BAB 2a
pacarku juniorkuUdara siang ini luar biasa panasnya. Matahari sedang seru-serunya memancarkan sinar. Naik bis dari kampus sampai ke rumah benar-benar telah menguras keringat Amber. Tapi lumayan juga sih buat membakar kalori. Nggak perlu menghabiskan uang buat mandi sauna. Lebih alami!
Amber mengeluarkan kunci dari dalam tas ranselnya dan membuka pintu pagar rumah. Ia buru-buru masuk ke rumahnya sebelum kulitnya gosong terkena sengatan sinar matahari. Ia melempar tas ranselnya dan bergegas ke dapur mengambil segelas air dingin dari kulkas. Amber meneguk air minumnya dengan cepat untuk meredakan dahaga. Hah... lega rasanya.
Saat menutup pintu kulkas, Amber menemukan secarik memo tertempel di pintu kulkas. Memo dari Mama.
Amber, ada nasi, tempe goreng, dan ayam goreng di meja makan. Maaf ya, Mama cuma sempat masak itu tadi pagi. Nanti Mama pulang malam. Kamu nggak usah nunggu mama. Kalau kamu mau, nanti malam beli makanan aja, lalu tidur duluan.
Hati-hati di rumah ya.
Love, Mama.
Lagi-lagi pulang malam, gerutu Amber dalam hati. Belakangan ini Mama kelihatannya benar-benar sibuk. Hampir setiap hari Mama lembur. Mama Amber bekerja di bagian pembukuan di sebuah pabrik tekstil. Sedangkan
ayahnya... Amber nggak tahu laki-laki mana yang layak disebutnya papa. Sejak lahir Amber nggak pernah tahu siapa ayah kandungnya. Amber lahir di luar nikah. Anak haram... mungkin itu sebutannya.
Berulang kali Amber menuntut Mama untuk menceritakan siapa ayah kandungnya, tapi Mama selalu bungkam. Bahkan nggak jarang Mama malah marah besar sewaktu Amber memaksa Mama bicara. Bukan hanya Mama yang bungkam, tapi semua keluarga Mama juga bungkam. Kalau Amber mencoba bertanya pada mereka, mereka segera mengalihkan pembicaraan. Amber nggak tahu apa alasannya, tapi Amber yakin Mama sudah meminta semua orang untuk merahasiakan identitas ayah kandungnya.
Lambat laun Amber menyerah. Dia nggak lagi berusaha mencari tahu tentang ayah kandungnya. Tapi satu keyakinan yang tertanam dalam benaknya, laki-laki yang
meninggalkan anak dan istrinya tanpa alasan pasti bukan laki-laki yang pantas untuk dipanggilnya papa. Dan Amber membenci laki-laki yang sudah membuat dirinya dipanggil anak haram itu.
Mama memang pernah menikah secara resmi. Waktu itu Amber baru kelas 6 SD. Mama menikah dengan laki-laki yang usianya lebih muda dua tahun. Amber
memanggil laki-laki itu Papa Joe. Papa Joe orang yang humoris. Amber nggak bisa memungkiri, dia senang Mama menikah dengan Papa Joe. Tapi sayang, pernikahan itu nggak bertahan lama. Penyebabnya karena Mama memergoki Papa Joe selingkuh. Dan Mama kembali terluka.
Sekarang Amber cuma tinggal berdua lagi dengan Mama. Sejak perceraian itu, Mama kembali berperan sebagai single parent buat Amber. Sama seperti sebelum Mama menikah dengan Papa Joe, Mama bekerja banting tulang untuk memenuhi semua kebutuhan Amber. Mama nggak pernah mau menerima belas kasihan dari siapa pun. Mama selalu menolak setiap bantuan yang hendak diberikan oleh keluarga Mama.
Mama memilih bekerja dan hidup mandiri bersama Amber di rumah kontrakan yang sederhana ini. Bagi Amber, Mama adalah segalanya.
Amber menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Dia berjalan menuju kamarnya sambil menyeret tasnya yang tergeletak di lantai. Setelah meletakkan tasnya di meja belajar, cewek itu berjalan gontai menuju tempat tidur. Direbahkannya tubuhnya di atas tempat tidur. Ditatapnya langit-langit kamarnya.
Pahitnya masa lalu kembali bergulir dalam memorinya.
Semua peristiwa yang dialaminya selama ini telah mengubah hidup Amber. Pengkhianatan Papa Joe dan tak adanya figur seorang ayah membuat Amber menjadi pribadi yang keras. Di mata Amber, semua laki-laki brengsek. Makanya, Amber nggak suka kalau ada cowok yang coba-coba mendekati dirinya. Prinsipnya: I don’t need a man.
Amber nggak mau disakiti cowok seperti Mama yang sudah disakiti Papa Joe, juga ayah kandungnya yang sudah meninggalkan dirinya dan Mama begitu saja. Bagi Amber, cowok itu nggak pantas mendapatkan cinta dari perempuan karena mereka sama sekali nggak pernah bisa menghargai arti seorang perempuan dalam kehidupan mereka. Makhluk yang bernama cowok itu sering merasa dirinya adalah makhluk berakal budi yang pertama kali diciptakan Tuhan, dan perempuan cuma sekadar pendamping yang mencuri tulang rusuk mereka. Amber yakin dirinya mampu berdiri sendiri tanpa kehadiran cowok dalam hidupnya. Amber nggak akan membiarkan seorang cowok pun menyakiti dirinya. Cita-cita Amber cuma satu, membuat Mama bahagia.
@(^-^)@
“Kriinngg...!” Dering telepon dari ruang tamu mengembalikan Amber ke alam nyata.
Amber bangkit dari tempat tidur dan buru-buru berlari kecil menuju ruang tamu untuk mengangkat telepon.
“Halo...,” sapa Amber.
“Halo, ini Amber, ya?” balas si penelepon dari seberang. Suara cowok.
“Iya. Ini siapa ya?”
Bukannya menjawab, cowok di seberang malah berkata, “Wow! Suara lo di telepon merdu banget. Suara lo imut, kayak orangnya.”
Amber melotot mendengar kata-kata si penelepon gelap itu. Dia paling nggak suka cowok yang berani ngegombal padanya.
“Siapa lo? Gue nggak suka gaya bicara lo!”
“Duilee... marah lagi... marah lagi. Gue kan cuma berkata jujur. Gue Sehun, Amber. Masa lo nggak kenal sama suara keren gue ini.”
“Sehun! Berani-beraninya lo nelepon gue! Dapat dari mana lo nomor telepon gue!” bentak Amber kaget. Gila juga nih cowok, baru sehari selesai orientasi udah berani kurang
ajar sama kakak tingkat. Apa perlu ditambah ya orientasi-nya? Biar digojlok habis-habisan sampai kapok.
“Sabar dong, Amb. Gue nggak punya maksud jelek kok sama elo. Jangan galak- galak gitu dong...,” ujar Sehun. “Gue tau nomor telepon lo dari temen lo, Tia. Tadi
pas pulang sekolah gue nyari elo, tapi nggak ketemu. Gue malah ketemu Tia di kantin. Katanya lo udah pulang duluan naik bis. Padahal gue bermaksud nganterin lo pulang tadi. Ya udah, sekalian aja gue tanya nomor telepon lo.”
Dasar Tia rese! Ngapain juga dia ngasih tau nomor telepon gue ke anak kutu ini! rutuk Amber dalam hati.
“So, elo ada perlu apa sama gue sekarang?” tanya Amber ketus.
“Gue cuma mau nanya... ng... lo lagi jomblo ya?”
“Apa?!” pekik Amber kaget.
“Gue serius nih, Amb. Gue boleh nggak jadi pacar lo?”
“Jangan kurang ajar ya!” suara Amber makin melengking.
“Ya ampun. Nggak usah histeris gitu dong. Kaget ya, ditembak cowok ganteng?”
“Ngaca dulu sana, Mas! Lee MinHo aja nembak gue, gue tolak. Apalagi elo! Sadar ya, di mata gue, lo tuh masih bau kencur! Gue ini kakak tingkat lo. Lo nggak usah main-main sama gue. Oke?” jawab Amber sambil tertawa.
“Begitu ya. Jadi lo nggak mau sama gue cuma karena gue adik tingkat lo?” suara Sehun terdengar lirih. Kayaknya dia kecewa. Nggak tau kenapa. Amber jadi nggak enak hati udah ngomong sekasar itu pada Sehun. Padahal biasanya kalau ada cowok yang nembak, langsung ditolaknya tanpa memedulikan perasaan tuh cowok. Tapi nggak tau kenapa, kok sekarang Amber jadi kasihan sama Sehun? Mungkin karena Amber merasa Sehun masih muda, jadi belum tahan banting, kali ya. Mmm... ada hubungannya nggak sih?
“Mmm... bukan cuma karena itu, tapi karena gue emang nggak minat pacaran,” suara Amber mulai melembut.
“Kenapa?”
“Lo nggak perlu tau alasannya, Hun. Lagian lo tuh belum kenal siapa gue. Gue yakin lo nggak serius sama gue.”
“Gue kenal kok siapa elo,” sahut Sehun “Elo tuh Amber Josephine Liu, cewek yang emang udah ditakdirkan Tuhan buat gue. Gue serius sama elo dan gue akan membuktikan
hal itu sama elo. Gue akan membuat elo mau membuka hati buat gue. Gue akan membuat lo jatuh cinta sama gue...”
“Omong kosong!”
Brak! Amber membanting gagang telepon dan memutus pembicaraan begitu saja.
Dasar cowok rese! Nggak tau malu! Nggak tau diri. Dia kira gue cewek gampangan, apa. Yang klepek-klepek kalau dengar rayuan murahan kayak gitu. Nih cowok emang nggak bisa dikasih hati. Dilembutin dikit malah makin ngegombal.
Gue paling jijay sama cowok kayak gitu. Iih, kesel banget deh gue! Semua cowok emang sama aja! GOMBAL! Amber ngedumel nggak keruan gara-gara keki mendengar kata-kata Sehun di telepon barusan. Dia membanting tubuhnya di sofa ruang tamu lalu merengut kesal.
Naaahh.. gercep kan gue updatenya!! Yuk yang pada diem komen dikit Napa.. satu huruf juga gue udah bahagia. Biar lebih semangat ngeditnyaaaa nih... Kecupsmuah.
Comments