Random Chapter

'Ex Boyfriend' 2
Please Subscribe to read the full chapter

 

 

“Serius?” tanyaku takjub sambil merapatkan punggungku di dadanya.

“Hm.” Seulgi bergumam. “Dari mobil sport, film, bangunan, sampai icon terkenal disebuah negara.” lanjutnya menyusupkan jari di sela jemariku.

“Dan masih ada yang beli dengan harga semahal itu?”

“Kau pikir kenapa lego masih ada hingga sekarang kalau tak punya pelanggan setia?”

“Ya ya ya masuk akal. Contohnya kau yang masih lebih memilih lego ketimbang aku.” balasku setengah bercanda dan langsung meringis ketika Seulgi menggigit bahuku. “Serius, Hubby. Kau sanggup duduk berjam jam hanya untuk merakit lego.” lanjutku. “Kadang aku kesal.”

“Saking kesalnya sampai kau lupa aku sanggup terjaga semalaman hanya untuk mengapresiasi tubuhmu, hm?” Seulgi tertawa renyah.

Mataku terpejam ketika Seulgi menciumi leherku dan degupan di dadaku sedikit melaju merasakan gigitan kecilnya di bawah daun telingaku. Kulepaskan genggaman tangan kami untuk membelai tengkuknya hingga ciumannya menjadi sedikit liar. Kuremas rambutnya dan menoleh, menatapnya sekejap sebelum bibirnya memagut bibirku. Aku bisa merasakan dentuman jantungnya di punggungku namun ciumannya tetap lembut. Kubuka bibirku dan lidah kami bertemu, membelai satu sama lain hingga akhirnya aku menarik wajah darinya karena dadaku mulai sesak.

“Hubby...” kupegangi tangannya yang mulai menggerayangiku.

Seulgi menepis tanganku, mendorongku hingga punggungku menyentuh ranjang lalu naik ke tubuhku dan melanjutkan ciumannya di leherku. Aku tak begitu menyukai hickey dan sering melarangnya melakukan itu namun kali ini aku membiarkannya menyesap kulit di bawah telingaku. Rasanya sedikit perih sekaligus nikmat.

“Hubby, no.” bisikku ketika Seulgi kembali menyesap leherku.

“Satu lagi.” balasnya tak peduli.

“Jangan di leher.” aku memperingatkan. Secinta apapun aku pada Seulgi dan senikmat apapun ciumannya, aku tak ingin orang lain menggodaku hanya karena tanda merah itu karena aku tak ingin mereka mencampuri urusan ranjang kami.

Ciumannya berhenti dan Seulgi menatapku dengan alis meninggi. “Memang itu kan tujuannya? Biar semua orang melihat dan mereka tahu kalau kau sudah ada yang punya.”

Aku tak bisa menahan tawa mendengar ucapannya yang menurutku sangat kekanakan mengingat usia kami sekarang. Yeah, Seulgi dan segala ketidakjelasannya. “Hubby, kau sudah menandaiku dengan menyematkan cincin di jariku.” kukecup ujung hidungnya. “Siapapun yang melihatnya pasti tahu aku sudah menikah.”

“Ya ya ya.” Seulgi memutar bola mata. “Tapi hickey membuktikan kalau rumah tangga kita luar biasa.” lanjutnya berkilah.

“Kata siapa? Survey dari mana?” tanyaku geli sambil membelai kepalanya. Terkadang dia berlebihan tapi begitu menggemaskan.

“Kataku kan tadi.”

Tawaku kembali menggema karena jawaban polosnya. “I love you.” ucapku pelan menatap nanar matanya sambil mengusap rahang dan pipinya.

“Oh, really?” candanya mengecup keningku.

“Mm.” balasku mengusap kedua alisnya, masih tak mengalihkan pandanganku darinya hingga aku menyadari sesuatu yang sedikit mengganggu. “Kau harus potong rambut.”

Seulgi mengerang protes dan menjatuhkan wajahnya di dadaku sambil menggerutu pelan.

“Rambutmu sudah menyentuh alis, Seul.”

“Gu Jun Pyo rambutnya panjang tapi banyak penggemarnya.” balasnya acuh tak acuh.

“Hubby...”

“Sesekali panjang tak apa.”

“Kalau kau bisa menjaganya, ya, tapi kau sendiri yang suka malas malasan, Seul.” Aku tak bisa membayangkan saat rambutnya berantakan ditambah jambang lebat memenuhi wajahnya. Oh Tuhan... Hanya membayangkan saja aku sudah bergidik ngeri sekaligus geli.

“Jung Woo Sung di A Moment to Remember juga rambutnya berantakan, ada kumis tipis pula dan kau bilang dia seksi. Dan kalau aku tak salah ingat kau bilang dulu kau ingin punya suami sepertinya.”

“Oh, kau punya keinginan jadi artis ternyata, huh?” aku tertawa sambil mengacak acak rambutnya.

“Hm. Biar banyak yang tergila gila.” gerutunya, sepertinya sedikit kesal.

Kudekap kepalanya. Dia sangat, sangat, dan sangat menggemaskan. “Tidak cukup cuma aku yang tergila gila padamu?” godaku usil.

Seulgi mengangkat wajahnya. “Cukup kalau aku boleh...” Seulgi memainkan alisnya. “Kau tahulah maksudku.” wajah kesalnya lenyap dan berubah menjadi seringai menyebalkan.

“You're insatiable.”

Seulgi menyeringai. “You're irresistible.”

Sinting.

“Spreinya masih bau keringat. Dan juga...” ibu jariku menelusuri lekuk bibir bawahnya. “Kupikir sisa percintaan kita tadi malam masih menempel di badanku.” kutarik wajahnya mendekat. “Aku belum mandi.” kucium bibirnya yang dibalas Seulgi penuh gairah.

“So? Ulahku juga kan?”

Dan aku tak punya kesempatan membalas karena bibir Seulgi langsung membungkamku. Kupegangi rahangnya sementara sebelah tangannya menggerayangiku, menyentuhku di setiap tempat yang membuatku menggigit bibirnya dan mengerang nikmat.

Kami masih bercumbu panas ketika kudengar suara alunan musik yang hebatnya masih kusadari berasal dari ponsel Seulgi. Kubiarkan nada panggilan masuk itu mengiringi cumbuan kami hingga mati dengan sendirinya.

Bibir dan lidah kami masih bergelut panas ketika ponsel Seulgi kembali berbunyi namun aku masih setengah hati untuk mengakhiri cumbuan kami sehingga aku memilih untuk tak mempedulikannya. Lagipula kenapa aku harus peduli sementara Seulgi juga masih begitu menikmati yang kami lakukan? Paling paling juga teman kantornya.

Namun saat ponselnya berbunyi untuk yang ketiga kalinya, akhirnya aku menyerah dan menahan bibirnya dengan ibu jariku.

“Mungkin kau harus mengangkatnya dulu.”

“No...” gumam Seulgi kembali menyambar bibirku.

Kulumat bibirnya sesaat sebelum kembali meletakkan ibu jariku di bibirnya. “Kau tahu, aku juga kesal sepagi ini ada yang mengganggu tapi mungkin itu penting.”

“Harusnya kumatikan sejak tadi malam.” kesalnya memberi kecupan kecupan kecil di bibirku. “Aku masih ingin menciummu.”

Aku mendesah merasakan lidahnya di bibirku. Serius, aku juga tak ingin berhenti tapi ponselnya tak akan berhenti berbunyi dan itu benar benar mengganggu dan jujur saja cukup merusak moodku. “Hubby...” kutahan wajahnya ketika Seulgi ingin menyatukan kembali bibir kami. “Angkat dulu.”

“Hon, please... Biarkan saja.”

Seulgi memegangi kedua pergelangan tanganku dan kami kembali bercumbu namun ponselnya terus berbunyi yang membuatku ingin berteriak murka karena sekarang aku tak bisa lagi menikmati cumbuannya. Panggilan itu benar benar membuat moodku rusak total.

“Sayang, angkat dulu.”

Cengkeramannya di pergelangan tanganku mengendur hingga akhirnya terlepas dan Seulgi bangun sambil mengerang kesal. Dia bahkan tak mengambil boxernya dan berjalan ke sofa di dekat jendela dengan tubuh telanjang yang membuatku langsung memalingkan wajah karena malu.

“Kuharap kau punya alasan cukup baik yang membuatku tak harus membunuhmu, Kang Seungyeon.”

Oh.

“Cuma itu dan kau harus menelponku sepagi ini? Lewat pesan kan bisa.” protes Seulgi. “Kau sengaja, kan?” tuduhnya. “Kalau kau sudah tahu aku pasti bercumbu dengan Joohyun lantas kenapa masih mengganggu?”

Aku menahan senyum. Seulgi dan Seungyeon Unnie kadang tak ada bedanya denganku dan Jumyeon.

“Aku membencimu.” gerutu Seulgi. Untuk beberapa saat dia diam sebelum kembali bersuara. “Oke, fine. Akan kuusahakan. Ada lagi? Karena kalau tidak aku ingin kembali mencumbu istriku.”

Dia masih punya mood untuk itu? Karena moodku sudah luluh lantak.

“Oke, bye.”

“Unnie bilang apa?” tanyaku ketika Seulgi kembali berbaring di sampingku.

“Malam ini di rumah ada acara barbeque. Paling telat jam 5 sudah harus di sana.” Jawabnya sedikit ragu dan aku mengerti hal itu. “Kalau kau tidak mau tak apa. Tapi aku cuma ingin bilang kalau orang itu tidak akan datang karena ini khusus untuk kita. Maksudku Appa, Umma, Seungyeon dan kita.”

Aku beringsut mendekat lalu memeluk dan membenamkan wajahku di ceruk lehernya. “Melewatkan acara barbeque tidak ada dalam kamusku.”

Seulgi tertawa. “Sepertinya aku pernah mendengar kalimat itu.”

“Sepertinya.”

Untuk sesaat kami hanya berpelukan dalam diam sebelum akhirnya Seulgi membuka obrolan dengan komentar tengilnya. “Kuharap ovenmu belum dimatikan karena sosisnya belum matang.”

Dan aku langsung memekik. “Hubby, seriously?!”

 

 

 

Kalau ada yang kurindukan dari rumah Seulgi, adalah suasananya. Rumah Seulgi bisa kukatakan besar namun hangat dan tak terasa sunyi. Mungkin karena memiliki keluarga besar jadi mertuaku memilih tempat tinggal yang bisa menampung cukup banyak tamu. Selain itu, halaman belakangnya juga lumayan besar. Cukup untuk anak anak bermain sambil mengadakan acara sederhana seperti barbeque atau pertemuan keluarga.

Kami datang sebelum jam 5 karena aku bersikeras untuk membelikan sesuatu dan tak datang hanya dengan tangan kosong. Sebenarnya Seulgi agak malas, namun dia tak membantah saat aku menyeretnya ke supermarket. Kami membeli beberapa daging, ayam, dan sosis juga sayuran. Hanya untuk berjaga jaga mengingat Seulgi terkadang tak tahu diri urusan makanan.

Setibanya di rumah mertuaku, kami disambut dengan tawa ceria Jisoo yang tengah bermain ayunan dengan ayah mertuaku sementara ibu mertuaku dan Seungyeon Unnie tengah menyiapkan peralatan dan bahan makanan di meja. Di sampingnya ada kakak iparku yang sedang menyiapkan panggangan.

“Umma.” sapa Seulgi.

Ibu mertuaku menoleh. “Oh kalian sudah datang?”

“Dia.” Seulgi melirikku sekilas sebelum menghampiri ibunya dan meletakkan belanjaan kami di meja. “Tidak akan berhenti merengek sebelum kami berangkat. Jadi kupikir datang lebih awal atau telat sama saja.”

“Kalian ini.” Beliau mendekat dan memelukku hangat. “Istirahat dulu sana.”

“Bu, percuma kami datang lebih cepat kalau malah disuruh istirahat.”

“Tak apa. Ada Seungyeon yang membantu.” Beliau mengusap lenganku lantas kembali pada pekerjaannya.

Seungyeon mendekat. “Istirahat saja. Kau pasti lelah melayani Si Cabul ini.” cengirnya.

Seketika wajahku terbakar malu setelah mengerti ucapannya sementara Seungyeon terkikik dan kembali membantu ibu mertuaku. Seulgi hanya menatapku dengan wajah tanpa dosa yang langsung kubalas dengan tatapan bengis. “Makanya kubilang jangan.” gerutuku.

“Duh, kau juga mau.” sahutnya santai.

“Bagaimana mau melarang, sudah terlanjur keenakan.” timpal Seungyeon yang membuatku ingin membenturkan kepala kedua kakak beradik ini ke panggangan.

Serius, mereka sama sama menyebalkan dan sama sama tak tahu malu. Oh Tuhan... Ini benar benar memalukan.

“Ayolah, Hyun, semua yang ada di sini mengerti urusan ranjang. Lagipula kalian bukan pengantin baru jadi berhenti merasa malu.” cengiran gila Seungyeon kembali.

“Sebenarnya bukan Joohyun malu, tapi kalian yang memang tak tahu malu.” sambar kakak iparku dengan tampang datarnya yang langsung mendapatkan cubitan sadis dari istrinya. “Seul, tolong penjepitnya.”

Dan ya, aku benar benar harus memasang muka tembok mendengar setiap celetukan dari Seungyeon Unnie hingga makan malam tiba.

“Oh, Jisoo dapat crayon lagi dari Jennie.” cerita Jisoo penuh semangat yang membuatku tersenyum. “Jennie punya banyak.” lanjutnya dengan mulut penuh makanan.

“Baby, kunyah dulu.” tegur kakak iparku.

Jisoo diam sesaat, mengunyah dan menelan makanannya sebelum kembali melanjutkan ceritanya. Aku belum pernah bertemu Jennie, tapi aku bisa membayangkan seperti apa anak itu dari semua cerita Jisoo.

“Kau menyukai Jennie hanya karena dia selalu memberimu crayon, kan?” celetuk Seulgi yang masih berdiri di dekat panggangan.

Jisoo langsung mengerucutkan bibirnya. “No. Jisoo menyukai Jennie karena Jennie baik.”

“Iya baik karena selalu memberi crayon, kan?” Seulgi masih menggoda keponakannya yang membuatku menoleh padanya.

“No.” sahut Jisoo, kali ini wajahnya merengut.

“Dia juga sering membagi makanannya pada Jisoo, kan?” Seulgi masih gencar menggoda Jisoo hingga anak itu mendengus kesal.

“Sudah, waesamchon tak usah didengar.” tukas ibu mertuaku tersenyum kemudian memandangku dan mengusap lenganku. “Bagaimana pekerjaanmu?”

“Masih bisa ditangani.” jawabku. “Seulgi yang sering lembur.”

“Duh, kalau dia jangan tanya, akan selalu lembur.” canda Seungyeon mengedip padaku yang membuat wajahku kembali terbakar malu.

“Oh

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
SoneTw_ss
#1
Chapter 20: Mengiri dengan kerandoman&kecheesyan pasutri fav kita ini ٩(╥ ╥)۶
XiahticSpazzer #2
Chapter 20: 'Aku mendengar dg telinga, bukan dg mulut'
Yassalam. Ini pasutri ko makin lama makin lawak 🤣
casperkim
#3
Chapter 19: Kangen bangeettt
Pinkeudaeji #4
Chapter 14: Bangsat si seulgi ngomong gitu-_- minta disambelin ubun2nya
BaePolarBear
#5
Chapter 19: Kangen bgt sm author selalu bikin gemes
Jiyeonnie13
#6
Chapter 19: sekian purnama kemudian lagi...
risnaw #7
Chapter 19: Akhirnyaaaaaaaaa.. makasih untuk pembaruannya author-nim
Irene2910 #8
Chapter 18: Ahh gue suka banget sama nih cerita.. please update lagi authornim
casperkim
#9
Chapter 18: AKHIRNYA BACKK!!!! YAAMPUN UDH LAMA BANGET, KANGEN SEKALI
olinolin #10
Chapter 18: Hey Thor, aku seneng kamu update. Trims Thor and fighting