Chapter 8

Rainbow In Your Eyes
Please Subscribe to read the full chapter

 

 

"Mengapa?" tanya Nichkhun lirih.

Ruangan tamu itu kembali sunyi, hanya terdengar isakan lembut Tiffanny. Beberapa menit yang lalu terjadi perdebatan sengit antara Tecyeon dan Tiffanny. Tiffanny yang menolak memberikan keterangan tentang berita aborsi itu, sedangkan Taecyeon terus mendesaknya untuk berkata jujur, dia harus tahu berita yang sebenarnya agar dia bisa membela Nichkhun. Nichkhun yang belum mengerti dan masih sedikit linglung dengan berita yang di bawa Taecyeon, mencoba beranjak dan masuk ke ruang audio untuk menyalakan tv. Semua saluran sedang memberitakan tentangnya dan Tiffanny. Kemudian dia juga mendengar seorang host yang mengabarkan jika di depan gedung penthousenya banyak paparazi yang menunggu dan berharap dia keluar untuk memberikan pernyataan. Setelah mendengar berita  yang hampir sama di beberapa saluran, Nichkhun kembali keruangan tamu.  Ditengah perdebatan itu, Taecyeon menerima telpon dari seseorang, kemudian pergi kerena dia harus bertemu dengan orang yang telah menelponnya.

"Jelaskan padaku, mengapa kau melakukannya?" tanya Nichkhun ulang. Dia bersandar di dinding dan melipat tangannya ke dada.

"Maafkan aku. Maaf. Aku berpikir, itu tidak berarti bagimu. Dan aku juga berpikir anak itu akan menghambat karirmu." Tiffanny berkata sambil terisak.

"Tidak berarti? Menghambat karirku? Kau mengkhawatirkan karirku atau karirmu sendiri?" teriak Nichkhun marah.

"Waktu itu aku takut! Aku artis pendatang baru, aku takut kau meninggalkan aku, jika kau tahu aku sedang hamil. Saat itu juga karirmu sedang berada di puncak. Aku tidak tega memberitahumu. Dan kau pernah bilang kalau belum ingin menikah dan tidak ingin punya anak dulu. Jadi aku memutuskan untuk mengugurkannya."

"Tapi setidaknya kau memberitahukanku tentang kehamilanmu Tiff. Kau telah membunuh anakku!"

"Atau bukan?" tanya Nichkhun dengan sinis.

"Kau menuduhku berselingkuh? Aku tidak sama denganmu. Keluar masuk klub dan tidur dengan sembarang wanita yang kau temui di sana. Kau juga tidur dengan beberapa asisten pribadimu! Kau pikir aku tidak mengetahuinya?. Dan dibutuhkan dua orang untuk membuat bayi!" Tiffanny berteriak marah.

"Tapi kau tidak membutuhkanku ketika kau memutuskan untuk menggugurkannya!" Balas Nichkhun.

"Selama ini aku hanya bisa diam kerena aku mencintaimu, asalkan kau tetap disisiku, aku rela menutup mata dan telingaku."

"Kau tidak mencintaiku Tiff, kau hanya cinta dirimu sendiri." Nichkhun menghela nafas berat. "Sekarang, pergilah! Aku sudah tidak tahan berada di dekatmu. Nafasku terasa sesak jika kau masih berada di sini." Setelah berkata seperti itu, Nichkhun meninggalkan ruang tamu. Hanya beberapa langkah, dia berhenti dan berkata tanpa menolehkan tubuhnya.

"Kau tidak usah khawatir dengan berita di luar, aku akan memberikan pernyataan yang tidak akan memberatkanmu. Aku akan mengakuinya. Tapi aku minta kau meninggalkan penthouse ini."

"Kau tidak bisa memutuu begitu saja! Kau tahu selama ini aku telah banyak berkorban untukmu?" teriak Tiffanny dan menarik tangan Nichkhun dan membalikkan tubuh Nichkhun agar berhadapan dengannya.

"Khun, beri aku kesempatan, jika kau menginginkan anak, kita bisa membuatnya lagi. Sekarang aku tidak peduli dengan karirku. Aku bersedia mengandung anakmu dan membesarkan." Bujuknya kemudian memeluk Nichkhun.

"Jangan mengemis padaku, kau terdengar memalukan. Kesempatanmu telah habis Tiff, dulu aku memaafkanmu ketika kau mendorong Krissie dan mengusirnya dari rumah bersama Udong. Itupun karena mereka yang memintaku untuk memaafkanmu. Sekarang kau mengatakan kau tidak peduli dengan karirmu, karena semua telah jatuh ketempat sampah!" 

Nichkhun melepaskan pelukan Tiffanny dan mendorong tubuhnya hingga terjatuh kelantai. "Kemasi barang-barangmu! Aku tidak ingin satupun yang tertinggal disini!"

"Kau tidak adil Khun. Sekarang aku menyalahkan aku karena menggugurkan anakmu. Sejak kapan jiwa orang tua muncul padamu? Sejak putrimu datang ke penthouse ini? Sejak ada dia kau lebih memperhatikannya dan lebih menyayanginya dari pada aku." Tiffannya berdiri dan berteriak marah.

"Mungkin. Karena dia aku merasakan bahagianya menjadi orang tua. Aku sangat berterima kasih pada Victoria yang mau melahirkannya dan membesarkannya tanpa aku." Nichkhun kembali membalikkan badannya dan berjalan dengan cepat meninggalkan Tiffanny dan masuk kekamarnya. Membanting pintu keras dan menguncinya agar Tiffanny tidak dapat mengejarnya masuk ke kamar. 

Nichkhun membanting tubuhnya ke atas kasur, sambil menghela nafas. Dia mendengar Tiffanny mengedor pintu kamarnya, tapi dia tidak mengubris. Tubuh dan jiwanya lelah, dia hanya ingin tidur untuk menghilangkan semua rasa. Beberapa hari terakhir, memang banyak kejadian yang menimpanya. Dia mencoba memejamkan mata, dihapusnya sebutir air yang mengalir ke pipinya. Perlahan, rasa kantukpun datang, lalu diapun tertidur.

 

                                                                                           *******************************************

Rumah terasa sepi. Selama keributan itu berlangsung, dia hanya mengurung dirinya dalam kamar dan menutup telinganya dengan bantal sampai dia tertidur. Dia menatap jam yang ada dinding, waktu hampir menjelang tengah malam. Dia lapar, karena tadi dia melewatkan makan malam. 

Dia bangun dari tempat tidur dan keluar  dari kamarnya. Berkeliling ruangan mencari tuannya untuk menyuruhnya makan. Dia tidak melihat Tiffanny, bahkan di kamar tamu, mungkin dia sudah pergi, karena dia juga tidak melihat satu barangpun miliknya yang tertinggal di sana. 

Wooyoung mengetuk pintu kamar Nichkhun untuk menyuruhnya makan. "Tuan, buka pintunya! Anda harus makan, nanti anda sakit."

Wooyoung tidak mendengar jawaban dari dalam, dan itu membuatnya panik sedikit.

"Tuan!"

"Nichkhun sshi!" Sekarang Wooyoung mengetuk lebih keras dan memanggil nama tuannya dengan keras juga.

"Pergilah! Tinggalkan aku sendiri!" Teriak Nichkhun dari dalam. 

"Anda harus keluar dari kamar dulu jika anda ingin mengusir saya." sela Wooyoung dan membujuk tuannya untuk keluar dari kamar.

Wooyoung mendengar suara pintu dibuka dengan kasar, lalu muncul Nichkhun dengan raut muka marah.

"Yah! Apa kau tidak mengerti bahasa Korea yang aku gunakan? Aku menyuruhmu pergi dari rumahku!" 

Wooyoung tidak mengatakan apapun, dia menarik tangan tuannya dan menyeretnya ke meja makan.

Makanan yang dia masak tadi, memang telah menjadi dingin, dan dia tidak sempat untuk memanaskannya. Yang penting, sekarang tuannya sudah ada di ruang makan, dan dia harus diberi makan.

Wooyoung mendudukkan Nichkhun ke kursi, kemudian dia duduk di sebelahnya. Wooyoung menyendok nasi dan lauk, lalu menyodorkannya kemulut Nichkhun. "Ahh.. buka mulut anda."

Nichkhun menggeleng dan merapatkan mulutnya.

"Anda harus makan. Saya berjanji, jika anda mau makan, saya akan meninggalkan penthouse ini." ucap Wooyoung dengan nada sedih. Sebenarnya dia tidak ingin meninggalkan tuannya, tapi jika dengan begitu Nichkhun mau makan, dia akan melakukan apapun juga.

Tapi Nichkhun tetap tidak terbujuk dengan rayuannya. Dia berpaling dari Wooyoung, raut mukanya tidak dapat terbaca.

Wooyoung yang kesal, membanting sendok ke atas meja, kemudian berdiri. "Baiklah, jika anda tidak mau makan dan menginginkan saya pergi, saya akan pergi sekarang. Saya juga tidak mau lagi bekerja pada orang yang keras kepala dan egois seperti anda. Jangan salahkan saya jika Krissie kehilangan ayahnya juga dan menjadi anak yatim piatu, dan selamanya tinggal di yayasan!" teriaknya marah.

"Apa maksud perkataanmu?" kata Nichkhun kaget.

Wooyoung tersenyum, dia senang akhirnya Nichkhun mau berbicara. "Perkataan yang mana?" Wooyoung balik bertanya.

"Kau mengatakan bahwa Krissie akan menjadi anak yatim piatu? Maksudmu Victoria sudah meninggal dunia?"

"Ya. Victoria sshi sudah meninggal. Maaf saya baru memberi tahumu sekarang. Saya tidak sempat mengatakannya karena anda merajuk, dan tidak mau bicara pada saya." jawab Wooyoung.

"Sekarang anda harus melupakan yang telah lama hilang itu. Anak itu tidak bisa kembali pada anda, walaupun anda menangisinya. Lebih baik anda berusaha untuk bangkit, dan bertahan. Siapa tahu suatu hari nanti Krissie kembali pada anda." kata Wooyoung mencoba menasehati tuannya.

Nichkhun tercenung, mendengar kata-kata Wooyoung, tapi dia tetap mematung. Wooyoung menghela nafas, sambil melangkah meninggalkan tuannya. Dia harus segera berkemas dan pergi dari penthouse ini.

"Kau mau pergi kemana?" Seru Nichkhun.

"Saya akan berkemas, bukankah anda tadi mengusir saya?" Wooyoung balas berseru tanpa menghentikan langkahnya.

"Tunggu! Kau tidak boleh pergi! Kumohon tinggallah. Aku membutuhkanmu!"

Wooyoung menghentikan langkahnya dan berbalik. Dia melihat Nichkhun sudah berdiri dari kursi sambil meremas kedua tangannya gugup.

"K...ku mohon tinggallah. Bantu aku untuk bertahan dan melaluinya. Baru kali ini aku memohon dan meminta pertolongan pada orang lain. Aku baru menyadari jika aku sudah punya Krissie, dan harus melupakan anakku yang tidak pernah ada. Aku bersedih dan berkabung, tapi aku harus bergerak maju. Dan aku tidak bisa melakukan semuanya sendirian. Aku membutuhkan bantuan orang lain. Aku membutuhkanmu. Jika kau bersedia, maukah kau menolongku?" pintanya dengan lembut.

Wooyoung mendekati tuannya dan kembali membantunya duduk di kursi. Butuh keberanian, untuk mengatakan hal yang memalukan seperti itu, mengingat tuannya adalah orang yang keras kepala dan arogan. "Tanpa dimintapun, saya sebenarnya mau membantu anda, hanya anda saja yang terlalu keras kepala."

"Yach!" Nichkhun berteriak.

"Apa?" balas Wooyoung.

"Baru saja aku memohon, kau sudah berani menghinaku!" seru Nichkhun marah.

"Mengapa? Anda tidak suka?" 

"Jika aku menemukan asisten baru, aku akan langsung memecatmu." 

"Baiklah. Tapi sebelum anda menemukan pengganti saya, anda harus menuruti semua perkataan saya." ancam Wooyoung. "Sekarang anda harus makan, saya tidak mau anda jadi sakit. Jika anda sakit, saya juga yang repot." kata Wooyoung dengan berani sambil menyuapi tuannya.

"Aku tidak mau. Makanannya sudah dingin. Kau harus memanaskannya dulu, jika tidak, aku tidak mau makan." Nichkhun merajuk.

Wooyoung menghela nafas kesal, tapi dengan sabar, diturutinya permintaan tuannya itu.

 

                                                                               ***********************************************

 

 

"Saya memohon maaf sebesar-besarnya kepada publik Korea dan orang-orang yang tersakiti, karena perbutan kami. Waktu itu, kami masih muda dan ingin mengejar karir kami masing-masing, dan memutuskan untuk menggugurkan kandungan Tiffanny sshi. Kami tidak ingin anak itu lahir tanpa kasih sayang utuh, karena orang tuanya masih sibuk mengejar mimpi. Sekarang saya sangat menyesal, dan berjanji tidak akan melakukannya lagi ataupun melakukan hal yang melukai hati orang banyak. Mohon untuk mendukung kami."

Setel

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
xxxjenaaaaya #1
Chapter 15: Lanjut dong?
Khun0430
#2
Chapter 15: Semoga ceritanya dilanjut ya thor, penasaran bnget sama cerita ini, banget bangeet
aisykahernand #3
Chapter 15: Please update. We're waiting for a long time
tcha0304 #4
Chapter 15: pls update author....
oryzae12 #5
Chapter 15: kapan updatenya?
cahyaAngAngel #6
Chapter 15: Finnaly . Khunwoo ?
hwootestjang #7
Chapter 15: Rindu pada ceritanya author... yeeeessa,, ketemukan mereka.. oh yeah
Amaliaambar
#8
Chapter 15: Aahh authornim diriku penasaran lanjutkaaan donggg pleaseee
Deahartika #9
Chapter 15: aahh.. penasaran bangett.. please update lagi ya authornim..
Kalel27
#10
Chapter 15: Waahh penasaran bgt..semoga cpt updatenya..