01.

'Ex Boyfriend' 2
Please Subscribe to read the full chapter

Terdengar suara pintu kamar mandi diketuk beberapa kali namun aku masih berdiri terpaku di dalamnya. Kedua mataku melebar melihat lantai kamar mandi. Jantungku berdegup begitu kencang hingga membuatku sesak. Tubuhku gemetar dan ku rasakan kakiku lemas hingga aku jatuh terduduk di lantai kamar mandi.

Takut.

Perasaan itu membuat air mataku menetes tanpa sadar.

“Joohyun?”

Ku dengar Chorong memanggilku.

“Joohyun? Kau tidak apa?”

Wajar Chorong bertanya karena aku tak kunjung menampakkan diriku. Aku ingin menjawabnya tapi suaraku seakan lenyap begitu saja.

“Joohyun? Ini tidak lucu"

Chorong terdengar tak sabar namun lidahku kelu.

"Joohyun, buka pintunya"

Air mataku terus menetes.

"Cepat buka sebelum aku menyuruh seseorang untuk mendobrak pintu ini”

Ku gigit pergelangan tanganku untuk meredam suara isakan tangisku.

“Joohyun! Ku bilang buka pintunya!”

Ketakutanku semakin menjadi ketika suara gagang pintu yang berusaha dibuka paksa kembali memekakkan telingaku. “Bisa... Bisa kau... Hubungi Seulgi dan suruh dia ke sini?” ucapku lemah. Rasanya aku tak sanggup mengangkat diriku lagi.

“Ada ap...”

“Please...” mohonku. “Aku benar benar membutuhkannya saat ini”

Setelah itu tak lagi ku dengar dengar suara dari luar hingga beberapa menit kemudian terdengar suara kaki kembali mendekat. Mungkin Chorong. Tentu dia masih khawatir. Tapi aku juga tak bisa mengatakan apapun saat ini. Aku tak bisa berpikir jernih. Semuanya terasa buram. Bahkan aku merasa tak mengenal diriku sendiri.

Mungkin keputusanku kurang tepat. Seharusnya aku meminta tolong pada mereka yang sekarang ada bersamaku karena mengharapkan Seulgi artinya aku harus menunggu. Tapi aku tak ingin siapapun melihat keadaanku saat ini selain dia.

Chorong masih mengajakku bicara meskipun aku tak menyahut. Mungkin dia ingin mengatakan padaku kalau dia masih ada bersamaku, masih menemaniku dan tak akan meninggalkanku seorang diri. Hal itu membuatku harus menggigit tanganku agar suara tangisku yang semakin menjadi tak terdengar.

“Mungkin sebentar lagi Seulgi datang” Chorong diam sejenak. “Ku harap kau baik baik saja, Hyun”

Aku tak tau berapa lama di dalam kamar mandi ketika suara langkah tergesa terdengar dan suara berat yang ku kenal memenuhi ruang telingaku.

“Joohyun? Hei, ini aku”

Ku hapus air mataku yang mulai berhenti mengalir dan bangkit dengan berpegangan pada gagang pintu. “Bisa kau masuk?” pintaku dari belakang pintu.

Seulgi tak menyahut dan segera masuk ketika aku membukakan sedikit pintu kamar mandi untuknya. Dia menatapku bingung sebelum melayangkan pandangannya ke seluruh tubuhku. Matanya terbelalak dan aku bisa melihat ketakutan di sana saat pandangan kami kembali bertemu. Seulgi tak mengatakan apapun tapi aku tau dia begitu khawatir dan panik melihat keadaanku. Dia masih membisu ketika melepaskan pakaianku yang yang masih tersisa dan menghidupkan keran kemudian mengguyurkan air dari bahuku.

Air mataku kembali mengalir melihatnya membersihkan sisa darah yang masih menempel di tubuhku. Bagaimana dia menyiram darah di kedua kakiku dan mengusapnya hingga bersih. Dengan kedua tangannya.

“Chorong, apa kau masih di sana?” tanya Seulgi membersihkan bekas darah di lantai kamar mandi.

“Y-ya. Ada apa?”

“Apa kalian punya selimut? Atau apapun itu yang bisa menutup seluruh tubuh"

Ku dengar langkah kaki menjauh dan kembali dalam hitungan detik. “Sudah ku ambil”

Seulgi bangkit dan mengulurkan tangannya mengambil selimut yang diberikan Chorong kemudian membungkus tubuhku.

Aku hanya berharap ini mimpi buruk semata dan Seulgi akan segera membangunkanku dari mimpi mengerikan ini. Aku berpegangan di leher Seulgi ketika dia mengangkatku dan membawaku dengan terburu keluar dari kamar mandi.

“IGD, di mana IGD nya?” tanya Seulgi dengan napas memburu.

Ku pejamkan mataku. Tak ingin melihat siapapun saat itu.

 

***

 

Saat mataku terbuka, wajah pria yang begitu kucintai sudah menghiasi pandanganku. Dia terlihat lelah. Matanya memerah dan kantung matanya menghitam. “Kau tidak tidur?”

Seulgi tersenyum dan menggeleng kecil kemudian merapatkan tubuhnya padaku.

Ku raih wajahnya dan ku usap pelan. “Sebaiknya kau pulang dan istirahat”

“Kalau aku mau, aku bisa tidur dan istirahat di sini”

“Kau tidak akan bisa istirahat di sini” ucapku pelan sambil terus mengusap wajahnya.

“Mataku tidak mau terpejam” balasnya menyentuh tanganku yang masih membelai pipinya dan menyandarkan wajahnya di sana. “Aku benar benar cemas dengan keadaanmu”

Beruntung aku masih bisa menahan air mataku. “Aku baik baik saja"

Seulgi menggeleng kemudian menggenggam tanganku. “Aku ingin menemanimu"

“Aku...” suaraku tertahan. “Apa aku...” aku tau tapi aku ingin meyakinkan diriku ini nyata dan bukan mimpi buruk semata.

“Kau keguguran” Seulgi kemudian memelukku.

Ku gigit bibirku. Rasanya baru kemarin aku memperlihatkan hasil testpack dengan 2 garis merah itu padanya. Baru kemarin ku lihat wajahnya begitu berseri.

 

“Ada apa?” Seulgi menatapku bingung.

Aku mendengar dan balik memandangnya. Namun tak ada jawaban yang keluar dari bibirku karena otakku masih sibuk memikirkan hal lain.

“Kau ini kenapa?”

Mungkin karena wajahku masih terlihat bingung, Seulgi mendekatiku yang masih duduk di ranjang. “Hon?”

“Tidak. Hanya saja...” ku angkat handphoneku dan kuperlihatkan kalendar siklus menstruasiku padanya. “Aku baru sadar bulan ini aku belum datang bulan dan itu harusnya 3 minggu yang lalu”

“Kau yakin?” Seulgi berjongkok di depanku.

Aku mengangguk. “Apa... Apa menurutmu... Aku hamil?” rasanya aku ingin tertawa ketika melihat suamiku tergagap. Mulutnya terbuka namun tak ada kata yang terucap. “Wae?” ku belai wajahnya.

“Sebaiknya kita ke dokter. Kau membuatku takut”

Ku angkat kedua alisku. “Takut? Apa yang kau takutkan?”

“Kalau kau benar benar hamil, lalu bagaimana... Aish... Selama 2 hari ini kita...” Seulgi mengusap wajahnya. “Bagaimana kalau sesuatu terjadi padamu”

“Kita bahkan belum tau aku hamil atau tidak” aku terdiam sesaat sebelum membuka mulut. “Aku sudah tes urine tadi pagi. Tapi aku terlalu gugup untuk melihatnya”

Mata Seulgi melebar. “Masih di kamar mandi?”

Aku mengangguk pelan. Degup jantungku tak karuan saat ku lihat Seulgi bangkit dan masuk ke kamar mandi.

Tak berapa lama dia kembali dan tersenyum. Aku balas tersenyum karena melihat wajahnya yang bergitu berseri. Dan tanpa perlu bertanya, aku tau jawaban yang ku cari ketika Seulgi menghampiriku dan mencium lembut keningku.

 

“Sorry...”

“Jangan katakan itu”

“Aku tau kau sangat menginginkannya”

“Kau lebih penting saat ini”

“Seandainya aku...”

“Ini musibah. Tak ada yang menginginkannya terjadi. Jadi jangan katakan itu” potong Seulgi.

“Seul”

“Saat ini kau lebih penting”

Mungkin inilah alasan kenapa mereka mengatakan pernikahan bukan perkara mudah. Kau harus benar benar siap untuk bertanggungjawab dengan kehidupanmu yang baru. Sementara aku? Mungkin aku tak benar benar siap. Aku menerima Seulgi karena tak ingin kehilangannya lagi. Tapi aku tak pernah menyesali itu. Yang membuatku menyesal karena aku lalai saat Seulgi mengatakan dia ingin segera membangun keluarga kecil kami sendiri.

Mataku menghangat. Aku lalai dan sekarang kami kehilangannya.

 

***

 

“Seul, bangun” ku goyangkan lengan Seulgi namun dia masih diam. “Hubby, kau bisa terlambat” ku tepuk pipinya beberapa kali.

Seulgi membuka matanya kemudian tersenyum. “Peluk aku” tukasnya membuka kedua lengannya.

Ku sentil keningnya. “Jangan manja. Cepat bangun. Jangan lupa kau harus mengantarku kerja hari ini sebelum ke kantor”

“Aish iya iya” Seulgi bangkit dan tanpa peringatan mengecup pipiku. “Aku mencintaimu” ucapnya tersenyum kemudian berlari ke kamar mandi.

Wajahku memanas. Merasa malu karena tindakan sesederhana itu selalu mampu membuatku berbunga bunga.

Lebih dari dua bulan berlalu sejak keguguran yang ku alami. Aku masih terbayang akan hari itu hingga sekarang. Rasa takut itu masih bersarang di diriku walaupun aku sudah berusaha menepisnya.

“Masak apa?”

“Lihat saja sendiri” jawabku mengusap punggung tangan Seulgi yang melingkar di pinggangku.

“Ah. Nasi goreng kimchi rupanya” Seulgi menempelkan pipinya di pipiku. "Nanti pulang kerja tunggu aku"

"Tidak mau"

"Kau ini suka sekali membantah"

Aku tertawa ketika Seulgi mengigit pipiku. Ku sandarkan tubuhku padanya saat dia mencium leher dan bahuku.

"Hon" Seulgi membalikkan tubuhku ke arahnya.

Tenggorokanku terasa kering melihat bagaimana dia menarapku dan ke arah mana pandangannya. Degup jantungku sedikit melaju karenanya. Terlebih saat Seulgi merapatkan tubuhnya padaku. “Sebaiknya kita sarapan” ku letakkan telapak tanganku di pipinya.

“Bagaimana kalau sebelum sarapan aku mencicipi kesukaanku terlebih dulu?”

Napasku tertahan saat Seulgi mendekatkan wajahnya ke wajahku. Tangannya melingkar sempurna di pinggangku. “Nanti kau...” ku hela napas dari hidungku dan ku pejamkan mataku saat bibir itu menyentuh bibirku. Ku kalungkan tanganku di lehernya dan ku tarik wajah Seulgi. Napasku memburu merasakan bibir lembutnya menyesapku. Tubuhku merinding saat jemarinya bersentuhan dengan kulitku dan lidahnya menyentuh bibirku. “Sarapan...” bisikku tersengal. “Sebelum kita berdua terlambat” tambahku menelusuri lekuk bibirnya dengan ibu jariku.

“Hon”

“Hm?”

“Aku merindukanmu”

Tubuhku membeku.

Mungkin Seulgi melihat ketegangan di wajahku hingga dia menambahkan kalimatnya. “No. Bukan itu. Not ” jelasnya mengusap wajahku. “Kau sedikit berubah setelah kejadian itu”

Ku cengkeram kerah bajunya. Seulgi menyadarinya. Tentu saja dia menyadarinya.

“Aku mencintaimu, Joohyun. Aku sangat mencintaimu”

Mataku terasa panas.

“Aku sangat mencintaimu. Sangat” jemarinya membelai lembut wajahku. “Aku ingin Joohyunku seperti sebelum dia keguguran”

“Seul...”

Seulgi menyela ucapanku dengan bibirnya. Ku pejamkan mataku merasakan sekali lagi bibirnya menyentuh bibirku. “Aku sangat mencintaimu” bisiknya lembut. “Aku sangat mencintaimu”

Ku pejamkan mataku dan ku sandarkan dahiku di dagu Seulgi. Bukan salahku kalau aku tergila gila padanya.

 

***

 

Napasku memburu saat Seulgi menarikku ke pangkuannya dan kembali menciumiku. Degupan jantungku terasa memekakkan telinga ketika bibirnya mulai bertamasya di wajahku. “Seul...” selaku berusaha menghentikan aksinya.

Seulgi tersenyum. “Hanya bercumbu. Tak lebih dari itu” balas Seulgi mengecup bibirku.

Ku belai wajahnya. “Kau... Kau ingin...”

Lagi lagi Seulgi tersenyum. “Saat kau sudah merasa nyaman”

Ku satukan kembali bibirnya dengan bibirku dan ku hisap lembut. Aku merasa bersalah karena hampir 4 bulan ini aku tak memberinya kesempatan untuk menyentuhku. Keguguran itu masih membayangiku sehingga kadang aku merasa tak nyaman dengan sentuhannya. Seulgi tau hal itu dan selalu berusaha menahan dirinya. Tapi bagaimana denganku? Apa aku pernah memikirkan perasaannya? Apa aku pernah memikirkan kebutuhannya? “Kalau ku katakan aku mau, apa kau akan melakukannya?”

“Jangan memaksakan dirimu. Sepertinya aku masih bisa menahan diriku” candanya masih berusaha menghiburku.

Ku kecup bibirnya. “Aku serius"

Mata Seulgi melebar.

“Aku merindukanmu” bisikku. Seulgi tak akan berani menyentuhku kalau aku tak memintanya.

“Kau yakin?”

Aku mengangguk.

“Di kamar?”

Aku menggeleng. “Di sini saja”

Entah berapa lama Seulgi menahan dirinya sehingga ketika aku memberinya izin, dia tak membuang kesempatan sedikitpun. Tangan terampilnya begitu cekatan melepaskan semua pakaianku, tak menyisakan sehelai benangpun yang sontak membuatku malu karena sudah lama tubuhku tak terpampang di matanya. “Kalau kau merasa tak nyaman, katakan. Kita berhenti”

Aku mengangguk dan ku biarkan Seulgi menjamah sekujur tubuhku hingga ku sadari tak hanya aku yang merindukannya. Tubuhku pun merindukannya. Terlalu merindukannya hingga aku lupa dengan ketakutanku.

“Belum?” tanya Seulgi mengecup bibirku.

“No, ah... Wae?” ku tempelkan dahiku di dahinya.

Wajah Seulgi terlihat bersalah dan aku tau maksud dari pertanyaannya.

Ku kecup bibirnya. “It’s okay” dan kurasakan Seulgi menarik dirinya dariku. Ku lingkarkan kakiku di pinggangnya yang membuat Seulgi terbelalak. Ku eratkan pelukanku dan tak lama ku rasakan Seulgi menghangatkanku di dalam sana.

“Sorry”

Aku menggeleng. “Kau tak berniat meninggalkanku setelah ini kan?” candaku. Aku tak ingin dia merasa bersalah hanya karena hal ini.

“Aku masih waras" sahutnya merengut kemudian mengecup keningku

Rasanya benar benar menyenangkan bisa berada dalam dekapannya lagi seperti ini. “Jangan lakukan itu. Kerutan di wajahmu sudah lebih dari cukup” godaku.

“Maksudmu aku tua?”

“Kau sendiri yang mengatakannya, bukan aku” balasku.

“Aku tidak tua, hanya lebih dewasa darimu” bisik Seulgi nakal.

“Sama saja” Desahan meluncur dariku saat bibir Seulgi kembali menyentuh leherku. Tubuhku menggeliat merasakan Seulgi yang masih di dalamku kembali bersemangat. Kupeluk lehernya dan ku gigit bibir bawah Seulgi. “Ranjang...” tandasku setengah mendesah.

"Oke" balas Seulgi pelan kemudian membawaku ke kamar.

 

***

 

“Hon, hari ini free, kan?” tanya Seulgi mengecilkan kompor dan berbalik.

“Hm” jawabku menenggak habis coklat buatan Seulgi yang mulai dingin. “Kenapa?”

“Mau jalan jalan?” tanya Seulgi kembali berbalik untuk memeriksa masakannya.

Aku bangkit dan ku peluk tubuhnya dari belakang. “Kemana?” tanyaku menggigit gemas garis bahunya.

“Kau mau kemana?” tanya Seulgi menoleh dan mencuri ciuman kecil dari bibirku.

“Mmm... Nonton?”

“Oke. Siap. Sekarang duduklah. Sepertinya masakan chef Seulgi sudah selesai”

Ku lepaskan pelukanku dan duduk kembali. “Sepagi ini kita sudah makan mie. Aku heran ada anak dokter gemar makan makanan instan sepertimu"

“Apa peduliku. Yang penting kau milikku”

Aku hanya memandangnya sambil menaikkan alisku. Sepertinya aku belum atau bisa jadi tak akan pernah terbiasa dengan perilaku anehnya. “Freak” sahutku.

“Your freak” balasnya mengedip genit.

Tch. Pria ini...

 

 

Di depan bioskop kami hanya berdiri mematung. Banyak sekali antrian tiketnya. Hampir semua judul film punya antrian tiket yang benar benar lumayan menurutku.

“Aish kenapa jadi seramai ini”

Aku hanya bisa menghela napas. “Ini hari libur”

“Kau mau nonton apa?”

“Antriannya terlalu panjang” balasku cemberut.

“Kau bisa jalan jalan selama aku mengantri”

"No. Kita jalan ke tempat lain saja” balasku menarik tangannya.

“Mau kemana?”

“Taman hiburan” jawabku.

“Kau yakin?” tanya Seulgi.

Aku mengerti yang dimaksudnya. “Aku sudah punya kau” balasku dan kulihat Seulgi tersenyum lalu menggenggam tanganku.

“Ah kau benar. Captain Seulgi akan menjaga Princess Irene” ucapnya begitu bangga.

Aku melotot padanya. “Shut up. Kau memalukan”

 

***

 

“Wangi”

“Tentu saja. Kau tidak lihat aku baru selesai mandi?”

“Kenapa kau harus shift malam ini” tukas Seulgi. Ada nada protes dari suaranya.

Kurasakan tangan Seulgi menyentuh pahaku. “Seul?” tangannya naik dan menyentuh kewanitaanku. “Yah, apa yang kau lakukan?” ku tepis tangan nakalnya namun Seulgi malah menarik handukku dan ya, aku tak bisa berbuat banyak ketika mata nakalnya menatap nanar tubuh telanjangku. “Kembalikan”

Seulgi tersenyum lalu melilitkan handukku di lehernya.

“Yah!” aku ingin mengambil handuk itu namun Seulgi menahanku. Walaupun hal itu memang tak berguna sama sekali. Ku tinju lengannya membuat Seulgi tertawa.

Seulgi menarikku ke pelukannya. “Kau terlihat lebih cantik kalau kau tak mengenakan apa apa” bisiknya memegang dadaku dan memijatnya lembut.

Tak seharusnya aku nenikmati sentuhannya tapi bagaimana aku bisa berpikir jernih saat diriku terpampang di depan matanya, dengan tangan dan bibirnya menyentuh setiap jengkal tubuh telanjangku. Desahan pelan meluncur begitu saja dari bibirku.

“Seksi”

Ku remas rambutnya saat Seulgi mengulum puting susuku dan memainkannya dengan bibir dan lidahnya. Lututku lemas. Seulgi mengangkat dan membaringkanku di tempat tidur. “Seul, aku harus bekerja”

“Aku tau. Quickie”

Aku tak bisa menghindar karena aku sendiri terangsang dengan perbuatannya dan Seulgi sadar akan hal itu. Dan tanpa , Seulgi langsung memulai aksinya.

Yeah, it’s a quickie. Kau tak punya banyak waktu.

Tubuhku benar benar bereaksi dengan cepat. Mungkin bercinta dibawah tekanan waktu bukan ide buruk karena aku tak pernah merasakan diriku terbakar secepat ini. Setiap sentuhannya membuahkan desahan tak tau malu dariku. Sedikit kasar dari biasanya namun terasa lebih menegangkan. Tanpa ciuman lembut yang penuh gairah, dan tanpa tambahan sentuhan nakal di bagian bagian sensitive tubuhku, sedikit sakit namun tak menghalangi tubuhku menikmati Seulgi setiap detiknya.

Peluh membanjiri tubuhku dan Seulgi menyentuhku semakin kasar. Aku menikmatinya. Aku sangat menikmatinya hingga Seulgi membasahiku dan tak lama aku pun mendapatkan klimaks yang luar biasa. Sangat melelahkan namun aku tak akan protes.

“Banyak sekali” bisik Seulgi mengecup bibirku.

Wajahku memanas. Merasa begitu malu karena kali ini aku benar benar membanjiri kami berdua. Dan aku tak bisa menghentikannya. Cairan itu terus keluar ketika Seulgi memelankan dirinya.

“Sepertinya kau lebih suka yang seperti ini” Seulgi tertawa. “Lain kali aku tidak perlu berlama l

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
SoneTw_ss
#1
Chapter 20: Mengiri dengan kerandoman&kecheesyan pasutri fav kita ini ٩(╥ ╥)۶
XiahticSpazzer #2
Chapter 20: 'Aku mendengar dg telinga, bukan dg mulut'
Yassalam. Ini pasutri ko makin lama makin lawak 🤣
casperkim
#3
Chapter 19: Kangen bangeettt
Pinkeudaeji #4
Chapter 14: Bangsat si seulgi ngomong gitu-_- minta disambelin ubun2nya
BaePolarBear
#5
Chapter 19: Kangen bgt sm author selalu bikin gemes
Jiyeonnie13
#6
Chapter 19: sekian purnama kemudian lagi...
risnaw #7
Chapter 19: Akhirnyaaaaaaaaa.. makasih untuk pembaruannya author-nim
Irene2910 #8
Chapter 18: Ahh gue suka banget sama nih cerita.. please update lagi authornim
casperkim
#9
Chapter 18: AKHIRNYA BACKK!!!! YAAMPUN UDH LAMA BANGET, KANGEN SEKALI
olinolin #10
Chapter 18: Hey Thor, aku seneng kamu update. Trims Thor and fighting