PART 13 – APOLOGIZE

THEY SAID YOU ARE MY MOTHER

“Katakan apa yang membuatmu jatuh cinta padaku?” aku bertanya pada gadis berambut kecoklatan yang masih mengenakan seragam sekolahnya. Kakinya yang telanjang menendangi pasir pantai tempat kami berkencan hari ini. Dia tampak memikirkan sesuatu.

“Kau tak mencintaiku?” tanyaku lagi padanya. Gadis itu menggeleng. Kemudian pipinya memerah karena malu. “Katakan padakuuuuu…” rajukku. Dia menoleh kemudian pipinya semakin memerah.

“Aku jatuh cinta pada senyumanmu, pada lesung pipimu. Dan aku berkali-kali jatuh cinta karena dimatamu tergurat kejujuran selalu.” Ujarnya masih dengan malu-malu, kemudian wajahnya yang bersemu menunduk. Semburat hangat menghinggapi wajahku, rasanya menyenangkan mendengarnya.

Perlahan kuraih kedua ppipinya, aku menatapnya kemudian mendaratkan sebuah kecupan untuk pertama kali dibibirnya. Perlu menunggu 100 hari lamanya bagiku untuk melakukannya.

----------------------------

 

Yixing’s POV

Bip!

Aku melirik jam digital disebelah tempat tidurku. Ini hari ketiga sejak aku melihat Miyoung terakhir kalinya disekolah bersama Teya. Dan sampai saat ini tidak ada tanda-tanda dia menghubungiku. Aku menghela nafasku.

“Appa…” panggil Teya takut-takut dari arah pintu. Aku menoleh dan melambaikan tangan menyuruhnya masuk. Dia berjalan kearahku, kemudian memelukku.

“Teya percaya Eomma menyayangi kita berdua, Teya hanya ingin Appa jangan bersedih. Eomma akan kembali kan. Ya kan?” ujarnya. Aku menatap putriku. Dia tidak menangis dan dia terlihat sangat kuat dan tegar. Aku tersenyum kemudian memeluknya.

“Teya tau, Teya mewarisi senyuman Eomma. Senyuman yang membuat Appa berkali-kali jatuh cinta. Bagaimana Appa tidak bisa tidak luluh dengan kalian berdua.” Ujarku.

***

 

Author’s POV

Zhang Liyin melihat adegan paling mengharukan pagi ini. Putranya, Zhang Yixing tengah memeluk Teya, cucunya dan mengatakan bahwa Jang Miyoung memiliki senyuman yang membuatnya jatuh cinta berkali-kali. “Bagaimana bisa aku tidak menyadarinya, aku telah membuat dua orang yang aku cintai begini terluka. Semua harus kuselesaikan dengan tanganku sendiri. Aku yang memulainya bukan? Mungkin kemarin aku gagal. Tapi mungkin hari ini aku akan berhasil.”

Zhang Liyin bergegas menuju ruang kerjanya. Meraih ponselnya dan menekan sederet angka yang diketahuinya. Terdengar nada sambung, “Mr.Wu, ne… saya Zhang Liyin. Ya, saya membutuhkan bantuan anda. Saya akan mencobanya kali ini. Mungkin anda bisa membawanya ke tempat yang mebuatnya nyaman? Atau mungkin anda bisa menemaninya? Ah… baiklah, saya akan kesana. Terima kasih, Mr.Wu. ahhhh baiklah, terima kasih Kris.”

***

 

Yixing’s POV

Message from : Kris Wu (Wufan Groups)  010-999-378-118

Received  : 9.12

Wanna tell you something Yixing. Your mom will meet with Miyoung at Han River park 30 minutes later. She already ask my help 15 minutes ago. Would you come and bring Teya? I think everything will be solved today. You just need to watch and listen. After your mom solved everything with Miyoung, you can come with Teya.

 

Aku membaca ulang pesan singkat dari Kris. Aku tersenyum. Kuarahkan kembali mobilku untuk menjemput Teya lebih awal dari sekolahnya. Aku harus membawanya untuk bertemu dengan ibunya.

***

 

Miyoung’s POV

Tangan besar Kris masih menutupi kedua mataku. Dia menuntunku berjalan menuju suatu tempat yang aku tak boleh tahu. “Duduklah. Kau boleh membuka matamu saat aku  mengatakan buka.” Ujarnya. Aku mengangguk tanda mengerti.

***

 

Author’s POV

Kris memberikan anggukan singkat pada Zhang Liyin yang sudah duduk disebelah Miyoung. Mereka kini menghadap kearah sungai Han yang lebar. Perlahan Kris melepaskan tangannya dari mata Miyoung.

“Kris sudah boleh kubuka?” Tanya Miyoung. Kris menatap Zhang Liyin yang tersenyum tegar didepannya. “Ya boleh.” Jawab Kris akhirnya.

Perlahan Miyoung membuka matanya. Matanya kemudian membelalak saat menyadari siapa yang ada disebelahnya. Kris mencengkeram kuat bahu Miyoung, “Hadapi. Kau sudah bisa menghadapi Yixing dan Teya. Kini kau harus menghadapi Mrs.Zhang.”

“Tapi Kris dia…”

“Katakan pada beliau setelah kau mendengarkan.” Potong Kris. Kemudian Kris melepaskan cengkeraman dibahunya. Agak sedikit menjauh. Miyoung tampak sedikit panik, namun tangan Zhang Liyin  menyentuhnya. Hawa hangat menjalari Miyoung. Perlahan dan takut-takut dia menoleh kearah mertuanya.

“Nak, dengarkan mama.”

Miyoung menggeleng kemudian menarik tangannya dan menutup kedua telingaya. “Mama mohon, dengarkan mama. Kumohon Nak. Ini soal putrimu.” Miyoung masih menggeleng dan perlahan air matanya turun. Zhang Liyin menyeka air matanya kemudian membawa Miyoung dalam pelukannya. Miyoung berguncang, “Putriku sudah meninggal. Aku… aku… aku… perempuan bodoh dan tak berguna karena aku tak bisa memberikan Yixing anak lagi. Aku mempermalukan keluarga Zhang.” Miyoung terisak.

Zhang Liyin ikut menangis mendengar kalimat yang terus menerus terlontar dari mulut Miyoung. Zhang Liyin mendekap Miyoung makin kuat. Hatinya teriris saat menyadari kalimat Miyoung berasal darinya 4 tahun yang lalu. “Maafkan Mama telah mengatakan itu semua padamu, Nak. Maafkan Mama, harusnya mama tidak cemburu.” Miyoung melepaskan diri dari dekapan Zhang Liyin, menatapnya dengan matanya yang merah.

“Dengarkan Mama, Nak. Mama melakukannya karena  Mama terlalu egois untuk merelakan Yixing menikah denganmu diusianya yang masih sangat muda. Mama khawatir kalian tidak bisa melalui semuanya. Mama membenci kenyataan saat mengetahui kalian ternyata mampu melewati satu tahun pertama dengan sangat lancar, dan kalian bahagia. Saat kau melahirkan, dan mendapatkan kabar dari dokter bahwa rahimmu terluka karena bayimu terlalu besar sehingga rahimmu rusak permanen, saat itulah mama merasa itulah kesempatan melukaimu dan memisahkanmu dari Yixing.” Zhang Liyin memberi jeda untuk dirinya bernafas.

Kemudian dia memutuskan untuk melanjutkan, “Mama sengaja membuatmu terluka, memanipulasi kelahiran putrimu, karena mama ingin membuat kalian berpisah. Tapi bodohnya mama, justru mamalah yang membuat Yixing dan terutama Teya terluka. Maafkan mama, Nak.” Zhang Liyin mengakhiri kalimatnya kemudian dia duduk berjongkok dan bersujud kearah kaki Miyoung. Miyoung terkesiap karena kaget.

“Maafkan mama. Maafkan mama.”

***

 

Miyoung’s POV              

“Maafkan mama. Maafkan mama.” Wanita tua yang menajdi mertuaku ini terus menerus memeluk kedua kakiku. Aku sendiri masih berusaha mencerna apa yang dikatakannya. Rasa kaget yang luar biasa menekanku semakin menggerogoti kantung air mataku. Membuatku tak berhenti memangis. Aku terisak karena terluka dan juga bahagia.

Entahlah, aku tak mengerti apa yang aku inginkan sejujurnya. Aku bahagia mendengar aku masih memiliki putriku dan ternyata aku tidak begitu bahagia saat dari kejauhan aku menatap Wu Yifanku tengah memeluk bahu Yixing yang tangan kirinya menggenggam tangan Teya.

“Boleh Miyoung bertanya, Ma?” tanyaku rahu-ragu. Ibu mertuaku mendongak dan menatapku. Senyuman merekah dibibirnya. Dia mengangguk, “Tanyalah, Nak.” Ujarnya. Aku menarik nafasku perlahan. “Apakah, selama ini Yixing mendekati perempuan lain?” tanyaku. Zhang Liyin atau tepatnya ibu mertuaku menatapku lalu tersenyum. “Sedikitpun tidak, Nak. Selama 4 tahun ini dia selalu berharap kamu yang membukakan pintu setiap malam dia pulang kantor.”

Aku tersenyum dan sebuah gerakan cepat ibu mertuaku sudah memelukku. Dari bahunya aku melihat Kris melambai dan mengacungkan jempolnya kearahku. Senyuman bahagia terlukis disana, tapi hatiku sesak rasanya, apakah aku melukaimu Kris?

“Eomma!!!!” mataku terbelalak saat menyadari sepersekian detik ternyata Teya berlarian kearahku menyeberangi jalanan dan tidak menyadari ada sebuah truk yang melintas. Tidak, aku tidak boleh kehilangan putriku sekali lagi.

“Teya!”

“Teya!”

“Teya!!!!”

Tiga buah suara kaget terdengar bersamaan saat truk itu hampir menabrak Teya. Dengan sepasang mataku aku menjadi saksi bagaimana tubuh Yixing dan juga Kris berusaha lebih dulu mencapai tubuh Teya. Dan Brakk!!!!

Aku melihatnya tertabrak.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
riezaimar #1
sediiih... tapi gw suka kris nya bahagia...:)