Preparing For Our New Chapter

WHITE SUMMER

Juli 2004

Author’s POV

Jesse berlari keruang dimana ayah dan ibunya berada. Namun langkah-langkah kakinya berhenti setelah mendengar obrolan ayah dan ibunya dengan tamu keluarga mereka.

“Sayang sekali Jesse tidak bisa kita jodohkan dengan Bianca.”

“Betul sekali Yuuri, seandainya saja mereka sepantaran tentunya aku sangat bahagia menerima Jesse menjadi menantuku. Betul tidak yah?”

“Ya, aku juga sangat menyukai Jesse. Dia sangat pintar.”

“Jesse kami memang cerdas dan berbakat. Hanya saja, umur mereka terlalu jauh, jarak 7 tahun sangatlah sulit bagi keduanya untuk menyesuaikan diri.”

“Tapi menurutku, bisa saja mereka berjodoh.”

“Ayah, itu akan sangat sulit sekali.”

“Betul Lewis, seperti kata putramu dan menantumu, akan sulit sekali kedua cucu kita itu menyesuaikan diri.”

“Hanzawa, aku rasa umur bukanlah masalah. Mereka pasti bisa melaluinya.”

Jesse yang mendengar secara seksama pembicaraan itu kontan melebarkan senyumannya, sebuah ide muncul dipikirannya. Dia memberanikan diri masuk kedalam ruangan itu. “Ayah dan ibu, Paman, bibi dan kakek serta nenek. Jesse mau menikah dengan Bianca neechan. Jesse mencintai neechan.” Ujarnya. Kalimat polosnya itu membuat kedua orang tuanya, kakek-neneknya serta keluarga Bianca tertawa mendengarnya. Kecuali satu orang.

“Kau yakin Jesse-kun?” tanya kakek Hanzawa. Jesse menatap laki-laki tua itu, kepalanya mengangguk. “Emm.. aku yakin. Aku ingin menjaga neechan selamanya.”

“Astaga, Hanzawa-san, kau mau mendengar omongan kecil cucuku?” tanya kakek Lewis. Kakek Hanzawa menoleh dan tersenyum, “Tentu saja aku akan mendengarnya. Karena dia seorang anak laki-laki. Dan omongan anak laki-laki adalah janji baginya yang tak boleh diingkari. Bagaimana Jesse-kun, apa kau siap?” tanya kakek Hanzawa sekali lagi. Jesse mengangguk dengan mantap. “emm. Aku berjanji.”

……

 

Mei 2014

Author’s POV

Bianca mengecek kembali dandanannya sebelum keluar dari mobil dan menghampiri Jesse yang sudah menunggunya didalam restoran dekat sekolah Jesse. Hari ini mereka berjanji  untuk makan siang bersama. Karena mulai minggu ini mereka akan menyelesaikan urusan pertunangan mereka sehingga perlu bertemu untuk menyelaraskan keinginan mereka. Setelah merasa yakin dengan penampilannya yang kasual, Bianca melenggang keluar mobilnya.

Kali ini Bianca mengenakan rok warna putih selutut dengan cardigan warna toska dipadu dengan sepatu keds warna toska. Lalu ta slempang keluaran Coach warna putih. Bianca sengaja mengikat rambutnya menjadi ekor kuda dan memotong poninya supaya dia terlihat lebih muda. Bianca juga hanya mengenakan make up tipis dengan lipstick warna orange agar bibirnya terlihat segar.

Bianca masuk ke sebuah restoran cepat saji yang menyediakan aneka sushi dan ramen. Tak kesulitan bagi Bianca untuk menemukan keberadaan Jesse. Karena selain postur tubuh Jesse yang jangkung, tapi penampilan Jesse sangat berbeda dengan orang kebanyakan. Wajah Jesse sedikit kebarat-baratan, karena keturunan dari kakek dan ayahnya yang berkewarganegaraan Amerika Serikat. Selain itu, Jesse selalu terlihat acak-acakan jika mengenakan baju seragam. Berbeda jika dia mengenakan setelan pakaian resmi lengkap dengan sepatu pantoefel.

Jesse mengenali Bianca dan melambaikan tangan kearah Bianca. Bianca tersenyum dan menghampirinya. “Maaf aku terlambat.” Ujar Bianca. Jesse menggeleng sambil membukakan buku menu, “Kau mau makan apa?” tanya Jesse. Bianca meraih buku menu dan memperhatikan deretan menu yang tertera. “Samakan saja denganmu deh.” Ujar Bianca. Jesse tersenyum kemudian memanggil pelayan restoran dan memesan dua gelas ocha dingin dengan dua buah mangkuk ebi-ramen.

“Sa… mulai dari mana kita?” tanya Jesse. Bianca tersenyum kemudian mengeluarkan buku catatannya. “Pertama, Kita harus menentukan event organizer yang akan kita pakai. Kemudian kita memilih tempat pelaksanaan pertunangan, saran dari nenek, kita bisa memakan rumah keluarga Hanzawa, atau kau ada ide? Kemudian kita menentukan tema dan barulah memilih pakaian. Oiya, karena kau sudah menyediakan cincin buatku maka aku yang harus menyiapkan cincin untukmu. Ukuran jarimu berapa sih?”

Jesse tersenyum sambil menepuk-nepuk punggung tangan Bianca. “Karena pertunangan diadakan 2 minggu lagi, sebaiknya kita pakai Crystal Event Organizer, pemiliknya adalah kakak teman sekelasku. Untuk tempat kurasa nenek benar mengenai hal ini. Tema, aku tak pernah tahu yang seperti ini. Sisanya kuserahkan padamu.” Sekarang ganti Bianca yang tersenyum.

“Baiklah, bagaimana kalau temanya sakura? Jadi semua didominasi warna pink pucat dan kuning cerah. Lalu kau harus menemaniku memilih pakaian dan cincin untukmu. Kapan kita bisa bertemu dengan event organizernya?”

Jesse terdiam, nampak berpikir, “Nanti sore kalau begitu, aku rasa kita ada waktu luang nanti sore bukan?” tanya Jesse. Bianca mengangguk. “Kalau begitu kita makan dulu.” Bersamaan dengan itu pesanan mereka tiba dimeja mereka.

……

 

Mei 2005

Author’s POV

“Jesse-kun..” Jesse beranjak mendekati kakek tua yang tengah terbaring lemah ditempat tidur rumah sakit kelas suite itu. Mata Jesse yang berair dan membengkak karena menangisi kakek tua itu. “Kakek Hanzawa…” panggil Jesse lirih. Kakek tua yang bernama Hanzawa Shu itu tersenyum sambil membelai puncak kepala Jesse pelan. “Jangan menangis lagi Jesse-kun. Kau kan laki-laki.” Jesse mengangguk lemah.

“Kemarilah nak. Mendekatlah padaku.” Jesse bergerak makin mendekati sang kakek. Sementara kedua orang tuanya, paman dan bibi hanzawa juga nenek Hanzawa yang tengah dipeluk oleh neneknya sendiri disebelah kakeknya hanya mampu menatap diam kakek Hanzawa melambaikan tangannya.

“Kelak kau akan menjadi lelaki gagah dan tampan seperti Kakek dan ayahmu. Menjadi lelaki yang bermartabat yang membawa nama baik keluarga Lewis. Namun berhati lembut dan penuh kasih seperti ibu dan nenekmu. Kelak suatu hari nanti kau akan menjadi pendamping satu-satunya cucuku. Kakek menganggapmu sudah lebih dari cukup untuk memahami semua ini nak. Dibahumu akan dibebankan banyak tugas. Mulai dari menjaga nama baik keluarga Lewis dan nantinya juga nama baik keluarga Hanzawa.

Lalu kau juga harus bertanggung jawab atas perusahaan keluarga kami. Dan untuk itulah, kuberikan hadiah sekaligus tanggung jawab untuk menemanimu nanti. Cucu semata wayangku, Hanzawa Bi. Jagalah dia sepenuh hatimu, jangan pernah buat dia menangis karenamu, kuatkan dia saat dia merasa lemah dan hapus air matanya saat dia sedih dan terluka. Tapi sebelum itu nak, kau harus menjauhi dia. Kembalilah saat kau berusia 15 atau 16 tahun, kemudian nikahi dia saat kau berusia 18 tahun. Mungkin terlalu cepat, tapi itulah waktu-waktu yang tepat.

Maka, kutitipkanlah semuanya dipundakmu.” Begitu kalimat itu diakhiri, kakek Hanzawa mengulas senyumnya yang terakhir dan menutup matanya. Jesse yang mengerti apa artinya itu semua hanya dia mematung kemudian bergerak mencium kening sang kakek. Setahun terakhir, dia begitu dekat dengan kakek Hanzawa. Beliau mengajarinya banyak hal. Dan tentu saja hari ini Jesse merasa sangat kehilangan.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet