PART 3 – ABSENT

THEY SAID YOU ARE MY MOTHER

Author’s POV

Yixing menghentikan mobilnya tepat didepan sekolah putri kecilnya, ponselnya bergetar. Dia membaca dengan cepat email yang diterimanya kemudian membalasnya dengan cepat pula. “Appa...” panggil Teya. Yixing mendongak dari ponselnya, menatap putrinya. “Ya Sweetheart. Kenapa?” Tanya Yixing. Teya terlihat mengancingkan mantelnya, kemudian tangan Yixing menjulur membantu putrinya mengenakan mantelnya.

“Kalau Appa sibuk dan tidak bisa menemani Teya untuk bertemu dengan  Saem Mi, tidak apa-apa kok. Teya mengerti, Appa mungkin ada meeting.” Ujar puterinya. Yixing terpaku menatap putrinya kemudian merengkuh putrinya, “Tidak, Nak. Hari ini Appa harus menemani Teya seharian. Sekalian Appa ingin bertemu dengan Saem Mi yang mengajarkan banyak hal pada Teya. Lagipula besok Appa akan pergi ke Belanda mengurus bisnis, kan?” ujar Yixing. Teya membalasnya dengan anggukan.

***

 

Yixing’s POV

(Flashback)

8 jam yang lalu…

“Appa menangis? Maafkan Teya karena membuat Appa sedih.” Ujar putri kecilku sambil menangkupkan kedua telapak tangannya, tanda maaf. Aku menggelengkan kepalaku, “Maafkan Appa yang terlalu sibuk untuk Teya. Maaf karena mengabaikan Teya selama ini karena Appa yang sibuk bekerja.” Ujarku. Teya menggeleng kuat-kuat. “Tidak Appa. Teya tidak pernah merasa begitu. Teya sayang Appa.” Ujarnya.

Lengan kecilnya merengkuh leherku. Tangannya yang kecil merengkuhku. “Ceritakan pada Appa dong sayang, kenapa Teya mengucap ‘selamat hari ibu’ pada Appa.” Bujukku. Teya mengangguk-angguk. “Kemarin disekolah, Saem Mi mengajari origami. Lalu kami membuat bunga kertas. Kemudian Saem Mi mengatakan bunga itu diserahkan untuk ibu. Lalu Teya menjadi sedih karena Teya tidak punya Eomma. Lalu Saem Mi menghampiri Teya, mengatakan bahwa Saem Mi juga tidak punya ibu sejak kecil. Lalu Teya bertanya kepada siapa sebaiknya Teya memberikan bunga milik Teya, lalu Saem Mi mengatakan bunga Teya boleh diberikan pada Appa.”

Aku menatap putriku lekat-lekat, kemudian memeluknya dan mengecup bibirnya hangat, “Teya, meskipun kita kekurangan karena kita tidak punya Eomma, tapi percayalah Appa lebih bahagia karena Appa tidak sendiri karena ada Teya yang menemani Appa yang menyayangi Appa.” Ujarku. Teya-ku mengangguk lalu mencium pipiku.

“Appa mau bertemu dengan Saem Mi boleh tidak, Nak? Apaa penasaransekali  dengan Saem Mi yang mengajarkan Teya banyak hal. Boleh?” tiba-tiba kulontarkan kalimat permintaan ini. Mata Teya-ku membulat, kemudian mengangguk, “Tentu saja boleh. Besok Saem Mi akan mengajarkan matematika, Appa. Yeyyyy Appa akan kesekolah Teya.” Ujarnya bersemangat. Aku hanya mampu tersenyum untuk kebahagiannya

Miyoung, seandainya kamu disini melihat bertapa sehatnya putri kita, mungkin saat ini aku akan cemburu karena telah menjadi laki-laki. Karena berani bertaruh, yang akan mendapatkan pelukan dan ucapan ‘selamat hari ibu’ adalah dirimu, Ibunya, bukan aku.

(Flashback end)

 

“Mr.Zhang..” panggil perempuan paruh baya. Aku menoleh, mengalihkan pandanganku yang menerawang menatap bunga, sementara jari-jariku menggantung berhenti mengetik email yang harusnya aku balas.

“Mrs. Kim? Maaf sudah lama tidak kemari sejak hari pendaftaran Teya.” Ujarku sembari membungkukkan badan. Mrs.Kim tertawa sumringah, “Tidak apa-apa Mr.Zhang. Ada keperluan apa datang kemari? Apakah Saem Mi mengundang anda untuk berbicara mengenai Teya?” tanyanya. Aku menggeleng, “Tidak, hanya saja saya penasaran dengan Saem Mi yang mengajarkan putri saya sesuatu yang menyenangkan. Saya berhutang budi padanya.” Jawabku.

“Ah begitu. Ah tapi sayang sekali Mr.Zhang, Saem Mi hari ini sakit. Asmanya kambuh. Tadi pagi beliau mengabari saya.” Ujar Mrs.Kim. Entah kenapa ada perasaan kecewa dan sedikit rasa sakit yang aku rasakan. “Saya mengerti, Mrs.Kim. Sampaikan salam saya untuk Saem Mi, semoga lekas semubuh.” Ujarku.

“Appa!!!” suara gadis kecilku memanggilku. Aku berbalik menatapnya, matanya sudah berair. “Kenapa, Nak?” tanyaku bersamaan dengan Mrs.Kim. Teya menatapku lalu memelukku, “Mereka bilang Saem Mi sedang sakit, Appa. Saem pasti sendirian.” Ujarnya dengan air mata yang kemudian jatuh dengan derasnya.

“Hey… tenang sweetheart. Pasti akan ada yang merawat Saem Mi. tenanglah.” Ujarku sambil memeluk putri kecilku, bahunya terguncang karena menangis.

“Teya, dengarkan ibu. Saem Mi akan baik-baik saja. Saem Mi akan segera kembali mengajar. Teya kembali ke kelas ya.” Ujar Mrs.Kim membantuku menenangkan putri kecilku. “Nah, Nak. Kau mendengar sendiri, kan? Saem Mi pasti akan baik-baik saja. Tenanglah sayang. Sekarang kembali ke kelas ya. Appa antar.” Bujukku. Dia mengangguk dengan masih terisak. “Permisi Mrs.Kim.” pamitku.

“Silahkan Mr.Zhang.”

***

 

Miyoung’s POV

Aku membereskan berkas pekerjaan rumah murid-muridku yang kemarin tertunda karena aku memilih tidak berangkat kerja kemarin. “Saem Mi!!!!!” teriak seorang anak perempuan kearah ruang kerjaku. Aku membalik kursiku dan menemukannya tersenyum lebar sambil mengenggam buket bunga krisan putih ditangan kanannya.

“Hey, Teya… jangan berlari, Nak. Nanti jatuh.”  Ujarku memperingatkan. Dia langsung memelukku. “Saem sudah sembuh?” tanyanya dengan nafas terengah-engah karena berlari. Aku mengangguk, “Sudah, Nak.” Ujarku sambil mencubit hidung murid favoritku ini. “Ini buat Saem.” Katanya sambil mengulurkan buket Krisan padaku. Aku mengernyit, “Untuk apa, Nak? Saem belum berulang tahun.”

“Kata Appa, untuk orang sakit kita boleh memberikan bunga.”

“Appa?”

“Ya, Appaku Saem. Oiya, kemarin Appa penasaran ingin bertemu dengan Saem. Tapi Saem sakit jadi Appa tidak bisa bertemu dengan Saem. Eh, sepertinya Appa masih diluar sedang mengobrol dengan Mrs.Kim dipintu gerbang. Ayo Saem kita bertemu Appa.” Ujarnya sambil menarikku kearah pintu gerbang.

Kami berjalan tergesa-gesa, aku masih menggenggam buket krisan dan tangan kananku digenggam erat oleh Teya.

“Appa!!! Loh, Appaku kemana Mrs.Kim?” Tanya Teya. Aku juga bertanya-tanya dan mencari-cari sosok yang dicari Teya.

“Appa Teya barusan berangkat langsung ke Bandara. Appa menitipkan ini untuk Teya dan Saem Mi.” ujar Mrs.Kim sambil mengulurkan dua buah coklat masing-masing kepadaku dan kepada Teya.

“Saem Mi, Mr.Zhang kemarin ingin bertemu dengan anda. Tapi hari ini ternyata beliau buru-buru dan hanya menitipkan hadiah kecil ini untuk anda.” Jelasnya. Aku mengangguk menerima coklat itu, kulirik Teya sudah makan coklatnya dengan lahap.

“Pelan-pelan maknnya, Nak. Nanti kamu tersedak.” Tegurku pada Teya yang dibalas cengiran khasnya.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
riezaimar #1
sediiih... tapi gw suka kris nya bahagia...:)