PART 2 – MOTHERS DAY

THEY SAID YOU ARE MY MOTHER

Miyoung’s POV

“Anak-anak, jangan lupa besok adalah hari ibu. Bunga kertas yang kalian buat hari ini, bisa kalian bawa pulang dan serahkan pada ibu kalian saat kalian membuka mata besok pagi. Mengerti.” Ujarku. Semua kepala mengangguk, kecuali satu muridku yang hanya terdiam. Tangannya berhenti melipat kertasnya.

“Teya… kenapa kamu Nak.” Tanyaku, menghampirinya. Dia menatapku, lalu menggeleng. Kemudian tangan mungilnya bergerak lincah kembali melipat kertasnya. Aku tersenyum meninggalkannya.

***

 

Kring!!!!

“Yak… kalian boleh pulang. Hati-hati dijalan, jangan lupa beristirahat dan mengerjakan PR kalian ya.” Ujarku disela-sela sorak sorai kegaduhan murid-muridku yang membereskan tas mereka. Satu persatu mereka berbaris dan menyalami tanganku. Sampai mataku menangkap satu muridku masih menunduk lesu memegangi bunga kertasnya. Aku menghampirinya begitu murid terakhirku bergerak meninggalkan kelas.

“Teya.. kamu kenapa Nak?” tanyaku khawatir. Gadis kecil itu mengangkat kepalanya dan menatapku, perlahan air matanya mengalir.

“Saem, ‘Ibu’ itu seperti apa?” tanyanya. Hatiku mencelos mendengar pertanyaannya. Dia adalah murid favoritku, karena sejak 5 bulan terakhir aku mengajar dikelas ini, dialah yang paling cepat memahami apa yang aku ajarkan. Gadis kecil yang kritis. Aku baru menyadari hanya dia yang tak memiliki ‘ibu’ dikelasku.

“Nak, Ibu itu seperti malaikat yang luar biasa cantik, tidak peduli orang lain berkata apa tentangnya, karena hanya kita yang tahu ‘ibu’ itu seperti apa. Teya, anakku, kamu tahu, Saem juga sepertimu, Saem tidak memiliki Ibu, tidak juga Ayah, bahkan keluarga. Saem sendirian. Tapi Saem tidak sedih, karena Saem tahu dimanapun ‘ibu’ berada, dari tempatnya ‘ibu’ pasti melihat kita. Dan seingat Saem yang tak pernah melihat ‘ibu’, wajah ‘ibu’ sangat bercahaya.” Aku menghentikan kalimatku sejenak, berusaha menarik nafas sekuat tenagaku, membaca wajahnya setelah menyampaikan apa yang ingin aku sampaikan pada murid favoritku.

“Lalu, Teya harus menyerahkan pada siapa bunga ini?” tanyanya. Aku tersenyum kemduian memeluknya, “Pada Ayah, yang telah bersedia menjadi Ayah dan sekaligus ‘Ibu’.” Jawabku mantap. Dia melepas pelukanku, “Kalau Saem, selama ini memberikan bunga untuk siapa?” tanyanya.

“Untuk siapa saja yang Saem lihat. Bisa ibu-ibu tua yang menyapu jalan. Atau bisa saja bapak-bapak yang menjual Koran di stasiun. Jangan pernah berhenti mencintai orang disekitarmu, sayang.” Ujarku. Dia mengangguk. “Nanti aku akan memberikannya untuk Appa. Malam ini Appa akan kembali dari Canada. Terima kasih Saem.” Ujarnya sambil mengecup pipiku.

Lalu dia melambaikan tangannya berlari meninggalkan kelas menuju mobil jemputannya. Seandainya kau masih hidup, Nak. Kau pasti secerah Zhang Teya. Kau pasti akan menyerahkan bunga kertas untukku besok ya kan, Nak? Tanpa sadar aku menyentuh perutku, dimana ada kehidupan disana 5 tahun yang lalu.

***

 

Yixing’s POV

Aku mendapati malaikat kecilku tengah tertidur pulas diatas tempat tidurku, dia tidur dengan tersenyum dan memegang bunga kertas putih, kutebak hasil buatannya disekolah hari ini. Aku mencium keningnya, kemudian beranjak ke kamar mandi, aku lelah karena baru sampai dari Canada.

“Selamat hari ibu, Eomma.”

Aku berhenti melangkah demi mendengar kalimat polos yang berasal dari putri kecilku. Matanya masih terpejam, senyumnya masih merekah. Hatiku nelangsa, bagaimana bisa dalam tidur dia memimpikan ibunya?

“Teya… Zhang Teya…” aku memanggil putri kecilku perlahan. Menepuk-nepuk pipinya, berusaha membuatnya sadar meskipun ini sudah jauh tengah malam. Pukul setengah satu dini hari. “Teya… bangun, Nak. Ini Appa… teya…” panggilku lagi. Tubuh mungil didepanku menggeliat. Kepalan kecilnya memukul-mukul udara. Kemudian tangan kirinya yang bebas menggosok matanya pelan, “Appa…. Appa sudah pulang?” tanyanya.

Aku tersenyum, kemudian meraihnya dalam pelukanku. Dadaku sesak karena kalimat dalam alam bawah sadarnya. “Appa ini sudah besok kan? Bukan kemarin?” tanyanya lugu. Aku tersenyum, mengangguk, memahami maksud kalimatnya. “Ya, Nak. Ini sudah berganti hari. Kenapa, sayang?” Tanyaku.

Dia menatapku, senyumnya merekah, kemudian tangan kanannya yang memegang bunga kertas terjulur kearahku, “Selamat hari ibu, Appa. Teya sayang Appa. Sayang sekali.” Ujarnya. Percayalah, hatiku rasanya jatuh seketika. Mati-matian aku menahan air mataku agar tidak menetes. Rasanya dadaku makin sesak dan tak mempercayai apa yang aku dengar.

“Hari ibu, Nak?” tanyaku memastikan. Dia mengangguk kemudian mendaratkan kecupan hangat dipipiku. “Terima kasih, Appa sudah menjadi ibu buat Teya. Appa pasti capek jadi Appa sekaligus Eomma untuk Teya. Maaf Teya selama ini nakal. Teya sayang Appa.” Ujarnya. Percayalah, aku tersentuh dengan kalimat polosnya.

Isi kepala dan hatiku merutuki diriku sendiri, Kemana saja kau selama ini Yixing? Hanya menyisakan sedikit waktu bermain dengan putrimu. Kapan terakhir kau menyempatkannya mengantarnya ke sekolah? Kapan terakhir kau menemaninya berlatih piano? Kapan terakhir kali kau memberikan pujian saat dia persiapan resital biolanya? Kau tak pernah melakukan apapun untuknya, Yixing. Satu-satunya permata yang kau miliki, kau biarkan dia terluka seperti ini.

***

 

Miyoung’s POV

Aku memandang diriku dicermin, hari ini adalah hari ibu. Harusnya saat ini ada bocah kecil berumur 4 tahun yang berlari memelukku sambil mengucap, “Selamat hari ibu, eomma.” Air mataku perlahan menetes. Rasanya sesak sekali dadaku. Aku perlu menangis hari ini. Kulepas sepatu yang sudah terikat rapi dikakiku.

Kutekan sebuah nomor ponsel yang aku hafal, terdengar nada sambung.

“Mrs.Kim, ini Jang Miyoung. Ne, maaf Mrs.Kim saya rasa saya tidak bisa mengajar hari ini. Ne, saya mendapat serangan asma tiba-tiba. Ne, aniyo…. Saya rasa hanya butuh istirahat. Ne, jangan khawatir. Ne, terima kasih Mrs.Kim.”

Aku berjalan meraih 4 buah boneka Teddy bear yang selalu aku beli setiap tahun, setiap tanggal ulang tahunnya, 17 Juni. “Kamu apa kabar, nak? Eomma merindukanmu. Apa surga begitu indah, Nak?

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
riezaimar #1
sediiih... tapi gw suka kris nya bahagia...:)