Jung Yerin: The Truth

Perfect 21
Please Subscribe to read the full chapter

Mengoles lipbalm di bibir, kemudian menaruhnya kedalam tas setelah selesai. Aku menatap pantulan diriku di depan cermin dengan tersenyum getir. Saat ini, perasaanku bercampur aduk. Aku merasa senang, namun rasa senangku ini juga disertai rasa bersalah. Rasa bersalah yang teramat dalam kepada kekasihku. Aku tahu apa yang aku lakukan ini salah. Jelas, sejak awal, semua ini salah. Tapi aku tidak bisa menahan diri. Egoku terlampau cukup besar untuk bisa kukendalikan.

Setelah dia kembali, duniaku kembali berputar ke masa dimana aku mengenal cinta untuk yang pertama kali.

Dia,

Seseorang yang membuatku merasakan banyak hal. Mengajariku banyak hal. Dan membuatku seolah berjalan di jalanan penuh bunga. Singkatnya, dia membuatku penuh dan bahagia.

Dia,

Cinta pertamaku.

Orang yang selalu ada disaat aku membutuhkannya. Selalu membuatku tersenyum dan tertawa. Saat senang, maupun sedih. Dia adalah apa yang aku inginkan dari seseorang. Sampai dimana hari itu, hari ketika kelulusannya. Dia datang kepadaku dan meminta maaf karena kedepannya dia tidak bisa lagi menemaniku. Dia pergi, pergi sangat jauh. Kami terpisah oleh benua. Dia akan mengejar pendidikannya di Belanda atas desakkan orangtuanya. Tentu, awalnya dia menolak. Dia bisa melanjutkan pendidikannya disini, itu bukan masalah. Tapi kedua orangtuanya begitu keukeuh dan dia tidak punya pilihan lain.

Wajahnya hari itu menyiratkan penuh penyesalan. Dia tidak bisa berbuat banyak agar bisa tetap tinggal. Dia tidak ingin meninggalkanku. Dia tidak ingin berpisah jauh denganku meski hanya sementara.

Tetapi kemudian aku tersenyum dan meyakinkannya kalau aku akan baik-baik saja, meski nyatanya tidak. Aku membiarkannya pergi hari itu. Pergi membawa hatiku yang remuk.

Itu pertama kalinya aku merasakan patah hati.

Sakit. Sangat sakit.

Sojung unnie sampai kewalahan menenangkanku yang terus menangis. Aku kacau. Dan aku berada di titik terendahku.

Dia lalu berjanji padaku akan kembali secepat mungkin. Aku yang saat itu masih begitu naif hanya bisa mengangguk dan terus menunggu nya. Hingga janji itu terkubur dan terlupakan ketika aku mengenal Hwang Eunbi. Kekasihku saat ini.

Aku tidak tahu, selama hampir tiga tahun ini dia akhirnya kembali. Aku begitu terkejut ketika melihatnya beberapa minggu yang lalu saat anniversary sekolah.

Apa dia kini menepati janjinya?

Itu yang kupikirkan pertama kali.

Setelah hari itu, aku terus memikirkannya. Memikirkan masa lalu kami dan apakah dia masih mengingatku. Memikirkan apakah dia akan menemuiku lagi. Semua itu membuat fokusku kepada Hwang Eunbi sedikit berkurang. Namun aku tidak ingin membuatnya cemas. Beruntung Sojung unnie kembali dari Jepang disaat yang tepat. Keberadaannya dapat mengalihkan masalahku. Kami kembali melakukan aktivitas seperti biasa.

Unnie selalu bisa membuatku tersenyum. Dan aku sungguh bersyukur akan hal itu. Kami lalu membuat janji temu dengan Eunbi karena unnie merindukannya, sama sepertiku. Eunbi juga mengajak Yewon, lalu Yuna datang. Formasi kami akhirnya lengkap. Kami berlima memang sering hang out bersama. Sojung unnie dan Yuna adalah kawan dekat karena mereka sama-sama berada di klub atletik sebelum unnie lulus. Sedangkan Yewon adalah sepupunya, yang juga sahabat baik Eunbi. Kami merasa nyaman berteman satu sama lain.

Hari itu aku sungguh bersenang-senang dengan mereka, hingga ketika Yuna dan Yewon menyanyikan lagu milik Cheeze berjudul Love You di tempat karaoke, pertahananku runtuh. Lagu tersebut lagi-lagi mengingatkanku pada cinta pertamaku. Aku yang tidak bisa menahannya segera keluar darisana menuju toilet. Aku menangis, menumpahkan semua yang kutahan sejak melihatnya saat anniversary sekolah. Rasa sakit itu datang kembali. Itu adalah kali pertama aku menangis hebat setelah merelakan kepergiannya dulu.

Aku tidak ingat persis apa yang terjadi, tapi kemudian aku merasakan seseorang menarikku kedalam pelukan. Ketika mencium aroma yang familiar itu, aku tahu bahwa yang sedang memelukku adalah Eunbi. Tangisanku makin meledak. Eunbi terus menenangkanku hingga akhirnya aku berhenti menangis. Dia kemudian bertanya, namun aku belum siap jika harus bercerita. Yang bisa kulakukan hanyalah mengeratkan genggamanku di kaosnya. Beruntung Eunbi mengerti, dia tidak memaksaku bercerita melainkan menanyakan apakah aku ingin pulang atau tidak. Karena tidak ingin mencemaskan yang lain dengan mata bengkakku, aku memilih untuk pulang saja. Eunbi mengiyakan dan mengantarku pulang.

Sungguh, saat itu aku me

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Incarnadinejourney
#1
Chapter 13: Asik, akhirnya mendebutkan semua karya ciamiknya disini. Aku udah jarang buka tetangga sebelah soalnya.
avicennialba
#2
Chapter 7: Wohooo, senpai launching cerita baruuu. Otw baca