Random Chapter

'Ex Boyfriend' 2
Please Subscribe to read the full chapter

Not sure anymore about this one.

 

Alunan suara musik terdengar samar membuat pendengaranku terjaga. Awalnya ku biarkan saja namun lantunan yang tak kunjung henti itu membuat telingaku mengalah dan mataku perlahan terbuka. Meskipun begitu, aku tetap tak beranjak sedikitpun dari ranjang dan tetap berbaring telentang sambil memijat keningku, berharap lagu yang berasal dari handphoneku itu berhenti dan sang penelpon mengerti kalau orang yang dihubunginya sedang tak ingin menerima panggilan darinya. Sayangnya siapapun itu yang membuat handphoneku berbunyi tengah malam begini sepertinya tak mengerti.

Ku hembuskan napas berat dari mulutku. Mungkin akan lebih simple kalau aku bangun dan mematikan handphoneku. Hanya saja dikarenakan aku tak terlalu terbiasa tidur dengan benda penuh radiasi itu di dekatku, sehingga aku meletakkannya lumayan jauh yang tentu saja membuatku mau tak mau harus bangun dan beranjak dari ranjang untuk mematikannya atau merelakan telingaku karena sepertinya benda itu tak akan berhenti bernyanyi. Dan karena aku mengambil pilihan pertama, rasanya akan percuma kalau aku bangun hanya untuk mematikannya.

Hubby?

Alis mataku terangkat melihat nama yang tertera di layar. Jantungku seketika berpacu. Kenapa dia menelponku malam malam begini? Bahkan setelah aku tak mengangkatnya untuk beberapa menit. “Hubby?”

“Oh hei”

Tanpa sadar aku menghela napas lega setelah mendengar suaranya karena tak terdengar mengkhawatirkan seperti yang ku pikirkan. “Wae?” tanyaku sembari duduk bersandar di sofa.

“Apa aku membangunkanmu?”

“Yup” jawabku cepat. “Tapi tak masalah setidaknya aku bisa mendengar suaramu” tambahku.

“Ouch. Jangan mengatakan sesuatu yang manis malam malam begini. Nanti aku diabetes” Seulgi terkekeh.

“Sekali sekali tak akan jadi masalah” balasku sembari memejamkan mata.

“Hyun”

“Mm”

“Bae Joohyun”

“Duh, apa?”

“Honey”

“Yes”

“Baby”

“Aku mendengarmu” sahutku.

“Love”

“Ahjussi, aku tidak tuli” balasku sedikit gusar.

Terdengar suara tawa kecilnya. “Happy 3rd anniversary”

Aku tertegun. Anniversary? Dia membangunkanku tengah malam begini untuk mengucapkan hal ini padaku?

Oh.

Setahun kembali berlalu. Kali ini lebih tak terasa seperti sebelumnya.

3 tahun berlalu.

3 tahun kami hidup bersama. Dari belajar mengenal perilaku masing masing, merasa aneh satu sama lain hingga belajar memakluminya.

3 tahun mungkin masih terbilang baru, namun ku pikir kalaupun angka itu akan menjadi lebih besar, tak akan mengubah apa yang akan kurasakan terhadapnya.

Ku tarik napas dalam dari hidungku. Di ulangtahun pernikahan kami yang pertama, Seulgi baru saja pulang dari dinas di luar kota. Meskipun saat dia pulang jam sudah menunjukkan hampir pukul setengah 9 malam, aku senang karena akhirnya bisa menghabiskan beberapa jam bersamanya. Sementara anniversary yang kedua, dia juga sedang dinas di luar kota. Jam 2 dini hari dia pulang. Dengan wajah lelahnya dia memelukku dan mengucapkannya pelan di telingaku. Memang telat, dan satu lagi, dia tak memberiku hadiah apapun saat itu, namun apa yang sudah dilakukannya membuat air mataku menetes yang membuatku sadar aku tak butuh hadiah apapun darinya.

“Baby?”

Panggilannya membuat lamunanku buyar. “Kau tidak sedang berdiri di depan pintu rumah kita kan?”

“Tidak” jawabnya terkekeh. “Aku tidak ingin kau marah kalau aku melakukannya”

Ucapannya tak meleset sedikitpun. Mungkin sosokku setahun yang lalu akan senang, akan terharu kalau dia memberiku kejutan seperti itu lagi namun aku yang sekarang sedikit berbeda. Aku masih ingat ketika suatu malam dia memaksakan diri pulang dari rumah orangtuanya, menerobos hujan yang begitu lebat dengan motornya, hanya karena dia khawatir aku akan sendirian di rumah. Dia memang memakai jas hujan namun benda itu tak mempu melindunginya sepenuhnya mengingat hujannya begitu lebat ditambah angin kencang dan bonus suara petir yang membuatku membeku di kamar saat itu. Sesampainya di rumah, tubuhnya sudah basah kuyup dengan bibir keunguan. Wajahnya pucat, badannya menggigil hebat. Dan penampilannya saat itu membuat semua pemikiranku akan kesan romantis seperti yang kulihat dalam film langsung lenyap. Karena saat hal itu terjadi secara real di depan mataku, aku justru tak ingin suamiku melakukan hal seperti itu lagi. Tidak. Aku tak ingin dia memaksakan sesuatu hanya untuk membuatku merasa berbunga bunga, hanya untuk mewujudkan hayalanku. Aku hanya ingin dia kembali dengan selamat. Pulang ke pelukanku seperti saat dia berangkat. Tak lebih dari itu. Tak sedikitpun karena aku hidup di dunia nyata, bukan dalam dongeng.

“Honey?”

“Hm? Oh sorry”

“Tidurlah. Maaf aku membangunkanmu”

“Aku masih ingin mendengar suaramu” aku jujur mengatakannya. “Hubby”

“Hm?”

“Maaf karena kali ini aku benar benar lupa”

“Nah kalau begitu aku juga minta maaf karena dua kali kita merayakannya, dua kali itu juga aku lupa. Kalau bukan karena kau terus mengingatkanku, mungkin aku akan lupa seterusnya”

Aku tersenyum. “Hubby”

“Ya?”

“Aku mencintaimu”

Seulgi tertawa. “Aku juga mencintaimu”

"Aku sangat mencintaimu"

"Aku juga sangat mencintaimu" balasnya kembali tertawa.

“Happy 3rd anniversary, Baby. Semoga kau tidak bosan melihat kecantikanku setiap hari” candaku yang membuatnya tak berhenti tertawa.

“Kau sudah semakin mahir melucu”

“Aku belajar dari masternya” balasku santai.

“Siapa?”

“Kau”

“Oh benarkah? Apa lagi yang kau pelajari dariku?”

“Belajar merayu. Membual seperti mulut playermu”

“Heeeeiiii” sepertinya dia protes. “Hanya itu? Kenapa kau tak belajar untuk tak malu malu?”

“Belajar untuk tak malu malu? Kau tak lihat istrimu sekarang sudah hampir tak tau malu?”

“Hampir tak tau malu? Benarkah? Aku merasa kau masih seperti awal kita menikah. Walaupun mungkin sekarang sedikit lebih baik. Tapi hanya sedikit. Mungkin seujung jari? Tak lebih dari itu”

What? Bicara apa dia? “Hubby, asal kau tau, aku masih waras”

“Serius, Babe, aku tak merasa kau terlalu berubah sejak dulu. Kau masih malu membuka bajumu di depanku”

Oh My God...

“Walaupun ya, memang sedikit lebih baik” dari suaranya jelas dia sedang menggodaku. Sekarang aku mulai takut mendengar apa yang akan diucapkannya. “Aku masih ingat malam pertama kita menikah. Kau benar benar seperti robot”

“Hubby!” aku tau dia tak melihatku namun wajahku tetap merona karena malu.

“Wae? Kau sangat lucu waktu itu. Kau menggagalkan malam pertama kita”

Kantukku sudah tak tersisa sedikitpun mendengar gelak tawanya. “Oh, ayolah, ini tak lucu sama sekali”

“Apa benar benar sakit?”

Huh? “Apanya?”

“Kau tau, pertama kali kita melakukannya”

“Kalau kau masih membahas ini, sebaiknya aku tidur” sahutku. Dia membangunkanku hanya untuk membahas hal memalukan seperti ini? Serius?

“Hei, jangan salahkan aku kalau aku penasaran. Karena kalau diingat lagi, rasanya benar benar lucu”

Tch. Sekarang dia membuatku kesal. Apa dia mengejekku? Lagipula apa yang diharapkannya dari gadis yang belum pernah pacaran selama 20 tahun lebih hidupnya? Menjadi pacarnya pun hanya sebentar dan hal terjauh yang pernah kami lakukan hanya sekedar bergandengan tangan. Aku tak familiar dengan hal hal yang lebih dari itu. “Aku membencimu”

“Jadi mana yang benar, kau mencintaiku atau membenciku?”

Ugh. Ahjussi menyebalkan satu ini. “Hubby!”

“Oke, oke” dia terus saja tertawa sejak tadi. “Ya sudah, istirahatlah”

“Ngantuk?” tanyaku. Karena jujur saja aku masih ingin bicara dengannya. Dia benar benar sibuk selama beberapa hari ini dan perlu waktu lama untuk membalas pesanku. Hampir 2 minggu dia tak di sisiku dan aku begitu merindukannya. Terlebih sekarang ulangtahun pernikahan kami. Setidaknya aku bisa mendengar suara menyebalkannya itu.

“Tidak juga. Kenapa?”

“Kalau begitu biarkan telponnya terputus karena kita berdua tertidur”

“Kau seperti remaja yang baru pacaran" sahutnya.

"Kenapa memangnya? Itu juga salahmu karena tak memberiku waktu yang cukup untuk menikmati masa masa sewaktu aku masih jadi pacarmu. Jadi sekarang jangan banyak protes dan biarkan aku menikmati masa itu"

"Ow! Sorry, Ms. Bae sayang, tapi sepertinya terbalik. Seingatku kau yang tak membiarkanku melakukan tugasku sebagai pacarmu. Kau lupa bagaimana dulu kau hanya mengizinkanku memegang tanganmu?"

Mataku terbelalak. "Yah! Bukan itu maksudku!" Aku membela diri. "Mr. Byuntae!" Apa yang dipikirkannya? Dia pikir aku menyesal karena kami tak pernah melakukan hal lebih dari itu? "Kau terlalu cepat mengajakku menikah" lanjutku mengerucutkan bibir. This Unromantic Ahjussi, really...

"Untuk apa aku berlama lama

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
SoneTw_ss
#1
Chapter 20: Mengiri dengan kerandoman&kecheesyan pasutri fav kita ini ٩(╥ ╥)۶
XiahticSpazzer #2
Chapter 20: 'Aku mendengar dg telinga, bukan dg mulut'
Yassalam. Ini pasutri ko makin lama makin lawak 🤣
casperkim
#3
Chapter 19: Kangen bangeettt
Pinkeudaeji #4
Chapter 14: Bangsat si seulgi ngomong gitu-_- minta disambelin ubun2nya
BaePolarBear
#5
Chapter 19: Kangen bgt sm author selalu bikin gemes
Jiyeonnie13
#6
Chapter 19: sekian purnama kemudian lagi...
risnaw #7
Chapter 19: Akhirnyaaaaaaaaa.. makasih untuk pembaruannya author-nim
Irene2910 #8
Chapter 18: Ahh gue suka banget sama nih cerita.. please update lagi authornim
casperkim
#9
Chapter 18: AKHIRNYA BACKK!!!! YAAMPUN UDH LAMA BANGET, KANGEN SEKALI
olinolin #10
Chapter 18: Hey Thor, aku seneng kamu update. Trims Thor and fighting