar arah mobil dan melaju pergi sebelum Mingyu atau Jihoon tahu dia ada di sana.

Suasana hatinya kacau. Rasa cemburu yang tadi susah payah diredamnya kini memuncak seiring kecepatan kendaraannya yang bertambah.

Relakan dia.” Ucapan Jisoo terngiang di telinganya.

“Maaf, Jisoo. Sepertinya aku tidak bisa.” Ujarnya pada entah siapa.

Seungcheol ingin secepatnya tiba di apartemen. Mungkin beberapa gelas bir bisa membantu menenangkan dirinya.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Na_Foresther
Psst! Teman-teman!
Ada 2 fic baru buatanku nih!
Jika berkenan silahkan mampir dan dicek ya, siapa tahu naksir ^^

Comments

You must be logged in to comment
24Delution
#1
Chapter 16: Hong Jisoo, Joshua Hong, Hong Josh O_O ku pikir kau penyihir, tenyata angel kkkk. Terima kasih telah mempersatukan mereka kembali, angel. Terima kasih juga buat authornim yg udah nulis dan menamatkan ini happy ending hehe :D
Ditunggu fict jicheol berikutnya ^^
24Delution
#2
Chapter 15: "Aku pulang, Jihoonie". Duh, pas baca part ini perasaan campur aduk :')
scoupstu #3
Chapter 15: EA AKHIRNYA TAMAT YEYYY~~~~~ W BISA BAYANGIN ITU DUA BERANTEM GIMANA WKWKWK EA CSC TOBAT YEY HEPI ENDING DITUNGGU FF BERIKUTNYA HEHEHEHE
sseundalkhom
#4
Chapter 16: finally!!!
makasih udah sebut nama, makasih udah buat fanfic sebagus ini yaaa
viagain
#5
Chapter 16: Angel pacaran sm angel yaa.. anaknya jadi apa deh.
Makasih fanficnyaaaa.. makasih atas semua angst, dan makasih udah nyebut nama ^^
leejihoon92
#6
Chapter 16: Dan gue betapa senangnya saat ada notif updatean dri loe... dan bener keknya gue tunggu2 dr mngu kmaren akhirnya cheol jisoo balik lagi... tapi kenapa end huuaaaaaa kenapa cepet banget endnya huhuhu... thanks ya thor jarang2 ada jcheol yg bahasa jadi gue seneng banget... jangan bosan bosan buat nulis jicheol ya thor haha.. semangat
24Delution
#7
Chapter 14: Hah, sudah ku duga pasti ada sesuatu dengan Joshua. Next chap semoga segera terbongkar kkkk~
viagain
#8
Chapter 14: Tuh kan, josh itu pasti semacam angel atau cupid deh
sseundalkhom
#9
Chapter 14: ya ambyar sudah baca ini
leejihoon92
#10
Chapter 14: Nahhh part yg gue tunggu keknya bakal nongol minggu depan .. semoga