Bab 9
pacarku juniorkuBAB SEMBILAN
Amber dan papanya tiba di rumah sakit untuk menemui Tia. Dari jauh Amber melihat Tia bersandar sendirian di dinding rumah sakit tepat di sebelah pintu kamar yang terbuka lebar. Isak tangis terdengar dari dalam kamar itu.
Amber dan papanya berjalan mendekat. Jantung Amber berdegup kencang.
“Tia...,” panggil Amber pelan.
Tia mendongakkan kepalanya dan terkejut menatap Amber. Matanya merah dan bengkak. Ujung hidungnya juga merah. Bahkan pipinya masih basah oleh air mata.
“Ti, gue turut berdukacita,” kata Amber pelan.
Tia mengangguk pelan tanpa suara.
“Tia, maafin gue ya...,” mohon Amber. “Lo benar, gue egois dan selalu mau menang sendiri. Gue nggak pernah ada buat lo, bahkan di saat elo benar-benar membutuhkan kehadiran gue. Gue nggak pernah menjadi sahabat yang baik buat
elo. Maafin gue, Ti.”
Tia menatap amber, lalu memeluk amber dan menumpahkan kesedihannya.
“Maafin gue juga, Amb” kata Tia lirih di sela derai air mata. “Gue nggak jujur sama lo, gue marah-marah sama elo seenaknya aja, dan gue udah berkata kasar sama elo.”
“Nggak, Tia, gue yang salah. Bokap lo sakit aja gue nggak tau. Sahabat macam apa gue ini?”
Air mata Amber ikut menetes. Hatinya terasa perih. Dia menyesal karena nggak pernah ada untuk Tia di saat sahabatnya itu butuh seorang sahabat.
Amber melepaskan pelukannya begitu teringat papanya masih berdiri di dekatnya.
“Ti, ini bokap gue...”
“Bokap lo?” Tia nggak bisa menutupi rasa kagetnya.
Amber mengangguk. “Nanti gue ceritain....”
Tia mengalihkan pandangannya ke arah papa Amber, lalu mengulurkan tangan.
“Oom turut berdukacita,” kata papa Amber. “Kamu yang tabah, ya.”
Tia mengangguk, “Makasih, Oom.”
“Oh ya, di mana keluarga kamu yang lain?” tanya papa amber.
“Mama masih di dalam,” jawab Tia.
Amber dan ayahnya mengikuti Tia menemui mama Tia. Setelah mengucapkan turut berdukacita, Amber diajak tia keluar dari kamar.
@(^-^)@
“amber, itu bokap lo?” tanya Tia mengawali pembicaraan. Saat itu mereka duduk di bangku di koridor rumah sakit.
Amber tersenyum dan menganggukkan kepala. “Iya, dia bokap kandung gue. Dua hari sebelum kita berantem di rumah Sehun, gue baru tau dia bokap gue.” Amber
menceritakan kronologi cerita pertemuan dia dengan ayah kandungnya.
“Dan elo udah maafin dia?” tanya Tia heran. “Bukannya elo benci sama dia?”
“Gue emang benci sama dia, tapi gue udah belajar memaafkannya.”
Tammy menghela napas. “Ternyata ada banyak cerita yang udah gue lewatkan.”
“Tia, sejak kapan bokap lo sakit?”
“Udah sekitar tiga bulanan ini bokap gue keluar-masuk rumah sakit.”
“Kok elo nggak pernah cerita?”
“Karena gue pikir penyakit bokap gue nggak parah. Waktu bokap gue udah mulai dirawat di rumah sakit, gue mau cerita sama kalian. Tapi nggak bisa, nggak ada kesempatan, karena tiap kali kita ngumpul, yang dibicarain cuma tentang elo. Lama-lama gue jadi kesal dan males cerita sama kalian. Krystal dan Luna juga baru gue kasih tau seminggu yang lalu.”
“Maafin, gue, Ti, semua memang gara-gara gue.”
“Nggak, Amb, ini juga salah gue,” kata Tia. “Kata-kata lo waktu itu benar. Gue seharusnya bicara. Kalau nggak gitu, siapa yang bisa mengerti gue?”
Suasana mendadak hening. Amber dan Tia sama-sama terdiam.
“amb, tentang Sehun,” suara Tia memecah keheningan.
Mendengar Tia menyebut nama Sehun, jantung amber berdegup kencang. Di saat seperti ini, Amber benar-benar nggak ngerti harus bagaimana. Bohong banget kalau dia
bilang dia membenci Sehun. Dia memang marah dan kecewa, tapi nggak sedetik pun dia mampu mengusir Sehun dari dalam benaknya. Sehun memang telah berhasil
membuatnya jatuh cinta, tapi Sehun juga yang udah membuatnya patah hati dan kecewa. Jika sekarang Tia mengakui bahwa dia menyukai Sehun dan meminta Amber
untuk mundur, Amber nggak tahu harus bagaimana. Dia nggak mau kehilangan Sehun.
Tapi di lain pihak, dia juga nggak mau kehilangan sahabat. Keegoisannya ingin mengikat Sehun untuk terus mengejar dirinya. Amber nggak rela Sehun dekat dengan cewek lain.
"Amb, elo suka sama Sehun?” pertanyaan Tia menambah dilema dalam diri Amber.
“Kenapa tiba-tiba lo nanya gitu?”
“Cuma pengin tau.”
“Elo sendiri?” Amber balik bertanya. “Apa lo suka sama Sehun?”
“Iya,” jawab Tia langsung.
Jawaban Tammy membuat jantung Amber seakan ingin melompat keluar.
“Gue suka Sehun, dan sayang banget sama dia,” lanjut Tia. “Gue suka melihat tawanya, senang mendengar lelucon jayusnya, dan itu membuat gue jadi tambah sayang sama dia.”
Hati Amber terasa perih mendengar pengakuan Tia. Dadanya mendadak terasa sakit. Sejenak ia merasa akan kehilangan Sehun. Dan rasa itu semakin membuatnya
takut. Tapi persahabatannya dengan Tia jauh lebih berharga. Bukankah kata orang pacar bisa dicari lagi tapi kalau sahabat susah untuk ditemukan?
“Kalau elo emang suka sama Sehun, gue dukung sepenuh hati agar lo jadian sama dia,” ujar amber. Dia paksakan dirinya untuk tersenyum.
Tia menoleh dan menatap Amber. Sesaat kemudian tiba-tiba Tia tertawa,
“Lo gila apa! Mana mungkin gue jadian sama Sehun?!”
Amber mengernyitkan keningnya. “Kenapa nggak mungkin?”
“Janji ya, Amb, lo jaga rahasia ini.”
Amber tambah heran, tapi dianggukkan juga kepalanya.
“sehun tuh adik gue...”
amber melongo.
“Lo pasti nggak percaya, kan?” kata Tia lagi.
“Jelas gue nggak percaya,” sahut Amber. “Soalnya gue tau pasti, lo tuh anak tunggal. Mana mungkin tiba-tiba Sehun jadi adik lo?”
Tia tersenyum lalu menghela napas panjang. “Gue juga tau hal ini belum lama. Semua berawal waktu gue tanpa sengaja menemukan surat di ruang kerja bokap gue. Surat itu dari seorang wanita yang ternyata selingkuhan bokap gue.”
“Selingkuhan?!”
“Jangan potong cerita gue, Amb, biar gue cerita sampai selesai dulu.”
amber menutup mulutnya.
“Dari surat itu gue tau bokap gue pernah selingkuh waktu gue masih berumur satu tahun. Dan dari surat itu juga gue tau bahwa bokap gue punya anak laki-laki dari perempuan itu. Anak yang sama sekali nggak pernah mau diakui bokap gue dan kemudian ditinggalkan oleh perempuan itu di panti asuhan,” cerita Tia.
“Gue kaget dan shock berat waktu pertama kali tau hal itu. Tapi gue pura-pura nggak tau. Gue ngerti kenapa bokap gue nggak mau mengakui anak itu, bahkan sampai akhir usianya. Bokap gue pasti nggak mau nyokap gue ngamuk kalau tau bokap gue pernah selingkuh, bahkan sampai punya anak dari perempuan lain. Perempuan mana sih yang mau dimadu? Tapi ada rasa penasaran yang bikin gue pengin mengetahui gimana keadaan anak itu sekarang. Dan itu yang membuat gue pada akhirnya tau bahwa Sehun adik tiri gue.”
“Maksud lo?” tanya Amber nggak percaya dengan cerita yang didengarnya. “sehun anak bokap lo dan selingkuhannya?”
Tia mengangguk. “Lo pasti tau kan, Sehun tuh anak angkat?” Amber mengangguk. “Tapi...”
“Gue diam-diam mencari panti asuhan yang ditulis perempuan itu dalam suratnya. Gue berusaha mencari tau dari pengurus panti asuhan itu tentang anak yang 19 tahun lalu pernah ditinggalkan di depan panti asuhan itu. Awalnya mereka nggak mau kasih gue informasi apa pun. Tapi setelah gue setengah memaksa dan memberikan sedikit sumbangan ke panti asuhan itu, mereka mau membuka file
mereka dan memberi gue informasi tentang anak itu,” jelas Tia.
Tia menarik napas dan kembali melanjutkan ceritanya. “Tuhan ternyata mempermudah langkah gue dalam menemukan adik tiri gue itu. File yang mereka
punya menyatakan bahwa sembilan belas tahun lalu cuma ada satu anak laki-laki dan delapan anak perempuan yang ditinggalkan di depan pintu panti asuhan itu. Berarti
jelas anak laki-laki itulah adik tiri gue karena di suratnya perempuan itu mengatakan bahwa anaknya laki-laki. Nama anak itu Ooh Sehun.”
“Nggak mungkin.” Amber nggak bisa menahan rasa kagetnya.
“Gue juga kaget waktu mendengar nama itu. Gue pikir mungkin itu cuma kebetulan. Gue mananyakan alamat keluarga yang mengadopsi anak itu dengan perjanjian gue hanya melihat dan nggak akan mengusik keluarga mereka. Dan ternyata alamat itu mengantarkan gue sampai ke rumah Ooh Sehun, asek tingkat kita...”
Amber menatap ekspresi wajah Tia. Dia masih ragu apakah Tia sedang mengarang cerita atau ini memang kenyataan. Tapi kelihatannya Tia serius.
"Sehun tau tentang hal ini?” tanya Amber pelan.
Tia menggeleng. “Sesuai perjanjian, gue nggak boleh mengusik keluarga mereka. Lagi pula buat apa gue menceritakan semua ini ke Sehun? Ini malah akan
membuatnya menderita. Apalagi kalau dia tau bokap gue nggak pernah mau mengakui dia.”
Amber membenarkan ucapan Tia. Lalu dia bertanya, “Jadi karena itu lo mendadak dekat sama Sehun?”
Tammy tersenyum dan mengangguk. “Gue pengin mengenal dia lebih dekat. Gue juga pengin tau apakah sekarang dia bahagia. Anggap saja gue menggantikan tugas bokap gue untuk memerhatikan dia.”
Amber terdiam. Kalau diingat lagi, pantas waja waktu pertama kali melihat Sehun, dia merasa wajah Sehun mirip seseorang.
“Sori ya, Amb, waktu di rumah Sehun dulu gue marah-marah sama lo. Gue juga udah bikin elo cemburu,” kata-kata Tia bikin Amber kembali ke alam sadar“Cemburu?” Amber mengelak, tapi dia nggak bisa menahan rona merah yang
muncul di pipinya. “Siapa juga yang cemburu?”
“Nggak usah pura-pura deh, Amb,” ujar Tia. “Gue tau kok elo sebenarnya suka sama Sehun. Waktu itu lo marah-marah sama dia karena ngeliat kami berduaan, dan itu membuat lo merasa selama ini Sehun cuma mempermainkan elo, kan? Jujur aja deh!”
Amber nggak menjawab. Wajahnya semakin memerah.
Tia berusaha menahan tawa melihat wajah Amber yang merah. “Hebat juga ya si Sehun. Bisa meruntuhkan karang di hati seorang Amber...”
“Tia...!” rajuk Amber.
Tia malah tertawa. “Akhirnya lo bisa jadi cewek juga, Amb.”
“Rese lo!”
“Ssstt...” Tia mendadak diam lalu menyenggok pundak amber sambil memandang ke arah kanan koridor.
Amber mengikuti arah mata Tia dan menemukan sosok Sehun sedang berjalan mendekati mereka.
Tia berdiri dan berjalan mendekati Sehun. Bia tetap duduk diam di tempatnya.
“Gue turut berdukacita ya, Ti,” ucap Sehun tulus. Dia mengulurkan tangannya yang segera disambut oleh Tia.
“Makasih, Hun,” balas Tia. “Makasih juga karena lo udah mau datang malam-malam gini.”
“Tapi masih ada orang yang datang lebih cepat daripada gue,” jawab Sehun sambil melirik ke arah Sehun.
Amber yang melihat Sehun melirik ke arahnya langsung buang muka.
“Lo udah ketemu keluarga gue?” tanya Tia.
Sehun mengangguk. Matanya sesekali melirik ke arah Amber.
“Gue lega melihat elo masih tersenyum,” kata Sehun pada Tia. “Gue tadi udah takut banget kalau harus ngelihat elo nangis-nangis. Jujur aja, gue paling nggak bisa menghibur orang yang lagi sedih.”
“Bohong!” celetuk Amber. “Waktu di jembatan dulu elo kan yang...” Amber berhenti bicara. Dia baru sadar udah kelepasan. Amber buru-buru buang muka biar Sehun dan
Tia nggak bisa melihat wajahnya yang lagi-lagi berubah jadi merah.
Sehun dan Tia menatap Amber sambil tersenyum geli.
“Gue memang nggak bisa menghibur orang lain,” kata Sehun. “Gue cuma bisa menghibur orang yang gue cintai.”
Amber melotot mendengar kata-kata Sehun, tapi dia juga nggak bisa menahan debaran jantungnya yang seolah berteriak histeris.
Meski begitu, cuma satu kata yang kemudian keluar dari mulut amber:
“GOMBAL!”, dan Amber pun berlari meninggalkan Tia dan sehun begitu aja.
Ternyata amber ya tetap amber. Gengsinya masih setinggi langit.
@(^-^)@
Dua minggu telah berlalu sejak papa Tia dimakamkan. Hubungan amber dan tia sudah kembali normal. Mereka sudah dekat lagi seperti dulu. Sekarang Amber, Tia, Luna dan krystal sedang menikmati indahnya persahabatan sebelum akhirnya nanti harus berpisah kalau sudah lulus dari sekolah ini.
Ujian akhir yang tinggal sebulan lagi sama sekali nggak mereka pedulikan.
Belajar sih belajar, tapi ngumpul-ngumpul melepas ketegangan tetap jadi prioritas utama. Seperti sore ini, mereka berempat ngumpul di halaman belakang rumah
Tia cuma buat sekadar bersantai ria plus ngerujak.
Sambil mendesah-desah kepedesan, mereka seru mengobrol.
“Ngomong-ngomong nih, Krys, gimana kabar hubungan lo sama L?” tanya Tia. “Udah sampai tahap mana nih kemajuannya?”
“Hubungan gue sama dia baik-baik aja.” Krystal tersenyum kecil, wajahnya merona. “Kami lagi mesra-mesranya nih...”
“Duile...!” ledek ketiga temannya.
“Kalo elo, Amb?” Tia langsung beralih ke Amber.
“Lho, kok gue juga kena tanya?” amber nggak terima.
“Udah... jawab aja,” sahut Tia.
“Gue nggak pernah ada hubungan apa pun sama dia, jadi nggak ada yang perlu gue jawab, kan?”
“amb, gue dengar, udah dua hari lho, Sehun nggak masuk sekolah,” kata Krystal dengan perasaan lega karena teman-temannya udah berhenti ngegodain dia. “Lho nggak khawatir, Amb?”
“Buat apa gue mengkhawatirkan dia?” amber malah balik tanya. “Dia bukan siapa-siapa gue.”
“Kenapa sih elo jutek banget sama Sehun?” serang Luna. “Seakan-akan Sehun tuh udah melakukan kesalahan besar sama elo.”
“Nggak usah sebut-sebut lagi nama dia deh. Kita ngumpul di sini bukan buat ngomongin dia, kan?”
Amber kayaknya udah mulai kesal. Krystal, Luna, dan Tia memilih tutup mulut. Mereka mencomot irisan mangga di piring dan memasukkannya ke mulut sambil bertatapan.
@(^-^)@
Sorenya, di rumah, Amber tergopoh-gopoh menuju meja telepon untuk mengangkat telepon yang berdering. Tangannya membawa sepiring mi goreng instan.
“Halo,” sapanya.
“Halo, Amber,” balas Tia dari seberang.
“Napa, Ti?” tanya Amber to the point. “Gue lagi mau makan nih.”
“Makannya nanti aja, Amb, Lo harus ke rumah sakit sekarang juga.”
“Rumah sakit?” tanya amber heran. “Siapa lagi yang sakit?”
“sehun.”
“Hah?!” jantung Amber berdegup kencang. “Kenapa Sehun?”
“Makanya lo ke rumah sakit deh sekarang juga. Kondisinya nggak begitu baik.”
“Lo tau dari mana kalau dia masuk rumah sakit? Memangnya dia sakit apa?”
“Gue kakaknya, amb, jelas gue tau lah. Kata dokter dia kemungkinan kena flu burung...,” jawab Tia.
“Flu burung?!” hampir aja piring di tangan amber terlepas.
“Iya, itu baru dugaan sementara,” jawab Tia. “Darahnya masih diperiksa dan masih menunggu hasil laboratorium.”
“Sekarang Sehun di rumah sakit mana?”
“Rumah sakit tempat bokap gue dirawat.”
Amber diam. Dia tampak berpikir keras. Entah kenapa dia merasa ada sesuatu yang ganjil.
“Lo mikir apa lagi sih, Amb?” tanya Tia. “Anak-anak udah pada jalan buat jenguk dia. Gue juga lagi on the way ke rumah lo buat ngejemput lo. Sepuluh menit lagi gue sampai. Jadi lo siap-siap ya. Kita berangkat ke sana sama-sama.”
“Tapi... gue mau mak...,” sahut Amber.
“Lima menit buat lo makan dan lima menit buat lo siap-siap. Oke!” Tia langsung menutup telepon tanpa menunggu jawaban Amber.
Amber meletakkan gagang telepon kembali ke tempatnya. Matanya menatap mi goreng instan yang ada di tangannya. Nggak tahu kenapa rasa laparnya lenyap begitu aja.
Amber berjalan menuju ruang makan dan meletakkan mi goreng itu di bawah tudung saji. Lalu dia menuju kamar untuk mengganti kaus rumahnya dengan kaus untuk bepergian. Rasa cemas melingkupi dirinya. Amber nggak mau hal buruk terjadi pada Sehun. Dia takut kehilangan Sehun. Takut banget.
Tinggal satu chapter lagi.. yuk tentuin siapa cast cowok buat re-write berikutnyaaaa.. gue tunggu yaaaa.. kecupsmuah
Comments