Tears in Your Face

WHITE SUMMER

Mei 2014

SECOND DAY

Author’s POV

Bianca melangkah keluar kamar yang ditinggalinya menuju teras dimana Jesse menunggunya. Berdiri membelakanginya dengan jumper warna merah bata, Jesse. Rambutnya yang berwarna kecoklatan dibiarkan berantakan. Seperti dapat merasakan kehadiran Bianca, Jesse membalikkan badannya. Senyumnya tersungging jelas disana. Berkebalikan dengan Bianca yang jelas-jelas wajahnya penuh bekas air mata yang mongering.

“Kau mau bicara apa?” tanya Bianca, sedikit ketus. Jesse mengernyit, baginya Bianca tak pernah berkata ketus padanya. “Kau tahu, ada sebuah rahasia besar yang belum bisa aku bagi denganmu. rahasia paling riskan jika kuceritakan. Aku berkata jujur padamu soal rahasia ini. Tapi kumohon bersabarlah untukku bisa mengatakannya. Aku tak tahu kapan waktu yang tepat itu, yang jelas aku menyiapkan segalanya secepat yang aku bisa.”

Bianca memandang wajah Jesse tak mengerti, “Aku… “ belum selesai Bianca menyelesaikan kalimatnya, Jesse sudah memeluknya dengan erat. “Maafkan aku Bi. Maafkan aku.” Kemudian pelukan itu dilepas. Dan Jessepun meninggalkan Bianca sendirian. “Tunggu Jesse-kun. Aku ingin berhenti tinggal disini. Aku menyerah. Aku.. aku..” kalimat Bianca sukses membuat Jesse berhenti melangkahkan kakinya. Meskipun tanpa membalikkan badannya Jesse mencoba mendengarkan kalimat Bianca sepenuhnya.

“Ada apa?” tanya Jesse. Dari kalimatnya terselip rasa dingin karena dia merasa kesepian. Tapi Bianca menganggap itu tanda kalau dia tidak diinginkan. “Aku ingin merawat Juri. Apapun hasilnya, entah dia akan segera meninggal atau tidak, yang jelas aku ingin menemani Juri disaat terakhirnya. Memberikan kenangan padanya kalau kami sangat bahagia saat bersama.”

Jesse menahan nafasnya. “Bukankah kau membencinya? Sama seperti kau membenci Hikaru Yaotome?” mata Bianca mulai berkaca-kaca saat Jesse menyebutkan dua nama mantan kekasihnya. “Emm.. kau benar. Aku pernah membenci Juri. Tapi melihatnya dirinya hari ini aku merasa terluka, dia begitu menderita selama tahunan belakangan ini. Sedangkan aku menghabiskan tahunan membencinya dan menyukai orang lain. Padahal Juri tengah melawan penyakitnya. Dia mengidap kanker darah, Jesse. Dia sekarat.”

Jesse masih enggan membalikkan badannya, perlahan air matanya menetes, tepat saat itu Mariya muncul didepan Jesse, ekspresi Mariya kaget namun dia menutup mulutnya. Jesse menahan nafasnya, menekan kuat setiap ego yang mungkin keluar. “Sesukamulah Bi.” Kau tahu, aku juga  menderita kanker darah, Bi. Batin Jesse berteriak, tapi tetap tak terkatakan. Jesse melangkah meninggalkan Bianca yang kemudian luruh dan menangis tersedu.

……

 

Mei 2014

THIRD DAY

Bianca menarik koper ditangannya, dia berpamitan pada Mariya sedangkan Jesse tidak mengantarkan kepergiannya. Bianca menarik dan menghela nafasnya, dia tahu Jesse pasti sudah sangat membencinya. Karena setahua Bianca  sejak awalpun Jesse tidak mencintainya. Bianca tersenyum pada Mariya, dan Mariya menghadiahinya dengan pelukan sangat erat dan mata yang menggenang air mata, “Hati-hati ya Bi.”

Bianca mengangguk, “Emm. Terima kasih sudah memberikanku tempat selama disini. Maaf mengganggu kalian berdua. Mariya menggeleng.

“Aku yang minta maaf. Bi, tahukah engkau, terkadang langit terlihat bersinar padahal sesungguhnya mendung menanti. Dan terkadang saat malam tak terlihat bintang padahal bintang itu tetap disana sejak awal, hanya saja mendung yang menutupi.” Meskipun Bianca tak mengerti maksud perkataan Mariya tapi Bianca tetap mengangguk. “Emm. Wakatta. Arigatou Mariya. Senang berkenalan denganmu.”

Setelah membungkuk untuk yang terakhir kalinya, Bianca meninggalkan rumah Jesse dan Mariya. Dan mati-matian dia menyembunyikan air matanya.

……

 

Jesse’s POV

Aku menatap kepergiannya dari balik jendela dan gorden kamarku. Dia nampak menangis dan begitu terluka. Mungkin aku memperlakukannya dengan buruk selama beberapa terakhir. Tapi percayalah, Bi, aku selalu mencintaimu, sejak awal semoga sampai nanti.

Pintu kamarku terjeblak terbuka, aku menatap sosok dokter Mariya yang membantuku selama ini. Seorang dokter yang bertanggung jawab terhadap progress kesehatan dan juga penyakitku sejak dokter Sakurai merekomendasikannya padaku. Dokter muda dan cantik yang mau berpura-pura menjadi kekasihku, tunanganku sekaligus menjadi perawatku padahal dia sudah bersuami. Tatapannya datar padaku, aku mengulas senyum untuknya.

“Terima kasih dokter Mariya.” Ujarku. Dia menggeleng gemas kemudian memukul lenganku.

“Kau benar-benar anak bandel yang menyebalkan. Bagaimana kau melukai seorang gadis yang sangat mencintaimu, huh?” ujarnya. Aku tersenyum sambil berpaling kembali dan menatap jalanan yang ditinggalkan Bianca. “Dia tidak mencintaiku, dia masih mencintai Tanaka Juri. Dan itu fakta yang tak mungkin dibantah.”

Dokter Mariya menggeleng, “Kau tak melihatnya? Dia hanya bersikap peduli dan merasa bersalah. Dia itu sedang bingung Jesse-kun. Hatinya berkata dia ingin tinggal disisimu, mempertahankanmu, tapi disisi lain kau nampak jelas didepannya seperti tak mencintainya dan bahkan membawa perempuan lain, tepatnya membawaku. Perempuan mana yang tak terluka huh? Kondisi Tanaka Juri hanyalah alasan untuk menghentikan ini semua. Sesungguhnya dia lelah bertanya-tanya mengenaimu. Kau memang bodoh karena tak memahaminya.”

Aku terkekeh kemudian menepuk pundak dokter Mariya. “Bukan tak memahaminya, karena memang tak ada cinta untukku. Itu pasti.” Dokter Mariya menghela nafasnya, “Terserah padamu, Jesse-kun. Aku mau pulang ya. Sakurai dan putriku Yuki sudah menungguku. Tapi untunglah Bianca tak jadi tinggal seminggu disini. Kalau jadi aku pasti sudah mati karena rindu pada dua orang yang aku cintai.” Aku tersenyum dan mengangguk.

“Pergilah dokter Mariya. Aku akan baik-baik saja.” Ujarku. Dia mengangguk, “Aku akan berbenah. Ah iya, aku sudah menelepon suster yang sudah disetujui ibumu, namanya Reia. Dia akan datang tak lama lagi. Jadi jangan sungkan padanya. Kalau ada apa-apa aku sudah memberitahukan Reia untuk mengabariku. Jadi kau juga jangan menyembunyikan apapun yang kau rasakan dariku ya.” Aku hanya mengangguk mengiyakan. Kemudian dokter Mariya pergi meninggalkanku.

Aku inginnya kau yang ada disini, Bi. Tapi aku pernah berjanji untuk tak pernah membuatmu menangis karenaku. Dan janjiku itu akan berusaha aku tepati.

……

 

Juni 2014

FOURTH DAY

Bianca’s POV

Aku membantu Juri untuk duduk disebuah bangku ditaman belakang rumahnya. Aku ingat dulu sewaktu SMA kami sering menhabiskan waktu disini. Aku akan membaca berbagai novel sedangkan dia akan tidur dipangkuanku. Kali ini kami duduk dibangku kayu yang terbuat dari pohon tua dan sudah dipelitur dengan baik. “Arigatou.” Ujarnya. Aku tersenyum dan mengangguk. Aku merapihkan alat infuse yang berisi cairan kemoterapi berwarna pink cerah.

“Kau mau makan, Juri-kun?” tanyaku. Dia menggeleng. “Bolehkah aku meminta satu hal hari ini?” tanyanya. Aku terkikik geli, sambil mengangguk aku berkata, “Tentu boleh.” Dia tersenyum kemudian menarik tanganku, membuatku terduduk disampingnya. “Nani?” tanyaku. Dia tersenyum kemudian membawa kepalaku kepangkuannya,

“Aku ingin merasakan jadi dirimu beberapa tahun yang lalu. Bianca yang dipangkuannya terdapat Juri sedang tidur. Aku ingin membiarkan Bianca tertidur dipangkuanku hari ini.” Mataku mengerjab tanda tak mempercayainya. “Tapi nanti kau lelah.” Dia menggeleng. “Tidurlah.” Pintanya. Menatap matanya yang berbinar aku hanya mampu menurutinya.

Kurebahkan kembali kepalaku dipangkuannya. Kucoba memejamkan mataku dan dia menepuk-nepuk lenganku dengan lembut. Membuatku merasa nyaman dan mengantuk.

……

 

Author’s POV

Jesse berdiri dikejauhan taman dimana Bianca tengah tidur dipangkuan Juri. Dimata Jesse, dia bisa menilai bahwa Juri adalah pria yang baik namun sama sepertinya, Juri tidak beruntung karena mengidap kanker. Seperti yang diinformasikan oleh orang suruhannya, Juri mengidap kanker semenjak dia mengikuti test di Keio University, barulah sejak itu Juri memutuskan Bianca dan meninggalkannya. Usianya baru 18 tahun kala itu sedangkan Bianca baru berusia 17 tahun. Lalu seperti yang Bianca ceritakan padanya, setelah masuk universitas, Bianca memutuskan menerima Yaotome Hikaru.

Jesse menarik nafasnya, kemudian meletakkan sekeranjang penuh buah-buahan disebuah meja tak jauh dari tempatnya berdiri. Kemudian Jesse berbalik pergi meninggalkan Rumah Juri.

……

 

Bianca’s POV

Rasanya tadi aku bermimpi melihat Jesse berada dirumah Juri, dia sedang menatapku yang tidur dipangkuan Juri. Tapi aku yakin itu hanyalah mimpi. Aku keluar rumah Juri dari pintu samping, hendak merapihkan paket yang dikirmkan nenek untukku hari ini. Tadi pagi beliau berkata akan mengirimkan beberapa bongkah roti dan susu segar untuk Juri.

Mataku membelalak saat menemukan sekeranjang berisi buah-buahan. “Nenek tak bilang kalau sekalian mengirim buah.” Aku segera merapihkan 4 kantong berisi roti dan botol-botol susu berukuran 1 liter serta mencoba mengangkut sekalian keranjang buah itu.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet