Chapter 5

Careful What You Wish For

Wajah Jihoon mengernyit tak senang dengan ponsel tertempel di telinga. Lagi-lagi panggilannya tak masuk. Hanya suara operator telepon yang menyapa telinganya. ‘Si tiang listrik itu,’ rutuknya, ’ingatkan aku untuk menendangnya nanti.’

Tiga kali lagi ia mencoba, hasilnya tetap sama. Ingin ia menjerit sekeras-kerasnya untuk meluapkan emosinya jika saja ia tak ingat sedang berada di stasiun kereta. Bisa-bisa dia disangka orang gila dan diseret keluar. Mau ditaruh dimana harga dirinya?

Capek menelpon, tangannya bergerak hendak memasukkan ponselnya kembali ke saku. Namun ia ragu-ragu dan akhirnya mencoba menelpon sekali lagi. ‘Jika tak diangkat juga, aku benar-benar akan menendangnya.’

Terdengar nada sambung beberapa saat tanpa ada tanda ponsel diangkat. Jihoon sudah akan mematikan sambungan saat suara “Halo?” terdengar dari seberang sana.

“Buang saja ponselmu kalau tidak berniat menjawab panggilanku.” Ucapnya ketus.

“Maaf, hyung. Aku sedang sibuk tadi. Sekarang sedang break, makanya bisa kujawab.”

Jihoon berpikir sejenak. “Break? Kau sedang ada pemotretan?”

“Yep! Pemotretan untuk iklan seragam sekolah. Kau harus melihatnya, hyung. Seragamnya keren! Kau tahu tidak, fotograferku kali ini adalah Mint! Itu loh, yang pernah kuceritakan-“

“Mingyu,” Jihoon menyela dengan nada tegas. Mingyu pun langsung terdiam. Dia tahu kalau nada bicara Jihoon sudah seperti ini, pertanda suasana hatinya sedang buruk.

“Ya, hyung?” ia memberanikan diri bertanya.

“Kemarin kau bilang mau menjemputku di stasiun.”

Celaka. Mingyu lupa memberitahunya bahwa ada pemotretan dadakan. Dan Mingyu mengakui ia lupa perihal menjemput Jihoon.

“Maafkan aku, hyung. Aku tidak sengaja, sungguh! Tadi pagi aku tiba-tiba ditelpon dan mereka mengatakan jadwalnya dimajukan.”

“…” Jihoon mendiamkannya.

“Aku juga minta maaf karena lupa menjemputmu.”

“…”

“Hyung bisa memarahiku sepuas hati nanti. Aku sudah memberi hyung alamat apartemenku dan alamat agensi, bukan? Hyung pergilah dulu ke salah satunya.”

“Kau tahu kau akan mendapat lebih dari sekedar dimarahi, Kim Mingyu.”

Mingyu menelan ludah. “Aku tahu, hyung.” Ia diam sesaat. “Pemotretan kali ini sudah kuincar dari jauh hari, hyung. Seragam dari brand ini sangat terkenal, jadi bayarannya juga besar. Aku juga punya kesempatan mendapat tawaran kerja yang lebih bagus.” Nada bicaranya melembut saat mengatakan kalimat selanjutnya. “Hyung tahu kan alasanku mengincar pekerjaan-pekerjaan modelling berupah besar seperti ini?”

Wajah Jihoon merona. Ya, ia tahu betul alasannya. “Aku tahu, Gyu.” Raut wajahnya melembut dan emosinya mereda. “Kau sudah makan?”

Mingyu lega mendengar perubahan nada di suara Jihoon. “Untuk siang ini belum, hyung. Seminggu terakhir ini aku disuruh diet ketat untuk pemotretan hari ini. Tadi pagi aku cuma makan buah dan sayur.” Jihoon bisa membayangkan wajah cemberut Mingyu. Anak itu suka sekali makan, jadi diet ketat pasti tak menyenangkan.

“Kau pulang jam berapa? Biar kumasakkan sesuatu untukmu. Dengan banyak daging tentunya.”

Mingyu panik. “Hyung, jangan sentuh dapur, please!” Dia ingat terakhir kali Jihoon hampir menghancurkan dapurnya karena mencoba memasak.

“Kau meremehkanku, Gyu? Sedihnya. Kau pikir selama ini aku tak belajar masak sekalipun di rumah?”

“Baiklah, hyung. Tolong jangan hanguskan dapurku. Atau panci-panci kesayanganku. Masak ramyeon saja kalau perlu. Lagipula aku masih menjaga makananku. Dua hari ke depan ada photoshoot lagi.”

“Kalau kau sekhawatir itu sebaiknya aku ke agensi saja dulu.” Mingyu bernapas lega. “Tapi kau harus memasakkan yang enak untukku nanti.”

“Siap, hyung!”

 

Seungcheol beserta seluruh temannya (minus Mingyu) berkumpul di ruang kerjanya. Mereka semua menahan tawa mendengar ceritanya ketika di Busan dua hari lalu.

“Seungcheol-hyung dihajar oleh nenek-nenek,” Seungkwan tak mampu menahan tawanya yang kemudian pecah. Seokmin dan Soonyoung ikut tertawa keras sementara yang lain tersenyum atau tertawa kecil.

“Bukan salahku kami bertemu tiga kali. Tiga kali! Dan dia menyebutku penguntit!” Seungcheol mendengus sebal.

Nenek cerewet yang dijumpai Seungcheol saat ia bertabrakan dengan pria berambut pink kembali dijumpainya saat ia mencari-cari alamat yang diberikan Mingyu dan saat ia berhenti di sebuah kedai untuk menanyakan arah. Ketiga kalinya, nenek itu langsung sembarang mengambil gelas minuman milik orang lain di meja dan menyiramnya dan memarahinya dengan suara keras mengatainya penguntit, mesum, dan berbagai sumpah serapah. Seungcheol kemudian keluar dari kedai dengan wajah merah menahan malu dan marah.

Alamat pemberian Mingyu? Tidak usah ditanya lagi. Ia terlalu emosi dan langsung pulang setelah kejadian dengan nenek itu. Untung saja ia tidak lupa jalan ke stasiun.

Disaat trio pelawak itu masih tertawa, Jeonghan melaporkan kepada Seungcheol. “Kata Mingyu ia sudah menelepon temannya dan menyuruhnya yang datang kemari.”

Kenapa tidak dari awal, pikir Seungcheol kesal.

“Kau sudah tahu namanya?”

“Sudah. Namanya Lee Jihoon.”

Seungcheol terkejut. Nama itu sama persis dengan nama di notes kecil yang dipungutnya. Kemungkinan juga adalah nama si rambut pink yang dua hari ini tak bisa hilang dari pikirannya.

“Kira-kira dia itu siapanya Mingyu-hyung, ya?” Perhatian mereka semua teralih ke Seungkwan.

“Dia sudah bilang kenalannya, kan?” Joshua menjawab.

“Tapi kau tahu sendiri kan hyung, Mingyu-hyung itu banyak bicara. Dan tidak pernah sekalipun aku mendengarnya menyebut nama Lee Jihoon. Padahal aku yakin semua orang yang dikenalnya sudah pernah dia ceritakan, mulai dari orang tuanya, teman sekolahnya waktu TK dulu, bahkan tukang sapu jalan yang pernah mengobrol dengannya pun aku tahu.” Semua tampak menimbang-nimbang apa yang dikatakan Seungkwan.

“Lagipula, ‘kenalan’nya ini seorang pembuat lagu, sementara Mingyu-hyung bekerja di agensi. Tidak mungkin Mingyu-hyung tidak pernah sekalipun menyebutnya dalam percakapan kita. Pasti ada sesuatu.”

Ucapan Seungkwan ada benarnya, tapi tidak begitu ditanggapi dan mereka memberitahu Seungkwan bahwa mungkin itu cuma perasaannya saja. Seungkwan hanya memanyunkan bibirnya cemberut karena tidak seorangpun memihaknya.

 

“Ini ya agensinya?” ucap Jihoon pada dirinya sendiri. Di depannya berdiri sebuah gedung yang tidak terlalu besar bercat putih dengan sentuhan hitam di sana-sini. Tulisan ‘PLEIADES ENTERTAINMENT’ terpampang jelas diatas pintu masuk gedung.

Mingyu berpesan padanya untuk mencari Yoon Jeonghan begitu masuk ke dalam. Jihoon mengintip sebentar ke dalam lewat pintu kaca, lalu memberanikan diri membukanya. Seorang staf menyapanya dan menanyakan keperluannya kemari. Setelah menjelaskan, staf itu meminta Jihoon menunggu sementara ia memanggil Jeonghan.

Jihoon memandang ke sekitarnya. Bagian dalam gedung ini bagus. Dari tempatnya duduk dia bisa melihat beberapa staf berlalu-lalang dan setidaknya dua pintu yang menuju ruang latihan. ‘Lumayan besar untuk sebuah agensi kelas menengah’ pikirnya.

Jihoon agak kedinginan karena tempatnya duduk langsung diterpa oleh pendingin ruangan. Cuaca di luar panas, jadi Jihoon hanya mengenakan sebuah kaus tipis berlengan panjang yang jelas-jelas terlalu besar satu ukuran untuknya. Tahu begini, seharusnya tadi dia mengambil satu jaket Mingyu saat singgah ke apartemennya tadi. Ia hanya sembarang mencomot satu kaus Mingyu, memakainya dan berangkat ke agensi.

“Jihoon-ssi?” Staf tadi memanggilnya.

“Ya?”

“Mari saya antar untuk bertemu Jeonghan-ssi.”

Jihoon pun berdiri dan mengikutinya.

 

Satu kata saat Seungcheol dan kawan-kawannya bertemu Jihoon. Imut.

Lee Jihoon yang mengaku lebih tua satu tahun dari Mingyu mendapat tatapan tidak percaya dari mereka.

Seungkwan yang notabene adalah orang paling cerewet diantara mereka mulai berbicara akrab dengan Jihoon dan menanyakan banyak hal. Termasuk mengenai dirinya dan Mingyu.

Seungcheol yang duduk di mejanya memperhatikan orang baru itu. Sesuatu terasa familiar, tapi ia tidak tahu apa itu. Ia melanjutkan pengamatannya saat tatapan Jihoon bertemu sesaat dengan matanya.

“Sepertinya malam ini aku harus lembur, Jihoon-ah.” Seungcheol menghela napas. Pekerjaannya bisa ditunda, tetapi ia berkeras menyelesaikannya hari ini juga.

“Hyung, terlalu sering tidur terlambat tidak bagus untuk kesehatanmu.” Jihoon mencoba membujuknya untuk pulang.

Seungcheol hendak berkeras untuk tinggal, tapi dihentikan oleh tatapan memelas Jihoon. Jihoon menatap matanya lekat dan memasang raut wajah memohon. Bagi Seungcheol pacar mungilnya itu terlihat imut sekali, dan ia tak kuasa menolak.

“Baiklah, ayo kita pulang.” Ia mulai beranjak dari kursi kerja dan mengambil jaketnya yang tersampir di sandaran kursi. Mereka berdua menautkan jemari mereka dan berjalan keluar bersama dari ruang kerja Seungcheol.

“.. cheol,” Seungcheol masih memfokuskan atensinya pada Jihoon.

“Seungcheol!” Ia tersentak dan menoleh ke arah Jeonghan.

“Kubilang Mingyu hampir sampai kemari.”

“Ah, ya. Baiklah.” Pandangannya ditujukan kearah lain selain Jihoon. ‘Tadi itu apa?’ pikirnya. Jangan bilang kalau ia berfantasi aneh tentang seseorang yang baru dijumpainya. Memalukan.

Pintu ruangan terbuka tanpa diketuk, menampakkan sosok tinggi Mingyu. Senyumnya merekah begitu melihat Jihoon. “Jihoonie-hyung!”

Jihoon menoleh dan tahu-tahu sudah berada dalam pelukan Mingyu. “Astaga, aku rindu ssekali padamu hyung!” Jihoon berusaha melepas pelukannya karena malu dilihati oleh begitu banyak orang. Bukannya melepas pelukan, Mingyu mendaratkan sebuah kecupan singkat di pipinya.

Wajah Jihoon sudah semerah tomat. Dengan suara kecil ia mengomeli Mingyu. “Banyak orang disini! Lihat tempat dulu lain kali, dasar bodoh!” Mingyu yang melihat sekeliling baru sadar kalau keduabelas temannya berada disana. Dengan malu-malu dia melepas Jihoon.

Teman-temannya tentu saja syok. Seungkwan sudah memperlihatkan tanda-tanda akan menghebohkan hal ini sehingga Mingyu buru-buru menghentikannya. “Oke, mungkin kalian sudah duluan berkenalan dengannya. Tapi ijinkan aku memperkenalkannya sekali lagi. Ini Lee Jihoon. Umurnya setahun lebih tua dariku, tinggal di Busan, dan tidak bisa makan makanan pedas. Dan dia adalah pacarku.”

Seisi ruangan diam seketika untuk mencerna apa yang barusan dikatakannya, lalu mulai bersuara.

“APA? PACARMU?”

Mingyu hanya tersenyum lebar sambil merangkul pundak Jihoon.

 

 

 

A/N: Hello ^^ Apakah pemirsa sekalian terkejut? Ya? Tidak? Saya akan kecewa sekali jika tidak. Btw ada yang bisa tebak Mingyu ngumpulin duit banyak buat apa, hayo?

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Na_Foresther
Psst! Teman-teman!
Ada 2 fic baru buatanku nih!
Jika berkenan silahkan mampir dan dicek ya, siapa tahu naksir ^^

Comments

You must be logged in to comment
24Delution
#1
Chapter 16: Hong Jisoo, Joshua Hong, Hong Josh O_O ku pikir kau penyihir, tenyata angel kkkk. Terima kasih telah mempersatukan mereka kembali, angel. Terima kasih juga buat authornim yg udah nulis dan menamatkan ini happy ending hehe :D
Ditunggu fict jicheol berikutnya ^^
24Delution
#2
Chapter 15: "Aku pulang, Jihoonie". Duh, pas baca part ini perasaan campur aduk :')
scoupstu #3
Chapter 15: EA AKHIRNYA TAMAT YEYYY~~~~~ W BISA BAYANGIN ITU DUA BERANTEM GIMANA WKWKWK EA CSC TOBAT YEY HEPI ENDING DITUNGGU FF BERIKUTNYA HEHEHEHE
sseundalkhom
#4
Chapter 16: finally!!!
makasih udah sebut nama, makasih udah buat fanfic sebagus ini yaaa
viagain
#5
Chapter 16: Angel pacaran sm angel yaa.. anaknya jadi apa deh.
Makasih fanficnyaaaa.. makasih atas semua angst, dan makasih udah nyebut nama ^^
leejihoon92
#6
Chapter 16: Dan gue betapa senangnya saat ada notif updatean dri loe... dan bener keknya gue tunggu2 dr mngu kmaren akhirnya cheol jisoo balik lagi... tapi kenapa end huuaaaaaa kenapa cepet banget endnya huhuhu... thanks ya thor jarang2 ada jcheol yg bahasa jadi gue seneng banget... jangan bosan bosan buat nulis jicheol ya thor haha.. semangat
24Delution
#7
Chapter 14: Hah, sudah ku duga pasti ada sesuatu dengan Joshua. Next chap semoga segera terbongkar kkkk~
viagain
#8
Chapter 14: Tuh kan, josh itu pasti semacam angel atau cupid deh
sseundalkhom
#9
Chapter 14: ya ambyar sudah baca ini
leejihoon92
#10
Chapter 14: Nahhh part yg gue tunggu keknya bakal nongol minggu depan .. semoga