Chapter 1

Careful What You Wish For

"Bagian-bagian ini tidak bagus. Ganti." ucap Seungcheol tegas pada sang produser musik sembari menyodorkan kertas-kertas berisi rangkaian melodi. Tampak beberapa coretan pulpen merah di sana-sini, menandai melodi mana saja yang tidak ia suka.

Sang produser menaikkan sebelah alisnya dan memandang Seungheol dengan sorot mata tajam. Lalu ia mengambil dan mengamati goresan tinta merah pada sheet musik yang susah payah digarapnya seminggu terakhir ini, dengan ditemani bercangkir-cangkir kopi dan heningnya studio di tengah malam.

Ekspresi tidak senang terpancar dari wajahnya. "Kalau harus sebanyak ini yang kuganti, sama saja dengan aku membuat lagu baru."

"Kalau begitu buatkan yang baru."

"Tidak segampang itu, hyung."

"Ayolah, Jihoon-ah. Kalau melodi yang kau buat seperti ini terus, mana bisa lagunya laku dijual?"

Jihoon menundukkan kepalanya. Tidak adanya respon tidak menghentikan ocehan Seungcheol.

"Kau tahu berapa profit yang didapat agensi kecil yang baru mendebutkan idol grup yang isinya anak-anak ingusan itu? Aku ingin agensiku seperti mereka, Jihoon-ah. Dipuja-puja fans, dikenal banyak orang, dan disorot oleh wartawan. Kapan aku bisa menjadi seperti itu, kapan?"

Masih dengan kepala tertunduk, Jihoon tidak memberi jawaban.

Merasa kesal diabaikan, Seungcheol pun beranjak meninggalkan studio. "Kutunggu hasilnya tiga hari lagi. Saat aku datang, aku harus sudah melihatnya di mejaku." ucapnya dingin seraya menutup pintu Studio 4 milik Jihoon dengan agak keras.

Saat suara langkah kaki Seungcheol tak terdengar lagi, perlahan Jihoon mengangkat wajahnya dan menghela napas panjang. Sepertinya untuk tiga hari kedepan dia tidak akan bisa tidur sedikitpun.

 

Seungcheol memasuki ruang kantornya dan menutup pintunya asal. Dihempaskannya tubuhnya agar bersandar sepenuhnya ke kursi kerja, dan menatap langit-langit ruangan sambil termenung.

Lagi-lagi ia marah pada Jihoon. Jihoon yang dulu adalah teman semasa kecilnya. Jihoon yang sudah mendukungnya mendirikan agensinya sendiri meskipun awalnya itu cuma cita-cita mustahil yang ditentang orang tua. Jihoon yang rela merantau bersamanya ke Seoul dan hidup sederhana dengan mengkonsumsi ramyeon sehari-harinya. Jihoon yang sekarang berstatus sebagai kekasihnya. ‘Astaga’, pikirnya, ‘aku ini jahat sekali.

Pandangannya diedarkan ke seluruh penjuru ruangan. Ruang berukuran 4x5 ini dulu dipilihkan Jihoon sebagai kantornya. “Jendelanya besar,” kata Jihoon waktu itu. “Kau perlu udara segar. Lagipula, pemandangannya lumayan bagus.”

Pandangannya terhenti pada sebuah bingkai foto kayu kecil di rak buku tak jauh dari mejanya. Isinya fotonya bersama Jihoon saat masih di kota asal mereka. Di foto itu mereka tertawa lepas bak anak kecil yang belum mengenal kejamnya dunia, sepasang anak muda yang belum tahu kalau bersaing di dunia entertainment tidak semudah membalik telapak tangan. Seungcheol tidak ingat sejak kapan foto itu berpindah ke sana dari mejanya. Ironis, karena dulunya foto itulah yang kerap kali dipandangnya saat berada di ruangan ini.

Ia membuka laci teratas sebelah kiri mejanya, mengambil sebuah benda yang diletakkan asal di atas tumpukan dokumen yang berantakan.

Cincin itu berkilau terkena cahaya matahari dari jendela. Warna peraknya masih bagus meski telah tergores di sana-sini. Jari Seungcheol perlahan menyusuri cincin itu, merasakan ukiran Ji & Cheol yang tidak rata. Ia masih ingat saat pertama kali ia membeli cincin ini dengan gaji pertama hasil kerja sampingannya.

Meskipun ia membelinya dari pedagang kaki lima, dengan semangat Seungcheol memilih dua cincin yang identik dan meminta penjualnya mengukirkan namanya dan nama Jihoon. Dengan berbunga-bunga Seungcheol menghadiahkan satu cincin untuk Jihoon. Terbayang jelas wajah memerah Jihoon yang malu sambil mengomelinya karena harga cincin yang terlalu mahal untuk ukuran dagangan kaki lima dan ukirannya yang jelek. Namun Jihoon tetap memakainya. Dan Seungcheol sering mendapati Jihoon diam-diam memainkan cincinnya dengan senyum manis di wajahnya.

Sama seperti bingkai foto di rak buku, Seungcheol tidak ingat sejak kapan ia jarang memakai cincinnya. Dan sejak kapan ia mulai sering ribut dengan Jihoon. Rasanya mereka semakin hari semakin menjauh.

Seungcheol beranjak dari kursinya. Perlahan ia menghampiri rak buku. Dipandanginya sebentar fotonya dan Jihoon, lalu ia meletakkan cincin miliknya di depan bingkai foto.

Tanpa berbalik, ia keluar dari ruangannya. Meninggalkan cincinnya tak terpakai. Sama seperti Jihoon yang tengah sibuk mengutak-atik musik dengan keyboard komputer dan kertas-kertas berisi coretan-coretan bertebaran di atas meja, dengan cincin miliknya terlupakan di balik semua kertas itu.

---

Seungcheol melangkahkan kaki memasuki kafe yang tidak terlalu ramai. Pandangannya diedarkan ke seluruh penjuru ruangan, dan setelah menemukan dua wajah familier, ia berjalan ke arah meja mereka.

"Hei." sapanya singkat. Tanpa permisi ia mendudukkan diri di hadapan kedua temannya itu.

"Hai, Cheol." kedua orang itu serempak menyapa balik. "Mukamu kenapa kusut begitu? Masalah di agensi lagi?" tanya Jeonghan, tangannya sibuk memotong-motong kue di piring dengan garpu.

"Memangnya ada yang lain?" ia menjawab dengan malas. Harusnya tadi ia tidak mengajak Jeonghan dan Joshua untuk bertemu.

"Baik-baiklah dengan Jihoon, Cheol. Kalau tidak nanti dia kurebut." goda Jeonghan, senyum nakalnya kontras dengan wajah yang kata orang bak malaikat. Seungcheol hanya diam. Tangannya sesekali mencomot kue di piring Jeonghan, dibalas dengan decakan tak senang dan tatapan sebal dari pria cantik berambut panjang itu. “Kau bukannya sudah punya Josh?”

“Shua tidak akan keberatan, kok. Benar kan, Shua-ya?” yang dimaksud hanya tersenyum maklum menanggapi candaan kekasihnya.

“Kau tidak lelah bertengkar terus dengannya, Cheol?” tanya Joshua sambil ikut-ikutan mencomot cake milik Jeonghan. Sang pemilik kue kembali berdecak tak senang lalu menggeser piringnya menjauh.

“Entahlah, Josh. Aku sendiri pun bingung.” Seungcheol terdiam sesaat. “Apa.. harus kuakhiri saja?” katanya pelan namun masih bisa didengar jelas oleh kedua temannya. Tiba-tiba sebuah tepukan yang lumayan keras mendarat di kepalanya. “Aduh! Yak! Kenapa memukulku!” jerit Seungcheol.

Jeonghan memasang muka sebal. “Pikirkan dulu baik-baik! Seenak jidatmu saja memutuskan hubungan seperti itu. Kau tidak kasihan pada Jihoon?”

Seungcheol yang mengelus-elus kepalanya yang sakit tidak berani menatap mata Jeonghan. Matanya sengaja difokuskan pada remah-remah kue yang berserakan di meja sementara Jeonghan masih menatapnya dengan kesal untuk menanti jawaban. Asal kau tahu, Seungcheol yang mengeluh tentang hubungannya dengan Jihoon bukan hanya sekali ini terjadi tetapi sudah sering.

Bukannya Jeonghan tidak setia kawan, tapi mendengar temanmu terus menerus mengeluh mengenai hal yang sama setiap kali bertemu tentu bisa membuat siapapun jengkel.

Melihat belum ada tanda-tanda Seungcheol akan menjawab, Jeonghan berdiri dan mengatakan pada Joshua bahwa ia akan ke toilet dan keluar mencari udara segar sebentar.

Saat ia pergi, barulah Seungcheol mengangkat wajahnya. Dan mendapati Joshua yang menatapnya sambil tersenyum penuh arti.

“Yang dikatakan Jeonghan benar, Cheol. Kasihan Jihoon.”

“Astaga, Josh. Jangan kau juga, please!

Bukannya berhenti, Joshua melanjutkan ucapannya.

“Kau sudah lupa persahabatan kalian sejak kecil? Bagaimana dengan perjuangan kalian di kota ini sampai bisa mendirikan sebuah agensi kecil? Apa semua hal itu tidak berarti bagimu?”

“Justru karena itu!” nada suara Seungcheol meninggi. “Kau dan Jeonghan sudah melihat sendiri kan seberapa seringnya kami bertengkar? Sudah berapa kali aku membuat Jihoon sedih? Dia sudah cukup menderita waktu ke Seoul bersamaku, dan sekarangpun aku tak sanggup membuatnya bahagia! Aku.. aku..” Seungcheol berusaha mengatur emosinya.

Beberapa pengunjung kafe menoleh karena volume suara Seungcheol yang agak keras, lalu kembali menekuni makanan mereka.

Saat dirasa dirinya sudah agak tenang, ia melanjutkan, “Kalau saja.. dulu aku tak mengajaknya ke sini. Menurutmu apakah Jihoonie sedang berbahagia bersama orang lain saat ini?” matanya bertemu dengan mata Joshua, terpancar rasa penyesalan di sana.

“Ya, mungkin saja.”

Seungcheol terdiam. Ia memandang ke luar jendela. Di deretan mobil-mobil yang diparkir di luar kafe, terlihat Jeonghan yang tengah memainkan ponsel. Sepertinya ia tidak akan begitu cepat masuk ke dalam kafe, dan Seungcheol bersyukur. Karena hal yang akan diucapkannya mungkin akan membuat Jeonghan menghadiahkan pukulan yang lebih keras daripada sekedar tepukan di kepala.

“Seandainya,” ia menoleh kembali untuk menatap mata Joshua, “aku tak pernah mengatakan impian bodohku itu. Seandainya Jihoon tidak pernah bersamaku. Seandainya ia tak pernah mengenalku.”

Joshua menunggu kelanjutan ucapan Seungcheol, tapi yang ada malah Seungcheol yang beranjak hendak pergi. “Maaf, Josh. Pikiranku sedang kacau. Sebaiknya kita lanjutkan lain kali saja.” Dengan tergesa-gesa ia meninggalkan kafe dan pulang.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Na_Foresther
Psst! Teman-teman!
Ada 2 fic baru buatanku nih!
Jika berkenan silahkan mampir dan dicek ya, siapa tahu naksir ^^

Comments

You must be logged in to comment
24Delution
#1
Chapter 16: Hong Jisoo, Joshua Hong, Hong Josh O_O ku pikir kau penyihir, tenyata angel kkkk. Terima kasih telah mempersatukan mereka kembali, angel. Terima kasih juga buat authornim yg udah nulis dan menamatkan ini happy ending hehe :D
Ditunggu fict jicheol berikutnya ^^
24Delution
#2
Chapter 15: "Aku pulang, Jihoonie". Duh, pas baca part ini perasaan campur aduk :')
scoupstu #3
Chapter 15: EA AKHIRNYA TAMAT YEYYY~~~~~ W BISA BAYANGIN ITU DUA BERANTEM GIMANA WKWKWK EA CSC TOBAT YEY HEPI ENDING DITUNGGU FF BERIKUTNYA HEHEHEHE
sseundalkhom
#4
Chapter 16: finally!!!
makasih udah sebut nama, makasih udah buat fanfic sebagus ini yaaa
viagain
#5
Chapter 16: Angel pacaran sm angel yaa.. anaknya jadi apa deh.
Makasih fanficnyaaaa.. makasih atas semua angst, dan makasih udah nyebut nama ^^
leejihoon92
#6
Chapter 16: Dan gue betapa senangnya saat ada notif updatean dri loe... dan bener keknya gue tunggu2 dr mngu kmaren akhirnya cheol jisoo balik lagi... tapi kenapa end huuaaaaaa kenapa cepet banget endnya huhuhu... thanks ya thor jarang2 ada jcheol yg bahasa jadi gue seneng banget... jangan bosan bosan buat nulis jicheol ya thor haha.. semangat
24Delution
#7
Chapter 14: Hah, sudah ku duga pasti ada sesuatu dengan Joshua. Next chap semoga segera terbongkar kkkk~
viagain
#8
Chapter 14: Tuh kan, josh itu pasti semacam angel atau cupid deh
sseundalkhom
#9
Chapter 14: ya ambyar sudah baca ini
leejihoon92
#10
Chapter 14: Nahhh part yg gue tunggu keknya bakal nongol minggu depan .. semoga