Chapter 11

Careful What You Wish For

 

BRUK!

Setumpuk tebal dokumen diletakkan, atau lebih tepatnya dibanting di atas meja kerja Seungcheol. Seungcheol yang sedang menulis pun berhenti dan memandang ke tumpukan berkas, lalu memandang asistennya.

“Ini semua laporan yang perlu kau periksa. Setelah ditandatangani, panggil aku.”

Seungcheol mengiyakan dan kembali menulis. Jeonghan tetap berdiri di tempatnya tanpa menunjukkan tanda-tanda hendak beranjak. Seungcheol menghela napas dan meletakkan pulpennya. Sekian tahun Jeonghan menjadi asistennya, dia hapal betul bahwa jika Jeonghan  berdiri diam di depan mejanya, pria itu ingin berbicara dengannya.

“Ada apa?”

“Pertama Jihoon. Sekarang Jisoo? Tak kusangka kau ini begitu cepat move on. Kuharap kau bukan menjadikannya sebagai pelarian.” Dari nada bicaranya tampak jelas ia sedang kesal.

“Apa maksud- oh.” Akhir-akhir ini Seungcheol sering terlihat berbincang berdua dengan Jisoo. Kadang Seungcheol juga tiba-tiba mengajak Jisoo pergi makan. Cuma berdua. Tak heran jika ada yang salah paham, terutama asistennya ini yang diketahuinya menaruh hati pada Jisoo.

“Dengar. Ini tidak seperti yang kau pikirkan.”

“Apa yang ‘tidak seperti yang kupikirkan’, Cheol?”

“Aku tidak sedang mengincar orang yang kau sukai.”

“Lantas kenapa semua gerak-gerikmu mengatakan sebaliknya?”

Seungcheol tidak mungkin menceritakan tentang pembicaraannya dengan Jisoo. Bukan tidak mungkin tapi tidak mau. Ia tidak ingin orang lain tahu. Tidak sebelum ia mendapat jawaban dari Jisoo.

“Aku sedang mendiskusikan beberapa hal dengannya. Mengenai Jihoon.” Jeonghan terlihat menunggunya menjelaskan lebih lanjut. “Dia membantu menasehatiku untuk melupakan Jihoon.” Yang dikatakannya bukanlah kebohongan. Memang mereka selalu membahas tentang Jihoon, dan Jisoo selalu mengingatkannya bahwa pria mungil itu bukan miliknya. Seungcheol hanya tidak memberitahu masalah ingatan-ingatan anehnya.

“Kusarankan jangan terlalu sering.”

Senyum jahil Seungcheol muncul. “Kenapa? Kau takut dia nanti jatuh cinta padaku?”

“Itu salah satu alasannya. Tapi yang utama adalah dirimu, Cheol. Dan singkirkan senyum jelekmu itu.”

“Kau takut kalau aku jadi menyukai Jisoo?” Senyumnya masih setia menghiasi wajahnya.

Jeonghan mengangguk.

“Kau jangan khawatir. Aku tahu kau suka padanya. Begini saja, akan kuatur supaya kalian bisa sering menghabiskan waktu bersama. Sisanya terserah padamu.”

Mata Jeonghan berbinar mendengarnya. Namun ia teringat sesuatu. “Lalu kau dengan Jisoo? Kalian akan lebih jarang bersama?”

“Aku tidak janji.”

“Brengsek.”

 

Jisoo dan Seungcheol sedang duduk di salah satu kafe langganan Jisoo. Mereka tidak memilih kafe Wonwoo karena memang pembicaraan mereka adalah hal yang mereka rahasiakan dari teman-teman mereka. Apa lagi kalau bukan masalah Seungcheol dan flashback-flashback anehnya?

“Kau bilang keadaannya makin parah?” Ujar Jisoo prihatin pada temannya itu. Seungcheol mengangguk. Ia terlihat letih dan pucat. Kantung matanya yang menghitam menunjukkan bahwa dia kekurangan tidur.

 Seungcheol membalik-balik halaman di buku menu tanpa betul-betul memperhatikan isinya. Matanya berat dan kepalanya pusing. Ia tahu yang diperlukan tubuhnya saat ini adalah tidur. Tapi ia juga tahu bahwa begitu ia terlelap, mimpi-mimpi itu akan datang lagi. Mimpi berisi moment-moment bersama Jihoon yang seharusnya tidak pernah terjadi itu membuatnya gila.

Jisoo sudah berusaha membantu, tetapi Seungcheol menjadi semakin bingung dengan segala teori-teori rumit yang ditemukan Jisoo. Bukan cuma teorinya, melihat buku tebal yang dibawa Jisoo saja sudah membuatnya sakit kepala. Time travel? Kepribadian ganda? Semua fenomena-fenomena aneh sudah mereka bahas tetapi tak satupun yang cocok dengan kejadian yang menimpa Seungcheol. Reinkarnasi? Bisa jadi. Dunia paralel? Nah, yang ini Seungcheol tidak percaya.

“Jika memang semua yang kita cari tahu tidak membantu, mungkin saja dugaanmu benar. Memang kau sudah dengan ceroboh mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya, dan entah kebetulan atau apa, Tuhan mengabulkannya.”

Seungcheol ingin membalas perkataan Jisoo, tetapi kepalanya mendadak menjadi semakin sakit.

.

“Cincin begini kau bayar dengan harga segitu? Kau sudah ditipu orang, hyung.” Jihoon berdecak sebal sambil membalik-balik cincin. "Lihatlah, bahkan ukirannya saja tidak rapi."

 

“Eh? S-Siapa bilang aku sedang mengelus cincin ini? Aku cuma membersihkannya!” wajah Jihoon bersemu merah.

 

“Tidak perlu. Jangan beli cincin lain. Cincin ini sudah bagus kok. Terima kasih, hyung.”

.

“...cheol. Seungcheol! Kau kenapa?”

Pandangan Seungcheol sedikit mengabur. Terlihat wajah cemas Jisoo yang cukup dekat di hadapannya.

“Jihoon.. Cincin..” Ia berusaha mengumpulkan suaranya, tetapi kepalanya yang semakin sakit menolak untuk membuatnya bicara.

Jisoo mengernyitkan dahi. Cincin? Apakah Jeonghan mengatakan pada Seungcheol soal cincin yang dibeli Mingyu? Tidak mungkin. Mingyu sudah berpesan untuk merahasiakannya dan Jeonghan paling ahli menjaga rahasia (meskipun pada akhirnya seorang Yoon Jeonghan tidak bisa menyimpan rahasia dari Jisoo).

Wajah Seungcheol terlihat semakin pucat dan sesekali ia meringis menahan sakit. Jisoo menempelkan punggung tangannya ke dahi sahabatnya.

“Astaga Cheol, kau panas sekali! Kenapa mengajakku keluar kalau kau demam begini?”

Seungcheol tidak menjawab. Ia hanya memejamkan mata dan menyandarkan dirinya ke kursi, berharap rasa sakit di kepalanya mereda. Samar-samar didengarnya Jisoo yang mengatakan pada pelayan bahwa mereka akan pergi. Dirasakannya Jisoo yang memapahnya keluar dari kafe menuju mobil dan terus menanyakan keadaannya, nada cemas jelas terdengar dari suaranya.

Salahnya juga memaksakan diri ketika kondisi tubuhnya sedang tidak bagus. Beberapa masalah di tempat kerja cukup menyita tenaga dan otaknya. Kenyataan bahwa Mingyu sudah akan berangkat besok pagi bersama Jihoon ke Jepang juga tidak membantu sama sekali.

Seungcheol menyandarkan kepalanya ke kaca jendela mobil dengan mata terpejam. Getaran mobil yang tidak begitu terasa menandakan Jisoo mengemudikan mobilnya dengan hati-hati. Mungkin ia mengira Seungcheol tertidur dan takut membangunkannya.

Perjalanan yang lumayan panjang dan suasana di dalam mobil yang senyap membantunya berpikir.

Dari semua memori-memori yang pernah dilihatnya, dia bisa menyimpulkan beberapa hal. Pertama, Jihoon adalah temannya sejak kecil dan kemudian menjadi kekasihnya. Kedua, mereka pasangan yang serasi namun semakin lama semakin sering bertengkar. Ketiga, entah bagaimana Seungcheol sekarang berada dalam kondisi dimana Jihoon sama sekali tidak pernah menjadi bagian hidupnya dan baru bertemu dengannya sekitar dua bulan yang lalu.

Potongan-potongan memori yang seperti tak ada habisnya itu berhasil mengganggunya dan mengaburkan ingatannya yang sekarang sampai ke poin dimana Seungcheol keliru membedakan antara yang satu dengan yang lain. Pernah beberapa kali ia meminta staf memanggil produser mereka ke ruangannya dan nyaris menyebutkan nama Jihoon, bukan Bumzu. Dan saat dia pulang kerja dengan bersemangat dan hampir menjawab “Karena Jihoonie sedang menungguku di rumah” saat temannya menanyakan kenapa ia terlihat begitu senang, kemudian mengingat bahwa dirinya tinggal sendirian.

Seungcheol membiarkan saja tatapan aneh dari teman-temannya saat ia mengucapkan hal-hal atau kejadian yang menurut mereka tidak pernah ada. Memori-memori itu sudah menjadi bagian dari dirinya dan Seungcheol tidak ingin semua itu menghilang, tidak ingin memori yang berisi tentang dirinya dan Jihoon dikesampingkan begitu saja dan dianggap tidak ada. Kalaupun ia dianggap aneh atau gila, Seungcheol tidak peduli.

Perlahan mobil berhenti, dan Jisoo menepuk-nepuk pundak Seungcheol untuk membangunkannya. Tak ada yang bicara sedikitpun saat Jisoo membantu Seungcheol menaiki lift dan membaringkannya di dalam kamar. Dalam keadaan setengah sadar, Seungcheol mendengar suara ponsel berbunyi. Ternyata milik Jisoo.

“Ya Hannie, ada apa?”

“Kau sedang dimana?”

“Aku sedang di apartemen Seungcheol sekarang. Dia demam.”

“Astaga. Bagaimana keadaannya?”

“Kurasa besok dia tidak bisa ikut kita mengantar Mingyu dan Jihoon ke bandara.” Hei, kata siapa? Aku juga ingin ikut. Seungcheol ingin menjawab, tetapi kepala dan matanya semakin berat.

“Apa separah itu? Tapi menurutku begini lebih baik. Aku tidak tega melihatnya menyaksikan Mingyu dan Jihoon yang pergi bersama.”

“Mmhmm, sepertinya lebih baik begitu.”

”Tolong taruh obat dan air minum di meja nakasnya Seungcheol. Oh ya, bagaimana kau pulang?”

“Aku? Aku tidak membawa mobil, jadi pulangnya aku naik bus.”

“Perlu kujemput?”

“Ey, tidak usah. Nanti merepotkanmu. Tidak apa-apa Jeonghan-ah, aku bisa pulang sendiri.”

Setelah berhasil meyakinkan Jeonghan, Jisoo menutup teleponnya. Ia menyelimuti Seungcheol dan menaruh obat demam beserta segelas air di meja nakas sesuai perintah Jeonghan.

“Aku pulang duluan, Cheol. Kalau ada apa-apa, hubungi aku atau Jeonghan. Cepat sembuh, ya.” Jisoo beranjak pergi, tapi tangan Seungcheol menahannya.

“Josh.. besok aku akan ke bandara.”

“Kau tidak akan kemana-mana kalau belum pulih sepenuhnya.”

“Tapi, Jihoon..”

Jisoo duduk di pinggir tempat tidur Seungcheol. “Jihoon tidak apa-apa, Cheol. Tidakkah kau lihat dia sudah bahagia sekarang?” Ia membetulkan letak selimut Seungcheol lalu berdiri.

“Seharusnya seseorang akan senang ketika apa yang ia inginkan terwujud. Aku tahu ini sedikit kasar mengingat kau sedang sakit, tapi berhentilah terlihat menyedihkan dan carilah kebahagiaanmu sendiri.”

“Kau.. apa maksudmu?”

Jisoo tersenyum kecil. “Kau akan segera tahu. Sampai besok, Cheol. Istirahatlah.”

Hal terakhir yang Seungcheol ingat sebelum kesadarannya hilang sepenuhnya adalah suara pintu apartemennya yang ditutup Jisoo.

 

 

 

A/N: Sorry for the long pause!

Fic ini akan diupdate setiap hari Jum'at. So, see you next Friday!

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Na_Foresther
Psst! Teman-teman!
Ada 2 fic baru buatanku nih!
Jika berkenan silahkan mampir dan dicek ya, siapa tahu naksir ^^

Comments

You must be logged in to comment
24Delution
#1
Chapter 16: Hong Jisoo, Joshua Hong, Hong Josh O_O ku pikir kau penyihir, tenyata angel kkkk. Terima kasih telah mempersatukan mereka kembali, angel. Terima kasih juga buat authornim yg udah nulis dan menamatkan ini happy ending hehe :D
Ditunggu fict jicheol berikutnya ^^
24Delution
#2
Chapter 15: "Aku pulang, Jihoonie". Duh, pas baca part ini perasaan campur aduk :')
scoupstu #3
Chapter 15: EA AKHIRNYA TAMAT YEYYY~~~~~ W BISA BAYANGIN ITU DUA BERANTEM GIMANA WKWKWK EA CSC TOBAT YEY HEPI ENDING DITUNGGU FF BERIKUTNYA HEHEHEHE
sseundalkhom
#4
Chapter 16: finally!!!
makasih udah sebut nama, makasih udah buat fanfic sebagus ini yaaa
viagain
#5
Chapter 16: Angel pacaran sm angel yaa.. anaknya jadi apa deh.
Makasih fanficnyaaaa.. makasih atas semua angst, dan makasih udah nyebut nama ^^
leejihoon92
#6
Chapter 16: Dan gue betapa senangnya saat ada notif updatean dri loe... dan bener keknya gue tunggu2 dr mngu kmaren akhirnya cheol jisoo balik lagi... tapi kenapa end huuaaaaaa kenapa cepet banget endnya huhuhu... thanks ya thor jarang2 ada jcheol yg bahasa jadi gue seneng banget... jangan bosan bosan buat nulis jicheol ya thor haha.. semangat
24Delution
#7
Chapter 14: Hah, sudah ku duga pasti ada sesuatu dengan Joshua. Next chap semoga segera terbongkar kkkk~
viagain
#8
Chapter 14: Tuh kan, josh itu pasti semacam angel atau cupid deh
sseundalkhom
#9
Chapter 14: ya ambyar sudah baca ini
leejihoon92
#10
Chapter 14: Nahhh part yg gue tunggu keknya bakal nongol minggu depan .. semoga