Random Chapter

'Ex Boyfriend' 2
Please Subscribe to read the full chapter

 

Suara keras memenuhi gendang telingaku hingga membuatku terperanjat setelah dengan kerasnya membanting pintu kamar. Sedikit menyumpahi diri sendiri karena apa yang kulakukan justru berbalik menyerang pendengaranku. Lututku sedikit lemas karenanya. Stupid me.

“Hon?”

“Apa?!” sahutku ketus sambil melemparkan tasku ke sofa di ujung ranjang dan berbalik pada Seulgi yang kini berdiri di dekat pintu.

Seulgi memandangku sambil geleng geleng kepala. Dia berjalan ke arahku, berusaha mendekat namun aku menghentikannya dengan mengacungkan telunjuk ke tempatnya berdiri. “Honey, ayolah, jangan begini.” pintanya sedikit memohon.

“Sudah kubilang aku tidak ingin ikut tapi kau memaksa dan sekarang kau memintaku jangan begini?” aku mulai meradang.

“Karena memang kau berlebihan.”

What? Apa katanya? “Kau menyalahkanku?” tanyaku melotot dengan kepala yang mungkin sudah mulai berasap.

“Aku tidak...”

“Aku membencimu, Kang Seulgi!”

Hening.

Baik aku maupun Seulgi diam di tempat kami berdiri. Yang terdengar hanya suara napas menggebu penuh emosi dariku dan helaan pelan dari Seulgi. Dia menatapku dengan mata bosan dan itu membuatku sadar dengan apa yang sudah ku ucapkan.

Ya Tuhan. Aku harus menjauh darinya sebelum mulut kurang ajarku mengatakan hal yang bisa membuatnya tersinggung, terlebih lagi membuatnya sakit hati. Bergegas aku melangkah menuju pintu dan keluar dari kamar tanpa menoleh sedikitpun padanya.

Kutarik napas dalam. Sialan. Apa yang sudah kulakukan?

Susah payah aku menyeret kaki ke dapur, mengambil segelas air dingin dan langsung menenggaknya habis. Ku letakkan gelas kosong itu di samping wastafel sambil termenung, mulai merasa bersalah karena sudah berteriak seperti itu pada Seulgi. Lagi lagi aku tak bisa menahan kecemburuanku dan menumpahkannya tanpa berpikir.

Ini salah, aku tahu. Itulah kenapa saat dia mengajakku ke acara kantornya itu, aku menolak. Benar aku mudah cemburu, tapi kalau aku tak melihat apa yang terjadi, perasaan itu akan hilang dengan sendirinya. Tapi kali ini dia memberiku kesempatan untuk melihatnya. Aku melihat bagaimana wanita itu sengaja mendekati Seulgi, sengaja menggandeng tangan suamiku, tertawa tawa sambil melontarkan candaan yang tak lucu sama sekali di depan mataku. Dan Seulgi hanya tersenyum. Aku mengerti kalau dia tak ingin mempermalukan wanita itu di depan rekan mereka yang lain. Tapi apa dia lupa dengan apa yang akan kurasakan saat melihat hal tersebut sementara dia tahu aku pencemburu? Dari semua wanita yang menjadi temannya, dia tahu wanita itulah yang paling kubenci. Atau dia memang lupa kalau dia membawa istrinya saat itu?

Mataku menghangat. Mungkin aku bisa mengatakan aku percaya pada Seulgi tapi tidak pada wanita itu. Tapi melihat apa yang sudah kulakukan, jelas kepercayaan yang kuberikan padanya masih setengah hati. Lagipula heeeei, wanita mana yang tidak jengah melihat suaminya dekat dengan mantannya yang terang terangan mengaku masih memiliki rasa terhadap suamimu? Jika itu terjadi pada salah satu dari kalian, aku yakin kau akan mengerti seperti apa rasanya. Terlebih sedikit banyak aku tahu seperti apa masa lalu wanita itu.

“Hon.”

Aku melirik sadis pada Seulgi sebelum mencuci gelas yang kuletakkan di samping wastafel tadi. Saat ini aku berharap dia mendiamkanku karena aku takut kalimat tak pantas akan meluncur dari bibirku dengan kondisiku sekarang.

“Honey.”

Kuabaikan panggilannya.

“Honey, please...”

“Aku mau mandi.” tukasku menjauh. Mungkin air dingin bisa membuatku lupa dengan apa yang terjadi hari ini.

Sejak selesai mandi dan bersiap tidur seperti sekarang, aku terus mendekam di dalam kamar. Tak sedikitpun berkeinginan untuk keluar kamar. Dan Seulgi juga sepertinya mulai membiarkanku dengan kelakuan ajaibku. Tak sedetikpun dia muncul di kamar atau menyapaku. Bisa dikatakan aku bersyukur karena hal itu. Setidaknya apa yang dilakukannya akhirnya membuatku kesal sendiri karena aku mulai merindukan tampang menyebalkannya.

Damn it!

Ku singkirkan selimut yang membungkus tubuhku lantas mencari sosok yang mendiamkanku sejak, entahlah, kurang lebih 4 jam yang lalu? Dia benar benar akan terlatih untuk menghadapi wanita dengan keegoisan unlimited sepertiku. Dan tentu saja harus berterimakasih padaku karena akulah yang melatihnya selama ini.

Kulihat Seulgi tengah duduk di lantai ruang tengah dengan beberapa wadah kecil berisi entah apa itu. Tapi sepertinya itu balok balok legonya karena di sampingnya tergeletak sebuah kotak lego yang cukup besar. Sengaja aku berjalan ke dapur karena itu satu satunya arah agar dia bisa melihatku, untuk memberitahunya kalau kepala batuku sudah mulai terkikis setelah menerima hujan badai sikap dinginnya. Ku pikir dia akan memanggilku ketika aku lewat di hadapannya atau setidaknya menyapa, tapi ternyata tidak. Aku mengintip dari dapur apa yang dilakukannya, dan dia masih begitu fokus pada legonya.

Argh! Kenapa aku harus bersaing dengan benda itu. Lagi, lagi, dan lagi. Aku benci dengan kegemarannya menyusun balok balok sinting itu karena benda itu benar benar menyita waktunya. Bayangkan saja dia sanggup bergelut menyusun benda ribuan pieces itu hingga 6 jam lebih sementara sekarang dia mulai malas membantuku. Jangankan 6 jam, setengah jam saja dia sudah uring uringan.

“Matikan tv nya kalau tidak ditonton.” ucapku sedikit kesal. Bukan karena tv menyala sia sia, tapi karena ketidakpekaannya.

Seulgi mendongak. “Oh.” sahutnya pelan sebelum mengambil remote tv di sampingnya dan mematikan tv lantas kembali pada legonya.

Aku menghela napas berat. “Lanjutkan besok saja.”

“Tanggung.” balasnya membalik halaman buku petunjuk yang kalau dilemparkan ke wajah seseorang aku yakin bisa mengakibatkan memar berhari hari. Sangat tebal. Entah terbuat dari berapa ribu pieces legonya kali ini.

Aku memutar bola mata. “Kubilang lanjutkan besok.”

“Ini baru seperempat, Hon.”

Ada rasa lega setelah mendengar sebutan itu lagi dari bibirnya, meskipun matanya masih tak memandangku sedikitpun. “Tapi sekarang sudah jam 11 lebih.”

“Besok libur.” balasnya santai.

Dengan kekesalan yang levelnya naik satu tingkat, aku menghampirinya. “Mau sampai jam berapa kau mengurus benda itu?”

“Sampai selesai.”

Mataku terbelalak. Sinting. “Aku ngantuk.”

“Tidur.”

Ingin rasanya aku menjambak rambutnya. Dasar pria tidak peka. “Bagaimana aku bisa tidur kalau kau masih di sini?” Alasan. Padahal aku ingin dia berhenti merakit legonya dan memelukku.

Seulgi mendongak dengan ekspresi heran. “Bukannya tadi bisa?”

Pria ini benar benar... “Aku tidak tidur, oke?” karena memang benar. Aku hanya bermain main dengan ponselku, berselancar di dunia maya sambil mendengarkan musik.

“Lantas apa yang kau lakukan?” alisnya mengernyit.

“Hanya mendengarkan musik.” jawabku dengan nada bosan kemudian duduk di sofa sambil berlipat tangan di dada. Kali ini dia berpaling ke arahku dan memberikan perhatiannya padaku dengan benar.

“Tapi aku tidak mendengar apapun di kamar.”

Oh Tuhan. Dia tidak mengenal kata earphone? “Dummy.” gumamku pelan. Mulai merasa kesal bercampur geli.

Dia berdecak. “Terimakasih pada suaramu yang super lembut itu sehingga telingaku terlatih mendengar suara sekecil itu.”

Aku mendengus. Merasa malu karena ketahuan mengatai suamiku sendiri dan dia mendengarnya.

“Sudah selesai marahnya?” ada senyum jahil di wajahnya.

Seulgi menyebalkan, gumamku dalam hati. “Siapa bilang?”

“Itu mukanya minta dipeluk.”

Seketika wajahku panas. Memangnya bisa kelihatan? “Maumu.” sahutku membuang muka, sedikit salah tingkah.

Seulgi terkekeh pelan sebelum kembali menjamah legonya dan kembali mendiamkanku.

Ada manusia yang lebih menyebalkan darinya di dunia ini? “Kalau sudah tau kenapa masih berkutat dengan benda itu?” gerutuku kesal, mengesampingkan ego wanita yang lebih tinggi dari puncak apapun di dunia ini.

Seperti yang sudah kutebak, tawanya menggelegar. Dia bangkit, berlutut di depanku lalu mengecup bibirku sekilas. “Dasar kepala batu.” kekehnya menarik hidungku kemudian melingkarkan tangannya di pinggangku.

“Kau menyebalkan.”

Seulgi tersenyum seraya mengusap lembut pipiku. “Tapi tetap cinta, kan?”

Kucubit gemas pipinya. “Sudah tahu aku cemburu, masih saja dekat dekat dengan wanita itu. Di depanku saja begitu, bagaimana di belakang.”

“Honey, kau juga tahu aku sudah tidak punya perasaan apapun lagi padanya.” Seulgi mengecup lembut sudut bibirku. “Sudah, jangan cemberut lagi. Itu keriputnya jadi tambah banyak.”

“Ya ya ya, terus saja hina. Jelek begini juga kau mau menikahiku.”

Dia tertawa. "Mau bagaimana lagi, tak ada pilihan lain."

"Yah!!!" Ku pukul dadanya.

“Kau benar benar menggemaskan kalau merajuk seperti ini.”

Kukalungkan lenganku di lehernya dan menarik wajahnya mendekat padaku. Kutatap nanar matanya sebelum menyatukan bibir kami. Aku suka setiap kali aku yang memulainya karena ada perasaan aneh yang sangat menyenangkan di dadaku, menggelitik sekujur tubuhku hingga meremang, membuat tubuhku panas dingin tak menentu. Selain itu karena Seulgi juga akan membiarkanku melakukan apapun sesuai keinginanku.

“Kau menyebalkan.” bisikku sedikit tersengal. “Aku membencimu.” tambahku lantas menyatukan kembali bibir kami.

“Menyebalkan begini juga kau mau menikahiku.” dia tertawa lebar penuh kemenangan.

“Sekali sekali mengalah tidak masalah, kan?.” ketusku memajukan bibir.

“Kita harus bermain fair, Honey.” dia mengecup bibirku sekilas. “Ayo bantu aku melanjutkan pekerjaanku yang paling berharga.”

Aku mengerang protes melihatnya kembali menghadapi potongan potongan lego itu. “Hubby, aku ngantuk.” ku lingkarkan lenganku di lehernya dari belakang dan menggelayut manja di punggungnya.

“Sebentar lagi.” sahutnya meringis ketika aku menggigit bahunya. “Lama lama aku curiga kau turunan Ed Cullen. Kesal sedikit main gigit.”

“Makanya ayo tidur.” kuletakkan daguku di lehernya sambil menghujani pipinya dengan kecupan kecupan kecil. “Aku ngantuk.”

“Aish, kau ini.” sepertinya dia mulai menyerah. “Tapi biarkan pacarku di sini sampai besok dan jangan diusir, ya?”

Aku mendengus. Dasar gila. “Hm.” balasku mempererat dekapanku.

Seulgi mencoba berdiri dengan aku yang masih bergelayutan di punggungnya. “Kau mulai berat.” candanya tertawa sambil memegangi pahaku.

“Jangan protes.” balasku sedikit galak yang membuat Seulgi kembali tertawa. Kusandarkan tubuhku sepenuhnya padanya. “Hubby.”

“Hm.” balas Seulgi menendang pintu kamar dan menutupnya kembali dengan kakinya.

“Maaf.”

“Tak perlu. Aku juga salah. Sudah tahu punya istri cemburu dan egonya selangit, tapi ow!” Seulgi memekik setelah aku menggigit telinganya lalu menurunkanku di ranjang. “Sepertinya kau memang bukan manusia.” gerutunya mengusap kuping.

Tak kuhiraukan ucapannya dan masuk ke selimut. Detik berikutnya kurasakan hangat tubuhnya menyelimutiku, membuat hatiku yang sejak beberapa jam lalu seolah diterpa tsunami menjadi tenang, membuat kantuk itu kembali memberatkan kedua mataku.

“Goodnight.”

Aku menoleh ke belakang dan memberinya satu kecupan kecil. “Love you.”

Dia tersenyum. “I love you, too.”

 

***

 

Mataku terbuka perlahan walaupun masih terasa berat. Ada keinginan untuk melanjutkan tidur lelapku namun sepertinya tubuhku tidak terlalu sependapat. Rasa kantuk itu masih ada, tapi untuk tidur kembali rasanya juga malas sehingga aku hanya memejamkan mata, menikmati hangat tubuh Seulgi yang masih memelukku. Kuusap salah satu tangannya yang menjulur di bawah leherku dan ku cium beberapa kali sebelum memalingkan tubuhku ke arahnya.

Senyumku langsung merekah melihat wajah tidur suamiku yang terlihat begitu damai. Hembusan napasnya yang teratur menandakan dia masih tertidur pulas. Sedikit ragu kuusapkan jemariku di keningnya, pada alis matanya hingga ke pelipis dan berhenti di sekitar rahangnya yang terasa kokoh di telapak tanganku. Selama 4 tahun kami menikah, sudah tak terhitung berapa kali aku melakukan hal ini namun tak sekalipun ada perasaan bosan.

Benar yang orang orang katakan, cinta itu aneh. Meskipun sering bertengkar, meributkan hal hal yang kadang tak penting, tapi tak membuatku sanggup jauh darinya. Bahkan sedang dalam kondisi perang dingin pun aku masih bisa merindukannya.

Ku cium ujung hidungnya yang membuat Seulgi terbangun. Matanya mengerjap beberapa kali sebelum memandangku bingung. Mungkin belum sepenuhnya sadar. “Pagi.”

“Pagi.” balasnya sambil meregangkan tubuhnya. “Hyun.”

“Hm?” gumamku bangun laku duduk sembari mengusap lengannya.

“Kepalaku pusing.”

“Siapa suruh merakit lego malam malam dan bukannya tidur.” ku berikan pijatan pelan pada kedua pelipisnya sementara Seulgi hanya mendesah pelan, sepertinya mulai merasakan sakit.

“Salahmu karena marah padaku.”

Really? Dia masih sanggup membela diri dengan menyalahkanku? “Salahmu karena membuatku cemburu.” balasku tak mau kalah.

Dia tertawa. “Aku sedang sakit, Hon. Mengalah padaku sesekali tidak akan menyakiti egomu.”

Aku ikut tertawa, masih terus memijat pelipis dan keningnya. “Bukannya kau bilang ego istrimu ini selangit? Kenapa berharap aku mengalah?”

“Ah aku lupa.” sahutnya memejamkan mata.

Kupandangi sekali lagi wajahnya sebelum menurunkan badanku dan memberikan ciuman beberapa kali di bibirnya, yang kontan membuat mata Seulgi kembali terbuka.

“Bukan aku tidak menghargai pijatanmu, tapi sepertinya yang tadi lebih membantu.” dia menarikku ke atas tubuhnya dan memerangkapku dalam pelukannya.

Kuusap kepalanya, membelai rambutnya di sela sela jemariku. “Mau lagi?” tanyaku mengecup ujung hidungnya.

“Talk less do more, Honey. Kau tau aku tidak akan pernah menolaknya.”

“Tapi aku belum sikat gigi.” ucapku seketika malu karena aku hanya bercanda dengan tawaran itu.

“Kau masih saja bersikap seolah kita baru menikah.”

Dia benar. Tanpa membuang waktu aku menyatukan bibir kami. Bagiku tak masalah kalau dia yang lebih dulu menciumku setiap bangun pagi seperti ini, artinya dia yang menginginkannya. Lain cerita kalau aku yang lebih dulu melakukannya. Rasa percaya diriku belum terlalu tinggi untuk melontarkan bau mulutku padanya. Kuletakkan jariku di bibirnya. “Sudah lebih baik?” tanyaku mengusap bibirnya.

Seulgi mengangguk pelan. “Thank you.” bisiknya sebelum bangkit, membuatku duduk di pangkuannya.

“Katanya...” kuciumi lehernya. “Ada cara ampuh...” aku menyesap kulit di bawah telinganya yang membuat Seulgi mengerang. “Untuk menghilangkan pusing atau sakit kepala pasangan.” lanjutku mengunci kakiku di pinggulnya.

“Apa itu?” tanya Seulgi setengah berbisik sementara tangannya masuk ke bajuku, membelai kulitku dengan sensual.

Kuraih bibirnya dan melumatnya dalam. Sesekali kugigit bibir bawahnya yang membuatnya menjamah tubuhku lebih liar sambil melepaskan pengait braku. Kuremas kasar rambutnya. “Seks.” jawabku tersengal.

“Benarkah? Kalau tau begitu aku rela sakit kepala setiap hari.” candanya mengecup bibirku. “Tahu dari mana?”

“Dari media media kesehatan yang sering kulihat dan kubaca.” kuhentikan tangannya yang mulai meraba dadaku. “Bukan begitu, Hubby.” bisikku nakal lalu menyesap cuping telinganya. “Lepaskan dulu semuanya baru boleh pegang.”

“Dengan senang hati.” Seulgi menyeringai.

Dan yeah, ternyata teori yang kubaca dari dunia medis itu benar adanya. Terapi amatir yang kulakukan untuk menghilangkan rasa pusing yang dialami Seulgi ternyata manjur. Dia merasa lebih baik dan aku juga mendapatkan keuntungan dari hal itu. Cukup adil, kan?

Seandainya pagi ini kami tak ada acara lain, aku pasti sudah bermalas malasan bersamanya. Tapi karena ada acara yang harus kami hadiri, aku memaksa diriku untuk bangun dan segera mandi. Seriously, umurku hanya bertambah sedikit sejak kami menikah namun sekarang aktifitas ini terasa menguras tenagaku lebih dari sebelumnya. Usia memang tidak bisa berbohong.

“Seul, lekas mandi.” tegurku sambil mengeringkan rambut.

“Nanti.”

Seulgi dan jawaban keramatnya.

Itulah yang tak kusuka setiap kali memintanya melakukan sesuatu. Selalu saja nanti. “Baby, ayolah. Jam 9 kita harus pergi ke pernikahan sepupumu.”

“Sebentar lagi.” Seulgi malah menarik selimut dan meringkuk di dalam sana. “Aku mandi setelah kau mandi.”

“Aku sudah mandi.” tegasku dan akhirnya dia melirik dengan wajah malas. “Ayo bangun.” kutarik tangannya.

“Dingin, Hyun.” rengeknya. “Berangkatnya nanti jam 10 saja ya?”

Laki laki ini benar benar... Sudah cari cari alasan, sekarang malah menawar. “Kalau kau sekedar tamu biasa seperti yang lain tak masalah. Tapi dia sepupumu. Cepat bangun, jangan manja.”

Cukup lama aku membujuknya hingga akhirnya dia benar benar bangkit dari ranjang. Bahkan aku sudah selesai bersiap siap ketika dia berjalan sambil menggerutu ke kamar mandi. Entah bagaimana caranya untuk membiasakannya mandi pagi. Percuma saja dia bangun pagi kalau toh yang dilakukannya hanya bermalas malasan sampai siang. Tapi aku juga masih bersyukur karena dia masih mau bangun dan bukan malah tidur sampai siang.

Untung saja laki laki itu lebih praktis daripada kaum hawa. Tak perlu waktu lama Seulgi sudah keluar dari kamar, lengkap dengan setelan jasnya. Dia memandangku datar, sepertinya masih kesal karena aku memaksanya mandi. Aku tau bagaimana dia. Kalau tidak tegas padanya, berani taruhan, dia hanya akan cuci muka dan gosok gigi lalu berangkat.

“Hello there, Handsome.” sapaku tersenyum geli. Dia masih cemberut namun hal itu tak membuatnya kehilangan kharisma di mataku. Aku bangkit dari sofa dan menghampirinya. Ku pandangi dia dari kepala hingga kaki dan berdecak kagum dalam hati. Dia benar benar sangat menarik.

“Apa?”

“Memangnya tidak boleh mengagumi suami sendiri?” aku balik bertanya. “Jarang jarang kan tampan begini. Biasanya kusut, berantakan, jelek pula.” hinaku tak tanggung tanggung yang membuatnya menatapku sebal. “Bercanda.” ku kecup singkat bibirnya dan kerutan di wajahnya langsung hilang. “Ayo berangkat.”

Tak sampai setengah jam kami tiba di gedung acara. Walaupun ya, tetaplah telat dari jam yang seharusnya. Handphonenya terus berdering ketika kami memarkir m

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
SoneTw_ss
#1
Chapter 20: Mengiri dengan kerandoman&kecheesyan pasutri fav kita ini ٩(╥ ╥)۶
XiahticSpazzer #2
Chapter 20: 'Aku mendengar dg telinga, bukan dg mulut'
Yassalam. Ini pasutri ko makin lama makin lawak 🤣
casperkim
#3
Chapter 19: Kangen bangeettt
Pinkeudaeji #4
Chapter 14: Bangsat si seulgi ngomong gitu-_- minta disambelin ubun2nya
BaePolarBear
#5
Chapter 19: Kangen bgt sm author selalu bikin gemes
Jiyeonnie13
#6
Chapter 19: sekian purnama kemudian lagi...
risnaw #7
Chapter 19: Akhirnyaaaaaaaaa.. makasih untuk pembaruannya author-nim
Irene2910 #8
Chapter 18: Ahh gue suka banget sama nih cerita.. please update lagi authornim
casperkim
#9
Chapter 18: AKHIRNYA BACKK!!!! YAAMPUN UDH LAMA BANGET, KANGEN SEKALI
olinolin #10
Chapter 18: Hey Thor, aku seneng kamu update. Trims Thor and fighting