Fall in Love

Perfect 21
Please Subscribe to read the full chapter

Jam sekolah telah usai tiga puluh menit yang lalu. Namun kedua gadis ini tidak langsung pulang ke rumah masing-masing. Mereka memutuskan untuk singgah ke salah satu cafe yang buka hingga larut untuk belajar tambahan. Sebenarnya hanya satu gadis yang membutuhkan pelajaran tambahan ini, sedang gadis yang lain hanya bertugas sebagai tutor.

Dia adalah Hwang Eunbi, seorang gadis berusia tujuh belas tahun yang juga merangkap sebagai atlet bulutangkis berbakat di sekolahnya. Belakangan ini dia disibukkan dengan segala turnamen yang diadakan antar sekolah, belum lagi kegiatan seleksi pemain tetap di klubnya yang ada diluar sekolah. Semua aktivitas itu membuat gadis Hwang tertinggal beberapa mata pelajaran. Beruntung, sahabat baiknya, yang juga dikenal sebagai gadis jenius di kelas mereka bersedia mengajari Eunbi.

"Untuk soal ini kalau kau ingin mencari usaha luar gas, kau perlu menggunakan rumus ini karena kondisinya adalah isobaris," Kim Yewon, sahabat Eunbi menjelaskan.

"Setelah menuliskan rumus, kau hanya perlu memasukkan data yang sudah diketahui. Tekanan gas, volume awal dan volume akhir. Semua itu tinggal kau masukan saja sebelum dihitung. Soal ini masih termasuk dalam kategori mudah, aku yakin kau bisa menger-... jakannya." Suara Yewon melirih di akhir kalimat saat melihat sahabatnya menatap kosong kearah buku mereka. Gadis Kim menarik napas dan membuangnya perlahan.

Bisa dia tebak kalau Eunbi tak memerhatikan penjelasannya sejak awal. Bukan hanya sekali ini saja Yewon mendapati sahabatnya itu melamun selama belajar bersama. Namun sudah berkali-kali. Dan terkadang hal tersebut terasa menjengkelkan. Sempat terlintas di pikirannya untuk berhenti menjadi tutor Eunbi. Dia sudah lelah dengan sekolah yang seringkali usai hingga larut, dan dia juga harus mengajari Eunbi, namun gadis itu justru tidak mendengarkannya.

"Hwang Eunbi!" teriak Yewon, berhasil menyadarkan lamunannya.

"U- Uh y- ya?" Eunbi tergagap.

Yewon memejamkan matanya, berusaha mengontrol emosi yang bisa meledak kapan saja.

"Aku bersumpah kalau kau melamun seperti itu lagi, aku akan berhenti menjadi tutormu!" ucapnya penuh penekanan.

Eunbi menatap sahabatnya dengan tatapan menyesal. "Maaf."

Yewon menghela napasnya lagi. "Katakan padaku, apa yang mengganggumu akhir-akhir ini hingga tak bisa fokus dalam pelajaran?"

Eunbi menunduk, berdebat apakah harus mengatakan hal yang mengganggunya pada Yewon atau tidak. Namun Eunbi memilih menggeleng. Mungkin belum saatnya.

"Tidak ada, Yewon. Aku hanya memikirkan seleksi pemain tetap klub. Aku harus bisa masuk kedalam lineup karena itu satu-satunya jalan agar bisa dengan mudah masuk di Timnas."

Eunbi tidak sepenuhnya berbohong. Seleksi pemain tetap di klub juga salah satu hal yang mengganggunya. Dia sungguh ingin masuk kedalam Timnas dan membela negaranya di pertandingan resmi. Seperti cita-citanya sejak kecil.

"Kau berbakat. Aku yakin kau bisa melakukannya. Tidak perlu khawatir, Eunbi."

"Mudah mengatakannya, Yewon-ah. Tapi kau tidak tahu seberapa sengit persaingan di klubku. Bahkan kemarin aku nyaris kalah di babak perempat final. Kau lupa itu?"

"Tapi kau berhasil melakukannya. Lihat? Jangan jadikan kata nyaris kalah mengganggu pikiranmu. Yang perlu kau lakukan hanyalah terus berlatih agar lebih baik lagi. Bukan begitu?"

"Kau benar, tapi..."

"Hwang Eunbi," Yewon memotong perkataannya.

"Aku percaya padamu, orangtuamu percaya padamu, teman-teman kita juga percaya padamu. Jadi kau juga harus percaya pada dirimu sendiri kalau kau mampu, okay? Aku tidak mengatakan ini hanya untuk membuatmu merasa lebih baik, tapi aku benar-benar tulus mengatakannya. Kau adalah atlet yang hebat, dan akan selalu seperti itu."

Eunbi tersenyum tipis sebelum mengangguk pelan. Yewon selalu bisa membuatnya merasa lebih baik. Dan dia beruntung memiliki sahabat sepertinya.














































































 

Selesai belajar tambahan bersama Yewon, Eunbi memasuki rumahnya yang sudah cukup gelap. Wajar saja, jam sudah menunjukan pukul setengah dua belas malam. Saat berjalan melewati ruang tengah, Eunbi berhenti sejenak untuk menatap jejeran piala yang berhasil ia dapatkan sejak kecil hingga yang terbaru, enam bulan lalu di pertandingan bulutangkis di Chuncheon. Eunbi tersenyum pada hasil pencapaiannya. Tentu, dia merasa bangga dengan itu semua. Namun akan jauh lebih bangga lagi kalau dia berhasil masuk kedalam Timnas bulutangkis Korea. Eunbi pikir, dia akan menjadi manusia paling bahagia jika itu terjadi.

"Kau sudah pulang, sayang?"

Eunbi menoleh mendengar suara yang familiar itu. Gadis Hwang kemudian mengangguk.

"Tadi sempat belajar tambahan bersama Yewon. Mom belum tidur?"

Ibu Eunbi menggeleng kecil. "Mom menunggumu. Apa kau sudah makan malam? Kalau belum, Mom akan memanaskan makanan."

"Aku sudah makan bersama Yewon tadi, Mom. Lebih baik Mommy istirahat saja."

"Benarkah? Kalau begitu, lekas bersihkan tubuhmu dan tidur. Besok kau harus berangkat pagi."

Eunbi mengangguk patuh. Dia hendak berjalan menuju ke kamarnya sebelum suara Ibunya terdengar lagi.

"Eunbi-ya," panggil Jessica, Ibu Eunbi.

"Ya?"

"Mom lupa, beberapa jam yang lalu kekasihmu kemari. Dia pikir kau sudah pulang."

Kedua bola mata Eunbi membulat mendengar penuturan Ibunya.

"Unnie kemari?"

Jessica mengangguk. "Mom menyuruhnya menunggu di kamarmu, tapi dia pamit setelah menunggu cukup lama. Apa dia tidak mengabarimu?"

Eunbi buru-buru meraih ponselnya yang ada di saku. Bibir bawahnya ia gigit saat mendapati ponselnya mati karena kehabisan baterai.

"Ponselku mati, Mom."

Jessica menggeleng pelan. "Hubungi dia. Mommy merasa tak enak kepadanya karena harus menunggumu cukup lama."

Tanpa membuang banyak waktu, Eunbi berlari menaiki tangga menuju kamarnya. Dia melempar tas nya di ranjang begitu saja sebelum meraih charger di meja dan mencolokkannya ke ponsel. Beberapa saat kemudian, ponsel Eunbi menyala. Tak memedulikan notifikasi lain meski sempat melihat sekilas chat baru dari kekasihnya, Eunbi langsung menekan dial pad.

Dering beberapa detik sebelum akhirnya panggilan terhubung.

"Unnie," panggil Eunbi sebelum si penerima telepon sempat menjawab.

"Ne, Eunbi-ya. Apa kau sudah pulang?"

Eunbi menggigit bibir bawahnya kemudian mengangguk. Namun dia segera menyadari kesalahannya. Mana mungkin kekasihnya itu bisa melihatnya mengangguk.

"Baru saja. Maaf, ponselku tadi mati, unnie."

"Tidak apa-apa, Bi."

"Kudengar dari Mommy, unnie sebelumnya kemari. Ada apa?"

"Hanya merindukanmu,"

Jantung Eunbi berdebar kencang hanya dengan mendengar kalimat sederhana itu.

Memang, belakangan ini keduanya sangat sibuk dengan kegiatan masing-masing. Eunbi dengan sekolah dan pertandingan bulutangkisnya, dan kekasihnya dengan kegiatan kuliah yang begitu menyita perhatian karena baru semester pertama. Hal itu juga yang membuat Eunbi banyak kehilangan fokus. Dia merindukan kekasihnya, namun kesibukan menghalangi mereka berdua.

"A- Aku juga merindukan unnie."

Sedikit Eunbi tahu, gadis di seberang sana tengah tersenyum lebar seperti seorang idiot ketika mendengar balasan kekasihnya.

"Kau ada acara akhir pekan ini? Kalau tidak, ayo kita kencan. Sudah cukup lama semenjak terakhir kali kita melakukannya."

Eunbi termenung sejenak, mencoba mengingat apakah akhir pekannya kosong. Karena biasanya gadis Hwang me

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Incarnadinejourney
#1
Chapter 13: Asik, akhirnya mendebutkan semua karya ciamiknya disini. Aku udah jarang buka tetangga sebelah soalnya.
avicennialba
#2
Chapter 7: Wohooo, senpai launching cerita baruuu. Otw baca