Random Chapter

'Ex Boyfriend' 2
Please Subscribe to read the full chapter

Buat yang masih mau baca ini, buat olinolin yang kelewat setia nunggu ini ff update padahal cuma random chapter. Semoga suka.

Dan saya nggak tahu ini masuk kategori mature atau bukan karena kalau dibaca ya biasa aja sih. Jadinya nggak saya kasih embel2 apapun.

 

Setelah tidur beberapa jam, rasa penat dan lelah selepas shift malamku berangsur hilang meskipun kantuk itu masih terasa. Kulihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul setengah 5 sore yang artinya sebentar lagi Seulgi pulang. Aku mendesah pelan, terlalu malas untuk bangun. Setelah menggeliat beberapa saat, meregangkan badanku yang sedikit kaku, aku beringsut mengambil handphone yang tergeletak di lantai lalu kembali ke tengah ranjang, menarik selimut dan memeluk bantal sebelum menghubugi Seulgi. Cukup lama aku menunggu hingga dia mengangkatnya.

“Halo?”

Senyumku merekah. “Benar ini nomornya Kang Seulgi?”

“Benar. Wae?”

“Tidak apa, hanya ingin bilang kalau istrinya baru bangun dan terlalu malas untuk beranjak dari ranjang.” sahutku.

“So?”

“So... Beli makan di luar saja. Lagipula tak akan sempat untuk masak.”

“Oke.”

“Di mana?” tanyaku memejamkan mata.

“Masih di kantor.”

“Belum pulang?”

“Ini sedang siap siap.”

Sepertinya semua orang memang sedang bersiap untuk pulang karena aku bisa mendengar suara keributan kecil di seberang sana.

“Hubby.” panggilku setengah merengek.

“Hm?”

“Belikan takoyaki.”

“What? Yah aku harus memutar jauh. Ganti.”

“Pizza.”

“Tidak. Ganti.”

Aku langsung merengut. “Ya sudah, cheesecake.”

Seulgi mengerang. “Yang satu jalur ke rumah kita sering antri. Ganti.”

“Tch, ternyata cintamu padaku cuma segitu, Mr. Kang.”

“Antriannya sering panjang, Hon. Ya sudah, pizza saja.”

“Tadi bilang ganti. Tidak mau. Pokoknya cheesecake.” sahutku manja.

“Apa saja yang penting aku tak perlu memutar jauh dan tak perlu antri.” balasnya.

“Ya sudah, tidak usah kalau tidak mau. Bye.”

Sedikit kesal, aku langsung memutus sambungan dan kembali meringkuk di bawah selimut, berniat tidur kembali. Namun saat aku mulai terlelap, ponselku berdering. Kulirik sebentar dan langsung menggeser tombol tolak panggilan saat kulihat wajah Seulgi terpampang di layar. Apa apaan dia. Saat aku ingin sesuatu, dia menolak. Saat aku sudah malas, dia pasti berusaha merayu. Tch. Lebih baik aku tidur. Biar saja dia mau makan apa nanti sepulang kerja.

Kupikir dia akan berhenti berusaha menghubungiku setelah 2 kali panggilannya kutolak, tapi ternyata tidak. Ponselku terus berbunyi yang membuatku akhirnya jengah sendiri karena mau tak mau aku harus menerima panggilannya.

“Apa?” ketusku. Bukan karena dia menolak membelikan apa yang kuinginkan, lebih kepada kesal karena aku ingin kembali tidur namun terganggu oleh panggilannya.

“Jadi mau dibelikan apa?”

Benarkan yang kubilang? “Terserah yang mau membelikan.” jawabku sambil menguap.

“Kopi mau?”

“Boleh. Sekalian satu ember biar bisa kusiramkan di kepalamu.”

Seulgi tertawa. “Aish, kau ini benar benar... I love you.” ucapnya di sela tawa.

Dadaku rasanya berbunga bunga mendengar pernyataan cintanya yang super random itu. “Tak usah merayu. Gombal.” sahutku mengulum senyum.

“Aku tidak... Yah! Yook Sungjae! Awas kau!” teriak Seulgi dan kudengar tawa di belakangnya. “Jadi mau dibelikan apa? Aku sedang jalan ke parkiran.”

Aku menggeleng pelan. “Beli untuk makan malam saja. Aku benar benar malas.”

“Iya apa? Nanti aku beli ternyata kau tak suka bagaimana?”

“Ada mie instan di dapur.” jawabku asal yang membuat Seulgi berdecak.

“Kalau endingnya makan mie instan, lebih baik tak usah beli makan di luar.”

Kudengar suara pintu mobil ditutup dan mesin menyala. Sepertinya dia sudah siap jalan. “Hubby, telponnya tak usah dimatikan, ya?”

“Kenapa?”

“Aku merindukanmu.”

Seulgi terkekeh. “Tadi saja telponku ditolak. Sekarang bilang aku merindukanmu. Tak usah merayu. Gombal.”

“Siapa bilang aku merayu?” tanyaku menyandarkan punggung di sandaran ranjang. “Aku hanya berkata jujur.”

“Tch. Sweet talker.”

“Belajar darimu.” sahutku memeluk bantal yang sering digunakan Seulgi dan menghirup aroma khas darinya. “Berapa lama sampainya?”

“Tergantung suasana jalanan dan tempat makan yang kusinggahi nanti.”

“Jangan lama lama.”

“Bukannya tadi kau juga yang ingin aku berputar arah?”

“Itu kan tadi.” jawabku. “Sekarang tidak lagi.”

“Dan kenapa jadi berubah?”

“Karena aku merindukanmu. Pabo.”

“Sorry, tapi sepertinya kau harus menahan rindumu lebih lama, Miss Bae, karena sepertinya ada perbaikan jalan dan jalan yang biasa kulewati ditutup.”

“What? Kau bercanda, kan?”

“Tidak sama sekali.” jawabnya tertawa pelan.

“Jadi perlu waktu berapa lama sampai di rumah?”

“Entahlah, mungkin 1 atau 2 jam.”

“Yah! Jangan bercanda!”

Dia tergelak. “Apa aku terdengar bercanda?”

“Sangat.” sungutku menggembungkan pipi. “Hubby, seriously...”

“Sebentar, aku sudah di depan restoran. Nanti kutelpon lagi.” dan sambungan terputus.

What? Dia memutus telponku begitu saja? Dasar pria berhati batu.

Daripada suntuk menunggu, aku bangun dari ranjang untuk mencuci muka dan sekedar mencari camilan. Perutku mulai bersenandung karena belum diberi asupan sejak tadi siang. Kubawa ponselku ke dapur, berjaga jaga kalau Seulgi menelpon. Namun 15 menit berlalu begitu saja tanpa kabar apapun darinya. Akhirnya aku memutuskan untuk mandi, setidaknya aku tak menyuguhkan wajah kusut ketika suamiku datang. Sudah tak masak, kasihan suamiku kalau harus melihat istrinya juga berantakan. Kukirim sebuah pesan, memberitahunya kalau aku ingin mandi dulu dan bergegas kembali ke kamar.

Selesai mandi aku kembali memeriksa handphoneku dan tak ada tanda tanda Seulgi menghubungiku. Bahkan pesanku saja tak dibalas. Apa dia harus mengantri? Memangnya apa yang dibelinya? Aku kembali mengiriminya pesan, bertanya apa yang dibelinya, kenapa begitu lama hingga tak sempat membaca pesanku, namun seperti sebelumnya, pesanku terabaikan begitu saja.

Diserang rasa bosan, aku beranjak ke ruang tengah dan menyalakan tv, berharap acara kartun di tv bisa mengurangi kebosananku. Setelah beberapa saat, rasa bosan itu memang tak sepenuhnya hilang, tapi paling tidak acara itu bisa membuatku tertawa. Kulirik jam di ponsel, sudah hampir pukul 6. Sepertinya perbaikan jalan memang membuatnya harus memutar jauh. Tapi jalan apa yang diperbaiki? Seingatku kemarin jalanan ke arah kantornya masih begitu mulus, tak ada cacat barang sedikitpun. Apa ada perbaikan dadakan? Atau kebocoran saluran air? Tapi rasanya tak mungkin.

Aku masih menduga duga ketika terdengar suara mesin mobil di halaman rumah. Bergegas aku bangkit dari sofa, bahkan setengah berlari menuju teras.

“Berputar sampai mana jadi selama ini?” tanyaku ketika Seulgi turun dari mobil.

“Sampai Jepang.” jawabnya membuka pintu belakang. Dia terlihat mengambil sesuatu dan aku terkejut saat melihat beberapa bungkus plastik di tangannya.

“Katanya malas antri.” ucapku memandang bungkusan berlogo bakery langgananku.

“Mau bagaimana lagi. Titah Ibu Suri harus dikerjakan. Kalau tidak, kerajaan bisa runtuh.” sahutnya setelah berdiri di depanku.

Kuambil tas bakery dan sebuah bungkusan plastik yang entah berisi apa dari tangannya. “Gomawoyo.” senyumku mengecup singkat bibirnya yang membuat Seulgi berdecak.

Setelah meletakkan semua belanjaan Seulgi di meja makan, aku menjejeri langkahnya menuju kamar. Kuambilkan handuk dan membantunya melepas kemeja.

“Panjang antriannya?” tanyaku membuka kancing kemejanya.

“Syukurnya tidak.” jawabnya melingkarkan tangan di pinggangku. “Mana ucapan terimakasihnya?”

“Mandi dulu baru dapat ucapan.”

“Setidaknya harus ada uang muka.”

Kucubit perutnya yang membuat Seulgi tertawa. “Enak saja. Aku akan bayar cash, bukan kredit.”

“Aku tidak menerima cash.” dia mengecup ujung hidungku. “Aku lebih suka dibayar kredit dengan cicilan jangka panjang.”

“Maumu.”

“Boleh saja kalau mau cash, tapi full semalaman di bawah, bagaimana?” tanya Seulgi memainkan alisnya.

“Dasar cabul.” gerutuku kembali mencubit perutnya.

“Makanya kredit saja. Kalau kredit nanti bisa yang ini.” dia mengecup singkat bibirku.

“Berisik.” gerutuku melepaskan kemeja miliknya.

Seulgi tersenyum sambil menatap lekat mataku yang membuatku luluh seketika. Dia mendekat dan meraih bibirku, menciumku begitu lembut. Tanganku langsung melingkar di lehernya, membuat ciuman kami sedikit lebih panas dari yang seharusnya.

“Sana mandi.” ucapku tersengal setelah ciuman yang membuatku hampir kehabisan napas.

“Siap, Ibu Suri.” candanya mengecupku sebentar sebelum masuk ke kamar mandi.

Aish, tiba tiba rumah ini terasa gerah.

Aku berjalan menuju dapur, menyajikan semua makanan yang dibeli Seulgi. Ada pancake labu, takoyaki, sup kimchi dan nasi goreng kimchi. Tak ketinggalan pesananku minus pizza. Jadi dia lama sampai bukan karena jalan ditutup tapi memang karena membeli semua ini. Kubuka kotak berisi cheesecake yang tadi kupesan dan memakannya sedikit. Rasanya luar biasa. Tak salah kalau bakery itu selalu ramai.

Tak lama Seulgi datang. Dia mendekat lalu duduk di sampingku. “Mau itu?” tanya Seulgi menunjuk nasi goreng kimchi.

Aku menggeleng. “Kau saja.” jawabku menyodorkan nasi goreng kimchi ke hadapannya lalu melanjutkan menyantap kueku.

“Katanya mau diet tapi pesan cheesecake."

Kusikut pinggangnya. “Bisa tidak tak usah menghina istrinya sehari saja?”

“Tidak bisa.” jawabnya dengan mulut penuh kimchi. “Itu bakatku.”

Aku berdecak. “Katanya berputar karena perbaikan jalan. Dasar pendusta.” candaku menyenggol bahunya.

“Biar jadi kejutan untuk Ibu Suri.”

Aku tertawa. “Berhenti memanggilku Ibu Suri. Aku permaisuri.”

“Huh? Permaisuri siapa?” Seulgi pura pura melotot. “Aku ini ksatria, bukan raja.”

“Aish, kunyah dulu.” kucubit gemas pipinya. “Kalau begitu aku permaisuri yang selingkuh dengan ksatria.” cengirku tanpa dosa yang membuat Seulgi mengerang sambil mengunyah nasinya.

“Aku tak mau dengan wanita yang gemar selingkuh. Lebih baik cari yang baru.” balasnya menyeringai.

Tanpa belas kasih, kutarik kencang telinganya yang membuat Seulgi berteriak kesakitan. “Bilang sekali lagi, biar kupatahkan sekalian lehermu.”

Dia tertawa. “Duh permaisuri dari mana ini. Sudah galak, kasar pula.”

“Permaisuri dari Daegu.” sahutku yang membuat Seulgi semakin terbahak. “Yah, berhenti tertawa.”

“Susah, kau benar benar lucu, Hon.” dia masih terkikik geli.

Aku mendengus pelan, menutup kotak cheesecake dan beralih ke pancake labu yang hampir sebesar pizza itu. Pria ini benar benar pintar. Dia tak membelikanku pizza tapi menggantinya dengan pancake yang kusukai.

Selesai dengan menu pertamanya, Seulgi menarik mangkuk berisi sup kimchi. Sebenarnya aku tergoda dengan menu satu itu, tapi tadi ketika aku mencicipinya, rasa pedasnya tak terlalu bersahabat di lidahku sehingga aku mengabaikannya. Seulgi terlihat begitu lahap, yang membuatku tersenyum sendiri. Entah kenapa melihatnya makan dengan lahap memberiku kepuasan tersendiri.

“Pelan pelan.” kubersihkan sudut bibirnya dengan ibu jariku. “Kelewatan makan siang?” tanyaku menatapnya sambil bertopang dagu.

“Tadi ada acara di kantor, kerjaanku banyak jadi malas makan.” dia memutar badannya ke arahku sambil menggeser mangkuk jajangmyeonnya. “Mau?”

Aku menggeleng. “Pedas.”

Dia cengengesan. “Sorry, aku lupa kau tak tahan makanan pedas.”

“Aku bisa makan teokbokki.” aku membela diri.

“Itu pengecualian.” sahutnya datar. “Itu enak?” tanya Seulgi menunjuk pancake di tanganku.

“Mau?”

Dia mengangguk pelan dan aku menyuapinya. Ekspresinya agak aneh setelah beberapa kunyahan. “Pantas kau bilang enak. Isinya labu dan ubi manis.”

“Memang.”

Seulgi kembali melahap sup kimchinya dan kami makan dalam diam hingga isi mangkuk di hadapan Seulgi tandas tak bersisa yang membuatku menatapnya takjub. Aku baru menghabiskan 2 potong pancake labu sementara dia sudah menghabiskan nasi goreng dan juga sup kimchi. Luar biasa.

“Hubby.” panggilku memecah kesunyian.

“Hm.”

“Ini perut atau bola voli pantai?” tanyaku menusuk nusuk perutnya yang memang mulai ditumbuhi lemak.

“Heeei.” Seulgi terkekeh sambil membersihkan bibirnya dengan tisu sebelum menenggak segelas air. “Jangan salah, ini cinta istriku.” dia berkilah yang membuatku tergelak.

“Memangnya kapan aku memberi makan cinta?”

“Setiap hari.” Seulgi mencubit gemas pipiku dan mengecup bibirku. “Tanda pria bahagia dengan pernikahannya ya ini.” Seulgi menunjuk perutnya. “Lihat saja ayah kita.” dia tersenyum.

Mungkin suatu hari nanti aku bisa membuat buku berisi celetukan celetukannya yang bisa membuat semua istri di dunia ini terkena diabetes dan serangan jantung massal. Seulgi dan kepintarannya bersilat lidah the series. Karena sudah terlalu banyak ucapannya yang membuat perutku bergemuruh aneh dan bulu kudukku meremang tiba tiba.

“Alasan.” sahutku mengulum senyum. “Memangnya kau bahagia?” tanyaku.

Seulgi mendesah dramatis. “Mau tak mau aku harus menjawab ya.”

“Yah!” kutinju lengannya.

“Lihatkan? Aku bahagia tapi istriku ini luar biasa mengerikan. Sudah bossy, hobinya marah, mengomel, suka melakukan kekerasan fisik. Dan ooowww!” Seulgi mengerang setelah aku menginjak kakinya. “Honey, sakit.” gumamnya mengusap usap kakinya.

“Kau juga suka sekali meledekku.” sahutku tak mau kalah.

“Ini juga kenapa aku sekarang banyak makan. Biar punya tenaga untuk dijadikan samsak hidup.”

Aku mendengus kemudian berpaling pada pancake labuku untuk menghabiskan potongan ketiga. “Ah aku kenyang.”

Seulgi menoleh padaku dengan mulut penuh pancake, memandangku seperti orang bingung. Dengan cepat dia mengunyah dan menelan pancakenya nya sebelum menyahut. “Kau cuma makan cheesecake beberapa suap dan 3 potong pancake, bagaimana bisa kenyang?”

“Lambungku tak selebar lambungmu.” jawabku menarik bungkusan takoyaki ke arahku.

“Katanya kenyang?”

“Memang. Tapi pintu lambungku selalu terbuka untuk makanan penutup dan camilan.” sahutku memasukkan satu takoyaki ke mulut.

Dia tersenyum lalu mengecup sudut bibirku yang membuatku langsung mendorongnya protes karena kuah pedas yang masih menempel di bibirnya. Aku mengambil tisu untuk membersihkannya namun Seulgi menahan tanganku. Dari seringai di bibirnya aku tahu otak kriminalnya sedang dalam mode on.

“Apa?”

Seulgi memajukan wajahnya lantas menyatukan bibir kami. Dia men

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
SoneTw_ss
#1
Chapter 20: Mengiri dengan kerandoman&kecheesyan pasutri fav kita ini ٩(╥ ╥)۶
XiahticSpazzer #2
Chapter 20: 'Aku mendengar dg telinga, bukan dg mulut'
Yassalam. Ini pasutri ko makin lama makin lawak 🤣
casperkim
#3
Chapter 19: Kangen bangeettt
Pinkeudaeji #4
Chapter 14: Bangsat si seulgi ngomong gitu-_- minta disambelin ubun2nya
BaePolarBear
#5
Chapter 19: Kangen bgt sm author selalu bikin gemes
Jiyeonnie13
#6
Chapter 19: sekian purnama kemudian lagi...
risnaw #7
Chapter 19: Akhirnyaaaaaaaaa.. makasih untuk pembaruannya author-nim
Irene2910 #8
Chapter 18: Ahh gue suka banget sama nih cerita.. please update lagi authornim
casperkim
#9
Chapter 18: AKHIRNYA BACKK!!!! YAAMPUN UDH LAMA BANGET, KANGEN SEKALI
olinolin #10
Chapter 18: Hey Thor, aku seneng kamu update. Trims Thor and fighting