Engangement Party

WHITE SUMMER

September 2006

Jesse’s POV

Usiaku baru menginjak angka 10 tahun. Tahun lalu aku menjadi saksi perginya kakek Hanzawa dan kini aku harus menghadiri pemakan lain dari keluarga Hanzawa. Ayah dan Ibu Bianca neechan meninggal dunia karena kecelakaan pesawat saat transit di Taiwan. Pesawat itu harusnya membawa paman dan bibi Hanzawa menuju Australia untuk perjalanan bisnis mereka. Namun ternyata kecelakaan yang murni kesalahan sang pilot karena gagal take off mengakibatkan Bianca neechan dan keluarganya harus berpisah dengan orang yang mereka cintai.

Aku masih didalam mobilku. Menunggu sampai Neechan dan keluarganya meninggalkan tanah pemakaman. Barulah aku dan kedua orang tuaku bisa menyampaikan bela sungkawa kami ke kedua jenazah yang terbaring kaku. Disebelah nenek Hanzawa kini beridiri kakek dan nenekku yang tak berhenti menangis bersama nenek Hanzawa.

Lalu mataku tertuju pada satu titik, Bianca neechan hanya menatap kosong saat kedua jenazah diturunkan ke liang lahat dan ditimbun dengan tanah. Teringat kalimat terakhir kakek Hanzawa padaku, “Kuatkan dia saat dia merasa lemah dan hapus air matanya saat dia sedih dan terluka.” Tapi aku tak bisa melakukannya. Aku hanya boleh datang 5 atau 6 tahun lagi. Aku memandangi sekali lagi tubuhnya yang diam mematung, “Gomen na, neechan.”

……

 

Mei 2014

Author’s POV

Acara pertunangan dirumah keluarga Hanzawa cukup ramai dihadiri kolega baik dari keluarga Hanzawa maupun keluarga Lewis. Ucapan selamat disana sini dilontarkan. Dan terdengar dentingan gelas champagne yang beradu karena saling bersua.

Bianca menoleh pada Jesse yang nampak gagah menggunakan setelan formal warna hitam. Sedangkan dirinya mengenakan tube dress potongan A-line selutut warna pink cerah. Dari keluarga Jesse hanya tinggal ibu dan neneknya, karena ayahnya baru meninggal dunia tahun lalu karena kanker darah. Tapi kemeriahan pesta itu sama sekali tak berkurang. Baik Jesse maupun Bianca nampak berbahagia malam itu dengan meresmikan pertunangan mereka.

Beberapa teman sekolah termasuk guru-guru Jesse datang memberikan ucapan selamat. Total mungkin ada 500 undangan yang menghadiri pesta pertunangan itu. Tapi Bianca merasa mengantuk sekali sehingga berkali-kali dia menguap dan Jesse menangkap gelagat itu. Ditepuk-tepuknya bahu Bianca ringan. “Setelah ini selesai kok. Setengah jam lagi.” Bisik Jesse. Bianca menoleh pada tunangannya lalu mengangguk.

Tepat 30 menit berikutnya, acara pertunangan Jesse dan Bianca selesai. Kemudian Jesse membawa Bianca menuju sebuah kamar, dan mengajak Bianca masuk. “Tidurlah. Kau perlu beristirahat.” Ujar Jesse. Bianca naik keatas tempat tidurnya dan Jesse menyelimuti tubuh Bianca dengan selimut warna putih. Saat Jesse akan beranjak pergi, tangan Bianca menahan Jesse. “Jangan pergi sebelum aku benar-benar tertidur.” Pinta Bianca. Jesse tersenyum kemudian duduk ditepian tempat tidur yang nyaman itu.

Ditepuk-tepuknya dengan lembut punggung tangan Bianca, menunggu sampai Bianca menutup matanya dan tertidur. Tak perlu menunggu lama bagi Jesse untuk membuat Bianca tertidur. Jesse tersenyum saat mendapati wajah polos Bianca yang tertidur pulas. Jesse mendekatkan bibirnya pada Bianca dan mengecupkan bibirnya dengan lembut pada bibir merah milik Bianca. “Selamat tidur putriku.”

……

 

Desember 2011

Jesse’s POV

Aku memberanikan diri menemui panggilan Nenek Hanzawa hari ini. Tepat sepulang aku menyelesaikan ujian sekolahku. Dan kini disinilah aku berdiri, didepan pintu bertuliskan Hanzawa Miku (CEO) penanda siapa dan apa jabatan orang didalam ruangan itu. Tok tok tok! Aku mengetukkan tanganku bersopan santun. “Masuk!” terdengar suara perintah dari dalam. Aku memutar knop pintu dan dan mendorongnya hingga terbuka. Didepanku duduk wanita tua yang nampak masih anggun, sangat mirip dengan nenekku. Wajah beliau terangkat menatapku, kemudian senyumnya merekah.

“Lewis Jesse-kun. Aku sudah menunggumu nak.  Masuklah.” Sapa beliau. Aku mengangguk dan berjalan menghampiri beliau. “Apa kabar nek? Maaf baru sempat hari ini kesini. Aku sedang ujian.” Ujarku. Nenek Hanzawa tertawa, “Tentu saja kau harus mendahulukan ujianmu dibanding menemui perempuan renta penuh permintaan ini nak. Bagimana ujianmu? Lancar?” aku mengangguk. Lalu tangan beliau mempersilahkan duduk. Aku menarik kursi didepannya dan duduk dengan tenang. Siap mendengarkan.

“Jesse, nak. Kau ingat perjanjianmu dengan mendiang suamiku dulu? Juga janji keluarga besar kita?” tanya beliau. Aku mengangguk dan menahan nafasku. “Umurmu sudah 15 tahun. Dan tahun ajaran baru nanti kau akan masuk SMA. Nenek hanya ingin memastikan, apakah kau benar akan memunuhi janjimu dimasa kecil pada mendiang suamiku? Sejujurnya nak, nenek ingin memberikan kalian kebebasan untuk memilih. Seandainya kau menginginkan keputusan yang lain dihidupmu, nenek akan menghargai itu semua.” Aku mengernyitkan dahiku tanda tak mengerti. “Maksud nenek?”

“Kalau kau tak ingin memenuhi janji itu, nak. Nenek akan mendukungnya. Nenek ingin kau bahagia.” Senyum nenek Hanzawa terlihat tenang dan tulus. Apakah ini ujian bagiku?

“Tidak nek. Aku ingin tetap menjalankan janji itu. Aku ingin menikahi Bianca.” Nenek memperlebar senyumnya. “Baiklah kalau begitu. Satu pertanyaan nenek. Apa yang membuatmu jatuh cinta pada cucuku bahkan disaat dirimu belum genap 8 tahun?” aku kaget mendengar pertanyaan yang tak pernah kuantisipasi itu. Aku menarik nafasku dalam-dalam, mencoba merangkaikan kata-kata yang tepat.

“Dia seperti malaikat nek. Aku harus menahannya di bumi, disisiku agar selalu bisa kucintai. Jika tidak dia akan terbang pergi.” Hanya kalimat aneh itu yang keluar dari mulutku. Nenek Hanzawa tersenyum.

“Yakinkan nenek, nak, kalau kau akan menjaganya, melindunginya dan mencintainya. Seperti janjimu bertahun yang lalu dihadapan kami semua.” Pinta nenek. Aku mengulas senyumku, kali ini dengan lebih mantap aku mengatakan kalimat terakhirku, “Aku mencintainya dan akan selalu menjaga dan melindunginya. , menguatkan dia saat dia merasa lemah dan akan menghapus air matanya saat dia sedih dan terluka.”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet