Chapter 15

Careful What You Wish For

A/N: Selamat Hari Cap Go Meh/Hari terakhir Tahun Baru Imlek bagi yang merayakan! Enjoy the chapter!

 

Kabut tipis muncul di dalam kamar Seungcheol yang gelap bersamaan dengan hawa dingin. Melingkupi sang pemilik kamar dan membuatnya menggigil kedinginan.

Seungcheol merapatkan selimut pada tubuhnya. Aneh. Sepertinya tadi pendingin ruangan di kamarnya tidak disetel terlalu rendah, tetapi kenapa sedingin ini? Seungcheol bergelung lebih dalam ke selimutnya. Perlahan kabut itu memudar dan hilang, begitu juga dengan udara dinginnya. Setelah Seungcheol merasa agak hangat, barulah ia tertidur lagi.

 

Sebuah lagu yang tiba-tiba berbunyi dengan keras membuat Seungcheol terlonjak bangun. Dengan mata yang masih setengah terpejam, kepalanya menoleh kesana-kemari mencari sumber suara yang kemudian diketahuinya adalah ponsel miliknya. Di atas meja nakas, layar ponselnya menyala terang. Seungcheol sedikit menyipitkan matanya saat layar yang menyilaukan mata itu ada di depan wajahnya.

Ada panggilan masuk dari Jeonghan. Dan sekarang baru jam empat pagi. Kenapa pula anak ini menelepon sepagi ini?

“Halo?”

“Cheol! Kau baru bangun? Astaga, sudah kuduga. Untung saja aku meneleponmu.”

Sumpah, Seungcheol masih ngantuk sekali. “Memangnya kenapa?” Cepatlah bicara dan biarkan aku tidur lagi.

Temannya di seberang sana menghela napas jengkel. “Kau ini bagaimana? Kan kemarin sudah kuingatkan kalau kita harus sampai di bandara jam 9! Pergi bersiap-siaplah dulu. Kau seperti tidak tahu saja jalanan disini semacet apa.”

Bandara? Bukannya semalam Mingyu dan Jihoon baru mengadakan pesta? Berarti hari ini masih tanggal 15. Mingyu dan Jihoon akan berangkat tanggal 19. Apakah Jeonghan sedang mengigau?

“Jeonghan-ah, apa kau ini sedang mengigau? Atau mabuk? Sudah kubilang jangan terlalu banyak minum semalam.”

“Kau ini bicara apa? Semalam tidak ada yang pergi minum-minum, Cheol! Jangan-jangan kau yang mabuk-mabukan sendirian di apartemenmu?”

“Eh.. mungkin aku cuma minum sedikit.” Ia sedikit bingung. Kata Jeonghan tidak ada yang minum-minum, tapi jelas-jelas mereka semua bersulang bersama dan menghabiskan bergelas-gelas wine. Ia mengecek tanggal di ponselnya. Tanggal 19 Oktober. Apakah memang dia sendiri yang mabuk? Rasanya baru semalam ia berada di pesta pertunangan Mingyu dan Jihoon.

“Aish, kau ini. Ayo cepat siap-siap sana! Nanti biar kita bisa sekalian sarapan di bandara bersama Mingyu.”

“Iya, iya, ini aku sudah bangun.” Malas beradu argumen dengan sahabatnya itu, Seungcheol menuruti jeonghan dan bangkit dari tempat tidurnya. Mereka menyudahi panggilan tersebut dan ponsel Seungcheol kembali tergeletak di atas meja nakas.

Sebenarnya Seungcheol masih mengantuk sekali. Tapi apa daya, Jeonghan itu bisa menakutkan sekali kalau sudah marah. Lagipula ini hari penting. Ia cepat-cepat mandi, mencuci muka dan menyikat gigi. Tak lupa pula ia menyisir rapi dan menata rambutnya. Setelah sekitar sepuluh menit mematut diri di depan cermin dan puas dengan penampilannya, barulah ia meletakkan sisirnya di pinggiran wastafel seadanya, di samping gelas tempatnya menaruh sikat gigi dan meninggalkan kamar mandi.

Tanpa menyadari ada dua sikat gigi di sana.

 

Seungcheol mengemudikan mobilnya lumayan pelan. Hari masih belum begitu terang dan belum begitu banyak mobil di jalan, tetapi Seungcheol tidak ingin mengambil resiko. Biarlah Jeonghan mengomel panjang lebar nanti, keselamatannya jauh lebih penting.

Ponselnya berbunyi.

“Halo?”

“Halo Cheol, kau sedang dimana?” suara Jisoo terdengar terburu-buru di seberang sana.

“Di jalan. Kenapa? Jeonghan cemberut karena aku terlambat? Katakan padanya ini masih pagi sekali.”

“Ya, Jeonghan cemberut. Tapi ada satu hal lagi yang lebih penting.”

“Apa itu?”

Jisoo melihat sekeliling, memastikan bahwa dirinya cukup jauh dari Jeonghan agar pembicaraannya tidak terdengar. “Tadi pagi aku terbangun di tempat tidur dengan Jeonghan.”

“Oh?” Seungcheol tersenyum nakal. “Akhirnya! Selamat ya untuk kalian berdua! Tidak perlu ceritakan detailnya, aku sudah bisa menebak.”

Menyadari Seungcheol tidak mengerti dengan apa yang ia bicarakan, ia menjadi kesal. Mati-matian Jisoo menahan diri agar tidak berteriak. “Bukan begitu, Cheol. Aku dan Jeonghan itu adalah sepasang kekasih.”

“Kan sudah kubilang selamat padamu, bukan?”

Jisoo frustasi. “Kau tidak mengerti? Kita bukan akan mengantar Mingyu dan Jihoon, Cheol! Kita akan mengantar Mingyu untuk pemotretannya ke Las Vegas!”

Seungcheol mengernyit heran sesaat. Lalu matanya melebar dan raut wajahnya menandakan ia menyadari sesuatu.

Tidak. Ini tidak mungkin. Ingatan tentang kemarin malam masih jelas. Terlalu jelas malah. Tamu-tamu dengan tuksedo dan gaun yang anggun, hidangan-hidangan lezat di meja, serta Mingyu dan Jihoon yang berdansa di tengah ruangan dengan cincin pertunangan yang melingkar indah di jari mereka. Ia masih ingat persis berapa gelas wine yang diteguknya. Jam berapa ia sampai ke apartemennya. Dan kapan ia merebahkan diri di atas kasurnya.

Seharusnya hari ini adalah hari sesudah pesta yang dipenuhi oleh teman-temannya yang mengeluhkan hangover parah dan rasa syukur karena tidak perlu masuk kerja. Karena pesta Mingyu dan Jihoon jatuh di hari Sabtu. Seharusnya Seungcheol masih berbalutkan selimut dan tidur sampai entah jam berapa.

Dan seharusnya ponsel miliknya sudah padam sejak sebelum ia sampai ke apartemen dan Seungcheol terlalu malas untuk men-charge ponselnya.

Jika aku sedang bermimpi, maka tolong jangan bangunkan aku.

 

Seungcheol tiba di bandara dan mencari-cari sosok teman-temannya. Ia berpikiran bahwa mungkin Jisoo tadi salah bicara. Matanya terus memandang sekeliling tetapi otaknya masih kacau memikirkan ucapan Jisoo tadi.

‘Kita akan mengantar Mingyu ke Vegas!’

Jika memang itu yang terjadi maka mungkin saja..

Seungcheol menggelengkan kepalanya untuk membuyarkan pikiran itu.

“Oi, Cheol! Di sini!” Suara Jeonghan terdengar tidak jauh dari tempatnya berdiri membuatnya menoleh ke arah sumber suara. Di depan sana berdiri Jeonghan, Jisoo dan Mingyu. Temannya yang paling tinggi itu dikelilingi oleh tiga koper besar. Seungcheol berjalan menghampiri mereka.

“Kau kenapa lama sekali? Kami sudah kelaparan menunggumu. Lihat, Mingyu sampai menunda check-in demi dirimu.”

“Iya, maaf ya semuanya.” Ia cuma tersenyum kecil. Pandangannya bertemu dengan mata Jisoo sesaat, dan dari tatapan serius temannya itu ia sadar kalau telepon dari Jisoo di mobil tadi bukan mimpi sama sekali. Sebagian dari dirinya masih tidak bisa mempercayainya, tetapi ia harus bertingkah sebiasa mungkin agar tidak ada yang menyadari keanehan pada dirinya.

 “Kalau begitu ayo cepat! Kita masih punya waktu untuk makan sebelum Mingyu berangkat.”

“Tunggu dulu, hyung! Seungkwan masih belum kembali dari toilet.”

Seungcheol terheran. “Seungkwan?”

Mingyu tersenyum dan mengangguk dengan semangat. “Iya, hyung! Banyak dari kalian yang belum tahu, tapi Seungkwanie adalah-“

“ – manajer Mingyu yang paling cerewet dan punya segudang bakat.” Sebuah suara mengagetkan Seungcheol. Seungkwan muncul dari belakang Seungcheol dan melangkah untuk berdiri di samping Mingyu.

“Yep, betul sekali!” Mingyu melingkarkan sebelah tangannya di pundak Seungkwan sementara manajernya itu mengerucutkan bibir kesal.

“Sekali lagi kau seperti ini, aku akan mendiamkanmu selama seminggu!” Ancamnya masih dengan bibir mengerucut sebal. “Model gila mana yang mengatakan pada manajernya untuk ikut ke luar negeri satu hari sebelum hari-H? Kau sendiri yang bilang padaku bahwa sudah ada manajer khusus yang menanganimu untuk kali ini! Kau tahu tidak, semalaman aku mengepak barang-barangku, mengatur ulang jadwal-jadwalku dan tidak cukup tidur!”

“Iya, aku minta maaf.” Mingyu mengelus pelan kepala Seungkwan. “Aku janji, lain kali tidak akan lagi.”

“Kau selalu seperti itu, berjanji tapi kemudian diulangi lagi! Menyebalkan!”

Seungkwan masih cemberut saat mereka sampai di counter check-in. Namun bibirnya berhasil membentuk senyuman ketika sudah ada makanan di depannya. Acara makan pagi itu diselingi dengan beberapa obrolan ringan. Seungcheol, Jeonghan dan Jisoo kemudian pulang setelah pesawat yang ditumpangi Mingyu dan Seungkwan lepas landas.

 

Seungcheol memasuki gedung agensi dengan jantung berdegup tak karuan. Ia menyapa beberapa staf yang berpapasan dengannya. Ia langsung melangkah memasuki kantornya dengan menahan diri untuk tidak menoleh ke arah pintu-pintu ruangan lain yang dilewatinya tadi. Dirinya masih belum siap. Bermacam hal yang dicemaskannya berputar terus di benaknya.

Jisoo memasuki ruangan Seungcheol. Temannya itu sedang berjalan mondar-mandir dengan wajah khawatir. Begitu menyadari Jisoo masuk, Seungcheol langsung mendekatinya dan menaruh kedua tangannya di pundak Jisoo.

“Kita.. sudah kembali?” Jisoo mengangguk dan tersenyum manis padanya.

“Benar-benar sudah kembali?” Cengkeraman Seungcheol di pundaknya agak mengerat. Seungcheol terlihat bisa menangis bahagia saat ini juga.

“Betul, Choi Seungcheol. Lihatlah sekelilingmu jika tidak percaya.” Perlahan Seungcheol melepaskan pundak Jisoo dan menoleh untuk melihat ruangannya.

Bingkai foto berisi potret dirinya dan Jihoon. Check. Bingkai dari kayu itu seolah memberinya sambutan pulang. Begitu juga dengan sebuah cincin perak yang diletakkannya di depan benda itu. Seungcheol meraihnya dan memainkan cincin itu, mengelusnya pelan dengan senyum hangat merekah di wajahnya. Benar, disinilah seharusnya tempat Seungcheol. Ia sudah kembali. Seseorang yang amat dirindukannya muncul di benaknya.

Tampaknya Jisoo menyadari apa yang dipikirkannya. Dipandanginya Seungcheol dengan ekspresi bahagia. Mata Seungcheol yang berbinar-binar membalas tatapannya.

“Pergilah, Cheol. Temui dia.”

Tanpa berpikir panjang, Seungcheol meninggalkan Jisoo seorang diri di ruangannya.

Dan disinilah ia berdiri. Di depan sebuah pintu berlabel ‘Studio 4’ yang letaknya di samping tangga, tempat dimana seharusnya studio itu berada. Tangan Seungcheol yang bergerak mendekati tombol-tombol untuk memasukkan password pintu berhenti sesaat di udara, ragu-ragu.

Bagaimana kalau semua ini cuma mimpi? Bagaimana kalau tak ada Jihoon di dalam sana? Apakah ia akan terbangun nanti dan semua ini ternyata cuma mimpi indahnya?

"Masuk sana." Sebuah tangan mendorong punggungnya pelan. Seungcheol berbalik dan mendapati wajah tersenyum Jisoo menatap balik padanya.

Tanpa ragu lagi, jarinya menekan nomor sandi yang dihapalnya betul dan suara klik kecil yang menandakan pintu sudah tidak terkunci pun terdengar. Pintu studio didorongnya. Hal pertama yang dicari oleh matanya dalam ruangan itu adalah sosok mungil seseorang. Dan Seungcheol menemukan Jihoon, yang sedang tertidur dengan kepala beralaskan kedua lengannya di meja.

Dia sudah kembali. Seungcheol betul-betul sudah kembali.

Ia melangkah menuju Jihoon dan mengguncang pelan bahu sang produser sekaligus kekasihnya. Tak butuh waktu lama bagi Jihoon untuk bangun dan membuka matanya dan menyadari ada orang lain selain dirinya di sana.

“Eh, Seungcheolie?” Bibirnya membentuk seulas senyum paling manis yang disukai Seungcheol. “Selamat pagi. Dan juga, Happy Anniversary!”

Seungcheol merasa bisa menangis saat itu juga. Dipeluknya kekasihnya erat. “Aku pulang, Jihoonie.”

Jihoon balas memeluknya dengan terheran.

“Aku merindukanmu.” Suara Seungcheol terdengar begitu dekat di telinganya.

“Aku juga merindukanmu, Cheol.”

Ia merasakan bahunya sedikit basah. Seungcheol menangis. “Maafkan aku karena sudah memperlakukanmu dengan tidak baik. Maafkan aku karena sudah menjadi kekasih yang bodoh dan payah. Maafkan aku karena sudah menyakitimu.”

Jihoon mengelus kepala Seungcheol dengan lembut. “Aku sudah memaafkanmu.”

 

Tepat di luar studio, sepasang mata mengawasi mereka. Agar sepasang kekasih itu tidak terganggu, Jisoo menutup pintu tanpa suara.

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Na_Foresther
Psst! Teman-teman!
Ada 2 fic baru buatanku nih!
Jika berkenan silahkan mampir dan dicek ya, siapa tahu naksir ^^

Comments

You must be logged in to comment
24Delution
#1
Chapter 16: Hong Jisoo, Joshua Hong, Hong Josh O_O ku pikir kau penyihir, tenyata angel kkkk. Terima kasih telah mempersatukan mereka kembali, angel. Terima kasih juga buat authornim yg udah nulis dan menamatkan ini happy ending hehe :D
Ditunggu fict jicheol berikutnya ^^
24Delution
#2
Chapter 15: "Aku pulang, Jihoonie". Duh, pas baca part ini perasaan campur aduk :')
scoupstu #3
Chapter 15: EA AKHIRNYA TAMAT YEYYY~~~~~ W BISA BAYANGIN ITU DUA BERANTEM GIMANA WKWKWK EA CSC TOBAT YEY HEPI ENDING DITUNGGU FF BERIKUTNYA HEHEHEHE
sseundalkhom
#4
Chapter 16: finally!!!
makasih udah sebut nama, makasih udah buat fanfic sebagus ini yaaa
viagain
#5
Chapter 16: Angel pacaran sm angel yaa.. anaknya jadi apa deh.
Makasih fanficnyaaaa.. makasih atas semua angst, dan makasih udah nyebut nama ^^
leejihoon92
#6
Chapter 16: Dan gue betapa senangnya saat ada notif updatean dri loe... dan bener keknya gue tunggu2 dr mngu kmaren akhirnya cheol jisoo balik lagi... tapi kenapa end huuaaaaaa kenapa cepet banget endnya huhuhu... thanks ya thor jarang2 ada jcheol yg bahasa jadi gue seneng banget... jangan bosan bosan buat nulis jicheol ya thor haha.. semangat
24Delution
#7
Chapter 14: Hah, sudah ku duga pasti ada sesuatu dengan Joshua. Next chap semoga segera terbongkar kkkk~
viagain
#8
Chapter 14: Tuh kan, josh itu pasti semacam angel atau cupid deh
sseundalkhom
#9
Chapter 14: ya ambyar sudah baca ini
leejihoon92
#10
Chapter 14: Nahhh part yg gue tunggu keknya bakal nongol minggu depan .. semoga