You are Not Alone

Perfect 21
Please Subscribe to read the full chapter

Jessica mendengar suara pintu terbuka, kemudian tertutup kembali. Dia tahu, puterinya pasti baru saja pulang. Ibu dua anak itu berdiri, hendak menyambut Eunbi. Senyum tipis terukir ketika melihat wajah sang anak memasuki rumah mereka.

"Kau sudah pulang?"

Eunbi mengangguk. Tidak berapa lama kemudian, senyum Jessica memudar dan tergantikan dengan raut dingin. Eunbi yang tahu mengarah kemana tatapan Mommy nya segera menyembunyikan tangan kanannya yang terluka.

"Ikut Mommy." ujar Jessica, intonasi terdengar menakutkan. Dan Eunbi tahu, dia membuat kesalahan saat ini.

Melangkah pelan mengikuti Jessica dari belakang, Eunbi tidak berani mengangkat kepalanya selama perjalanan. Mommy nya berhak untuk marah, karena apa yang telah ia lakukan bukanlah tindakan yang tepat. Eunbi tahu Mommy nya benci ketika seseorang melukai diri sendiri.

Keduanya berhenti di meja dekat pantry. Jessica meraih peralatan P3K yang ada di kabinet sebelum menyuruh puterinya untuk duduk. Eunbi menurut tanpa banyak bicara. Wanita bermarga Jung kemudian mulai membuka satu-persatu peralatannya. Dia meraih tissue basah untuk membersihkan kotoran dan darah yang menempel di buku jari Eunbi. Gadis Hwang meringis ketika Mommy nya melakukan hal tersebut.

Jessica mendesah, sebelum kembali membersihkan tangan Eunbi. Setelahnya, Jessica meraih botol alkohol lalu menuangkannya kedalam kapas. Bersiap membersihkan buku jari Eunbi lagi. Ibu dua anak itu hanya ingin memastikan jika tangan puterinya sudah cukup steril untuk kemudian ia olesi salep.

Ketika mengoles, Eunbi terus-terusan meringis perih. Padahal saat dia memukul tangannya ke jalanan tadi dia tidak merasa sakit sama sekali. Mungkin efeknya baru sekarang saat dia sudah mulai sadar seutuhnya.

Eunbi menatap Mommy nya yang dengan telaten meniup lukanya. Berusaha meringankan rasa perih.

"Aku putus dengan Yerin." ucap Eunbi setelah berpikir.

Jessica dengan serta-merta menghentikan aktivitasnya. Beberapa detik diselimuti keheningan sebelum akhirnya wanita itu mengangguk. Dia kembali mengolesi salep di sekitar luka Eunbi menggunakan cotton bud.

"Bagaimana perasaanmu?"

Puteri bungsu keluarga Hwang menggigit bibir bawahnya mendengar pertanyaan itu.

"Aku... tidak tahu."

Jessica mengangkat kepalanya, pandangan mereka bertemu. Dapat Jessica lihat mata lelah puterinya dan sorot penuh luka. Melihatnya membuat hati Jessica meringis ngilu.

"Apa rasanya sangat sakit hingga kau menyalurkannya dengan ini?" tanyanya lagi dengan menunjuk luka di tangan Eunbi.

Gadis Hwang meneguk salivanya, kemudian mengangguk perlahan. Dia pikir stok airmatanya sudah habis di jalanan tadi, tapi ternyata tidak. Bisa ia tebak kalau mereka akan jatuh kembali tidak lama lagi.

Jessica meletakkan cotton bud di meja sebelum menarik puterinya kedalam pelukan. Dan seperti yang telah Eunbi duga sebelumnya, dia menangis. Namun kali ini di pelukan hangat sang Ibu.

"It's okay. Mom's here. The pain will go away, eventually. Just let it out for now."

***


Yewon berlari menuju loker sahabatnya. Wajah penuh dengan ekspresi kemarahan.

"Yah! Hwang Eunbi!" teriak Yewon begitu tiba di belakang gadis Hwang yang tengah membereskan barang-barangnya.

Eunbi berbalik, hanya untuk melihat mata berkilat sahabatnya.

"Ada apa?" tanyanya yang masih clueless.

"Kau gila?! Kenapa kau mundur mengikuti pertandingan? Apa kau sudah menyerah dengan impianmu? Demi Tuhan, Hwang Eunbi. Ini pertandingan antar-kota! Akan ada banyak pelatih Timnas disana! Kau tidak ingin menunjukkan kemampuanmu pada mereka?!"

Eunbi paham sekarang. Apa yang membuat sahabat baiknya itu murka. Dengan santai, puteri bungsu keluarga Hwang mengangkat bahu acuh.

"Kupikir Dahyun akan melakukannya lebih baik dariku."

Yewon menatap sahabatnya dengan tatapan tak percayanya.

"Aku tahu itu bukan alasanmu sebenarnya, Hwang."

Eunbi terkekeh kecil. Bagaimana bisa Yewon begitu mengerti dirinya sampai sejauh itu? Terkadang Eunbi merasa sedikit takut pada gadis yang lebih muda. Dia seperti peramal, tahu apa yang disembunyikannya tanpa harus diberitahu terlebih dahulu.

Perlahan, Eunbi menyingkap jas almamaternya, dilanjut membuka dua kancing seragam atas. Cukup untuk menunjukkan balutan elastis yang melilit bahunya. Eunbi juga menunjukkan buku jari tangan kanannya yang ditutup perban. Yewon menutup mulutnya, terkejut.

"Aku bertindak bodoh kemarin. Jadi ini yang kudapat." ucapnya sebelum menutup kancing seragamnya kembali.

"Idiot!" seru Yewon seraya memukul bahu kiri Eunbi dengan pelan. Sedang gadis yang dipukul tertawa lagi.

"Aku tidak tahu kenapa aku berteman dengan gadis idiot sepertimu!" Yewon kembali memukul bahu kiri Eunbi, namun kali ini disusul isakkan. Bola mata Eunbi membesar.

"Y- Yewon-ah..."

Gadis Kim memeluk Eunbi, menyembunyikan wajah di ceruk leher gadis itu. Perlahan, Eunbi mengangkat tangannya. Membalas pelukan gadis yang lebih muda seraya mengusap punggungnya lembut. Eunbi tersenyum tipis. Untuk pertama kalinya selama mereka mengenal, Eunbi melihat Yewon menangis. Dan itu semua karena ulahnya.

***


Selama beberapa hari belakangan, teman-teman Eunbi bersikap sangat suportif terhadapnya. Sejak dia mengumumkan hubungannya dengan Yerin telah kandas, mereka berlima terus menempel, menemani dan menghiburnya hampir sepanjang hari. Meski mereka sendiri terbilang sibuk karena pertandingan olahraga hanya menghitung hari lagi. Bersyukur saja tidak cukup bagi Eunbi karena memiliki teman yang begitu pengertian seperti mereka.

"Urgh, tubuhku remuk!" tutur Yuna yang baru saja bergabung di meja Eunbi dkk, disusul Juyeon dibelakang.

"Sama sepertiku, unnie. Choi Ssaem benar-benar kejam!" tambah Juyeon.

Eunbi tersenyum sebelum menyerahkan botol minum kepada dua temannya itu.

"Yuna unnie lebih baik, dia hanya mengikuti estafet saja. Sedangkan aku? Estafet, panahan, juga volley meski hanya sebagai pemain cadangan saja. Bisa kalian bayangkan seberapa lelahnya aku? Err, beginilah rasanya menjadi murid yang serba bisa." Juyeon meneguk air ditangannya dengan kasar.

Suji mengangkat bahunya acuh. "Salah sendiri ikut banyak klub."

Semua yang ada disana tertawa mendengar penuturan Suji. Dia benar, itu salah Juyeon sendiri mengapa mengikuti banyak klub dan menjadi pemain ace pula. Tidak bisakah hanya mengikuti satu klub yang sekiranya penting saja? Seperti Eunbi misalnya. Dia hanya fokus pada bulutangkis. Selebihnya tidak ada meski dia sendiri sedikit menaruh minat pada klub dance.

"Aku hanya memaksimalkan masa SMA ku. Lagipula berkat itu aku menjadi populer. Dari kalian semua yang ada disini followers instagramku jauh lebih banyak asal kalian tahu." bangga Juyeon.

Yuna mencebik. "Memangnya berapa followersmu?"

"Sembilan ribu tiga ratus dua puluh tujuh, dan masih bertambah." jawabnya dengan tersenyum lebar.

"Wow, itu cukup banyak. Aku saja hanya memiliki kurang dari lima ratus saja." sahut Yewon dengan suara kecil.

Suji melirik Yewon kemudian mendesah. "Kita sama, Yewon-ah."

Yewon memicing mendengar kata yang baru keluar dari mulut temannya. "Tidak tahu malu. Jangan kira aku tidak tahu kalau kau memiliki followers dua kali lipat dariku, Lee Suji-ssi."

Suji meringis malu saat Yewon menangkap basah kebohongannya. Dia pikir gadis itu tidak tahu.

"Itu karena dia sering posting dance cover lagu terkenal. Sama sepertiku yang sering posting cover lagu. Cobalah untuk melakukannya, Yewon. Suaramu bagus. Atau haruskah kita melakukan duet?" Yuna menunjukkan cengiran lebarnya, membuat kedua pipi Yewon memerah perlahan.

"T- Tidak. Suaraku biasa saja, unnie."

"Eheey, kau bicara apa? Kita sudah sering bernyanyi di noraebang bersama. Dan aku sungguh menyukai suaramu. Sangat lembut, dan menenangkan."

Dipuji seperti itu membuat Yewon ingin menguburkan diri saja ke rawa-rawa. Dia amat malu, dan itu terlihat dari wajahnya yang memerah seperti tomat. Jangan lupakan debaran jantungnya yang cukup kencang.

"Kalau Yewon tidak mau, bagaimana kalau bersamaku saja? Aku juga suka menyanyi. Eunbi bilang suaraku cukup bagus, bahkan sempat terlintas di pikiranku untuk menjadi idol dulu."

Yuna terkejut dengan ucapan tiba-tiba dari Eunha. Dia menegakkan posisi duduknya lalu berdehem menetralkan suara.

"Itu.. boleh saja." balasnya lirih.

"Sungguh?" Kedua mata Eunha berbinar. Dia sudah pernah mendengar suara Yuna saat bernyanyi, dan itu sangat luar biasa. Sungguh kehormatan bisa berduet bersama pemilik suara powerful teman satu kelasnya itu. Yuna mengangguk seraya mengulas senyum.

Sedikit banyak tidak diketahui, Yewon menyesal telah menolak tawaran Yuna sebelumnya. Seharusnya Yewon yang menempati posisi tersebut, bukannya Eunha. Ah, bisakah waktu terputar lagi? Biarkan Yewon menjawab dengan 'ya' langsung detik itu juga sesaat setelah Yuna menawarinya.

Yewon memejamkan matanya erat.

'Kim Yewon, you really did screw up everything!'

"Baiklah baiklah. Selagi menunggu penampilan duet kalian, aku dan Suji akan memposting dance cover terbaru kami malam nanti. Jangan lupa menontonnya okay, yeorobun?"

Sudut alis Eunbi terangkat. "Dance cover lagi? Kapan kalian berlatih? Setahuku Juyeon sibuk mempersiapkan pertandingan."

"Hanya dance kemarin saat anniversary sekolah. Aku dan Juyeon memutuskan membuat satu untuk di posting di instagram." jawab Suji seraya mengunyah potongan tteokppokki yang mereka pesan sebelumnya.

"Kukira dance baru. Keren sekali kalau Juyeon berlatih koreo ditengah padatnya latihan." cibir Eunbi.

"Juyeon juga manusia, Bi. Dia tidak bisa melakukan semuanya dalam waktu bersamaan." bela Eunha.

Gadis Son tersenyum mendapat pembelaan dari seniornya. Dia berdiri kemudian memeluk Eunha erat.

"Eunbi unnie memang panutan! Saranghae, unnie!" ujarnya sambil mengecup pipi Eunha.

Juyeon memang seperti itu, memiliki banyak afeksi. Jadi bukan hal baru lagi jika gadis itu mengecup pipi atau memeluk teman-temannya. Eunha juga tidak merasa keberatan. Juyeon sudah seperti adik kecilnya, sama seperti Eunbi.

Hanya saja, ada satu orang yang merasa panas melihat adegan tersebut.

Siapa lagi kalau bukan Yuna.

Oh, betapa inginnya Yuna bertukar posisi dengan Juyeon agar bisa mengecup pipi gadis yang disukainya tanpa memikirkan konsekuensi yang akan di dapat.

Yuna iri pada Juyeon!

***


Tibalah hari dimana diadakannya pertandingan olahraga antar-kota. Beruntung pertandingan tersebut diadakan di Seoul. Sekolah Eunbi tidak perlu jauh-jauh pergi ke daerah lain. Eunbi juga tidak perlu repot-repot memakan waktu perjalanan jika ingin melihat pertandingan tersebut. Hanya diantar Daddy nya ke stadion yang hanya berjarak beberapa kilometer saja selesai. Tadinya pihak sekolah menawarkan tumpangan menggunakan bus, karena bagaimanapun Eunbi merupakan salah satu anggota klub bulutangkis. Namun Eunbi menolak. Dia memilih diantar Daddy nya saja menuju lokasi.

Mobil hitam milik Yuri berhenti di depan stadion Seoul yang luas. Eunbi mulai membuka seatbeltnya. Pria paruh baya itu melirik puterinya.

"Ingat, sayang. Jangan merasa iri kepada para atlet karena kau tidak bisa bertanding." pesan Yuri dengan terkekeh kecil.

Eunbi memutar bola matanya malas. "Pertandingan bulutangkis ada di tempat lain, Dad. Aku kemari hanya akan melihat estafet dan panahan saja."

Yuri tersenyum sebelum akhirnya mengelus surai kelam puterinya dengan lembut.

"Bagaimana dengan tawaran itu?" tanya Yuri yang sukses membuat Eunbi mengeratkan seatbelt yang belum terlepas sempurna. Gadis itu terdiam selama beberapa detik.

"Aku masih memikirkannya."

Ayah dua anak tersebut mengangguk kecil.

"Masuklah. Pertandingannya pasti sudah dimulai. Kau tidak ingin ketinggalan menonton teman-temanmu, bukan?"

Setelah berpamitan kepada Daddy nya, Eunbi mulai keluar dari mobil. Kemudian berjalan memasuki gedung stadion besar tersebut. Sebelum memasuki gedung, Eunbi terlebih dahulu menunjukkan kartu siswa dan surat izin dari sekolah kepada petugas di depan. Tentu saja, tidak sembarang orang bisa masuk kedalam sana.

Suasana di dalam begitu ramai. Berbagai macam seragam yang berbeda bisa Eunbi saksikan dari tempatnya berdiri. Dia lalu melihat kumpulan siswa yang mengenakan seragam yang sama sepertinya di depan sana. Tanpa membuang banyak waktu, gadis Hwang berjalan mendekat.

"Eunbi-ya!" seru Eunha, Yewon dan Suji yang sudah ada disana.

"Dimana Juyeon dan Yuna unnie?"

Yewon mendesis. "Tentu saja bersiap bertanding, bodoh!"

G

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Incarnadinejourney
#1
Chapter 13: Asik, akhirnya mendebutkan semua karya ciamiknya disini. Aku udah jarang buka tetangga sebelah soalnya.
avicennialba
#2
Chapter 7: Wohooo, senpai launching cerita baruuu. Otw baca