PART 12 – A SMILE IN YOUR FACE

THEY SAID YOU ARE MY MOTHER

Yixing’s POV

Aku melepas Teya  dengan pelukan yang lebih erat dan lebih nelangsa. “Jangan murung, Nak. Teya percaya kan, Eomma akan datang untuk Teya. Saem Mi adalah Eomma Teya, jika eomma menyayangi Teya dia akan datang, Nak. Percayalah dengan Appa.” Ujarku menenangkannya. Dia mengangguk.

Aku melambaikan tangaku dan bergegas meraih pintu mobilku, “Saem Mi!!!! Saem!!!!” suara Teya berteriak. Aku menoleh dan mencari kearah mana dia berteriak. Aku mendapatinya, sosok tubuh perempuan dengan mantel coklat yang memunggungi Teya.

“Saem!!!! Saem Mi!!!!” teriak Teya lagi. Teya mengenalinya dan demikian juga denganku, Miyoung, kau datang? Mau tak mau hatiku bahagia melihatnya datang melihat Teya. Tapi Miyoung berjalan semakin menjauh. Aku menatap Teya yang wajahnya memerah karena berteriak.

“Eomma!!!!”  Teya kembali berteriak tapi mengganti panggilannya. Langkah kaki Miyoung berhenti, kau percaya kan Miyoung? Dia putrimu. Dia putrimu. Aku berjalan menghampiri Teya namun langkahku tertahan, entah kenapa sepertinya aku ingin memberinya ruang dengan Teya.

“Eomma eomma!! Eomma eomma!!” Teya berteriak kembali. Miyoung masih mematung ditempatnya berdiri. Aku melirik Teya kembali. “Eomma. Benarkah Saem Mi eommaku?”  putri kecilku kembali berteriak, nafasnya tersengal karena berteriak dan sepertinya menahan tangisnya.

“Eomma… Maafkan Teya. Teya berbuat salah. Maafkan Teya.”  Suara Teya semakin lirih dan isakannya semakin jelas. Miyoung membalikkan badannya, wajahnya pucat dan penuh keraguan. Dimatanya kini terlihat jelas dia ingin memeluk Teya, aku memahaminya. Miyoung berjalan lebih cepat menghampiri Teya kemudaian memeluk Teya dan Teya memeluk leher Miyoung. Membenamkan tangisan dibahunya.

“Benarkah Saem itu eommaku?”  Teya kembali bertanya. Miyoung melepaskan pelukannya, menghapus air mata Teya dengan jari-jari lentiknya. Dia tersenyum, “Bukan, Nak. Kalaupun iya, Saem bisa apa. Tapi Saem tidak yakin Saem adalah ibu yang baik untuk Teya. Teya terlalu sempurna untuk Saem. Teya boleh menganggap Saem adalah eomma Teya, tapi bukan Nak. Bukan.” Ujar Miyoung.

Hatiku mencelos. Bagaimana mungkin dia mengatakan itu semua, “Dia putrimu. Aku berani bersumpah dia putrimu, Jang Miyoung.” Ujarku akhirnya. Miyoung berdiri dengan cepat. Langkah kakinya mundur perlahan namun ragu-ragu. Wajahnya semakin pucat manakala melihatku. “Jangan mendekat Zhang Yixing.” Ujarnya dingin.

Aku berjalan semakin mendekatinya, dia semakin mundur menjauh. “Kita bisa buktikan di rumah sakit, Miyoung. Kau bisa melakukan tes DNA untuk mengecek semua kebenarannya. Dia putrimu, putri kita.” Uajrku. Miyoung menggeleng kuat-kuat.

“Putriku Zhang Minzi.”

 

(flashback)

“Kalau putri kita lahir , kau ingin menamakannya apa sayang?” ujarku sambil membelai rambutnya yang tergerai. Kepalanya dipangkuanku menatapku setelah dia menurunkan majalah untuk ibu dan anak balita yang dibacanya. Dia tampak berpikir. Kemudian tersenyum, matanya menghilang karena senyumnya.

“Aku rasa Zhang Minzi nama yang indah.” Ujarnya. Aku tersenyum kemudian mengecup keningnya, “Kenapa Zhang Minzi?” tanyaku penasaran. Dia bangkit dari tidurnya, aku membantunya duduk dan meletakkan bantal untuknya bersandar saat duduk. Perutnya yang sudah buncit karena usia kandungannya sudah mencapai 29 minggu tampak begitu bulat dan sedikit membuatnya susah bergerak.

Dia meletakkan kedua tangannya dipipiku, mengecup pelan bibirku, aku kaget dengan apa yang dilakukannya. Dia melepaskan ciumannya dan tersenyum menatapku. “Miyoung Yixing akan menjadi Minzi. Itu bisa jadi kependekan nama kita berdua, sayang.” Ujarmya.

Aku tertawa. Dia memberengut sambil melepaskan kedua tangannya dari pipiku. Aku menangkapnya, “Jangan bilang kau sudah menghayalkan nama itu sejak lama, Miyoung?” tanyaku. Wajahnya memerah kemudian dia berusah memukulku dengan kepalan tangannya yang lemah didadaku. Aku tertawa. Kemudian dia beranjak dan meninggalkanku. Aku menatapnya masih dengan senyum lebar.

Sebelum dia keluar kamar kami, dia berdiri didepan pintu, “Kau tahu, aku selalu memimpikan nama itu sejak lama. Dan kau benar sekali, aku sudah menyiapkan nama itu lamaaa sekali, sejak pertama kali aku menatapmu.” Ujarnya sambil tersipu dengan pipi memerah sebelum menutup pintu kamr kami. I love you Jang Miyoung.

(flashback end)

 

“Miyoung…..” panggilku lirih. Miyoung menatapku, kini pipinya sudah basah dan matanya memerah karena menangis.

“I wish have a time machine to show you that Teya is your daughter. Tapi jika kau tak mau mengakuinya, aku bisa apa. Pergilah Miyoung.” Ujarku. Miyoung terpaku beberapa saat kemudian dia beranjak pergi.

“Eomma!!!!!” Teya berteriak histeris dan aku sempat menangkapnya sebelum dia mengejear Miyoung yang sudah setengah berlari meninggalkan kami. “Appa… dia eomma.. eomma!!! Eomma!!!” Teya makin histeris dalam pelukanku. Dia menangis keras dan menolak menenangkan diri. Aku juga perlu waktu lama Miyoung, perlu waktu lama untuk menyadari kau sudah pergi.

***

 

Author’s POV

Perempuan itu berjalan penuh kemantapan dengan kedua kakinya. Menuju sebuah pintu putih yang bergantung angka 7 didepannya. Dia berhenti dan menatap pintu itu beberapa detik kemudian memutuskan mengetuknya. Terdengar suara langkah kaki menuju pintu, suara knop diputar dan pintu terbuka.

Sebuah wajah gadis muda membelalak kaget melihat perempuan yang dihadapinya didepan pintu. “Apa yang anda lakukan disini?” tanyanya panik. Gadis itu menoleh kekanan kirinya, bahunya berguncang hebat. “Kris… kris… krisss… kumohon kriss….” Dia bergumam lirih.

Perempuan itu menatap si gadis dengan penuh luka dihatinya. “Nak….”

“Tidak!!!! Pergi!!! Pergi!!!!” ujar gadis itu histeris. Air matanya kemudian keluar, pipinya memerah dan bibirnya memucat, “Kris.. kris.. kris..” dia masih menggumamkan satu nama. Perempuan itu menghela nafasnya, kemudian meraih ponselnya menekan beberapa deret angka “Kris Wu, saya perlu bantuan anda.” Ujarnya.

***

 

Miyoung’s POV

Aku membuka mataku dan menatap sepasang lengan tengah memeluk pinggangku, aku hampir saja berteriak histeris kalau saja aku tak mengenali wajah yang tengah menempel dibahuku. “Kris??” panggilku memastikan aku tidak bermimpi, karena yang aku tahu dia seharusnya masih di Vancouver. Lelaki itu menggeliat dari tidurnya, perlahan matanya terbuka, dia tersenyum.

“Kau sudah bangun?” tanyanya. Aku mengangguk. “Apa yang terjadi?” tanyaku memastikan. Ingatanku mengacak, aku mengingat aku kesekolah Teya dan bertemu dengan Yixing. Kemudian aku seperti bermimpi buruk dan melihat ibu Yixing datang menemuiku.

“Miyoung??” panggil Kris ragu-ragu. Lengannya kini tidak lagi memeluk pinggangku. Aku menoleh kearahnya. “Ingatanku kacau sekali Kris. Aku bermimpi ibunya datang padaku. Aku…”

“Beliau memang datang kesini. Aku yang mengantarnya semalam.” Ujarnya dingin. Aku bangun dari tidurku, menatapnya lurus, memastikan sesuatu.

“Kris?? Apa yang kau lakukan? Kau ingin menunjukkan pada semua orang kalau aku gila?” ujarku. Kris bangun dan menghela nafasnya, dia berusaha meraih tanganku, mencoba menenangkanku.

“Aku tak menginginkan apapun selain kebahagiaanmu. Percayalah. Jika aku mencinatimu, itu memang benar. Jika aku ingin memilikimu seutuhnya dan membuatmu selalu tersenyum, itu juga benar. Tapi mengatakan kau gila, tidak, itu salah. Membuatmu melupakan murid kesayanganmu yang ternyata putrimu, tidak, itu juga salah. Aku ingin kau mengetahui yang sebenarnya terjadi. Dari Yixing, dari Mrs.Zhang dan dari hatimu sendiri. Jika nantinya kau ingin tetap bersamaku karena mencintaiku, aku akan sangat berbahagia menerimamu, karena betapapun aku mencoba berbohong, aku tetap mencintaimu. Aku jatuh cinta berkali-kali karena mata dan senyumanmu.” Ujarnya. Kemudian dia bergerak memelukku.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
riezaimar #1
sediiih... tapi gw suka kris nya bahagia...:)