Chapter 10

Till death do us part
Please Subscribe to read the full chapter

 

Happy reading! Maaf jika banyak salah-salah ketik kata, karena tidak sempat di edit.

 

                                                                                ---------------------------------------------------

 

Nichkhun membisu, diam mematung. Matanya hanya bisa membalas tatapan Wooyoung yang sedang menatap matanya dengan tajam. Tatapan yang tidak mau di bohongi dan hanya menginginkan jawaban yang jujur.

Haruskah dia berbohong? Berkata jika obat-obatan itu bukan miliknya. Ataukah di harus menjawab dengan jujur, dan berkata. 'Oh, itu obat milikku, dan akan aku minum untuk menyusul kematianmu?' Bagaimana reaksi Wooyoung jika itulah alasan yang sebenarnya? Apakah dia akan menerimanya? Nichkhun hanya tidak menyangka jika obat-obatan itu di temukan Wooyoung secepat ini, sebelum dia mengarang alasan yang tepat.

"Hyung?" Wooyoung menuntut jawabannya segera.

"Uh, obat-obatan itu aku simpan untuk berjaga-jaga, jika aku tidak bisa tidur. Kau tahu, setelah kau meninggalkan aku pagi itu, aku sering tidak bisa tidur dan juga membuat aku stres, jadi aku sangat membutuhkan obat-obatan itu dan menyimpannya dalam lemari es." Nickhun menjawab, setelah mengarangnya dengan cepat.

"Dan ini apa?" tanya Wooyoung lagi sambil menyodorkan sebuah botol kecil yang berwarna jernih ke hadapan Nichkhun. Botol itu hanya sebesar jempol orang dewasa.

"Itu hanya essence  untuk menyedapkan makanan. Mungkin paman Hyukjin yang...."

Nichkhun langsung terdiam ketika dia melihat Wooyoung membuka tutup botol itu dan mendekatkan ke mulut untuk meminumnya.

"No. Hentikan itu!" Nichkhun berteriak, dan refleks tanpa sengaja dengan kasar dia menepis tangan Wooyoung yang memegang botol itu. Botol itu jatuh dan hancur dilantai kayu. Terdengar suara yang mendesis dari cairan yang tumpah.

Plak..!

Nichkhun merasakan sengatan pada pipinya. Tamparan itu tidak keras, diapun  hanya merasakan sakit sedikit. Tapi hatinya hancur ketika melihat Wooyoung menangis menelungkup, menutup wajahnya dengan bantal, menangis dengan suara keras.

"Baby." dengan halus Nichkhun mencoba menarik tubuh Wooyoung kedalam pelukannya, tapi Wooyoung meronta dan mendorong Nichkhun untuk menjauh darinya. Dia kembali duduk, dan sudah berhenti menangis. Dengan mata merah dan jejak air mata di pipinya, dia menatap Nichkhun tajam.

"Itu racun bukan?" tanya Wooyoung datar. "Mengapa hyung? Kau ingin seperti Romeo? Meminum racun untuk mengakhiri hidup ketika kekasihnya meninggal dunia? Bukankah sudah aku katakan jika itu tindakan bodoh dan kekanak-kanakan? Siapa aku, hingga kematianku menyebabkan kematian orang lain juga? Ingat hyung aku bukan Juliet."

"Aku tahu aku bukan Romeo Woo, aku juga tahu kau bukan Juliet. Tapi percayalah, cintaku lebih besar daripada cinta Romeo pada Juliet. Jadi sudah sepantasnya aku juga mengakhiri hidupku jika seorang Jang Wooyoung pergi meninggalkan aku."

"Itu salah!" teriak Wooyoung lemah. "Itu salah hyung. Hyung itulah mengapa aku menutupi keadaanku yang sebenarnya. Aku tidak ingin kejadian seperti ini terjadi. Aku sengaja menghindar, karena tidak ingin membuat orang lain menderita." 

"Tapi sampai kapan kau berniat menyembunyikannya? Apakah kau ingin mati dan di kubur tanpa seorangpun yang mengetahuinya, dan tanpa seorangpun yang menaruh bunga pada nisanmu?" Nichkhun balas bertanya.

"Sampai kau hidup bahagia hyung. Sampai kau menikah dan mempunyai anak-anak yang lucu. Sampai ada seseorang disampingmu yang akan menghiburmu ketika kau tahu keadaanku. Sampai kau  melupakan aku." kata Wooyoung dengan nada sedih.

"Aku tidak bisa bersama dengan yang lain Youngie. Kaulah kebahagiaanku. Kaulah mempelaiku. Dan kau adalah jodohku."

"Kita memang di jodohkan hyung, tapi kita tidak ditakdirkan bersama. Semua menentang dan melarang hubungan kita. Bahkan Tuhan pun melarangnya. Maka dari itu aku mengidap penyakit ini, karena untuk memisahkan kita."

"Aku tidak bisa Youngie, aku tidak bisa hidup tanpamu. Bayangkan jika posisi kita dibalik? Kau pasti akan berbuat hal yang sama. Ketika kau mati, sebagian hidupku pun ikut mati."

"Tapi sebagian diriku akan tetap hidup hyung. Aku memutuskan untuk pergi sendirian, aku memang berniat untuk mati dalam kesepian. Ketika aku terbangun dan kau tidur di sampingku. Percayalah aku ingin sembuh, aku ingin tetap hidup hyung. Tapi Dokter berkata lain dan takdirpun berkehendak lain. Aku tahu ajalku sudah dekat. Jadi tolong hyung, tetaplah hidup untuk setengah bagianku juga."

Kembali Nichkhun terdiam. Dia hanya menundukkan kepalanya, karena dia tidak bisa berjanji pada Wooyoung. Untuk apa dia hidup, jika Wooyoung tidak ada di sisinya. 

Melihat Nichkhun membisu, Wooyoung menjadi takut. "Hyung, berjanjilah kau akan terus hidup! Berjanjilah padaku hyung! Please...hyung! Please...!" Wooyoung meraih kedua tangan Nichkhun dengan kedua tangannya. Di genggamnya tangan Nichkhun dengan erat. Matanya menatap dan memohon pada Nichkhun.

"A..aku..." ragu-ragu Nichkhun ingin menjawab.

"Kau harus hidup hyung, aku tidak ingin kau mati. Berjanjilah hyu..huk. Uuhuuk....uhuk....uhuk." Wooyoung langsung menutup mulutnya, ketika batuk menyerangnya tiba-tiba. Dia tidak menyadari ada darah yang mengalir di sela-sela jarinya.

Nichkhun panik, dan menarik tangan Wooyoung yang menutupi mulutnya. Darah langsung menetes di atas selimut.

"Youngie! Kau kenapa?" teriak Nichkhun panik. 

Wooyoung tidak berhenti batuk. Tapi mulutnya sudah berhenti mengeluarkan darah. Nichkhun membawanya ke kamar mandi untuk membersihkan wajah Wooyoung dan mulutnya. Setelah batuknya berhenti, Wooyoung berkumur-kumur dan menyikat gigi. Setelah selesai Nichkhun mengendongnya kembali ke kamar. Nichkhun menarik selimut yang terkena darah, dan membaringkan Wooyoung di atas kasur. Lalu dia pergi ke lemari untuk mengambil selimut lain, dan menyelimuti tubuh Wooyoung. 

"Kau tidak apa-apa?" Nichkhun bertanya khawatir.

Wooyoung mengangguk lemah.

"Benarkah? Haruskah kita pergi ke Dokter? tanya Nichkhun lagi.

"Aku hanya ingin tidur hyung. Aku sangat mengantuk." Jawab Wooyoung lalu menarik selimut sampai ke dagunya, berbalik membelakangi Nichkhun  dan memejamkan matanya mencoba untuk tidur. Nichkhun menatapnya sebentar, lalu membawa selimut yang terkena darah itu keluar kamar. 

Nichkhun kembali kekamar dan membersihkan botol yang pecah dan ciaran yang tumpah di lantai kayu, dan membuang pecahan botol ke luar pondok. Setelah semuanya bersih, dia berbaring di sebelah Wooyoung dan memeluk tubuhnya. Nichkhun merasakan getaran pada tubuh Wooyoung yang masih menangis dalam diam. 

Keesokan paginya, karena masih khawatir dengan kondisi Wooyoung, Nichkhun membawanya ke Dokter.

"Youngie, bukankah saya pernah berkata jika kau tidak boleh stres?" tanya Dokter Kim. "Sekarang daya tahan tubuhmu menurun, itulah sebanya kau terserang batuk."

"Tapi Dok, mengapa batuknya mengeluarkan darah, berbahayakah jika dia seperti itu." tanya Nichkhun, karena di sangat khawatir. Sedangkan Wooyoung hanya diam membisu.

Dokter Kim, tersenyum sebelum menjawab. "Saya hanya bisa memberi obat untuk menguatkan tubuhnya dan serangan batuknya, Mr. Nichkhun, selebihnya kita serahkan pada Wooyoung sendiri." Dokter Kim menuliskan beberapa resep dan di berikannya pada Nichkhun.

"Jaga dia dengan baik Mr. Nichkhun, dan kau Youngie kau harus menjaga kesehatanmu, ok!"

"Baik Dok, terima kasih." Wooyoung membungkukkan badannya dan langsung keluar tanpa menunggu Nichkhun. 

 

Setelah perdebatan sore itu, Wooyoung jadi pendiam. Dia masih marah dengan Nichkhun. Sewaktu ibunya datang bersama ayahnya minggu itu. Dia menangis memeluk ibunya. Mr. Jang yang merasa heran hanya melirik Nichkhun dengan tanda tanya di matanya. Nichkhun hanya bisa tersenyum simpul dan mengelengkan kepalanya.

"Khun ada apa dengan Youngie? Kelakuannya sangat aneh hari ini. Menangis dan tidak mau keluar dari kamar kami. Apakah ada sesuatu yang terjadi Khun?" tanya bibi Sohe malam itu. Dia keluar  kamar setelah Wooyoung tertidur dikamarnya. Mereka berkumpul di ruang makan dan berbicara sambil berbisik.

"Dia marah padaku bi. Dia sedang ngambek. Sudah beberapa hari dia tidak mau berbicara denganku." jawab Nichkhun sambil tersenyum sedih.

"Pasti ada alasannya kan dia bertindak begitu?" tanya Mr. Jang

"Dia sangat marah padaku, ketika dia menemukan racun di dalam lemari es. Dan aku akan meminumnya setelah kematiannya." jawab Nichkhun tanpa beban.

"Khun!" teriak Mr. dan Mrs. Jang serentak.

"Apa maksudmu?" Mrs, Jang bertanya dengan terkejut. 

"Maksudmu kau..kau mau bunuh diri ketika Wooyoung meninggal?" Mr. Jang menatap Nichkhun ngeri.

Nichkhun menganggukkan kepalanya lemah. Dia menunduk dan menangis. "Aku sangat mencintainya bi, dan aku tidak bisa hidup tanpa dirinya. Tolong mengertilah dengan keinginanku." katanya sambil terisak.

"Khun, bagaimana dengan orang tuamu? Dan bagaimana dengan pernikahanmu? Kau tidak boleh egois Khun. Kasihan ibumu jika kau seperti ini." kata Mrs. Jang lembut sambil mengelus punggung Nichkhun.

"Aku tidak peduli dengan yang lain, aku hanya ingin bersama Youngie bi." 

Mr. dan Mrs Jang hanya terdiam. Untuk apa memaksa Nichkhun, jika dia  memiliki keinginan dan keteguhan hati yang kuat dan tidak bisa di cegah ataupun di larang. Mereka hanya berharap jika Nichkhun akan berubah pikiran.

"Paman Jang, dan bibi Sohee jangan mengatakan hal ini pada daddy dan mommy. Aku tidak ingin mereka mengetahuinya." pinta Nichkhun dengan tatapan memohon pada paman dan bibinya.

Mr. dan Mrs Jang hanya bisa menarik nafas panjang dan menganggukkan kepala. Tidak bisa berbuat apa-apa.

 

 

Hari Minggu adalah hari terakhir bagi Mr. dan Mrs Jang menginap. Mereka sedang bersiap-siap untuk pulang  ke Seoul da

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
CNBDania
#1
Chapter 12: Okay, sejujurnya awalnya gak mau baca cerita ini(agak risih dengan main couplenya, i'm not used with that kind of relationship). Tetapi jalan ceritanya benar-benar menghanyutkan, ide ceritanya benar-benar unik dan ditambah dengan gaya penceritaan yang luar biasa. Benar2 paket komplit dan aku puas membaca cerita ini. Dan yang paling utama, cerita ini benar2 berkesan dihati.
aririska #2
Chapter 12: Cerita ini terlalu sayang untuk ditinggalkan bahkan hanya untuk comment di chapter" sebelumnya ... #plaak
Cerita ini bener" sukses membuat air mata terus mengalir ,,, serasa seperti nonton film .... ^_^

saya benar" bisa merasakan rasa sakit yang dirasakan khunyoung dalam setiap katanya ...
Begitu mudah untuk membayangkan bagaimana perasaan mereka ...

fic ini bener" 'daebak' authornim .... :D Jago banget bikin kata" yg menyayat hati ...
Hwaiting ... buat update cerita" lain yang lebih agst lagi yaa ....

ditunggu Cerita terbaru selanjutnya ... ^__^
ShinPM98
#3
Chapter 12: Love this story so much...you made me cry a lot <33 a sad ending but ended up as beautiful ending... Love KhunYoung...their love is so powerful! No ine can beat it~~~
pipikya #4
Chapter 12: perjuangan yang panjang dan berat buat khunyoung. tapi syukurlah mereka bisa bersatu kembali. keren thor. next fanficnya ditunggu ^^
pipikya #5
Chapter 3: aku udah ngira kalo kalo sheeren bakalan ngomong gitu ke wooyoung. poor wooyoung, sudah jatuh tertimpa tangga pula ;-;
pipikya #6
descriptionnya menarik~
jadi penasaran gimana jalan ceritanya :3
ReLif_53 #7
Chapter 12: Huhuu.. Aku terhura.. #plakk
ini keren thorrr..
Awalnya mau nangis pas bagian jiyoung ngmong ke khun.. Tapi pas baca kebawah eh udah end, gak jadi deh nangisnya.. Hehehehe...
Kerenn thoorr.. Love it..
2pm_4ever #8
Chapter 12: Akhirnya ky bersatu....!!!
Dan akhirnya tamat juga ceritanya....!!!

Thank U banyak buat author!!!